Anda di halaman 1dari 23

Referat

KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS

Oleh:
Sarah Ummah Muslimah, S.Ked
04054821820100

Pembimbing:
dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK, FINSDV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul
KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS

Oleh
Sarah Ummah Muslimah, S.Ked

Pembimbing
dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK, FINSDV

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya RSUP. Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 7 Oktober – 11 November 2019.

Palembang, September 201


9
Pembimbing,

dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK,


FINSDV
KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS
Sarah Ummah Muslimah, S.Ked
Pembimbing: dr. Inda Astri Aryani,Sp.KK, FINSDV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi FK Unsri
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Kandidiasis atau dikenal pula sebagai kandidosis, thrush, moniliasis,
dermatocandidiasis, bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet,
oidomycosis, merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang disebabkan
oleh jamur genus Candida terutama Candida albicans (C. albicans).1 Organisme
ini dapat menginfeksi kulit, kuku, mukosa, traktus gastrointestinal, organ dalam
lain, dan dapat menyebabkan penyakit sistemik.2 Istilah kandidiasis banyak
digunakan di Amerika, sedangkan di Kanada dan negara-negara di Eropa seperti
Italia, Perancis, dan Inggris menggunakan istilah kandidosis.1,2

Kandidiasis ditemukan di seluruh dunia dengan sedikit perbedaan variasi


penyakit, misalnya kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di daerah tropis,
sedangkan kandidiasis kuku atau onikomikosis kandida umumnya terdapat di
daerah beriklim dingin. Insidens penyakit pada pria sama dengan wanita. Penyakit
dapat mengenai semua usia, namun kejadian meningkat pada bayi dan orang tua.
Kandidiasis oral dapat ditemukan pada 5% bayi dan pada 10% orang tua.
Kandidiasis superfisialis dan sistemik dapat ditemukan pada pasien
imunokompromis, atau mengalami perawatan lama di rumah sakit, dan riwayat
penggunaan antibiotik. Onikomikosis kandida jarang terjadi, yaitu sekitar 15%.
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV). Angka kejadiannya sekitar 5 -15%, terutama
pada wanita usia reproduktif aktif. Sebanyak 75% wanita pernah terkena penyakit
ini setidaknya sekali seumur hidupnya.1

Perjalanan penyakit dapat bersifat akut, subakut, atau kronik, dengan


manifestasi klinik bervariasi berdasarkan bagian tubuh yang terkena. Penyakit
umumnya berbatas mengenai kulit dan membran mukosa, selain itu dapat mengenai
kuku, saluran pencernaan, dan dapat pula menyebar secara sistemik yang sering

1
ditemukan pada individu imunokompromais. Infekai kandida tidak menyerang
rambut. Faktor predisposisi kandidiasis berupa faktor mekanis, nutrisi, iatrogenik,
perubahan fisiologis, dan penyakit sistemik.1,2

Pengobatan infeksi kandida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas


terhadap obat antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun
pasien. Pengobatan topikal untuk mukosa yaitu Larutan ungu gentian ½ - 1%,
Nistatin krim atau suspensi. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol.
Bila perlu dapat diberikan ketokonazol atau itrakonazol atau flukonazol.
Pengobatan topikal untuk kulit yaitu golongan azol, seperti mikonazol, klotrimazol,
tiokonazol. Pengobatan sistemik dapat diberikan pada kasus refrakter, kandida
diseminata, dan kandidosis mukokutan kronik. Flukonazol adalah lini pertama.3

SKDI dari kandidiasis mukokutaneus ringan yaitu 4A dimana dokter umum


dapat mendiagnosis dan mentatalaksana hingga tuntas, oleh karena itu pembuatan
referat ini bertujuan untuk membahas kandidiasis khusus kandidiasis mukosa dan
kutis, diperuntukkan untuk dokter umum agar dapat menegakkan diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara tuntas dan mandiri.

2
KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS
DEFINISI
Kandidiasis atau dikenal pula sebagai kandidosis, thrush, moniliasis,
dermatocandidiasis, bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet,
oidomycosis, merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang disebabkan
oleh jamur genus Candida terutama Candida albicans (C. albicans).1 Organisme
ini dapat menginfeksi kulit, kuku, mukosa, traktus gastrointestinal, organ dalam
lain, dan dapat menyebabkan penyakit sistemik.2 Istilah kandidiasis banyak
digunakan di Amerika, sedangkan di Kanada dan negara-negara di Eropa seperti
Italia, Perancis, dan Inggris menggunakan istilah kandidosis.1,2

EPIDEMIOLOGI
Kandidiasis ditemukan di seluruh dunia dengan sedikit perbedaan variasi
penyakit, misalnya kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di daerah tropis,
sedangkan kandidiasis kuku atau onikomikosis kandida umumnya terdapat di
daerah beriklim dingin.1

