OLEH :
KELOMPOK 1
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN
MIKROSKOPIS CAIRAN SEMEN
I. TUJUAN
a. Pemeriksaan Makroskopis
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan makroskopis cairan semen
meiputi : volume, bau, pH, warna dan viskositas sperma
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan
makroskopis cairan semen meiputi : volume, bau, pH, warna dan
viskositas sperma
b. Pemeriksaan Kimia
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kimia cairan semen
meliputi : Liquefaction dan Fruktosa Kualitatif
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan kimia
cairan semen meliputi : Liquefaction dan Fruktosa Kualitatif
c. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan cairan semen meliputi :
jumlah sperma per-lapang pandang/ perkiraan densitas sperma,
pergerakan sperma, perhitungan jumlah sperma serta morfologinya
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan
mikroskopis cairan semen meliputi : jumlah sperma per-lapang
pandang/ perkiraan densitas sperma, pergerakan sperma, perhitungan
jumlah sperma serta morfologinya
II. METODE
a. Pemeriksaan Makroskopis
Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung
b. Pemeriksaan Mikroskopis
Metode yang digunakan adalah menggunakan mikroskop. Pada
pemeriksaan morfologi dilakukan dengan pengecatan Giemsa
c. Pemeriksaan Kimia
Metode yang digunakan adalah pada pemeriksaan liquifaksi adalah
pengamatan langsung. Sedangkan pemeriksaan fruktosa kualitatif
menggunakan reagen resorsinol
III. PRINSIP
a. Pemeriksaan Sperma Secara Makroskopis
Sampel sperma yang baru diambil, diamati secara langsung, dan diamati
volume, pH, bau, warna,dan viskositas (kekentalan). Berdasarkan pemeriksaan
makroskopis makan akan diketahui apakah sperma yang dihasilkan pria normal
atau abnormal.
b. Pemeriksaan Sperma Secara Mikroskopik
Sampel sperma yang telah dihomogenkan dibuat hapusan dan diamati
dibawah mikroskop. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis makan akan
diketahui apakah sperma yang dihasilkan pria normal atau abnormal.
c. Pemeriksaan Sperma Secara kimia
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau
koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan
ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa
ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction). Liquefaction terjadi
karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat,
enzim ini disebut enzim seminim.
Metode pewarnaan Giemsa terdiri dari campuran eosin, methylene blue, dan
methylene azure, zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang
disimpan didalam botol yang gelap (Kurniawan, 2010). Giemsa dapat
diencerkan dengan buffer atau aquadest yang bertujuan untuk mempertahankan
keadaan pH. Giemsa membutuhkan sekitar 20 kali pengenceran, pewarnaan cat
sekitar 20 - 30 menit. Giemsa relatif lebih murah dan mudah didapatkan.
Metode pewarnaan Hematoksilin Eosin didapatkan kombinasi pewarnaan
antara inti sel dan sitoplasma. Hematoxilin mampu mewarnai struktur jaringan
yang bersifat basa seperti inti sel akan terwarnai biru, sedangkan Eosin
mewarnai jaringan yang bersifat asam seperti sitoplasma yang akan terwarnai
merah muda, pada pewarnaan Hematoxilin Eosin penyerapannya lebih cepat,
yaitu sekitar 5 menit dengan pembilasan dengan air, tetapi pada kajian
Hematoxilin telah dibuktikan memiliki harga mahal dan dapat merusak
lingkungan (Soehadi,K, 2002).
Alat Bahan
1. Wadah penampung Sampel Sperma
sperma / pot dengan
penutup
2. Gelas ukur 5/10 mL
3. Mikroskop binokuler
4. Object glass
3. Cover glass
4. Kamar hitung Improved
Neubauer
5. Deck Glass
6. Pipet thoma leukosit
b. Makroskopis
No. Alat Bahan
1. Wadah penampung Sampel sperma
sperma / pot dengan
penutup
2. Gelas ukur 5/10 mL
3. Kertas indikator pH
4. Tabung reaksi
5. Pipet tetes
6. Batang pengaduk
7. Stopwatch
c. Pemeriksaan Kimia
Alat Bahan
Wadah/pot dengan penutup Sampel Sperma
Kertas label
Gelas ukur 5 mL atau 10 mL
Kertas Indicator
Pipet tetes
Batang pengaduk
stopwatch
a. Makroskopis
1. Pengukuran Volume
Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang
bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala
volume 0,1 ml.
