Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari makhluk
hidup yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan
eksternal. Sedangkan stressor merupakan kejadian atau situasi, yang menjadi unsur
yang dapat menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya.
Ketika di hadapkan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan, homeostasis akan
terganggu dan organisme akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap
perubahan tersebut. Proses pemulihan homeostasis tersebut dinamakan sebagai
adaptasi. Derajat tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan
diperlukan. Perubahan dapat menjadi faktor positif untuk perkembangan atau dapat
menjadi kekuatan negatif yang akan membawa ke arah deteriorasi pada mental atau
fisik. Terlalu banyaknya situasi baru yang dihadapi pada satu waktu menimbulkan
keadaan stress yang berlebihan.
Ketika derajat dan jumlah perubahan tersebut melampaui kemampuan adaptasi
maka yang terjadi adalahakan adanya fase stress yang negatif, yaitu suatu keadaan
dimana keseimbangan mental dan fisik terganggu. Tekanan emosional yang sangat
berat dapat menyebabkan stress pada manusia. Namun, selain terjadi pada manusia,
hewan pun bisa demikian. Tanda-tanda stress pada hewan memang sulit dikenali,
namun jika hewanterlihat lemah, kurang nafsu makan, gelisah, dan mengeluarkan
feses yang encer, sebaiknya berikan penanganan intensif pada hewan tersebut.
Banyakfaktor yang dapat menyebabkan hewan terserang stress. Salah satunya bisa
karena ketidakmampuan hewan untuk beradaptasi pada lingkungan barunya. Stress
pada hewan dikendalikan oleh mekanisme hormon adrenalin yakni epinefrin, yang
dapat mempengaruhi stress pada hewan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah faktor - faktor yang menjadi penyebab stress pada hewan?
2) Bagaimana gejala dan dampak hewan yang terserang stress?
3) Bagaimana mekanisme stress pada hewan?
4) Parameter Pengukur Stres Ternak

1.3 Tujuan
Ada pun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Memperkenalkan faktor – faktor yang menjadi penyebab stress pada hewan
2) Memperkenalkan gejala dan dampak hewan yang terserang stress
3) Memperkenalkan mekanisme stress pada hewan

1.4 Manfaat
Ada pun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa mampu mengetahui faktor – faktor yang menjadi penyebab stress
(stressor) pada hewan
2) Mahasiswa mampu mengetahui gejala dan dampak hewan yang terserang stress
3) Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme stress pada hewan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor - Faktor yang Menjadi Penyebab Stress pada Hewan


Stress adalah kegagalan adaptasi suatu individu terhadap lingkungannya
sehingga muncul gangguan homeostasis. Gangguan homeostasik ini akan
terekspresikan dengan simtom penyakit fisik dan mental. Berbagai faktor yang
mempengaruhi stress pada hewan berdasarkan fisiologisnya diantaranya adalah:
luka, nyeri, penyakit, kelaparan, dan dehidrasi.

2.1.1 Luka
Luka adalah rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, atau
gigitanhewan lainnya. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul adalah
seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, pendarahan dan pembekuan
darah, kontaminasi bakteri, serta terjadi kematian sel pada jaringan yang rusak
tersebut. Jenis-jenis luka pada ternak ada beberapa macam yaitu cedera, luka
gigitam ular, cedera listrik, luka gigitan, luka proyektil (luka tembakan), dan luka
bakar.

2.1.2 Nyeri
Nyeri adalah perasaan tertekan yang sering disebabkan oleh rangsangan yang
kuat atau merusak. Nyeri biasanya bersifat sementara, hanya berlangsung sampai
stimulus berbahaya dihilangkan atau kerusakan atau patologi yang mendasarinya
telah sembuh, tetapi beberapa kondisi yang menyakitkan, seperti rheumatoid
arthritis , neuropati perifer , kanker dan nyeri idiopatik , dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Nyeri yang berlangsung lama disebut kronis atau persisten, dan
nyeri yang sembuh dengan cepat disebut akut. Pada tahun 1968 Ronald Melzack
dan Kenneth Casey menggambarkan rasa sakit kronis dalam tiga dimensi: sensori-
diskriminatif (rasa intensitas, lokasi, kualitas dan durasi rasa sakit), afektif-motivasi
(ketidaknyamanan dan dorongan untuk keluar dari ketidaknyamanan), dan kognitif-
evaluatif (kognisi seperti penilaian, nilai-nilai budaya, gangguan dan sugesti
hipnosis).
3
2.1.3 Penyakit
Faktor utama penyebab ternak terjangkit suatu penyakit yaitu dari segi
lingkungan, makanan dan minuman, serta cara peternak memelihara hewan
ternaknya yang dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung yang akan
mempengaruhi kehidupa ternaknya. Penyakit pada hewan ternak dapat
dikategorikan sebagai penyakit yang menyerang hewan ternak yang disebabkan
oleh agen patogen seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur. Ada juga penyakit yang
menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh agen infeksius seperti senyawa
beracun atau gangguan metabolisme. Penularan penyakit dapat dibedakan juga
dengan hanya menular antar hewan dan menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur pada sapi/kerbau yang sering
dijumpai atau bahkan jarang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kegagalan
reproduksi pada sapi atau kerbau.