Insidens penyakit pada pria sama dengan wanita. Penyakit dapat mengenai
semua usia, namun kejadian meningkat pada bayi dan orang tua. Kandidiasis oral
dapat ditemukan pada 5% bayi dan pada 10% orang tua. Selain itu, angka kejadian
meningkat pula pada anak yang menderita dermatittis atopik atau dermatitis
seboroik. Kandidiasis superfisialis dan sistemik dapat ditemukan pada pasien
imunokompromis, atau mengalami perawatan lama di rumah sakit, dan riwayat
penggunaan antibiotik. Onikomikosis kandida jarang terjadi, yaitu sekitar 15%.
Penyakit lainnya adalah kandidiasis vulvovaginalis (KVV). Angka kejadiannya
sekitar 5 -15%, terutama pada wanita usia reproduktif aktif. Sebanyak 75% wanita
pernah terkena penyakit ini setidaknya sekali seumur hidupnya. Pada KVV sering
terjadi rekurensi, yaitu pada 40-50% pasien. Rekurensi dapat terjadi sampai 4 kali
setiap tahun.1

ETIOLOGI
Penyebab utama kandidiasis adalah C. albicans pada 70-80% kasus.
Penyebab lainnya adalah C. glabrata, C. tropicalis, C. dubliniensis, C.
parapsilosis, C. krusei, C. guilliermondii , C. kefyr, C. zeylanoides, C. lusitaniae,

3
C. viswanathi, C. stellatoidea, dan C. pseudotropicalis. Genus Candida merupakan
sel ragi uniselular yang termasuk ke dalam Deuteromycetes, atau fungi imperfecti
yang tidak membentuk askospora maupun teliospora. Genus ini termasuk subkelas
Blastomycetidae, famili cryptococcaceae yang memperbanyak diri dengan cara
bertunas (budding). Genus Candida terdiri atas lebih dari 200 spesies dan paling
poten adalah C. albicans diikuti spesies lainnya, yaitu C. glabrata, C. tropicalis, C.
krusei, C. dubliniensis, dan C. parapsilosis.4

Jamur ini bersifat saprofit, merupakan organisme komensal pada mulur (30-
60%), tenggorokan, saluran pencernaan, dan vagina. Kandida dapat juga ditemukan
di daerah lipatan kulit dan di bawah kuku jari tangan. Di alam bebas, spesies ini
ditemukan di tanah, atmosfer, air, serangga, dan tumbuhan. Jamur ini merupakan
jamur dismorfik yang dapat membentuk sel ragi, pseudohifa, dan hifa pada media
kultur maupun jaringan. Pada kandidiasis, miselium atau hifa merupakan bentuk
patogen yang berperan dalam proses invasi ke jaringan, sedangkan ragi atau
klamidospora merupakan bentuk istirahat/saprofit. Seluruh spesies kandida mampu
membentuk pseudomiselia, kecuali C. glabrata.1

Tabel. Isolat kandida selain C. Albicans pada kulit dan kelamin.2

Penyebab Klinis
C. parapsilosis Paronikia, otitis eksterna, vaginitis
C. tropicalis Vaginitis, onikomikosis
C. stellatoidea Vaginitis
C. guilermondii Kandidiasis kulit, onikomikosis
C. kefyr Vaginitis, uretritis
C. glabrata Vaginitis
C. krusei Vaginitis
C. zeilanoides Onikomikosis

FAKTOR RISIKO
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen: 3,4
1. Perubahan fisiologis: usia ekstrim (sangat muda/ sangat tua), menstruasi, dan
kehamilan

4
2. Faktor mekanik: trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, kelembab, maserasi,
gigi palsu, kegemukan
3. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi, malnutrisi.
4. Penyakit sistemik: penyakit endokrin (misalnya diabeties mellitus, sindrom
cushing), down sindrom, imunodefisiensi (AIDS)
5. Iatrogenic: penggunaan kateter, iradiasi sinar X (xerostomia), penggunaan
obat-obatan (kortikosteroid, antibiotik spektrum luas, dan agen imunosupresan,
khususnya anti-IL-17-blocking)

C. albicans bertindak sebagai patogen pada respon imun yang terganggu, atau
di mana kondisi lokal mendukung pertumbuhan. Kehangatan dan kelembapan
mendukung pertumbuhan candida. Pengurangan flora normal selama terapi
antibiotik juga dapat mendukung pertumbuhan candida. pH kulit yang lebih tinggi
mendukung pertumbuhan candida. Popok, panty liner, dan produk oklusif lainnya
meningkatkan pH kulit dan dapat menyebabkan infeksi kulit C. albicans. Acidic
buffer topikal dapat membantu sebagai tindakan pencegahan agar tidak berulang.5

PATOFISIOLOGI

Spesies Candida adalah jamur yang dapat membentuk hifa sejati dan
pseudohifa. Sebagian besar, spesies Candida terbatas pada reservoir manusia dan
hewan. Namun, mereka sering ditemukan di lingkungan rumah sakit, termasuk
makanan, meja, ventilasi AC, lantai, respirator, dan tenaga medis. Mereka juga
merupakan komensal normal kulit dan membran mukosa saluran pencernaan,
genitourinari, dan saluran pernapasan yang sakit.6

Spesies Candida juga mengandung serangkaian faktor virulensi yang dikenali


dengan baik tetapi tidak dikarakterisasi dengan baik yang dapat berkontribusi pada
kemampuan mereka untuk menyebabkan infeksi.6 Faktor virulensi utama meliputi:

 Molekul permukaan yang memungkinkan adhesi organisme terhadap


struktur lain (misalnya, sel manusia, matriks ekstraseluler, perangkat
prostetik)
 Asam protease dan fosfolipase yang melibatkan penetrasi dan kerusakan
membran sel
 Kemampuan untuk mengkonversi ke bentuk hifa (phenotypic switching)
Seperti halnya sebagian besar infeksi jamur, cacat inang juga memainkan peran
penting dalam perkembangan infeksi kandida. Mekanisme pertahanan host

