Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
di
RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
Vriona Ade Maenkar, S. Farm
NIM 183202133
di
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
Pembimbing,
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Jonshon L. Tobing, S.Si., MM., Apt.
NIP. 195103261978022001 No. SKPA 02.2017/PP IAI/XII/2013
Staf Pengajar Fakultas Farmasi Staf Instalasi Farmasi
Universitas Sumatera Utara RSUD Dr. Pirngadi
Medan Medan
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis inginmengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi dan Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan fasilitas kepada
Bapak dr. Suryadi Panjaitan, Sp. PD., sebagai Direktur RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan yang telah memberikan fasilitas untuk melaksanakan PKPA. Ibu Dra.
Peri, Apt., sebagai Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yang
melaksanakan PKPA.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi USU dan Bapak Jonshon L. Tobing,
S.Si., MM., Apt. sebagai pembimbing dari Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan selama
penulis melaksanakan PKPA hingga proses penulisan laporan ini selesai. Terima
kasih juga kepada Bapak dan Ibu Apoteker, staf dan karyawan RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan yang telah memberikan arahan dan bantuan selama melaksanakan
PKPA.
iii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisam laporan ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari
seluruh pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan.
iv
RINGKASAN
v
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
RINGKASAN ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ............................... 4
2.2 Patofisiologi ............................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinik ................................................................... 6
2.4 Etiologi .................................................................................... 7
2.5 Faktor Resiko .......................................................................... 7
2.6 Diagnosis PPOK ..................................................................... 8
2.6.1 Anamnesis ..................................................................... 8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ......................................................... 10
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang ................................................ 12
2.6.3.1 Pemeriksaan Spirometri ................................... 12
2.6.3.2 Pemeriksaan Penunjang Lain ........................... 13
2.6.4 Kriteria Diagnosis ......................................................... 14
2.7 Penatalaksanaan PPOK ........................................................... 15
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ................................................ 21
3.1 Identitas Pasien ....................................................................... 21
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan .......................................... 21
3.3 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan............................................................................ 21
3.4 Hasil Pemeriksaan ................................................................... 22
3.5 Diagnosa Penyakit .................................................................. 24
3.6 Terapi ...................................................................................... 24
3.7 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi ............................ 26
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 33
4.1 Pembahasan............................................................................. 33
4.2 Pengkajian Tepat Pasien ......................................................... 36
4.3 Pengkajian Tepat Indikasi dan Tepat Obat ............................. 37
4.4 Pengkajian Tepat Dosis........................................................... 38
4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping Obat dan Interaksi
vi
Obat ...................................................................................... 40
4.6 Edukasi Pasien ........................................................................ 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 42
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 42
5.2 Saran ...................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43
vii
BAB I
PENDAHULUAN
produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara
Visite pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap baik yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien
1
inap dirumah sakit adalah karena reaksi obat yang merugikan yang merupakan salah
satu dari Drug Related Problems (DRPs) (Olivier, dkk., 2009). Penelitian lain di
University of Leicester Inggris menunjukan bahwa dari jumlah total pasien yang
diteliti, 14% nya mengalami Drug Related Problems (DRPs) (Yarda, 2010).
prevalensinya akan terus meningkat. Pada tahun 2003 World Health Organization
mengatakan bahwa prevalensi diabetes didunia diperkirakan 194 juta penderita dan
jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 335 juta penderita pada tahun
2025. Kenaikan jumlah penderita diabetes ini disebabkan oleh pola hidup yang
santai dan pola makan penduduk yang tidak seimbang. Indonesia merupakan negara
dengan penderita diabetes terbanyak ke 4 di dunia setelah Cina, India dan Amerika
Serikat. Di tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta penderita diabetes dan
diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 21,3 juta penderita pada tahun
penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah
setiap tahun makin meningkat. Pada tahun 2000 sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi. Sebanyak 333 juta atau 34,26%
berada di negara maju dan 639 juta atau 65,74% berada di negara berkembang
termasuk di Indonesia.
2
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang
digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau
gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chaker, et al., 2012).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan
stroke. Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan
penggunaan obat pada pasien DM tipe 2, hipertensi dan vertigo rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan untuk mengetahui apakah
1.2 Tujuan
b. Mengetahui terapi yang rasional terhadap pemilihan obat Diabetes Melitus Tipe
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Diabetes Melitus
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
Diabetes Melitus disebut dengan the silent killer karena dapat mengenai
semua organ tubuh. Penyakit yang ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
2.1.2 Epidemiologi
masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, sekitar 425 juta orang
dewasa menderita diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun 1980an.
Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus meningkat tanpa
ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2045 meningkat menjadi 629 juta
sudah mencapai angka 9,1 juta orang penduduk. Data tersebut menjadikan
4
Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia atau naik dua peringkat dibandingkan
data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang
Menurut WHO, pada tahun 2014, 8,5% dari orang dewasa berusia 18 tahun
dan lebih tua menderita DM. Pada tahun 2012, DM menjadi penyebab utama dari
1,5 juta kematian. Prevalensi penyakit DM di dunia terus meningkat, pada tahun
1995 prevalensinya 4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 5,4%. Data
negara berkembang DM menyerang masyarakat yang ada pada usia produktif, yaitu
ekstremitasi bawah setiap tahunnya, dan 75% pasien meninggal dengan DM tipe 2
diabetes ini biasanya muncul pada anak-anak dan remaja ini juga dapat muncul pada
5
muncul setelah dewasa (adult-onset) (ADA, 2019). Diabetes tipe ini ditandai
dengan resistensi insulin dan berkurangnya sekresi insulin secara progresif dari
waktu ke waktu. Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan dengan pola gaya hidup yang
buruk seperti kurangnya olahraga, obesitas dan diet tinggi lemak dan rendah serat
pertama kali dikenali selama kehamilan (ADA, 2019). Diabetes ini biasanya
dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa
Diabetes tipe spesifik lain adalah diabetes melitus yang muncul karena fakor
lain seperti sindrom diabetes monogenik (seperti neonatal diabetes dan maturity-
onset diabetes of the young (MODY)), penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic
fibrosis dan pankreatitis), dan obat atau bahan kimia yang menginduksi diabetes
6
Penyakit diabetes ditandai dengan gejala klasik berupa poliuria (banyak
berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan/ mudah lapar).
Disamping meningkatnya kadar gula darah, diabetes bercirikan adanya gula dalam
kemih (glycosuria). Hal ini karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak
air. Akibatnya timbul rasa haus, kehilangan energi, turunnya berat badan tanpa
sebab yang jelas serta rasa letih (Tan dan Rahardja, 2013).
Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak
anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang
diabetes. Diabetes tipe ini terjadi karena destruksi autoimun dari sel β pankreas
(ADA, 2019). Proses autoimun diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen sel β (misalnya antibodi sel islet,
Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
populasinya meningkat (Depkes RI, 2005). Diabetes tipe ini biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin ditandai
dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi
glukosa hepatik dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. (Sukandar,
dkk., 2013).
7
2.1.6 Diagnosis Diabetes Melitus
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada.
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam
<140 mg/dL
8
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dL
Tabel 2.2 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.
(PERKENI, 2015)
9
2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
10
karbohidrat, protein dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh
olahraga yang disarankan antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang dan
reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes
RI, 2005).
2. Terapi Farmakologi
i. Sulfonilurea
insulin oleh sel β pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati dan ginjal)
11
ii. Meglitinid
Golongan ini merangsang insulin dengan menutup kanal kalium yang ATP-
i. Biguanida
ii. Tiazolidindion
Activator Receptor-γ (PPAR-γ), suatu reseptor inti yang terdapat di sel otot,
yang termasuk golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon (Tan dan
Rahardja, 2013).
12
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Karena kerjanya tidak
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung pada kadar glukosa darah
B. Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe I dan beberapa jenis
DM tipe II. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
Jenis-jenis insulin:
13
Insulin kerja ultra pendek mempuyai daya absorpsi pada tempat suntikan
lebih cepat (90% dalam 100 menit) dibandingkan dengan insulin regular (90%
dalam 150 menit), onset kerja lebih cepat, puncak konsentrasi lebih tinggi dan lebih
dini, serta lama kerja lebih singkat. Contohnya insulin aspart dan insulin glulisine
dengan onset 15-30 menit dan masa kerja maksimum 5-6 jam. Insulin lispro dengan
onset 15-30 menit dan masa kerja maksimum 4-6 jam (Triplitt dan Reasner, 2011).
