Anda di halaman 1dari 17

Referat

DERMATITIS SEBOROIK PADA BAYI DAN ANAK

Oleh:

Rd. Nurizki Abriyanti S.Ked


04054821820091

Pembimbing:

dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK, FINSDV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul
DERMATITIS SEBOROIK PADA BAYI DAN ANAK

Oleh
Rd. Nurizki Abriyanti, S.Ked

Pembimbing
dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK, FINSDV

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode
2 September- 7 Oktober 2019.

Palembang, September 2019


Pembimbing,

dr. Inda Astri Aryani, Sp.KK, FINSDV


DERMATITIS SEBOROIK PADA BAYI DAN ANAK
Rd. Nurizki Abriyanti, S.Ked
Pembimbing: dr. Inda Astri Aryani,Sp.KK, FINSDV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi FK Unsri
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit yang ditandai
dengan adanya manifestasi klinis berupa sisik berwarna coklat kemerahan dan gatal pada
daerah area seboroik, seperti pada kulit kepala, muka dan daerah trunkus. Perkembangan
dermatitis seboroik disebabkan karena adanya interaksi perubahan respon kutaneus
dipicu oleh toksin maupun produksi asam lemak bebas yang dihasilkan Malassezia spp.
Dermatitis seboroik di karakteristikan dengan lesi berupa skuama berminyak kekuningan
dan sedikit gambaran patch eritematosa.2,4
Angka kejadian dermatitis seboroik pada anak umumnya jarang terjadi dan
biasanya paling banyak terjadi pada anak usia 6-12 bulan ( di Asia sebagian besar pada
anak usia 3 bulan). Di Rumah Sakit Mohammad Husein Palembang angka kejadian
dermatitis seboroik pada tahun 2018 mencapai 14 orang. Sedangkan pada bulan januari
sampai agustus 2019 mencapai 6 orang.* Didapatkan 70 % mengalami dermatitis
seboroik pada rentang umur 3 bulan sampai dengan 1 tahun. 2,8 % dari total sampel
mengalami dermatitis seboroik. Dimana 46,64 % laki-laki dan 55,56 % wanita.
Dermatitis seboroik diderita 2% - 5% populasi. Perkiraan untuk prevalensi dermatitis
seboroik terbatas, dikarenakan tidak terdapat kriteria diagnosis yang baik begitu juga
dengan penentuan tingkat keparahannya, akan tetapi dermatitis seboroik menjadi salah
satu penyakit kulit yang paling umum dengan persentase yang didapat pada seluruh
populasi 11,6% dan 70% nya terjadi pada bayi usia 3 bulan pertama kehidupan.3
Dermatitis sebroik pada bayi dan anak umumnya bersifat self limited, namun
dapat juga diberikan sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollien dan
steroid topikal ringan sangat membantu dalam pengobatan. Inflamasi lama pada kulit
kepala bayi dan area intertriginosa dapat diobati dengan topikal kortikosteroid potensi
ringan (krim hidrokortison 1% dalam beberapa hari), dilanjutkan dengan imidazole
topikal (krim ketokenazol 2% atau sampo ketokenazol 1%).
SKDI dari dermatitis seboroik yaitu 4a dimana dokter umum dapat mendiagnosis
dan mentatalaksana hingga tuntas pada kasus ini, oleh karena itu pembuatan referat ini

*Data kunjungan Poliklinik Rawat Jalan DV RSMH Palembang Januari 2018-Agustus 2019
1
bertujuan untuk membahas dermatitis seboroik khusus pada bayi dan anak,
diperuntukkan untuk dokter umum agar dapat menegakkan diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara tuntas dan mandiri.