5
terhadap infeksi Candida dan defek terkait yang memungkinkan infeksi adalah
sebagai berikut:

 Barrier mukokutan yang utuh : Luka, kateter intravena, luka bakar, ulserasi
 Sel-sel fagositik : Granulocytopenia
 Leukosit polimorfonuklear - Penyakit granulomatosa kronis
 Sel-sel monosit : Myeloperoxidase deficiency
 Komplemen : Hypocomplementemia
 Immunoglobulin : Hypogammaglobulinemia
 Imunitas yang dimediasi sel : Kandidiasis mukokutan kronis, diabetes
mellitus, siklosporin A, kortikosteroid, infeksi HIV
 Flora pelindung mukokutan : Antibiotik spektrum luas
Langkah pertama dalam pengembangan infeksi kandida adalah kolonisasi
permukaan mukokutan. Semua faktor yang diuraikan di atas terkait dengan
peningkatan tingkat kolonisasi. Rute invasi candidal meliputi; gangguan
permukaan kolonisasi (kulit atau mukosa), yang memungkinkan organisme
mengakses aliran darah, dan penyerapan melalui dinding gastrointestinal, yang
dapat terjadi setelah kolonisasi masif dengan sejumlah besar organisme yang
melewati langsung ke aliran darah.6

GAMBARAN KLINIS
Manifestasi kandidiasis kulit dan mukosa dapat dikelompokkan menjadi
beberapa sindrom klinis. Berikut ini akan diuraikan sindrom klinis kandidiasis
kutan dan mukosa.

Kandidiasis Intertriginosa
Kandidiasis intertriginosa mengenai daerah lipatan kulit, terutama aksila,
lipat gluteal, genitokrural, interdigiti, daerah retroaurikular, dan perianal. Pada
pasien obesitas dapat mengenai inframammae , umbilikus, lipatan kulit perut dan
leher. Penyakit ini merupakan jenis kandidiasis terbanyak pada orang dewasa,
namun dapat pula terjadi pada bayi dan anak-anak dengan obesitas. Angka
rekurensi pada kandidiasis intertriginosa cukup tinggi.1,4,6

Keluhan pasien berupa gatal hebat disertai rasa panas seperti terbakar. Lesi
awalnya kecil kemudian meluas, berbatas tegas, berupa vesikel atau pustul
superfisial berdinding tipis yang berukuran 2-4 mm, makula eritema , sering pula
disertai erosi serta maserasi. Pada bagian tepi kadang tampak papul dan skuama
kolaret. Lesi satelit berupa vesikel atau yang terdapat di sekelilingnya (satelit

6
pustulosis). Lesi pada lipat paha sering merupakan perluasan dari infeksi di vulva
dan vagina. Lesi di daerah inguinal mirip tinea kruris, namun umumnya skuama
sedikit dan terdapat fisura.1,4,6

Gambar 1. Kandidosis intertriginosa (A) Tampak patches eritema pada regio inguinalis, lesi
sedikit terkikis, pustulopapular yang bersatu membentuk plak mengenai daerah skrotum dan
inguinal dengan lesi satelit. Skuama menyerupai Collarette pada pustul yang telah terkikis. (B)
Lesi yang diskret dan berkonfluens, eritema dan telah terkikis dari pustul dan lesi satelit yang
erosif pada regio inframammae.4

Kandidiasis Interdigitalis
Kandidiasis interdigitalis, disebut juga erosio interdigitalis blastomycetica.
Penyakit ini sering ditemukan di sela jari tangan ke-3 ataupun sela jari kaki ke-4.
Sela jari tampak eritematosa, terkelupas, dapat terjadi maserasi, serta timbul fisura.
Pada bentuk yang kronis, kulit sela jari menebal, lembab, dan berwarna putih.
Penyakit ini sering disertai dengan infeksi di telapak kaki dan sisi lateral kaki.1,4

Kandidiasis Popok
Kandidiasis popok merupakan kandidiasis intertriginosa yang mengenai
daerah perianal, sekitar genital, lipat paha, sampai bokong. Penyakit ini sering
mengenai bayi, akibat pemakaian popok yang lembab atau tertutup, dan diduga usus
merupakan sumber penularan. Penyakit ini timbul sekunder menyertai penyakit
primernya, yaitu dermatitis kontak iritan, sehingga disebut juga pseudo-diaper rash
atau nappy rash.1,4,5

7
Lesi kulit daerah perianal berupa eritema, edema, papul, dapat diserta
pustul, erosi, maserasi, dan terdapat skuama kolaret di bagian tepi lesi sehingga
dikenal pula istilah "beefy-red central erythema" disertai lesi-lesi satelit berupa
pustul. Lesi kulit kadang-kadang menyerupai lesi dermatofitosis. Lesi kemudian
meluas ke daerah bokong, punggung, dan perut. Apabila kelainan tersebut menetap
dapat menimbulkan erosi superfisial yang terasa nyeri (erythema of Jacuet).1,4

Gambar 2. Kandidiasis popok menunjukkan plak eritematosa, sebagian erosi, dan papula satelit. 4