Potensi dan efek hipoglikemia insulin kerja pendek atau insulin regular,
hampir sama dengan insulin kerja ultra pendek. Selain dapat diberikan subkutan,
insulin regular adalah insulin yang dapat diberikan secara intravena, oleh karena itu
insulin ini biasa dipakai untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, pasien
baru, dan tindakan bedah (Deliana, dkk., 2007). Contohnya adalah insulin regular
yang memiliki onset 0,5-1 jam dengan masa kerja maksimum 6-8 jam (Triplitt dan
Reasner, 2011).
Insulin kerja menengah mempunyai onset yang lambat dan masa kerja yang
panjang tetapi masih kurang dari 24 jam. Insulin jenis ini dapat digunakan dua kali
sehari. Contohnya adalah insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn) dengan onset
2-4 jam dan masa kerja maksimum 14-18 jam (Triplitt dan Reasner, 2011).
Mengingat masa kerja yang panjang, maka pemakaian insulin ini cukup
diberikan satu kali dalam satu hari. Penggunaan insulin kerja panjang secara
14
kadar HbA1c serta frekuensi terjadinya hipoglikemia. Contohnya adalah insulin
detemir dengan onset 2 jam dan masa kerja maksimum 24 jam. Kemudian insulin
glargine dengan onset 4-5 jam dan masa kerja maksimum 24 jam (Triplitt dan
Reasner, 2011).
2.2 Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
penyakit tekanan darah tinggi di atas batas normal (120/80 mmHg) (Scanlon,2007).
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC (Joint National Commitee) VII 2003 dapat
Tabel 2.3 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII (NIH, 2003).
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Stage I 140-159 90-99
Stage II ≥160 ≥100
Klasifikasi tekanan darah yang telah dirilis oleh JNC VIII pada tahun 2013
masih merujuk klasifikasi tekanan darah JNC VII. Tetapi, manajemen terapi
hipertensi dalam JNC VIII lebih berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM),
komplikasi penyakit, ras dan riwayat penderita. Target tekanan darah pada
managemen terapi hipertensi dalam JNC VIII bergantung pada komplikasi penyakit
15
Berdasarkan etiologi patofisiologinya hipertensi dapat dibedakan menjadi
hipertensi primer (essensial) yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di control
dan kelompok penderita hipertensi lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus yang dikenal sebagai hipertensi sekunder (non
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain
(Gunawan, 2007).
kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal),
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
16
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
aldosteron dan defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan
17
akan meningkatkan reabsorpsi air dan natrium, sedangkan kelebihan kortisol
morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti gagal jantung,
penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal kronik. Target nilai tekanan
darah yang di rekomendasikan adalah <140/90 mmHg untuk pasien dengan tanpa
komplikasi, <130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit komplikasi (NIH, 2003).
Menurut JNC VIII (2013), target penurunan tekanan darah berbeda-beda pada
18
Pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk
mencapai tekanan darah target terapi. Penambahan regimen obat dari kelas yang
berbeda dimulai apabila penggunaan obat tunggal dengan dosis lazim gagal
mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Apabila tekanan darah melebihi
20/10 mmHg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan
dua obat. Yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama
RI,2006).
Terapi ini dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup seseorang. Semua
pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu dinasehati mengenai
gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan, asupan garam (total, < 5 g/hari),
asupan lemak jenuh dan alkohol (pria < 21 unit dan perempuan < 14 unit per
minggu), banyak makan buah dan sayuran, tidak merokok dan berolah raga yang
teratur, semua ini terbukti dapat merendahkan tekanan darah dapat menurunkan
faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target,
dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau faktor risiko lain.
19
Blocker (BBs), Calcium Chanel Blocker (CCB) (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2006).
Secara umum diperkirakan hipertensi dijumpai dua kali lebih banyak pada
diabetes, yang meningkat dua kali lipat bila disertai hipertensi. Hipertensi
merupakan faktor utama dari harapan hidup dan komplikasi pada pasien diabetes
diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin
Hubungan antara diabetes tipe 2 dan hipertensi lebih kompleks dan tidak
berkaitan dengan nefropati. Pada pasien diabetes tipe 2, hipertensi seringkali bagian
dari sindrom metabolik dari resistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul selama
beberapa tahun pada pasien ini sebelum diabetes mellitus muncul. Hiperinsulinemia
ginjal, aktivitas stimulasi dan tanggapan jaringan pada sistem saraf simpatetik, dan
20
2.2.3.4 Penatalaksanaan Terapi pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan
Komplikasi Hipertensi
morbiditas dan mortalitas akibat diabetes sendiri dan akibat hipertensinya. Dalam
asupan garam, penurunan berat badan untuk pasien gemuk, dan berolah raga
2. Terapi Farmakologi
mempunyai kelainan metabolik, hal ini harus diperhatikan dalam pemilihan obat.
hipohiperglikemia.