Baca hasil
2. pH
Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang
terdapat dalam botol penampung
baca hasil
3. Bau Sperma
Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium
baunya
Dalam laporan bau dilaporkan: khas/ tidak khas
Dalam keadaan infeksi, sperma berbau busuk/ amis. Secara
biokimia sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit.
4. Warna Sperma
Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan
menggunakan latar belakang warna putih menggunakan
penerangan yang cukup.
5. Viskositas (kekentalan)
Cara Subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau
batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk
benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang
yang terjadi makin tinggi viskositasnya.
Cara Pipet Elliason
Pipet cairan sperma sampai angka 0,1
Tutup bagian atas pipet dengan jari
Arahkan pipet tegak lurus
Jalankan stopwath
Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan
hitung waktunya dengan detik.
b. Mikroskopis
1. Jumlah Sperma Per-lapang Pandang/ Perkiraan densitas sperma
Diaduk sperma hingga homogen
Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass
lalu ditutup dengan cover glass
Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang
pandang.
2. Pergerakan Sperma
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian
dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik.
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat
(umumnya kelipatan 5 misalnya: 10%,15%, 20%).
Jika sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma
(banyaknya sperma yang hidup).
3. Perhitungan Jumlah Sperma
Cara Kerja :
Siapkan pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin,
5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000
ml.
Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10 atau
1:20 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah
dilakukan sebelumnya (gunakan pipet thoma untuk leukosit)
Segera pindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer)
yang telah ditutup dengan gelas penutup.
Biarkan hemositometer selama 15 menit sampai 20 menit agar
semua sel mengendap
Hitung dibawah mikroskop pembesaran 40X untuk
spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor
yang dihitung).
Perhitungan :
Hitung jumlah sperma dengan objek 40x pada daerah leukosit
pada 4 bidang.
Perhitungan:
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma = 1/0.1 X 4 X pengenceran X N
4. Morfologi Sperma
Dibuat preparat hapusan diatas obyek glass.
Dikeringkan selama 5 menit.
Di fixasi dengan larutan metilalkohol selama 5 menit.
Dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau
zat warna yang lain.
Bentuk Normal :
Bentuk Oval
Bentuk Spermatozoa Abnormal :
Bentuk Pir (seperti buah pir)
Bentuk Terato (tidak beraturan dan berukuran besar)
Bentuk Lepto (ceking)
Bentuk Mikro (kepala seperti jarum pentul)
Bentuk Strongyle (seperti larva stongyloides)
Bentuk Lose Hezel (tanpa kepala)
Bentuk Immature (spermatozoa belum dewasa, terdapat
cytoplasmic)
5. Leukosit
Leukosit di laporkan per-lapang pandang seperti halnya
dalam sedimen urin.
Interprestasi Hasil Analisa Sperma
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk analisa
sperma yang normal, sebagai berikut:
1. Volume total cairan lebih dari 2 ml
2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml
3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal
4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25% bergerak
secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi
5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/ml
6. Analisa lebih lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel ikutan yang
ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma)
No Istilah Jumlah MotilNormal MorfologiNormal
Spermatozoa (%) (%)
(juta/ml)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim < 50 > 50 > 50
Oligozoospermia
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo < 20 < 50 > 50
Asthenozoospermia
7 Oligi Astheno < 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
8 Oligo < 20 > 50 < 50
Teratozoospermia
9 Astheno > 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi
c. Pemeriksaan Kimia
Cara Kerja dan Interpretasi Hasil
1. Liquefaction
Diperiksa 20 menit setelah ejakulasi. Dapat dilihat dengan jalan
melihat dengan coagulumnya. Bila setelah 20 menit belum
homogeny, berarti kelenjar prostat ada gangguan.
