Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah suatu kondisi status gizi kurang yang bersifat

kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal

kehidupan. Dikatakan oleh WHO stunting dikondisikan dengan nilai Z -

score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi

(SD). Stunting pada anak usia dibawah lima tahun biasanya kurang

disadari karena perbedaan anak yang stunting dengan anak yang normal

pada usia tersebut tidak terlalu dilihat. Usia di bawah lima tahun

merupakan periode emas dalam menentukan kualitas sumber daya

manusia yang dilihat dari segi pertumbuhan fisik maupun kecerdasan,

sehingga hal ini harus didukung oleh status gizi yang baik. Seorang anak

yang mengalami stunting pada masa ini cenderung akan sulit mencapai

tinggi badan yang optimal pada periode selanjutnya. Hal ini dapat

menyebabkan gangguan perkembangan fungsi kognitif dan psikomotor,

penurunan intelektual, peningkatan risiko penyakit degeneratif serta

penurunan produktivitas di masa mendatang. (Margawati & Astuti, 2018)

Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting. Kejadian

stunting sering dijumpai pada anak usia 12-36 bulan dengan prevalensi

sebesar 38,3 – 41,5% (Margawati & Astuti, 2018). Di Indonesia, sekitar

37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan

Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara

dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah

usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat

kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan


terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya

tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan

memperlebar ketimpangan (TNP2K, 2017). Pendek dan sangat pendek

yang dikenal sebagai stunting merupakan status gizi yang berdasarkan

indeks tinggi badan menurut umur. Persentase balita sangat pendek dan

pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%.

Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu persentase balita

sangat pendek sebesar 8,57% dan balita pendek sebesar 18,97%.

(Kemenkes, 2017)

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Jawa Barat melansir prevalensi kekerdilan (stunting) di Jabar

sudah mencapai angka 29,2%. Kasus stunting ini dinilai sangat

berpengaruh terhadap ekonomi dan terutamanya bonus demografi di

Jabar. Prevalensi stunting di Kabupaten Ciamis tahun 2017 sekitar 7,38

% sedangkan di tahun 2018 sekitar 6,34% terjadi penurunan terhadap

masalah stunting tetapi hal tersebut masih menjadi tren dan issue

kesehatan nasional. Data yang di dapatkan dari Dinas Kesehatan Ciamis

angka stunting tertinggi berada di puskesmas Baregbeg dengan

prevalensi 17% pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 23,19% di tahun

2018.

Dampak dari gangguan pada masa bayi dan anak, khususnya

stunting dapat menyebabkan gangguan perkembangan kognitif dan

meningkatnya risiko terhadap penyakit infeksi dan lebih lanjut kematian.

Stunting juga berhubungan dengan performa sekolah, bahkan pada tahap

lanjut dapat menurunkan tingkat produktivitas di masa dewasa.


Negara-negara di Asia Tenggara terdapat kesepakatan upaya

untuk menurunkan masalah stunting dengan meningkatkan diversifikasi

pangan, pemberian makanan yang difortifikasi pada ibu hamil dan ibu

menyusui dan pada anak usia 6-23 bulan. (Yuniar Rosmalina, Erna

Luciasari, Aditianti, 2018). Upaya peningkatan status gizi masyarakat

termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas

pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana

Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target penurunan

prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta

(dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019). (Pusat

Data dan Informasi, 2016)

Perbaikan keadaan gizi penting untuk meningkatkan kesehatan,

menurunkan angka kematian bayi dan balita, meningkatkan kemampuan

tumbuh kembang,fisik, mental, sosial anak, produktifitas kerja serta

prestasi akademik.