Paronikia dan Onikomikosis


Paronikia kandida merupakan kandidiasis yang sering ditemukan, terutama
pada orang yang sering berkontak dengan air, misalnya pembantu rumah tangga ,
nelayan, koki, dan bartender.1

Kelainan kulit ditandai dengan edema kemerahan dan nyeri di daerah tepi
kuku, disertai retraksi kutikula lipatan kuku proksimal. Inflamasi periungual
menimbulkan bentuk sebagai bulbous atau drum stick appearance. Kelainan kuku
sekunder sering ditemukan, misalnya onikolisis , lekukan lempeng kuku transversal
(Beau's lines), diskolorasi kecoklatan atau hijau pada bagian lateral kuku. Paronikia
dapat terjadi bersamaan dengan onikomikosis kandida, tetapi dapat pula ditemukan
paronikia tanpa onikia atau sebaliknya.1,4

Penyebab onikomikosis kandida umumnya adalah C. albikans dengan


kelainan di kuku berupa distrofi total menyerupai onikomikosis yang disebabkan
oleh jamur golongan dermatofita.2

8
Gambar 3. Gambaran klinis paronikia dan onikomikosis kronik yang disebabkan oleh Candida
albicans.4

Kandidiasis Oral
Kandidiasis oral terdapat dalam 5 bentuk, yaitu:1

1.1. Kandidiasis pseudomembran akut


Kandidiasis pseudomembran akut disebut juga oral thrush, kandidosis
pseudomembran akut. Tampak plak/pseudomembran, putih seperti kepala
susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral lainnya.
Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang,
bakteri, sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrolitik. Bila plak diangkat
tampak dasar mukosa eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri
sekali.
1.2. Kandidiasis atrofi akut
Kandidiasis atrofi akut disebut juga midline glossitis, kandidosis antibiotik,
glossodynia, antibiotic tongue, kandidosis eritematosa akut. Mungkin
merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut akibat menumpuknya
pseudomembran. tampak khas sebagai lesi eritematosa, simetris, tepi berbatas
tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, papila lidah sering hilang
dengan pembentukan pseudomembran minimal disertai rasa nyeri. Sering

9
berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid
sistemik, inhalasi maupun topikal.
1.3. Kandidiasis atrofi kronis
Kandidiasis atrofi kronis disebut juga denture stomatitis, denture-sore
mouth. Bentuk tersering pada pemakai gigi palsu (1 di antara 4 pemakai) dan
60% di atas usia 65 tahun, serta wanita lebih sering terkena. Gambaran khas
berupa eritema kronis dan edema di sebagian palatum di bawah prostesis
maksilaris. Terdiri atas 3 stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint)
yang hiperemis, terbatas pada asal duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian
dapat meluas sampai hiperemis generalisata dan peradangan seluruh area yang
menggunakan gigi palsu. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya terjadi
hiperplasia papilar granularis.
Kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilosis kandida, kadang kala tidak
menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering
ditemukan di permukaan gigi palsu daripada permukaan mukosa. Bila ada
gejala, umumnya pada pasien dengan peradangan granular atau generalisata,
keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri ringan sampai berat.
1.4. Kandidiasis hiperplastik kronis
Kandidiasis hiperplastik kronis disebut juga leukoplakia kandida. Gejala
bervariasi dari bercak putih, yang hampir tidak teraba sampai plak kasar yang
melekat erat di lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan umumnya berupa
rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti pada kandidiasis
pseudomembran, plak di sini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan
leukoplakia oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan konsumsi
rokok sigaret dan keganasan. Terbanyak pada pria, umumnya di atas usia 30
tahun dan perokok.
1.5. Kheilosis kandida
Kheilosis kandida disebut juga sebagai perleche, angular cheilitis, dan
angular stomatitis. Bentuk khas ditandai oleh eritema, fisura, maserasi dan
pedih pada sudut mulut. Biasanya ditemukan pada orang dengan kebiasaan
menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur di
komisura mulut. Dapat pula karena hilangnya dimensi vertikal pada 1/3 bawah

10
muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi palsu yang buruk
dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan kandidiasis atrofi kronis
karena pemakaian gigi palsu.

Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidosis pada wanita umumnya infeksi pertama timbul di vagina yang
disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis) jika mukosa vagina dan
vulva keduanya terinfeksi disebut kandidosis vulvovaginalis (KVV). Pada pria
sebagai balanitis atau balanopostitis dan lebih jarang lagi sebagai uretritis, tetapi
lebih sering asimtomatik. Tanda klinis khas dari kandidosis genital mudah dikenal
dengan istilah awam sariawan (thrush) dan keputihan yang disertai iritasi atau gatal.
Kandidosis genital yang akhir-akhir ini meningkat frekuensinya, jauh lebih banyak
dijumpai pada perempuan berupa vaginitis atau vulvovaginitis. Akhir-akhir ini
perannya sebagai salah satu IMS (Infeksi Menular Seksual) atau STI (sexually
transmitted infections) semakin jelas.1,7

Gambaran klinis khas dari KVV adalah ditandai dengan adanya gatal/ iritasi
pada vulva serta adanya duh tubuh vagina yang berwarna keputihan. Duh tubuh
vagina bisa banyak, putih keju, tetapi lazimnya sedikit dan cair. Kadang-kadang
sangat sedikit tetapi iritasi pada vulva dan vagina sangat nyata, bahkan kadang-
kadang penderita merasa kering pada vagina. Keluhan nyeri dan panas, terutama
selama dan sesudah senggama juga sering terjadi. Terdapat disuri eksterna apabila
urin menyiram vulva yang mengalami peradangan.1,7