21
Adapun obat yang digunakan untuk pasien hipertensi dengan diabetes
Farmasi dan Alkes, 2006). ACE inhibitor sangat dianjurkan dalam mengendalikan
diabetes. Obat ini merupakan pilihan utama untuk penyakit hipertensi dengan
peningkatan penyakit ginjal, dan stroke. Terapi ACE inhibitor mungkin merupakan
bahan antihipertensif yang sangat penting bagi pasien diabetes (Saseen dan Carter,
2005).
mengurangi proteinuria juga dapat memperbaiki sensivitas insulin dan tanpa efek
pada lipid atau asam urat dalam serum (Saseen dan Carter, 2005). Contoh obat-obat
golongan ini yaitu Captropil, Lisinopril, Ramipril, Enalapril, Tanapres (Ditjen Bina
konstriksi arteriol efferent dari glomelurus ( Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006).
22
ARB mempunyai kemiripan dengan ACE inhibitor yaitu merupakan obat
pilihan pertama dalam pengobatan hipertensi dengan diabetes. ARB lebih disukai
arteriol dari ginjal selain itu ARB juga meningkatkan sensifitas insulin ( Ditjen Bina
diabetes mellitus tipe 2 dengan protenuria dan kejadian penyakit ginjal. ARB
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan nefropati (Saseen dan Carter, 2005).
glukosa dan nampak menjadi obat antihipertensif yang ideal untuk pasien diabetes
yang lain (diuretic, beta blocker, ACE inhibitor, dan ARB) (Sassen dan Carter,
2005).
Target tekanan darah pada pasien diabetes adalah < 130/80 mmHg karena
mencapai tujuan ini, CCB merupakan bahan yang berguna dalam populasi ini,
khususnya bila dikombinasi dengan bahan lain (Saseen dan Carter, 2005).
23
Contoh obat-obat golongan ini yaitu Amlodipin, Felodipin, Nifedipin,
4. Diuretics
Diuretik hemat kalium bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
kolingentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi
kalium dengan jalan antagonisme kompetitif. Contoh diuretik hemat kalium adalah
dan bahan ini digunakan ketika dibutuhkan. Beta Blocker telah ditunjukan paling
tidak pada satu studi menjadi sama efektif dengan ACE Inhibitor dalam hal
Carter, 2005).
kardioselektif, jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada
penyakit arteri perifer dan diabetes yang karena alasan khusus harus diberi penyekat
beta. Tetapi kardioselektif adalah fenomena yang tergantung dosis. Pada dosis yang
untuk reseptor beta-1 dan akan memblok reseptor beta-2 seefektif memblok
2.3 Vertigo
24
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin “ Vertere “ yang
rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar – putar dan berjungkir balik
1) Vertigo Sistematis/Vestibuler
a) Vertigo Perifer
di perifer seperti di telinga atau saraf vestibular. Durasi serangan pada vertigo
beberapa detik, menit atau jam, bahkan dapat berlangsung sampai beberapa hari
(2) Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta,
(3) Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular,
b) Vertigo Sentral
cerebellum, thalamus, atau cortex cerebri, dan dapat diakibatkan oleh infark,
25
transient ischemia, perdarahan, tumor, penyakit demyelinasi, atau Chiari
2) Vertigo Nonsistematis/Nonvestibuler
hipertensi kardiovaskular
2.3.3 Patofisiologi
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Menurut Wreksoatmodjo
(2004), ada beberapa teori yang dapat menerangkan terjadinya vertigo, yaitu:
ditangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibuler, penglihatan, dan
26
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum
sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata),
ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang,
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang
telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang
4) Teori Otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
5) Teori Sinap
adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan
27
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa
1. Antihistamin
juga memiliki aktivitas antikholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-
Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita
vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif.
Betahistin
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek
samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di
kulit.
28
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
beberapa dosis.
Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek
samping mengantuk.
2. Antagonis Kalsium
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
Cinnarizine (Stugerone)
kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi),
rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
29
3. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Promethazine (Phenergan)
(1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
lainnya.
Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut. Obat
ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
4. Obat Simpatomimetik
Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
30
lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah – gugup.
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek samping seperti mulut
Lorazepam
Diazepam
Skopolamin
4 kali sehari.
8. Terapi operatif
31
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
Nama :M
RM : 00.77.45.57
Mauk RS : 29/09/2019
Keluar RS : 05/10/2019
Tidak ada
Tidak ada
32
3.2.4 Riwayat Pengobatan
3.3 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
Pasien masuk RSUD Dr. Pirngadi pada tanggal 29 September 2019 pukul
12.12 WIB dari Instalasi Gwat Darurat (IGD). Pasien datang dengan keluhan badan
Pasien menerima penanganan awal dari tenaga edis dan mendapat terapi
Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, pasien telah menjakani
klinik.
Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, pasien telah menjakani
Tabel 3.1.
33
02/10/2019 Compos Mentis 130/80 80 20 36.5 3
03/10/2019 Compos Mentis 130/80 80 20 37 3
04/10/2019 Compos Mentis 130/80 82 22 37 3
05/10/2019 Compos Mentis 120/80 80 22 36,5 3
Keterangan: BP = Blood Preasure, HR = Heart Rate, RR = Respiratory Rate, T =
Temperature.
Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, pasien telah menjalani
34
4 EO % 0.0 – 5.0 [%] 1.1
5 BASO % 0.0 – 1.0 [%] 0.4
35
3.5 Riwayat Pengobatan Pasien
Hari ke-2
Tanggal & Jam Hari ke-1 29/09/2019
No Nama Obat Signa Rute 30/09/2019
Mulai Stop I II III IV I II III IV
20
1 IVFD NaCl 0.9% IV 29/9 5/10 √ √ √ √ √ √ √ √
gtt/menit
1 amp/12
2 Inj. Ranitidin IV 29/9 5/10 10 23 04 16
jam
Inj. Ondansentron 8 1 amp/8
3 IV 29/9 5/10 10 19 03 16 24
mg jam
3x1
4 Sucralfat syr Oral 30/9 5/10 07. 20
sendok
5 Paracetamol 3 x 1 tab Oral 30/9 5/10 07 12 20
6 Betahistine 6 mg 1 x 1 tab Oral 30/9 02/9 20
36
Tabel 3.4 Pengobatan Pasien (Lanjutan)
Hari ke-3
Tanggal & Jam Hari ke-4 02/10/2019
No Nama Obat Signa Rute 01/10/2019
Mulai Stop I II III IV I II III IV
20
1 IVFD NaCl 0.9% IV 29/9 5/10 √ √ √ √ √ √ √ √
gtt/menit
1 amp/12
2 Inj. Ranitidin IV 29/9 5/10 04 16 04 16
jam
Inj. Ondansentron 8 1 amp/8
3 IV 29/9 5/10 08 16 24 08 16 24
mg jam
3x1
4 Sucralfat syr Oral 30/9 5/10 08 12 20 08 12 19
sendok
5 Paracetamol 3 x 1 tab Oral 30/9 5/10 08 12 20 08 12 19
6 Betahistine 6 mg 1 x 1 tab Oral 30/9 02/9 20 19
7 Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab Oral 01/10 5/10 08 08
8 Glimepirid 2 mg 1 x 1 tab Oral 01/10 01/9 08
9 Glimepirid 4 mg 1 x 1 tab Oral 02/9 5/10 08
10 Inj. Lantus 1 x 14 iu Sc 01/9 03/10 22 22
37
Tabel 3.4 Pengobatan Pasien (Lanjutan)
38
Tabel 3.4 Pengobatan Pasien (Lanjutan)
39
3.6 Pencatatan dan Pemantauan SOAP
2019
SOAP FARMASI
kepala Betahistine
40
Pantau vital sign
41
SOAP FARMASI
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 1 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
42
SOAP FARMASI
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 1 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
Glimepiride 2 mg 1 x 1 tab
43
SOAP FARMASI
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 1 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
Glimepiride 4 mg 1 x 1 tab
44
SOAP FARMASI
(vertigo sentral)
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 3 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
Glimepiride 4 mg 1 x 1 tab
Diazepam 2 mg 3 x 1
45
SOAP FARMASI
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 3 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
Glimepiride 4 mg 1 x 1 tab
Diazepam 2 mg 3 x 1
46
SOAP FARMASI
Sucralfat 3 x 1 sendok
Paracetamol 3 x 1 tab
Betahistine 8 mg 3 x 1 tab
Amlodipine 5 mg 1 x 1 tab
Glimepiride 4 mg 1 x 1 tab
Diazepam 2 mg 3 x 1
Metformin 500 mg
Acarbose 100 mg
47
Keterangan : Pasien pulang pada tanggal 5 April 2019 dengan kondisi membaik
- Betahistine 6 mg 1 x 1 tab
- Domperidone 10 mg 3 x 1 tab
- Glimepirid 2 mg 2 x 1 tab
- Amlodipin 5 mg 3 x 1 tab
48
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tanggal 29 September
2019 pukul 12.12 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat. Pasien datang dengan
keluhan badan lemas, kepala oyong sudah seminggu dan mual. Pasien masuk pada
dan mendapat penanganan di IGD yaitu IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, Injeksi
ruang VIP I/ Anggrek I. Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi, pasien telah
Vertigo.