DEFINISI
Dermatitis seboroik (DS) adalah kelainan kulit papuloskuamosa yang mana
merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit ditandai dengan adanya manifestasi
klinis berupa sisik berwarna coklat kemerahan dan gatal dengan daerah predileksi yang
kaya akan kelenjar sebasea, skalp, wajah, dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan
cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya
ketombe sampai dengan bentuk eritroderma.6

ETIOPATOGENESIS
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Beberapa studi telah
dilakukan namun etiologinya belum diketahui. Banyak faktor predisposisi penyebab
terjadinya dermatitis seboroik diantaranya faktor endogen dan eksogen. Selain itu
beberapa peranan kelenjar sebasea pada patogenesis dermatitis tidak mempertimbangkan
waktu dan lesi dermatitis seboroik yang terdistribusi. Pada pasien dengan status
imunologi yang lemah menjadi faktor yang penting karena dermatitis seboroik sering
terjadi pada pasien dengan penyakit AIDS dan penyakit parkinson. Malassezia juga dapat
menyebabkan dermatitis seboroik, sehingga penggunaan obat antijamur sangat efektif
pada kasus ini.2
Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa
etilogi seperti respon imun dan inflamasi, efek mikrobiologi, lipid dan faktor host yang
lemah, serta hiperproliferasi epidermal dan abnormalitas pada neurotransmitter dapat
terjadi2
Pada pasien dengan respon imun yang rendah banyak dari mereka yang mengalami
dermatitis seboroik. Transgenic mouse seperti DBA/ 2 2C TCR dapat menimbulkan
kecacatan pada CD4+ dan CD8+ sehinggga menunjukkan erupsi pada dermatitis
seboroik. Beberapa studi juga fokus terhadap imunitas selular dan imunitas humoral pada
pasien dermatitis seboroik, tetapi terdapat beberapa kontroversi. Salah satu studi
menunjukkan bahwa ratio CD4+ - CD8+ normal sedangkan studi lain menunjukkan
terjadinya penurunan rasio CD4+ dan CD8+ pada 68% pasien. Pada dermatitis seboroik

2
juga didapatkan peningkatan produksi dari IgA dan IgG antibodi, namun tidak ada
perubahan total dari antibodi Malassezia pada dermatitis seboroik.2
Malassezia merupakan flora normal yang hidup di kulit manusia. Hal tersebut
menjadi hal yang paling penting dalam dermatitis seboroik. Opini ini berdasarkan bukti
lesi pada dermatitis seboroik yang timbul akibat distribusi kelenjar sebasea yang
merupakan tempat berkolonisasi Malassezia yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolik yang masuk ke dalam epidermis maupun karena
jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Pasien dengan
dermatitis seboroik akan menunjukkan tingginya regulasi IFN-γ, ekspresi IL-6, IL-1β,
dan IL-4 serta peran dari sel NK (natural killer). Akan tetapi, faktor genetik dan
lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit. Bukti
peranan Malassezia ini dijelaskan dengan pemberian obat antijamur pada dermatitis
seboroik memberikan perbaikan lesi. Spesies Malassezia merupakan organisme lipofilik
dan bagian dari flora normal manusia, khususnya pada kulit berminyak. Semua spesies
Malassezia (kecuali M. pachydermatis) mampu menghancurkan lemak pada sebum dan
merubah asam lemak jenuh, trigliserid menjadi asam lemak bebas dan digliserid. Asam
lemak bebas ini akan menyebabkan peningkatan kepadatan spesies Malassezia dan
menyebabkan proses inisiasi inflamasi.10
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-
12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada
bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil
balik, dan memuncak pada usia 40 tahun. Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.6

GAMBARAN KLINIS
Dermatitis seboroik infantil biasanya berkembang saat bulan pertama kehidupan.
Bayi dan anak dengan dermatitis seboroik sering menunjukkan lesi pada satu titik atau
menyebar, berwarna putih atau kuning, didapatkan skuama berminyak pada kulit kepala.
Lesi biasanya menebal sehingga membentuk seperti topi, yang biasa disebut cradle cap.
Cradel cap merupakan manifestasi klinis dermatitis seboroik pada anak. Tidak jarang
terdapat eritemosa berbatas tegas dengan warna putih kekuningan pada wajah, telinga
luar, tunkus, intertriginous dan area lipatan tubuh. Pada area popok didapatkan lesi
berupa eritema berbatas tegas ditutupi skuama kuning berminyak dan lesi cenderung
bergabung, hasil dari penggabungan tersebut menjadikan lesi semakin membesar