2. Fruktosa Kualitatif
0,05 mL sperma ditambah 2 mL larutan resolsinol (0,5% dalam
alcohol 96%), campur sampai rata.
Panaskan dalam air mendidih 5 menit
Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas
menjadi merah coklat atau merah jingga
Bila tidak ada fruktosa, tidak terjadi perubahan warna.
No Parameter Hasil
1 Warna Putih keruh
2 Bau Seperti klor/kaporit
3 Viskositas 6 cm
4 pH 10 (basa)
5 Volume 2,9 mL
Total Spermatozoa :
𝐿𝑃 𝐼 + 𝐿𝑃 𝐼𝐼 + 𝐿𝑃 𝐼𝐼𝐼 + 𝐿𝑃 𝐼𝑉
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 =
4
21 + 17 + 25 + 28
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 =
4
91
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 =
4
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 = 22,75 × 10 6 𝐽𝑢𝑡𝑎/𝑚𝐿
Total Spermatozoa :
1 ×𝑃 ×𝑁
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 =
0,1 × 4
1 × 10 × 693
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 =
0,1 × 4
∑ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 = 17.325 × 10 3 /𝑚𝐿
Perhitungan :
a. Bergerak baik
59
× 100% = 64,8%
91
b. Bergerak kurang baik
24
× 100% = 26,3%
91
c. Tidak bergerak
8
× 100% = 8,79%
91
4. Morfologi Sperma
Perhitungan :
a. Normal
53
= × 100%
73
= 72,6%
b. Abnormal
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎 𝐴𝑏𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
= × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎
19
= × 100%
73
= 26,02%
c. Gambar morfologi sperma per lapang pandang
VIII. PEMBAHASAN
PEMBAHASAN UMUM
Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas
(kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen.
Dalam hal ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi)
berdasarkan buku petunjuk WHO “ Manual for the examination of the Human
Semen and Sperm-Mucus Interaction “ (WHO, 1999). Semen merupakan cairan
putih atau abu-abu yang dikeluarkan dari uretra pada saat ejakulasi. Sperma
terdapat atau bagian dari semen disamping cairan-cairan lainya. Kuantitas dan
kualitas penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada semen yang baik, sperma
akan dapat survive, berenang dan akhirnya mencapai sel ovum di saluran
reproduksi wanita. Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu proses yang
disebut fertilisasi (pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon individu
baru yang mewarisi setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau
koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini
akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit.
Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh
kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Spermatogenesis merupakan
peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta
menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara
berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh
hormone gonadtotropin dan testosterone.
Spermatozoa masak terdiri dari :
1. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom
dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung
enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
2. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
3. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang
dibutuhkan untuk motilitas.
4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas
deferens dan ductus ejakulotorius
Ada beberapa faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis. Faktor
hormonal memainkan peranan penting dalam spermatogenesis. Beberapa
diantaranya adala sebaga berikut:
1. Testosteron, yang disekresikan sel – sel leydig yang terletak di interstisium
testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel germinal testis,
yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2. Luteinizing hormone, yang disekresikan olh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel – sel leydig untuk menyekresi testosteron.
3. Hormon perangsang folikel (FSH), yang juga disekresikan oleh sel – sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel – sel sertoli; tanpa rangsangan
ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidak
akan terjadi
Tahap Pembentukan Spermatozoa Dibagi atas Tiga Tahap
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan
menjadi spermatosit primer.
a. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada
inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan
dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin
banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan
meiosis II. Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel
benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat
suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit
I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi
4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase
pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita
“X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka
pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan
dipertahankan. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, telah
mengambil inisiatif membuat buku penuntun analisis semen berjudul
Laboratory Manual For the Examination of Human Semen and Semen-
Cervical Mucus Interaction. Buku ini bertujuan untuk menstandarisasi
prosedur analisis semen bagi semua laboratorium analisis semen,
sehingga kesimpulan hasil analisis dapat dimengerti dan diterima oleh
para ahli andrologi dan dijadikan sebagai acuan dan dipatuhi dalam
melakukan pemeriksaan analisis semen.