nilai normal dan nilai HbA1c 12,48% menunjukkan bahwa pasien menderita
HbA1c ≥ 6,5% dikatakan Diabetes Melitus dan pasien dengan nilai HbA1c ≥ 9%
harus diberi terapi insulin (PERKENI, 2015) dan melihat nilai Gula Darah Puasa
49
pasien 236 mg/dL sehingga pasien diberikan Injeksi Insulin Basal yaitu Lantus
gula darah pasien dimana Glimepirid mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
Pada hari ke-7 kadar gula darah pasien sudah turun dan oyong yang
dirasakan pasien sudah membaik, pasien diberikan terapi oral Metformin dan
dan Nafrialdi, 2012) dan pemberian Acarbose untuk mengontrol gula darah pasien,
dekstrin dan disakarida di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
pasien dengan terapi Amlodipin harus tetap dilanjutkan untuk menjaga tekanan
darah pasien.
Gejala-gejala klinis yang dialami oleh pasien badan lemas, kepala oyong
dilaporkan lebih sedikit mengalami efek samping daripada obat vertigo lainnya
50
walaupun dengan dosis yang lebih tinggi. Betahistine merupakan obat analog
histamin dengan fungsi sebagai agonis reseptor histamin H1 dan antagonis reseptor
H3, dengan efek tersebut betahistin bekerja di sistem syaraf pusat dan secara khusus
(Lacour, 2007).
dengan menghambat fosfodiesterase III (PDE III), enzim yang menguraikan cAMP,
terjadi penghambatan agregasi platelet dan vasodilatasi (Shi, dkk., 2005). Dimana
dikatakan Vertigo dapat disebabkan karena adanya gangguan peredaran darah otak
(Sutarni, 2015), sehingga dengan adanya efek vasodilatasi peredaran darah ke otak
lebih membaik.
penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang diderita yang sering menyertai
51
cyclooxigenase) yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin (Katzung,
untuk mencegah efek samping obat dan mengatasi keluhan nyeri ulu hati yang
menekan kadar asam dan volume sekresi lambung (Siswondono dan Soekardjo,
1995).
Pasien juga diberikan terapi Suralfat syrup untuk mencegah efek samping
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan
fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh asam dan
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan mual sudah 1 minggu, diberikan
obat antagonis serotonin 5-HT3, yang bekerja dengan menghambat secara selektif
CTZ (chemoreseceptor trigger zone) pada saluran cerna. Serotonin merupakan zat
yang akan dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna, serotonin berikatan
52
dengan reseptornya dan akan merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan
ke CTZ dan pusat muntah kemudian terjadi mual dan muntah (Anonim, 2007).
untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat mulai dari tanggal
melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan secara rasional.
Terapi yang diterima oleh pasien selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi
Kota medan cukup rasional, yaitu dengan diberikan NaCl 0,9% 20 gtt/ menit, Inj.
Pasien pulang pada 05 Oktober 2019 atas ijin dokter dengan kondisi
5 mg 3 x 1 tab.
obat, tepat dosis, waspada efek samping obat dan Drug Related Problems (DRPs).
Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan.
digunakan pasien.
53
4.1 Pengkajian Tepat Pasien
pasien. Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan
nama, tanggal lahir, serta nomor Rekam Medis (RM) pasien. Obat yang diberikan
kepada pasien juga sesuai dengan nama dan nomor Rekam Medis yang tertera pada
etiket, serta pasien telah diidentifikasi dengan cara meminta menyebutkan nama
54
4.3 Pengkajian Tepat Dosis
kepada pasien sudah sesuai dengan penyakit pasien dan komplikasi lainnya.