Pada pemeriksaan klinis vulva bisa tenang, tetapi bisa juga kemerahan,
udem vulva, fisura, kadang-kadang erosi dan ulserasi. Kelainan yang khas adalah
adanya pseudomembran, berupa plak-plak putih seperti sariawan (thrush), terdiri
dari miselia yang kusut (matted mycelia), lekosit dan sel epitel yang melekat pada
dinding vagina. Pada vagina juga dijumpai kemerahan, sering tertutup
pseudomembran putih keju. Jika pseudomembran diangkat akan tampak mukosa
yang erosif. Duh tubuh biasanya mukoid atau cair dengan butir-butir atau
“gumpalan keju" (cottage cheeses). Namun, duh tubuh biasanya amat sedikit dan
cair, dan vagina dapat tampak normal. Pada pemeriksaan kolposkopi, terdapat

11
dilatasi atau meningkatnya pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks
sebagai tanda peradangan.1,7

Balanitits atau Balanopostitis Kandida


Masa inkubasi candida pada umumnya 5-21 hari hingga timbul gambaran
klinis. Gejala klinis kandidosis genital pada pria sangat bervariasi; keluhan
subyektif biasanya berupa rasa gatal ringan sampai rasa panas hebat, terutama jika
melibatkan kulit scrotum; gejala objektif dijumpai eritem yang difus, fisura, dengan
bintik-bintik merah atau vesikulopustul yang mudah pecah, meninggalkan erosi
dengan skuama putih di tepi (kolaret), kadang berupa plak pseudomembran seperti
sariawan. Predileksi terutama pada glans penis dan preputium (balanopostitis),
terutama pada yang tidak disirkumsisi; infeksi dapat menyebar ke skrotum dan
daerah inguinai. Jika gangguan yang terjadi dirasakan segera setelah koitus
suspektus dengan gejala klinis berupa iritasi pada glans penis yang bisa intensif
disertai vesikulasi dan erosi yang hilang dalam beberapa hari, patut diduga
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas. Pada penderita DM dan penderita
imunodefisiensi, dapat terjadi edem berat dan balanitis ulserativa. Meskipun jarang,
kandida dapat menyebabkan urethritis nongonokokal (UNG), dengan duh tubuh
uretra cair atau mukoid mengandung butir-butir bukan benang. Biasanya lebih berat
atau hanya keluar duh tubuh pada pagi harı.1,7

Kandidiasis Mukokutan Kronik


Kandidiasis mukokutan kronis merupakan sindrom oleh invasi masif C.
albicans, umumnya mengenai anak anak dengan gangguan imunologis plasia timus,
hipoparatiroidisme, hipoadrenokortikalisme, namun pula terjadi pada orang
dewasa. Karakteristik sindrom ini adalah perjalanan penyakit yang kronis, resistensi
terhadap pengobatan, rekuren, dan persisten. Kandidiasis mukokutan kronik
merupakan infeksi kandida superfisial yang mengenai kulit, kuku, dan
orofaring.1,4,5

Kandidiasis mukokutan kronis diklasifikasikan menjadi beberapa sindom


klinis, yaitu kandidiasis oral kronis, kandidiasis kronis dengan endokrinopati,
kandidiasis kronis tanpa endokrinopati, kandidiasis mukokutan lokalisata kronis,
kandidiasis difus kronis, dan kandidiasis kronis dengan timoma. Varian tipe

12
kandidiasis mukokutan kronis yang timbul pada anak adalah kandidiasis
mukokutan kronis autosomal resesif, kandidiasis mukokutan kronis autosomal
dominan, kandidiasis mukokutan kronis idiopatik, serta kandidiasis mukokutan
kronis dengan (poli) endokrinopati; sedangkan kandidiasis mukokutan kronis yang
timbul pada usia dewasa, yaitu kandidiasis mukokutan kronis dengan timoma dan
lupus eritematosus sistemik. Penyakit ini dapat terjadi secara familial dan
sporadis.1,4,5

Manifestasi klinis pada anak umumnya khas, timbul sebelum usia 6 tahun,
diawali dengan lesi oral, stomatitis kronis atau dermatitis popok, kemudian timbul
perleche, fisura bibir, kelainan kuku dan paronikia, vulvovaginitis, serta kelainan
kulit. Lesi timbul di daerah lipatan kulit, wajah, tangan, meluas ke badan. Kadang-
kadang ditemukan lesi tebal hiperkeratotik, granuloma, nodul, atau makula. Di
daerah akral timbul vegetasi, serta lesi hiperkeratotik yang menyerupai tanduk
(horn-like). Kelainan kuku dapat berupa kuku menebal, distrofi, rapuh,
diskolorisasi, dan distrofi disertai paronikia. Sekitar 20 % pasien kandidiasis
mukokutan kronis dapat disertai penyakit kulit lain, yaitu dermatitis seboroik,
alopesia areata, vitiligo, keratitis, malabsorpsi, dermatofitosis yang umumnya
disebabkan oleh Trichophyton dan Microsporum, kelainan darah, serta kelainan
muskuloskeletal. 1,4,5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis kandidiasis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kerokan
kulit, dan biakan jamur. Selain itu terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium
lainnya, misalnya tes biokimia, pemeriksaan molekular dan serologis, serta
pemeriksaan histopatologis.1,4