3
sehingga memungkinkan kesalahan dalam mendiagnosis dermatitis candida. Bila terjadi
infeksi oportunistik oleh candida, lesi ini menjadi maserasi, dikelilingi lesi satelit,
terdapat rasa gatal ringan, tidak terdapat gangguan tidur ataupun menyusu.4

Gambar 1. A) Dermatitis seboroik pada bayi dengan lesi di badan, tungkai bawah, dan
paha.2

Dermatitis seboroik dapat menyebabkan kelenjar sebasea memproduksi keringat


berlebih sehingga dapat menimbulkan dermatitis, yang mana berkembang pada area
dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Prevalensi tertinggi terdapat pada bayi yaitu
usia satu sampai tiga bulan. Prevalensi dermatitis seboroik infantil tertinggi pada awal
kelahiran dapat dikemukakan dengan jelas oleh peningkatan hormon androgen pada usia
satu sampai tiga bulan. Sebum dipercaya dapat menyebabkan pertumbuhan dan
proliferasi jamur pada family Malassezia, akibat kerja dari enzim lipase yang
mendegradasi lemak pada permukaan kulit dengan produksi asam lemak jenuh dan tidak
jenuh. Inflamasi yang disebabkan oleh hiperproliferasi dari startum korneum akibat dari
iritasi nonimunogenic oleh respon dari lemak tidak jenuh dan imunits selular pada jamur.
Terdapat hubungan genetik dimana terjadi peningkatan frekuensi dari HLA-A32, HLA-
AW30, HLA-AW31, HLA-B12, dan HLA-B18 pada pasien.5
Dermatitis seboroik pada bayi memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan
dewasa, didapatkan erupsi kulit tanpa pruritus secara umum pada daerah frontal atau area
vertex atau keduanya di kulit kepala dan area muka yang kering tebal serta bersisik,
kemungkinan juga diikuti dengan ruam kemerahan pada lipatan kulit badan dan
ekstremitas. Keterlibatan kulit kepala yang luas disertai skuama yang kekuningan dan

4
debris epitel yang menempel pada kulit kepala dapat disebut “Craddle cap”. Cradle cap
adalah suatu bentuk seborea yang umumnya ditemukan pada bayi, seperti ketombe, sisik
atau serpihan yang muncul di kulit kepala, alis, sekitar hidung dan di belakang telinga.
Umumnya menghilang pada usia 6-12 bulan. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya
bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal dan berbau
tidak sedap.Sering meluas ke dahi, telinga luar dan leher. Pada daerah dahi tersebut,
batasannya sering cembung.1,2

Gambar 2.Craddle Cap2

Dermatitis seboroik generalisata termasuk bentuk yang jarang, biasanya


berhubungan dengan imunodefisiensi. Dermatitis seboroik pada anak dengan keadaan
imunodefisiensi sering disertai diare dan gagal tumbuh (Leiner’s disease). Leiner’s
disease adalah kelainan kulit berupa eritema di seluruh tubuh disertai skuama kasar,
pertumbuhan rambut yang jarang, frekuensi buang air besar meningkat, dan kegagalan
dalam berkembang. Defisiensi C3 dan C5 baik kongenital ataupun di dapat dan aktifitas
fagositosis dapat menyebabkan kerusakan opsonisasi dari jamur dan bakteri. Hal ini
berdasarkan Asosiation of Leiner’s disease dan Netherton syndrome. Pada infeksi
keduakalinya Leiner’s disease dapat menyebabkan kematian, untuk mencegah hal
tersebut dapat diberikan terapi IV hydration, mengatur suhu, dan pemberian antibiotik.
Prognosis dari Leiner’s disease bergantung terhadap keabnormalitas imunologi setiap
pasien.2