Ada beberapa faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis. Faktor
hormonal memainkan peranan penting dalam spermatogenesis. Beberapa
diantaranya adala sebaga berikut:
1. Testosteron, yang disekresikan sel – sel leydig yang terletak di interstisium
testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel germinal testis,
yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2. Luteinizing hormone, yang disekresikan olh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel – sel leydig untuk menyekresi testosteron.
3. Hormon perangsang folikel (FSH), yang juga disekresikan oleh sel – sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel – sel sertoli; tanpa rangsangan
ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidak
akan terjadi
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu uji makroskopis dan
mikroskopis cairan semen, pada proses pra analitik sampel cairan semen diambil
30 menit sebelum praktikum dilakukan dan ditempatkan pada wadah yang bermulut
lebar dan berbahan kaca. Pasien atas nama I Putu Adi Wirambawa telah melakukan
abstinensia selama 4 hari sehingga sampel dapat dikatakan telah memenuhi syarat
analisa cairan semen.
Uji makroskopis dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung yaitu
menggunakan panca indra. Adapun hal yang diperiksa yaitu Warna, Volume, Bau,
pH, Viskositas, Aglutinasi. Sedangkan Liquefaction yang merupakan uji Kimia
cairan semen dilakukan dengan memeriksa 20 menit setelah ejakulasi dengan
melihat coagulumnya. Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat
ada gangguan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan pengujian sampel sehingga
didapatkan hasil diantaranya adalah :
Warna : Putih susu
Volume : 2,9 ml
Bau : Khas seperti kaporit
pH : 10 (basa)
Viskositas : Kental
Aglutinasi : Tidak ada
Setelah melakukan uji makroskopis, uji selanjutnya adalah uji kimia. Namun
pada praktikum ini hanya dilakukan uji liquefaction dan didapatkan hasil homogen
(normal). Selanjutnya uji mikroskopis pun juga turut diperiksa Uji mikroskopis ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah sperma per-lapang pandag, pergerakan sperma,
konsentrasi sel sperma, morfologi sperma dan ada atau tidaknya leukosit pada
sperma.
Uji yang pertama dilakukan adalah uji untuk mengetahui jumlah sperma per
lapang pandang. Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah dengan
menghomogenkan sperma terlebih dahulu lalu diteteskan 1-3 tetes pada objek glass
kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat yang telah dibuat kemudian diamati
pada mikroskop dengan perbesaran 40x. Hasil yang didapatkan pada 4 lapang
pandang
Sperma yang bergerak baik = 59 ekor
Sperma yang bergerak kurang baik = 24 ekor
Sperma yang tidak bergerak = 8 ekor
Total seluruh sperma pada 4 lapang pandang = 91 ekor
Sehingga dari hasil tersebut didapatkan presentase pergerakan sperma yang
baik sebanayk 64,84%, bergerak kurang baik 26,37% dan yang tidak bergerak
sebanyak 8,79%.
Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah sperma untuk mengetahui
konsentrasi sperma. Sesuai dengan WHO konsentrasi sperma paling sedikit adalah
20 juta sel/ ml. Adapun langkah kerja yang dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
sperma yaitu dengan melakukan perhitungan sel sperma pada kamar hitung dengan
pengenceran 1:10 atau 1:20 sesuai dengan perkiraan jumlah spermatozoa yang telah
dilakukan. Cairan semen dihomogenkan kemudian dipipet menggunakan pipet
thoma leukosit sampai tanda 1 kemudian larutan hitung sperma dipipet sampai
tanda 11. Kemudian dihomogenkan selama 3 menit kemudian dibuang 3-4 tetes dan
barulah diteteskan pada kamar hitung. Kamar hitung diinkubasi selama 15-20 menit
dan barulah kemudian kamar hitung diamati dibawah mikroskop pada kotak
leukosit.