Pemeriksaan Mikroskopis Langsung

Bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit, vesikel, pus, krusta diletakkan


pada kaca obyek. Bahan ditetesi dengan larutan KOH 10-20 % dengan larutan KOH
10-20%, namun untuk eksudat hasilnya akan lebih baik bila digunakan pewarnaan
Gram, Periodic Acid-Schiff (PAS), atau Gridley. Ditutup dengan kaca penutup,

13
dipanaskan sebentar di atas api kecil (tidak sampai mendidih). Dengan mikroskop
cahaya dapat terlihat sel ragi yang polimorfik, berbentuk lonjong atau bulat
berukuran 2-6 x 4 - 9 µm; blastospora (sel ragi yang sedang bertunas), germ-tube,
hifa, atau pseudohifa (untaian sel tunas yang memanjang), dan dapat pula
ditemukan klamidospora.1,4

Biakan

Pada agar Sabouraud glukosa atau Mycosel, yang ditambah antibiotik untuk
menekan pertumbuhan bakteri, kandida mudah tumbuh dalam suhu kamar (25 -
30°C) , suhu 37°C, pH 5,6. Dalam waktu 24-48 jam akan terbentuk koloni bulat,
basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar kepala jarum pentul. Dua
sampai lima hari kemudian tampak koloni mukoid putih. C. albicans dan C.
dubliniensis membentuk klamidospora. Mula-mula permukaan koloni halus dan
licin, lama kelamaan berkeriput dan berbau ragi. C. albicans dan C. dubliniensis
membentuk germ-tube yang menyerupai kecambah (Reynold-Braude phenomenon)
bila diinkubasi selama 2-3 jam dengan serum pada suhu 37°C. Keduanya
membentuk klamidospora bila ditanam di beberapa medium khusus, misalnya
medium agar tepung jagung, Tween 80, dan serum fetus sapi.1,4

Pemeriksaan Molekular dan Serologis

Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) untuk mengindentifikasi


spesies kandida, bersifat kurang sensitif, namun hasilnya cukup cepat dibandingkan
dengan biakan. Terdapat pemeriksaan molekular lainnya berupa restriction enzyme
analysis (REA), pulsed-field gel electrophoresis (PFGE), hybridization to species
spesific probes, dan sequencing. Metode serologis terutama berguna pada
kandidiasis sistemik. Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi antigen jamur
(mannan/enolase) dalam atau produk metabolitnya (arabinitol), atau mendeteksi
antibodi.1,4

Pemeriksaan Histopatologis

Gambaran histopatologis kandidiasis superfisial dapat menyerupai reaksi


radang akut, yaitu tampak pustul subkorneal, terdapat mikroabses yang berisi sel

14
mononuklear, disertai infiltrasi limfosit di dermis. Blastospora dan pseudohifa
tampak dalam stratum korneum dengan pewarnaan hematoksilin eosin, namun akan
lebih jelas dengan pewarnaan khusus berupa PAS, atau perak-methenamin
Gomori.1,4

DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis pada umumnya mudah dibedakan dengan penyakit lainnya
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis langsung. Kandidiasis intertriginosa
dibedakan dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatofitosis, eritrasma,
intertrigo bakteri, dan penyakit Hailey-Hailey. Paronikia kandida akut harus
dibedakan dengan paronikia oleh stafilokokus, atau paronikia yang menyertai
hipoparatiroidisme, celiac disease, akrodermatitis enteropati, sindrom Reiter,
akrokeratosis paraneoplastik, dan terapi dengan retinoid. Kandidiasis di sela jari
kaki harus dibedakan dengan tinea pedis, atau dengan dermatitis intertriginosa.
Pada kandidiasis perianal harus dibedakan dengan tinea dan dermatitis. Kandidiasis
popok dibedakan dengan kandidiasis kontak, dermatitis seboroik, dan psoriasis.
Granuloma kandida didiagnosis banding dengan deep mycosis, bromoderma dan
iododerma.1,4,5

Kandidiasis oral harus dibedakan dengan difteria, leukoplakia karena sebab


lain (merokok atau keganasan), kheilitis, liken planus, infeksi herpes, eritema
multiforme, anemia pernisiosa. Kandidiasis vulvovaginalis dibedakan dengan
trikomoniasis vaginalis (trikomonas vaginitis), vaginosis bakterial, leukore
fisiologis pada kehamilan. Bacterial vaginitis khas dengan tanda-tanda dan gejala
peradangan oleh karena Streptococcus group B. Bila disebabkan oleh Streptococcus
a-hemolyticus atau Staphylococcus aureus biasanya ada predisposisi benda asing di
vagina (kertas toilet atau tampon). Duh tubuh berwarna kuning/hijau, biasanya
dispareunia. Terapi dengan golongan penisilin. Cytolytic vaginosis (Doderlein
cytolytic), karena peningkatan abnorma lactobacilli, gejala seperti kandidiasis
vulvovaginalis tapi tanpa tanda inflamasi dan pada pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan Candida namun banyak lactobacilli dan banyak sekali sel epitel, banyak
inti yang sitoplasmanya hilang hingga seperti sel darah putih. Terapi dilakukan
dengan 2-3 kali/minggu cuci vagina dengan 30-60 gram baking powder (sodium