5
Pada daerah supraorbital, skuama halus dapat terlihat di alis. Dengan gejala
seperti gatal, disertai bercak skuama kekuningan dan dapat terjadi pula blefaritis, yakni
pinggir kelopak mata merah disertai skuama halus. Pada tepi bibir bisa kemerahan dan
berbintik-bintik (marginal blefaritis). Selain tempat-tempat tersebut, dermatitis seboroik
juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, lipatan di bawah
payudara, interskapular, umbilikus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi,
hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul.1,3
Pada telinga, dermatitis seboroik sering di salah artikan dengan radang daun
telinga yang disebabkan oleh jamur (otomikosis). Terdapat kulit terkelupas pada lubang
telinga, disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada daerah ini kulit biasanya
berubah menjadi kemerahan, dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga
dan daerah sekitarnya. Dermatitis seboroik biasanya terdapat pada lipat paha dan bokong,
dimana terlihat seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit
terkelupas. Pada lokasi ini terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa
kasus.2

Gambar 3. Dermatitis seboroik telinga.5

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Dermatitis seboroik dapat didiagnosis secara klinis dengan
karakteristik dermatitis seboroik berdasarkan pola dan morfologinya. Dengan
menggunakan dermoskopi didapatkan identifikasi dari struktur morfologi, yang mana hal
tersebut sangat membantu dalam mendiagnosis dermatitis seboroik pada kulit kepala.
Pola vaskular yang khas dilihat menggunakan dermoskopi adalah gambaran “twisted
loop” , bintik merah, dan gumpalan, dan pembuluh darah glomerular yang mirip dengan
kulit kepala pada pasien psoriasis, namun pada dermatitis seboroik terdapat arborizing
vessel dan pembuluh darah atipikal. Biopsi kulit tidak rutin dilakukan tetapi dapat
berguna apabila diagnosisnya belum jelas. Bermacam gambaran histopatologi dapat

6
dilihat terhgantung dari perbedaan stadium yaitu akut, subakut, dan kronik. Pada
dermatitis seboroik akut dan subakut didapatkan gambaran sedikit sampai sedang
spongiotic dermatitis dengan gambaran hiperplasia psoriasiform sedang, dengan krusta
folikulosentrik dan didapatkan neutrofil pada puncak dari pembukaan folikuler,
ortokeratosis dangan parakeratosis fokal, dan infiltrasi lymphohistiocystic perivascular
superficial. Dermatitis seboroik kronis menunjukkan gambaran yang lebih jelas dari
sebelumnya dengan spongiosis yang minimal dan ditandai dengan dilatasi pembuluh
darah superficial. Bagaimanapun, gambaran histopatologi pada kasus kronis kadang
mirip dengan psoriasis dan perlu perhatian khusus dalam membaca histopatologi.
Dermatitis seboroik yang berhubungan dengan HIV memiliki gambaran histologi yang
berbeda dari dermatitis seboroik pada umumnya, dimana menunjukkan pola yang sangat
parah seperti parakeratosis luas, leukoeksositosis, nekrosis dari keratinosit dan infiltrat
plasma sel pada perivascular superficial.2
Ketika dermatitis seboroik muncul pada bayi kriteria diagnosis klasik menurut
Beare and Rook dapat digunakan dalam mendiagnosis dermatitis seboroik. Onset awal
(sebelum 6 bulan), eritema dan krusta dapat ditemukan pada kulit kepala, area popok atau
area lipatan dan relatif tidak ada pruritus dan seringkali berulang setelah didiagnosis
dermatitis seboroik pertama kali. Apabila yang terkena hanya area popok saja dapat
difikirkan sebagai karakteristik dari tipe psoriasiform dermatitis seboroik. Selain itu
klinisi harus mengingat bahwa tidak ada patognomonik khusus atau test laboratorium
yang dapat menunjukkan keakuratan dermatitis seboroik. Pada gejala dari gambaran
klinis dermatitis seboroik yang ditemukan, dapat dijumpai juga pada dermatitis atopik
maupun psoriasis, sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan. Oleh sebab itu, perlu
ketelitian untuk membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit lain sebagai
diferensial diagnosis.2,3
Sebagai klinisi, diperlukan pendekatan klinis dengan melakukan ananesis secara
seksama dan lengkap yang mencakup keluhan utama (kwantitas dan kwalitas), perjalanan
penyakit, faktor eksogen yang mempengaruhi pemyakit, faktor pemacu/pencetus, faktor
predisposisi penyakit (genetik), penyakit sistemik yang mendasari, imunitas tubuh),
riwayat penyakit dan perkembangan terapi.5

