Anda di halaman 1dari 2

Kau yang begitu istimewa

Karya( M AL IF ANWAR)

ku sentuh perlahan dan sambil berjalan menyusuri hamparan luas yang di penuhi
rerumputan, angin yang mengelus diriku dengan perlahan nan lembut dan menghangatkan
hati ini yang membeku akan kehidupan. Ku temukan kedamaian bersamamu, aku hanya
mengamati kupu-kupu yang berterbangan di atas kepalaku, sekejap aku menutup mataku
melupakan amarah yang selalu berkobar demi engkau yang teristimewa.
Dan aku masih terus berjalan mengikuti arah angin yang membisikanku dengan suara
hembusanya. “perjalananmu masih panjang. Kata hati kecilku masih dengan tekad yang sama
tekad baja nan perkasa. Ketika mentari
mengintip dari ufuk timur sinar
kehangatanya membias pasir-pasir yang
tepat di kakiku suara deburan ombak yang
saling bersautan menerjang kerasnya
karang. Suara nyanyian burung burung di
atas awan membuat diriku ikut terhanyut
oleh keindahan yang engkau miliki.
Lagi dan lagi aku melanjutkan
perjalanku kembali. Meyusuri tingginya
zamrud zamrud yang menjadi rumah mu
yang di dalamya terdapat para makhluk makhluk yang tidak dimilki oleh orang lain. Aku sangat
senang melihat semuanya baik baik saja saat engkau pernah memberiku sebuah gambaran
“hiduplah kamu bersama manusia sebagaimana pohon yang berbuah, mereka melemparinya
dengan kerasya batu, tetapi ia membalasnya dengan manisnya buah”.
“Akan tetapi mau sampai kapan?! engkau di lempari oleh kerasnya ke tamakan
mereka yang merusak ke indahanmu wahai engkau yang teristimewa. dulu hati kecil ini
langsung terhanyut oleh kata katamu itu. Namun entah kenapa hati ini meronta dengan
sangat keras lebih keras dari teriakan binatang binatang jalang yang selalu bertanya kenapa
engkau masih ingin di sakiti oleh mereka. Berapa banyak keindahanmu yang pernah kau
berikan untuk mereka, namun yang ada di dalam pikiran mereka hanya hasrat nafsu yang
terus menggali dan merusak keindahanmu yang sepatutnya dijaga.
Keindahanmu sempat di rebut oleh orang lain begitu juga dengan kesucianmu yang
sampai kini masih terus di nodai dengan nafsu mereka. Heningnya rumah zamrud mu kini di
ramaikan suara mesin mesin raksasa. Suara jeritan dan ketakutan yang terdengar memekakan
telinga yang memecahkan kesunyian. Begitu juga dengan makhluk makhluk suci yang ada di
sana mereka menangis merasa takut dan sedih meninggalkan sangkar dan rombogan yang
pernah mereka miliki. Tangisan makhluk besar bergading menjerit kelaparan mulai terdengar,
aliran air yang dulu bagai kaca mulai terkuras habis dan mereka yang didalamnyapun
mendapati ajalnya. Ranting ranting yang pernah mereka hinggapi kini hanya menjadi abu.
Tidak sampai disitu saja keindahanmu yang dilecehkan oleh mereka, tidak hanya yang
ada di dalam zamrud itu saja. Akan tetapi pikiran dari makhluk yang sama denganku juga
terkena. Ya manusia. Satu persatu generasiku di hancurkan. Bibit muda yang kami jaga agar
selalu melindungi mu setiap saat mulai di bengkokan dan di patahkan dengan racun pikiran
dari mereka. Datangnya para perompak dari negeri yang jauh melucuti keindahanmu dan
harta mu di gunung emasmu. Dengan memanfaatkan generasi generasiku para pemuda yang
seharusnya mejagamu kini hanya akan membunuhmu sewaktu waktu.
“Apa?apa yang harusku lakukan untuk membantumu dari era yang hina ini?
Bagaimana caranya aku bisa membebaskanmu dari lilitan tali takdir yang membakar kulitmu
hingga menjadi abu?. Dan bisikmu dengan lirih “Bersatulah” .
Hati ini memang kecil namun betapa besarnya ruang rasa ingin membelamu kini telah
terisi penuh. Namun sebelum itu aku harus memperbaiki ikatan yang saat ini terdapat retakan
dan rapuh yang memutuskan rantai persatuan Rakyat dan generasiku yang tengah dalam
kritis dan sekarat akan keadilan yang mana mereka di adukan satu sama lain seperti yang
dulu pernah menimpa leluhurku, yang telah banyak memakan mayat yang berjatuhan
didalam nya.
Ku tahu apa yang sempat leluhurku sampaikan kepada kami di negeri nan kaya ini
bahwa beratnya perjuangan mereka masih belum seberapa dengan beratnya perjuangan
generasi kami yang menghadapi bangsa kami sendiri. Kita memang merdeka dari para
kompeni namun tidak dengan bangsa sendiri.
Aku berjanji dengan rasa yang besar dan membara untuk membela mu masih
berkobar kencang di jantung ini. Tak peduli terpaan badai yang merapuhkan, tak risau dengan
hembusan angin yang mematahkan. Sebab telah melekat di hati kami dikeyakinan kami
bersama bahwa kami dapat bersatu dan dapat memukul segala kehinaan yang akan kau
dapatkan.
Jika sulit menjadi detak jantungmu biarlah kami menjadi hembusan angin harum yang
senantiasa membawa harum nama mu dan menyejukanmu.

M. Alif Anwar

Anda mungkin juga menyukai