Upaya yang dilakukan pada sektor kesehatan yaitu melalui

promosi kesehatan. Promosi kesehatan tersebut digunakan sebagai

pendekatan untuk menyampaikan pesan sehingga informasi mudah

diterima dan dipahami. Salah satunya penyuluhan dengan media audio

visual. Intervensi penyuluhan dengan media audio visual merupakan

salah satu metode yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk

merangsang masyarakat terutama keluarga (yaitu ibu rumah tangga) agar

mampu menjadi inovator di lingkungan rumah tangganya sendiri. (Susilo

Wirawan, Lalu Khairul Abdi, 2014)

Dengan adanya transisi dari abad 20 ke abad 21 hubungan

internasional, perdagangan dan teknologi menjadi sebuah dimensi inti

dari globalisasi saat ini. Ini sekaligus akan menjadi kekuatan kunci di
dalam membangun kembali kesehatan masyarakat baik pada level

nasional maupun internasional. Globalisasi dan kesehatan global telah

menjadi suatu terminologi yang sering dijumpai mengadapi era sekarang

ini. (Susilo Wirawan, Lalu Khairul Abdi, 2014)

Menurut (Melly & Magdalena, 2018), dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Penyuluhan Metode Ceramah Dan Audio-Visual

Terhadap Pengetahuan Ibu Hamil Tentang 1000 Hpk Di Puskesmas

Sidomulyo Rawat Inap Kota Pekanbaru“, menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan responden sebelum dilakukan penyuluhan menggunakan

metode ceramah termasuk kategori baik ada 5 orang (45,5%) responden,

dan yang termasuk kategori tidak baik ada 6 orang (54,5%) sedangkan

tingkat pengetahuan responden setelah dilakukan penyuluhan

menggunakan metode ceramah termasuk kategori baik ada 6 orang

(54,5%) dan yang termasuk kategori tidak baik ada 5 orang (45,5%).

Tingkat pengetahuan responden sebelum dilakukan penyuluhan

menggunakan metode audio visual termasuk kategori baik ada 7 orang

(63,6%) dan yang termasuk kategori tidak baik ada 4 orang (36,4%)

sedangkan tingkat pengetahuan responden sesudah dilakukan

penyuluhan menggunakan metode audio visual termasuk kategori baik

ada 6 orang (54,5%) dan yang termasuk kategori tidak baik ada 5 orang

(45,5%). Penyuluhan dengan Metode audio visual (video) lebih

berpengaruh dibandingkan dengan metode ceramah yaitu dengan selisih

antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan yaitu sebesar 27,18.

Contoh lainnya yaitu menurut (Apidianti & Yunita, 2018), dalam

penelitiannya yang berjudul “Pendidikan Kesehatan “Optimalisasi Gizi

Dan Kesehatan Dalam 1000 Hpk Sebagai Upaya Deteksi Dini Stunting”,

Menunjukkan bahwa masyarakat mengetahui dan memahami pentingnya


gizi seimbang bagi ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun dan

bagaimana cara agar tetap menjaga kesehatan keluarga demi mencegah

terjadinya stunting.

B. Rumusan Masalah

Stunting merupakan suatu kondisi status gizi kurang yang bersifat

kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal

kehidupan, dampak dari stunting masih sangat tinggi di Indonesia.

Promosi kesehatan merupakan media yang dapat mempermudah,

memperjelas penyampaian informasi dan juga dapat memperlancar

komunikasi salah satunya penyuluhan dengan media audio visual.

Penelitian yang dilakukan terhadap ibu untuk pencegahan stunting bukan

hanya di ukur dari pengetahuan namun juga dari kompetensi ibu.

Sehingga masalah dari penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

penyuluhan dengan media audio visual terhadap peningkatan kompetensi

ibu dalam mencegah stunting di wilayah kerja Puskesmas Baregbeg

Kabupaten Ciamis tahun 2018.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

penyuluhan dengan media audio visual terhadap peningkatan kompetensi

ibu dalam mencegah stunting di wilayah kerja Puskesmas Baregbeg

Kabupaten Ciamis tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh media audio visual terhadap

kompetensi ibu di wilayah kerja Puskesmas Baregbeg Kabupaten

Ciamis.
b. Untuk mengetahui tingkat kompetensi ibu antara sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan dengan media audio visual di

wilayah kerja Puskesmas Baregbeg Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi

informasi mengenai efektifitas penyuluhan dengan media audio visual

terhadap tingkat kompetensi ibu dalam pencegahan stunting di

wilayah kerja Puskesmas Baregbeg Kabupaten Ciamis.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan metode baru dalam pemberian

promosi kesehatan, khususnya dalam upaya pencegahan stunting.