7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam mendiagnosis dermatitis seboroik perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang yang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding, yaitu:
 Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi namun pada pemeriksaan ini tidak spesifik dan
menunjukkan perbedaan pola diantara fase akut dan kronis. Pada fase akut sering
terjadi spongisosis dan psoriasiform hyperplasia. Sedangkan pada fase kronis,
dermatitis seboroik lebih banyak menunjukkan psoriasiform hiperplasia dan
sedikit spongiosis. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan akantosis.
Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler.

Gambar 4. Gambaran histopatologi akantosis dan perivaskular sedang10


 Pemeriksaan Kerokan Kulit ditambah KOH 10%
Pemeriksaan KOH 10%: didapatkan negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia. 2
 Pemeriksaan Lampu Wood
Didapatkan fluoresen negatif (warna violet). Kultur jamur dan kerokan kulit
bermanfaat menyingkirkan tinea kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman.2

Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik. Pemeriksaan
komposisi lemak pada permukaan kulit memiliki karakteristik yang khas yakni
menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester. 8

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit dapat dijadikan diagnosis banding dari dermatitis seboroik
diantaranya dermatitis atopik, psoriasis, Letterer- Siwe disease dan scabies, terkadang
penyakit-pemyakit ini sulit dibedakan jika terjadi pada usia dibawah 3 bulan. Dapat
ditanyakan riwayat keluarga, pruritus dan dilakukan beberapa test seperti level igE, dan

8
multiple allergen stimulation test yang mana hasilnya dapat membedakan antara
dermatitis atopik atau dermatitis seboroik.2
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang berminyak
dan kekuningan dan berlokasi di area seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis
seboroik karena terdapat skuama yang berlapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.
Tempat predileksi juga berbeda. Jika psoriasis mengenai kulit kepala sukar dibedakan
dengan dermatitis seboroik. Perbedaannya ialah skuama yang lebih tebal dan putih
seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan kulit kepala serta regio lain
sesuai predileksinya.2
Selain itu dermatitis seboroik juga dapat di diagnosis banding denegan langerhans
sel histiosis yang biasa sebelumnya disebut Letterer- Siwe disease, umumnya seperti lesi
purpura dan cenderung deskuamasi pada kulit kepala dan ulserasi pada lipatan dan area
mukosa area. Jika timbul gatal berlebih pada telapak tangan dan kaki maka dapat
didiagnosis banding dengan skabies2
Dermatitis seboroik juga dapat di diagnosis banding dengan tinea kapitis, karena
lesi awal dari tinea kapitis berupa lesi bersisik, kemerahan-merahan, dan alopesia. Tetapi
pada tinea kapitis lesi selanjutnya berupa skuama putih pada tipe gray-patch, gambaran
titik-titik hitam yang berasal dari rambut yag telah terinfeksi kemudian patah tepat pada
muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut sehingga timbul gambaran titik-
titik hitam pada tipe black dot dan gambaran seperti sarang lebah pada kerion.6