55
4.3 Pengkajian Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat
56
4.5 Edukasi pasien
menggunakan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan
menjaga pola makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
d. Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timul dari obat yang
digunakan pasien
57
BAB V
5.1 Kesimpulan
tepat indikasi, tepat obat dan waspada efek samping obat pada pasien.
2. Terapi yang diberikan terhadap pasien sudah memenuhi kriteria penggunaan obat
yang rasional.
5.2 Saran
seluruh ruangan sehingga terapi yang diberikan kepada pasien dapat dipantau oleh
apoteker.
58
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hal: 7, 15, 22-30.
Dipiro, T.J., Talbert,L.R., Yee, C.G., Matzke, R.G., Wells, G.B., dan Posey, M.L.
(2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York:
McGraw-Hills Companies. Hal: 141-142.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. (2012).
Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. Inggris: McGraw-Hill
Education Companies.
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 37- 49.
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 25-43.
Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Gaya Baru. Hal:
342-343.
59
James, A.P., Suzanne, O., Barry, L., William, C., Cheryl, D., Joel, H., Daniel, T.,
dkk. (2014). From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report (JNC 8). Lowa: American Medical
Association. Hal: 1-14.
JNC VII. (2003). National High Blood Pressure Education Program. The Seventh
Report of the Joint National of Comittee Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.USA: Department of
Health and Human Service. Hal 7-13.
Katzung, Bertram, G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi Ke 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 737-741.
Lacour M., H van de Heyning, Paul., Novotny, Miroslav., Tighilet, Brahim., 2007.
Betahistine in the treatment of Meniere’s disease. Neuropsychiatric
Disease and Treatment..3(4): 429.
Menkes RI. (2016). Keputusan Menkes No. 72/MENKES/SK/V/2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Mong Andrew , Loevner Laurie A., Solomon David, Bigelow Doglas C. 1999.
Sound- and Pressure-Induced Vertigo Associated with Dehiscence of the
Roof of the SuperiorSemicircular Canal. American Journal of
Neuroradiology. 20: 1973-75.
National Institute of Health. (2003). JNC 7 Express: The 7th Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure. United States of America: Departement National
Institute of Health. 98: 4080.
Olivier, P., Bertrand, L., Tubery, M., Laugue, D., Mostratuc, J., dan Mestre, M.
(2009). Hospitalizations Because of Adverse Drug Reaction in Ederly
Patients Admitted Trough The Emergency Department: A Prospective
Survey. Drugs and Aging. 26(6): 475-482.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2015. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni.
Hal 3.
Pirawati Prasti dan Siboe L. Yvonne. 2004. Terapi Akupunktur untuk Vertigo.
Cermin Dunia Kedokteran. 144:47-51.
60
Setiawati, S., Alwi, S., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M.K., Setiyohadi, B., dan
Syam, A.F. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Shi, S. J., Li, Z. F., Chen, H. T., Zeng, Z. D. 2005. Cardiovascular Effects and
Simultaneous Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Modeling of
Cilostazol in Healthy Subjects. Asian J Drug Metab Pharmacokinet. 5(4):
301-308.
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.
Sukandar E. (2013). Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/ RS. Dr. hasan
Sadikin. Hal: 465 – 470, 488, 650.
Sumarilyah, E., 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap
Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang.
RS Siti Khodijah Sepanjang: Jawa Timur. Hal: 34.
Suratno. 2004. Vertigo. Dalam: Sri Widayanti (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf
Edisi Pertama. Surakarta: BEM Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Press. Hal: 39-49.
Tan, H. T., dan Kirana R. 2013. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Edisi Keenam. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. Hal: 740.
Triplitt, C. L., dan Charles A. R. 2011. Diabetes Mellitus. Dalam Dipiro, J. T.,
Robert L. T., Gary C. Y., Gary R. M., Barbara G. W., dan L. Michael P.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Edisi Kedelapan. USA:
Mc-GrawHills Companies. Hal: 1225-1301.
Wahyudi, K. P. (2012). Vertigo. Jakarta: PT. Kalbe Farma Tbk. Hal: 741.
61
Wreksoatmodjo Budi Riyanto. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran. 144:41-46.
62