b. Bagi Ibu Yang Diteliti

Dapat menambah kompetensi ibu dalam upaya pencegahan

stunting.

c. Bagi Peneliti

Sebagai bahan untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan penelitian, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

serta pengalaman dalam mengumpulkan, memproses dan

menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.


d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi, data dasar dan data pembanding untuk

penelitian lebih lanjut dalam khususnya tentang stunting serta

sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan metodologi

penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Melly & Magdalena, 2018),

dari Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau, dengan judul

“Pengaruh Penyuluhan Metode Ceramah Dan Audio-Visual Terhadap

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang 1000 HPK Di Puskesmas Sidomulyo

Rawat Inap Kota Pekanbaru”. Jenis penelitian ini menggunakan

rancangan quasi-experimental one group pretest-posttest design.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu Hamil Trimester I s/d III

yang berkunjung ke Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru. Jumlah

sampel pada penelitian ini berjumlah 22 orang ibu hamil. Tehnik analisa

penelitian menggunakan teknik analisa univariat dan analisa bivariat

dengan uji statistic paired t- test. Variabel independent dalam penelitian

ini adalah model ceramah dan model audio visual, sedangkan variabel

dependent adalah pengetahuan ibu hamil tentang 1000 HPK.

Persamaan penelitian (Melly & Magdalena, 2018) dengan

penelitian yang akan penulis lakukan adalah sama-sama meneliti tentang

tingkat pengetahuan ibu dengan media audio visual. Perbedaan

penelitian terdahulu dengan penulis lakukan adalah menitikberatkan

terhadap pencegahan stunting.


DAFTAR PUSTAKA

Apidianti, S. P., & Yunita, E. (2018). PENDIDIKAN KESEHATAN “

OPTIMALISASI GIZI DAN KESEHATAN DALAM 1000 HPK SEBAGAI

UPAYA DETEKSI DINI STUNTING .” Seminar Nasional Hasil Pengabdian

Kepada Masyarakat (SENIAS) – Universitas Islam Madura, 293–295.

Kemenkes. (2017). Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu , pola makan dan status

gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu , Kecamatan

Genuk , Semarang. Jurnal Gizi Indonesia, 6(2), 82–89. https://doi.org/e-

ISSN : 2338-3119, p-ISSN : 1858-4942

Melly, & Magdalena. (2018). PENGARUH PENYULUHAN METODE CERAMAH

DAN AUDIO-VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG

1000 HPK DI PUSKESMAS SIDOMULYO RAWAT INAP KOTA

PEKANBARU. Mahakam Midwifery Journal, 2(4), 255–266.

Pusat Data dan Informasi. (2016). Situasi balita pendek. Info Datin. Jakarta

Selatan: Kementrian Kesehatan RI. https://doi.org/ISSN 2442-7659

Susilo Wirawan, Lalu Khairul Abdi, N. K. S. S. (2014). PENGARUH

PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL DAN KONVENSIONAL

TERHADAP PENGETAHUAN IBU ANAK BALITA TIDAK NAIK BERAT

BADAN (T1 DAN T2) DI WILAYAH PUSK. PENIMBUNG KABUPATEN

LOMBOK BARAT (NTB). Jurnal Kesehatan Prima, I(2), 1265–1278.

https://doi.org/1978 - 13334

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TNP2K).

(2017). 100 KABUPATEN/KOTA PRIORITAS UNTUK INTERVENSI ANAK


KERDIL (STUNTING). Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik

Indonesia.

Yuniar Rosmalina, Erna Luciasari, Aditianti, F. E. (2018). UPAYA PENCEGAHAN

DAN PENANGGULANGAN BATITA STUNTING: SYSTEMATIC REVIEW.

Journal of the Indonesian Nutrition Association, 41(1), 1–14.

https://doi.org/p-ISSN: 0436-0265 e-ISSN: 2528-5874

Anda mungkin juga menyukai