A B

Gambar 5. Tinea Kapitis tipe A)Gray-patch B)Black dot11

9
Tabel 1. Tabel Tabulasi Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik2

Dermatitis Seboroik Infantil Psoriasis Dermatitis Atopik Litterer-Siwe Disease


Terjadi pada beberapa minggu Onset 3 bulan Onset 2 bulan awal kelahiran, Terjadi pada awal kelahiran, pada
setelah lahir sampai 3 bulan kebanyakan terjadi pada tahun tipe lain dari Litterer Siwe disease
pertama dapat terjadi diantara 1 - 3 tahun
Dapat sembuh sendiri Dapat sembuh sendiri Tingkat keparahan menurun Berbahaya jika tidak
seiring bertambahnya usia ditatalaksana, pada tipe lain
memiliki prognosis yang berbeda
Paling banyak mengenai kulit Paling banyak mengenai diaper Terjadi terutama pada wajah Terjadi terutama pada daerah
kepala area, tidak menutup tunkus dan wajah
kemungkinan dapat mengenai
kulit kepala dan wajah
Berwarna kuning kecoklatan, sisik Eritema pada diaper area Pruritus, eritema papul dengan Sedikit meninggi, berwarna merah
keabuabuan ekskoriasi, vesikel dan eksudat kekuningan dengan papul pada
Permukaan kulit tampak kering trunkus dan mungkin berkerah
dan berulserasi
Predileksi pada wajah, leher, derah Keterlibatan yang meluas, tetapi Lengan dapat dipengaruhi. Plak eritem yang memiliki
trunkus, dan ekstremitas yang sedikit berkerak pada area Regio axillaris dan diaper area keterlibatan luas dan petechial
mungkin mempengaruhi regio intertriginosa. dapat dihindari lesions pada area intertriginosa
axilla, pada diaper area mungkin Mungkin juga dapat terjadi pada Kulit kepala juga terlibat seperti
juga dapat terjadi. diaper area. pada dermatitis seboroik

10
PENATALAKSANAAN
Pada bayi, dermatitis seboroik umumnya bersifat self limited, namun kondisi ini
biasanya dapat menyebabkan orang tua khawatir sehingga mereka mencari pengobatan.
Untuk kasus yang ringan pada bayi biasanya diberikan baby oil atau gel petroleum
dengan cara dioleskan dan dikeramaskan. Selain itu, olive oil juga sering digunakan,
namun beberapa penelitian mengatakan minyak organik dapat memperparah dermatitis
seboroik.9
Penatalaksanaan dermatitis seboroik sebenarnya terdiri dari umum dan khusus
yaitu :
Umum: KIE
Terhadap pasien bayi, harus dijelaskan kepada ibu pasien bahwa:
 Penyakit ini umum terjadi pada masa-masa awal kehidupan bayi akibat
adanya pengaruh hormon androgen dari ibu, yang akan hilang sendiri seiring
dengan waktu.
 Jelaskan kepada ibu pasien untuk tetap selalu menjaga higienitas dari pasien
bayi, yakni dengan selalu rajin untuk membersihkan dan menghilangkan
skuama dan krusta agar menghambat kolonisasi jamur dan mengontrol infeksi
sekunder untuk mengurangi eritema dan gatal.
Khusus:
Pengobatan lini pertama pada dermatitis seboroik dengan obat topikal seperti
kortikosteroid, calcineurin inhibitor, obat anti jamur dan keratolisis. Pada kasus,
kortikosteroid direkomendasikan dengan formulasi ringan untuk penggunaan pertama
kali dikarenakan dapat menyebabkan efek merugikan pada kulit dan terjadi rebound
phenomena. Penatalaksanaan menggunakan kortikosteroid sangat efektif untuk
mengurangi eritem, pengerakkan, dan pruritus, hasilnya lebih baik dari penggunaan
placebo.2
Selain kortikosteroid dapat juga digunakan obat topikal seperti calcineurin
inhibitor (tacrolimus dan pimecrolimus) yang dapat menimbulkan efek baik pada
dermatitis seboroik dengan cara memblok calcineurin, dengan demikian dapat mencegah
inflamasi pada sitokin dan dapat memberikan signal pada sel limfosit T. Tidak ada
perbedaan antara kortikostreoid dan calcineurin inhibitor, keduanya dapat bekerja dalam
jangka waktu yang pendek. Terapi pemeliharaan dapat menggunakan calcineurin
inhibitor dikarenakan dapat mencegah kekambuhan atau eksaserbasi, tetapi dalam
penggunaan jangka panjang belum ada penelitian yang membuktikan keamanannya.