Dari pengamatan yang telah dilakukan pada ke-4 kotak leukosit didapatkan
jumlah sel sperma yang terhitung sebanyak 693 ekor kemudian dibagi 0,4 dan
dikalikan 10 yang merupakan faktor pengenceran yang digunakan. Hasil yang
didapatkan adalah sebanyak 17.325 x 106 sel/ml. Sehingga dapat dikatakan
konsentrasi sel sperma yang didapatkan dibawah normal. Hal ini dapat disebabkan
karena kesalahan dalam melakukan pengenceran ataupun adanya faktor human
error dalam mengamati dan menghitung sel sperma sehingga dapat mempengaruhi
hasil yang didapatkan atau memang dari kondisi sperma tersebut yang
kosentrasinya memang dibawah normal.
Untuk uji yang terakhir adalah uji untuk mengetahui morfologi sperma dan ada
atau tidaknya leukosit pada cairan semen. Caranya adalah dengan membuat
preparat hapusan diatas objek glass. Sampel diteteskan sedikit pada objek glass
kemudian dibuat preparat hapusan barulah dikeringkan dan diwarnai menggunakan
giemza. Sebelum diwarnai preparat difiksasi menggunakan metanol dan dibiarkan
selama 5 menit kemudian diteteskan giemza secara merata dan didiamkan 5 menit
lalu dicuci dan dikeringkan. Preparat yang sudah kering tersebut kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x yang dibantu dengan meneteskan oil
imersi.
Setelah dilakukan pengamatan pada 10 lapang pandang didapatkan jumlah
sperma diantaranya adalah :
Morfologi Normal : 53
Morfologi Tidak Normal : 19
Total seluruh sperma : 72
Presentase sperma normal : 74%
Presentase sperma abnornal : 26%
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap morfologi sperma pada
morfologi yang abnormal ditemukan sperma dengan morfologi tapered, long tail,
dan sperma yang tidak berekor. Sedangkan untuk uji leukosit hanya ditemukan 1
leukosit pada 10 lapang pandang.
Sehingga sesuai hasil yang didapatkan pada uji mikroskopis sperma dapat
dirangkum sebagai berikut :
Volume total cairan semen adalah normal yaitu lebih dari 2 ml yaitu
volume total adalah 2,9 ml
Konsentrasi sperma adalah dibawah normal yaitu 17.325 x 106 sel/ml
sedangkan nilai normalnya adalah paling sedikit 20 juta sel/ml
Morfologi sperma adalah normal sebanyak 74%, dan yang tidak normal
sebanyak 26%
Pergerakan sperma adalah normal yaitu 64,84% untuk pergerakan baik,
26,37% untuk pergerakan kurang baik dan 8,79% untuk yang tidak
bergerak
Ditemukan 1 leukosit dalam 10 lapang pandang.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah spermatozoa <20
juta/ml, motil normal >50%, morfologi normal >50%. Jadi sperma pasien tersebut
dinyatakan sebagai Oligozoospermia.
IX. SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada uji makroskopis
dan mikroskopis sperma didapatkan hasil diantaranya yaitu :
Volume total cairan adalah normal yaitu lebih dari 2 ml (volume total 2,9
ml) konsentrasi sperma adalah dibawah normal yaitu 17.325 x 106
sperma/ml morfologinya normal sebanyak 74% dan yang tidak normal
26%. Pergerakan sperma normal yaitu 64,84 % untuk pergerakan baik,
26,37% bergerak kurang baik dan 8,79% untuk sperma yang tidak
bergerak.
Ditemukan 1 leukosit dalam 10 lapang pandang. Jadi dapat
disimpulkan bahwa jumlah spermatozoa <20 juta/ml, motil normal
>50%, morfologi normal >50%. Maka dinyatakan sperma pasien adalah
Oligozoospermia
DAFTAR PUSTAKA
Soehadi K., dan Arsyad KM. Analisis Sperma. Airlangga University press 1983.
Arsyad, KM., dan Haryati, L 1994, Penuntun Laboratorium WHO Untuk Semen
Manusia dan Interaksi Sperma Getah Serviks. Edisi ke -3. Bagian Biologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
https://docplayer.info/73011607-Analisis-makroskopis-dan-mikroskopis-sperma-rs-ulin-
banjarmasin.html