15
bikarbonat) dilarutkan dalam 1 l iter air hangat. Lactobacillus vaginosis karena
meningkatnya lactobacilli, gejalanya seperti kandidiasis vulvovagina. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit normal, tidak ada Candida, khas
ada lactobacilli yang sangat panjang (leptothrix). Terapi dengan doksisiklin 2 x 100
mg/hari selama 2 minggu atau amoksilin asam klavulanik 2x 500 mg/ hari. Balanitis
kandida dibedakan dengan infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis, dan liken
planus. 1,4,5

TATALAKSANA

Tabel 1. merangkum tatalaksana kandidiasis. Berikut ini akan diuraikan tatalaksana


kandidiasis kulit dan mukosa.

Kandidiasis kulit

Pengobatan lini pertama untuk penyakit terlokalisasi meliputi imidazol


topikal (ketokonazol, klotrimazol, mikonazol, ekonazol) dalam berbagai formulasi,
yang mungkin termasuk krim atau bedak. Nistatin topikal juga efektif. Kasus yang
lebih parah biasanya memerlukan antijamur oral jangka pendek seperti flukonazol
150 mg untuk beberapa dosis.4

Pada kandidiasis intertrigonosa, anticandidal topikal biasanya efektif, tetapi


kambuh sering terjadi. Kombinasi agen anticandidal topikal dengan kortikosteroid
potensi sedang dapat menyebabkan pemulihan yang lebih cepat. Castellani paint
juga bisa membantu. Castellani paint yang tidak berwarna sering disukai oleh
pasien.5

Pada kandidiasis popok, agen anticandidal topikal efektif. Kadang-kadang


dicampur dalam salep seng oksida untuk bertindak sebagai penghalang terhadap
efek iritasi urin. Kandidiasis popok berulang dapat dikaitkan dengan kolonisasi oral
dan usus, dan dapat menanggapi penambahan suspensi nistatin oral.5

16
Lini pertama Lini kedua
Kulit Imidazol topikal Flukonazol topikal
Nistatin topikal
Paronikia Hindari pekerjaan basah/ Solusio imidazol topikal
gunakan sarung tangan Timol 40% dalam etanol
Kortikosteroid topikal Dilute acetic acid soaks
Takrolimus topikal
Onikomikosis Itrakonazol oral Terbinafin oral
Flukonazol oral
Oral (thrush) Ringan: Suspensi nistatin
Klotrimazol troches Itrakonazol,
Mikonazol buccal tablet posakonazol,
Disinfect denture virokonazol, atau
Berat atau imunosupresi: amfoterisin B solusio/
Flukonazol oral suspensi
Vulvovaginitis Mikonazol, klotrimazol, Flukonazol topikal
terkonazol topikal
Balanopostitis Antifungi krim topikal Kortikosteroid topikal
potensi ringan-sedang
Mukokutaneus kronik Imidazol oral Penyakit resisten:
Tiazol oral (vorikonazol Ekinokandins
dan posakonazol) Amfoterisin liposomal
Flusitosin

Kandidiasis oral

Klotrimazol 10 mg troches 5 kali sehari atau miconazole 50 mg buccal


tablet selama 1 hingga 2 minggu adalah pengobatan lini pertama, dengan suspensi
nistatin 100.000 unit / mL, 4 hingga 6 mL 4 kali sehari selama 1 hingga 2 minggu
sebagai alternatif. Kasus sedang dan berat mungkin memerlukan flukonazol 100
hingga 200 mg oral setiap hari selama 1 hingga 2 minggu. Solusio dan suspensi
itrakonazol, posakonazole, vorikonazol, dan amfoterisin B adalah alternatif untuk

17
penyakit yang sulit disembuhkan atau resisten. Untuk pemakai gigitiruan,
desinfeksi gigi palsu adalah langkah penting untuk mencegah infeksi ulang; metode
yang paling efektif untuk menghilangkan Candida termasuk merendam dengan
tablet gigitiruan effervescent yang tersedia secara komersial atau dilute bleach
concentration 1:32 atau lebih tinggi. Untuk pasien HIV-positif, dianjurkan memulai
terapi antiretroviral yang sangat aktif disarankan untuk mengurangi kemungkinan
kekambuhan. Untuk pasien dengan penyakit rekuren, pemberian dosis flukonazol
150 mg secara oral 3 kali seminggu dapat membantu.4

Bayi biasanya ditatalaksana dengan suspensi nistatin oral. Orang dewasa


dapat membiarka clotrimazole troches dissolve di mulut. Flukonazol 150 mg dosis
tunggal efektif untuk banyak infeksi mukokutan pada orang dewasa. Pada pasien
imunosupresi, 200 mg / hari adalah dosis awal, tetapi dosis yang jauh lebih tinggi
sering dibutuhkan. Itrakonazol, 200 mg / hari selama 5-10 hari, juga bisa efektif.
Meskipun terbinafine umumnya dianggap sebagai obat dermatofit, obat ini juga
dapat efektif untuk infeksi Candida dengan dosis 250 mg / hari. Pada perleche, krim
anticandidal efektif, tetapi responsnya lebih cepat jika digunakan dalam kombinasi
dengan kortikosteroid topikal potensi sedang.5