11
Berdasarkan penyebabnya yaitu Malassezia, ketokonazol menjadi yang paling
sering diteliti sebagai obat topikal untuk dermatitis seboroik. Pada studi yang digunakan
untuk mengevaluasi keberhasilan jangka pendek obat anti jamur seperti clotrimazole dan
miconazole didapatkan efek yang sama jika digabungkan dengan penggunaan
kortikosteroid pada dermatitis seboroik. Obat topikal anti jamur lainnya seprti bifonazole,
terbinafine, flukonazol, dan zinc phyritione juga mungkin bermanfaat.2
Pada Kulit kepala sendiri, pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam
minyak zaitun atau air, diaplikasikan emollient dengan glukokortikosteroid dalam cream
atau lotion selama beberapa hari.3
Sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollien dan steroid topikal
ringan sangat membantu dalam pengobatan. Inflamasi lama pada kulit kepala bayi dan
area intertriginosa dapat diobati dengan topikal kortikosteroid potensi ringan (krim
hidrokortison 1% dalam beberapa hari), dilanjutkan dengan imidazole topikal (krim
ketokenazol 2% atau sampo ketokenazol 1%). Sebagian besar anti jamur menyerang
Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis seboroik. Penelitian lain menunjukan
bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur lipofilik, banyak pada penderita
dermatitis seboroik. Sehingga pengobatan ketokonazole 2% akan menurunkan jumlah
jamur dan memyembuhkan penyakit. Sampo bayi yang terdiri dari 3-5% asam salisilat
dalam minyak zaitun atau air dapat mengurangi skuama tebal pada kulit kepala. Pada
area intertriginosa, pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol
dalam zinc lotion atau zincoil. 2,7
Selain itu pengobatan pada dermatitis seboroik yang terjadi pada diapers area
dapat digunakan popok sekali pakai dengan frekuensi yang dapat mengurangi gejala
semakin memburuk . Sabun dan alkohol tidak direkomendasikan sebagai pengobatan
pada lesi popok. Pengobatan anti jamur dan anti inflamasi menjadi pilihan yang baik
pada kasus ini. 2
Penggunaan steroid yang ringan seperti hidrokortison 1% lebih disukai tetapi
harus hati- hati dalam penggunaan kareta dapat mengakibatkan efek buruk. Pada
penggunaan agen keratolisis seperti, salicylic acid dana selenium sulfide berbahaya jika
digunakan pada bayi dikarenakan memungkinkan penyerapan perkutan.2
Banyak penelitian mengatakan tatalaksana alternatif yang digunakan jika
seseorang mengalami resisten terhadap anti jamur dan mendapatkan efek samping yang
buruk dari terapi, yaitu dengan menggunakan campuran homogeneous dari elemen
biodegradabel seperti urea, propylene glycol dan asam laktat yang mana dapat

12
menunjukan efektivitas yang baik pada dermatitis seboroik di kulit kepala. Tea tree oil
yang berasal dari bahan alami diketahui dapat meningkatkan keparahan penyakit,
pruritus, dan tmenimbulkan keadaan berminyak.2

Tabel 2. Terapi Dermatitis Seboroik Pada Bayi dan Anak4


Formulasi Cara Pemberian Catatan
Kulit Kepala dan Rambut
Anti Jamur Topikal Ketokinazol 2% Keramas 2x/
shampo minggu selama 4
minggu
Emolien Salep proteleum Setiap hari Melembutkan sisik
putih sehingga mudah
dilepaskan secara
manual dengan sikat
lembut
AIAFp Piroctone/ollamine/ Setiap 12 jam Efektif untuk cradle
aglycera/bisabolol cap
krim
Bukan Kulit Kepala
Anti Jamur topikal Ketokonazol 2% 1x/hari selama 7 Dapat digunakan
krim hari sendiri atau
kombinasi dengan
kortikosteroid
topikal
Kortikosteroid Hidrokortison 1% 1x selama 7 hari Batasi area aplikasi
topikal krim