Paronikia dan Onikomikosis

Pengobatan lini pertama dari onikomikosis Candida adalah itrakonazol yang


diberikan secara oral dengan dosis 400 mg setiap hari untuk 1 minggu setiap bulan
atau 200 mg dosis terus menerus setiap hari, untuk total durasi minimum 4 minggu
untuk kuku tangan dan 12 minggu untuk penyakit kuku jari kaki. Flukonazol
dianggap sama efektifnya dan dapat diberikan dengan dosis 50 mg setiap hari atau
300 mg per minggu untuk jangka waktu yang sama. Meskipun terbinafine memiliki
kemanjuran yang lebih rendah, angka kesembuhan meningkt dengan pemberian
250 mg sehari yang lebih lama setiap hari selama 4 bulan atau lebih lama, yang
menjadikan kepatuhan sebagai masalah yang potensial.4 Lesi dapat merespon
pengeringan, agen antikandida topikal atau aplikasi kertas filter yang direndam
dengan Castellani’s paint.5

18
Untuk paronikia kronis, dianjurkan menghindari pekerjaan basah atau
memakai sarung tangan untuk menjaga kulit tetap kering. Mengingat bukti baru-
baru ini bahwa kolonisasi Candida mungkin memainkan peran sekunder, dengan
dugaan utama adalah kerusakan barrier kulit akibat kerja basah dan kemungkinan
dermatitis kontak, peran untuk kortikosteroid topikal telah dibuktikan. Dalam
randomized trial, kortikosteroid topikal terbukti menghasilkan tingkat kesembuhan
yang lebih tinggi daripada antijamur sistemik. Takrolimus topikal juga efektif.
Larutan imidazol topikal, serta timol 40% dalam etanol atau dilute acetic acid
soaks, juga telah digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan paronychia
kronis.4

Vulvovaginitis dan Balanitis

Antijamur topikal seperti miconazole dan clotrimazole adalah pengobatan


lini pertama untuk vulvovaginitis Candida. Flukonazol oral (biasanya 150 mg
dalam dosis tunggal) adalah alternatif. Dua hingga 3 dosis 72 jam terpisah
direkomendasikan untuk kasus yang lebih berat, dan bahkan lebih lama untuk kasus
yang berulang. Untuk balanitis dan balanoposthitis, krim antijamur topikal, dalam
beberapa kasus bersamaan dengan kortikosteroid topikal dengan potensi menengah,
dapat digunakan.4

Flukonazol oral, diberikan 150 mg sekali, mudah dan efektif. Pada beberapa
pasien dengan faktor predisposisi, pemberian flukonazol yang lebih lama, 100–200
mg / hari, atau itrakonazol, 200 mg / hari selama 5-10 hari, mungkin diperlukan.
Opsi topikal termasuk mikonazol, nistatin, clotrimazole, dan terconazole. Bakteri
probiotik dan anticandidal juga telah dianjurkan. Vaginitis Candida glabrata
mungkin sulit disembuhkan dengan obat azol dan bisa sulit untuk diberantas. Asam
borat, amfoterisin B, dan flusitosin topikal dapat membantu dalam pengaturan ini.5

Kandidiasis Mucokutaneus Kronik

Mengingat kemungkinan kekambuhan yang tinggi, pemberian imidazol oral yang


lama atau triazol yang lebih baru (termasuk vorikonazol dan posaconazol) adalah
pengobatan lini pertama. Karena perkembangan resistensi, kadang-kadang
Ekinokandins, Amfoterisin liposomal atau flusitosin diperlukan.4

19
Flukonazol, itrakonazol, atau ketokonazol sistemik diperlukan untuk
mengendalikan penyakit. Pengobatan biasanya diperpanjang, diulang, dan
diberikan pada dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan. Pasien dengan
achlorhydria mungkin memiliki masalah dengan penyerapan itraconazole dan
ketoconazole. Cimetidine dilaporkan mengembalikan cell-mediated immunity
dengan dosis 300 mg empat kali sehari.5

PROGNOSIS

KESIMPULAN

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Perdoski. Dermatomikosis Superfisialis edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.


2013. p. 100-147.
2. Linuwih S, Bramono, K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 7.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2018. p. 117-120.
3. Kartowigno S. Sepuluh besar penyakit kulit dan kelamin. Edisi-2. Palembang:
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011. p. 60-63.
4. Ahronowitz I, Leslie K. Yeast Infection. In: Sewon K, Masayuki A, Anna LB,
Alexander HE, David JM, Amy JM, et al, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine 9th ed. New York: Mc Graw Hill; 2019. p. 2953-2959.
5. Elston D, James W, Berger T. Andrew’s disease of the skin 12th edition.
Philadelphia: ElSevier. 2015. p. 297-301.
6. Yang YL. Virulence factors of Candida species. J Microbiol Immunol Infect.
2013. 36(4):223-8.
7. Wolff K, Johnson R, Saavedra A, Roh E. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis
of clinical dermatology 8th edition. New York: McGraw Hill. 2017. Chapter 26,
Fungals infections of the skin, hair, and nails; p. 594-606.
8. Daili SF, Nilasari H, Makoa VI, Zubier F, Rowawi R, Pudjiati SR. Infeksi
Menular Seksual edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2018. p. 121-146.

21

Anda mungkin juga menyukai