PROGNOSIS
Dermatitis seboroik pada bayi dapat sembuh dengan sendirinya, biasanya hilang
pada usia 6-12 bulan. Eksaserbasi parah mungkin dapat terjadi, namun kasus tersebut
jarang. Dermatitis seboroik pada bayi memiliki prognosis yang baik dan tidak
berkembang hingga dewasa.

13
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan.

Biasanya 3 bulan pertama kehidupan. Pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama,
dan insidennya mencapai puncak pada umur 18 – 40 tahun. Etiologi dari penyakit ini

belum diketahui. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan dermatitis seboroik yaitu
aktivitas kelenjar sebasea yang berlebihan, infeksi Pityrosporum ovale, faktor lingkungan
(temperatur dan kelembaban), infeksi Candida albicans atau Staphylococcus aureus,
kelainan neurotransmiter (misalnya pada penyakit parkinson), obat-obatan (arsen, emas,

metildopa, simetidin, dan neuroleptik), proliferasi epidermal yang menyimpang,


kekurangan nutrisi, faktor genetik dan imunodefisiensi. Secara garis besar, gejala klinis
dermatitis seboroik bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada tiga bentuk,

yaitu cradle cap, dapat bersifat generalisata, dan pada keadaan imunodefisiensi sering
disertai diare dan gagal tumbuh (penyakit Leiner). Dermatitis seboroik dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk status dermatologikusnya dan

pemeriksaan penunjang. Umumnya pengobatan pada dermatitis seboroik bertujuan untuk


menghilangkan skuama dan krusta, serta menginhibisi koloni jamur. Dalam
pengobatannya dapat digunakan baik penggunaan obat-obatan topikal, maupun

kombinasi pengobatan sistemik.6

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Elston D, James W, Berger T. Andrew’s disease of the skin 12th edition.


Philadelphia: ElSevier; 2015. p.286-288.
2. Suh DH. Seborrheic Dermatitis. In: Sewon K, Masayuki A, Anna LB, Alexander
HE, David JM, Amy JM, et al, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine 9th ed. New York: Mc Graw Hill; 2019. p.428-36.
3. Berk T, Scheinfeld N. Seborrheic dermatitis. Pharmacy and Theurapeutic. New
York; 2010; 35(6): p. 348-52.
4. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, et al.
Treatment of Seborrhoeic Dermatitis in Asia: A Consensus Guide. Skin Appendage
Disord. 2015;1(4):187–94.
5. Alexander K. C. Leung, Barankin B.Seborrheic Dermatitis.. Int J Pediat Health Care
Adv. 2015; 2(1).p.7-9.
6. Linuwih, S. Bramono, Kusmarinah. I, Wresti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
ed.7 . Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2018. p. 112-13; 232-33
7. Borda LJ, Wikramanayake TC. Seborrheic Dermatitis and Dandruff: A
Comprehensive Review. J Clin Investig Dermatol. 2015;25(2): 5-6.
8. Tajima, M. Malassezia Species in Patients with Seborrheic Dermatitis and Atopic
Dermatitis. Japanese J Med Mycol, 2005;46(3): 163-67.
9. Olanrewaju O. Falusi, MD. Seborrhea.Pediatrics. 2019;40(2): 94
10. Wikramanayake TC, Borda LJ, Miteva M, Paus R. Seborrheic dermatitis—
Looking beyond Malassezia. Experimental Dermatology. 2019;28(9): 991–1001.
11. Wolff K, Johnson R, Saavedra A, Roh E. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of
clinical dermatology 8th edition. New York: McGraw Hill; 2017. Chapter 26,
Fungals infections of the skin, hair, and nails; p. 631-34.

15

Anda mungkin juga menyukai