2.1.4 Kelaparan
Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa haus dan lapar (Freedom from
hunger and thirst). Hal ini dilakukan dengan menyediakan kemudahan akses air
minum dan penyediaan pakan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Apabila hal ini tidak dapat dipenuhi akan berakibat pada
timbulnya penyakit dan penderitaan ternak.

2.1.4 Dehidrasi
Dehidrasi merupakan kondisi tubuh hewan dimana kekurangan cairan baik
intrasel maupun ekstrasel. Kejadian ini dapat terjadi akhibat kurangnya asupan
cairan atau air minum yang masuk ke dalam tubuh dan penyakit. Diare salah satu
gejala penyakit yang dapat memicu kajadian dehidrasi pada ternak karena
keluarnya cairan yang berlebih dari dalam tubuh yang tidak terkendali pada hewan.
Cuaca ekstrem (kekeringan) yang berkepanjangan menyebabkan berkurangnya
sumber air di lahan sekitar peternakan sehingga hewan ternak kesulitan
mendapatkan air. Dehidrasi pada ternak juga sering terjadi pada saat bencana alam
seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi. Disaat terjadi gempa sapi yang
dipelihara dengan ditambatkan di kandang kemudian ditinggalkan pemiliknya

4
sampai beberapa waktu untuk menyelamatkan diri dari musibah. Sapi yang masih
bertahan hidup tersebut kekurangan makan dan minum dan berujung dehidrasi serta
stress.

2.2 Gejala dan Dampak Hewan yang Terserang Stres


Secara umum munculnya stress pada hewan dapat ditandai dengan gejala
seperti peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas hormonal
reproduksi, penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis,
meningkatnya kerentanan penyakit, cardiovascular pathologis, immunosuppressiv
e dan juga kematian.
Contoh efek stress pada hewan sebelum dipotong akan berdampak buruk pada
kualitas karkas yang disebut Dark Firm Dry (DFD). Dark Firm Dry (DFD) terjadi
akibat dari stress pre-slaughter sehingga mengosongkan persediaan glycogen pada
otot. Keadaan ini menyebabkan kadar Asam laktat pada otot berkurang dan
meningkatkan pH daging melebihi dari normal. Pada kondisi seperti ini maka
proses post mortem tidak berjalan sempurna terlihat pada warna daging terlihat
lebih gelap, kaku dan kering yang mana secara umum lebih alot dan tidak enak. pH
daging yang tinggi akan mengakibatkan daging lebih sensitif terhadap tumbuhnya
bakteri. DFD beef adalah indikator dari stress, luka, penyakit atau kelelahan pada
hewan sebelum disembelih.
Stress juga akan mengakibatkan hewan akan rentan terhadap penyakit,
terutama zoonosis. Zoonosis adalah penyakit menular dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Zoonosis sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Parahnya pada
hewan liar gejala penyakit akan muncul pada saat kondisi sudah parah sehingga
treatment lebih susah dilakukan. Contoh : Balantidiosis, TBC, Hepatitis, Avian
Influenza, Salmonellosis. Stres panas pada hewan akan menurunkan tampilan
produksi. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan – perubahan fisiologik dan
biokimiawi dalam tubuh hewan selama stres panas tersebut. Selama stres panas
akan terjadi perubahan – perubahan, baik perubahan perilaku, fisiologik maupun
biokimiawi pada tubuh hewan.

5
2.3 Mekanisme Stress pada Hewan
Pada mekanisme stress akan tampak perubahan pada dopamine. Dopamin
merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron dari substansi gria mid
brain. Dopamine berperanan penting untuk kesehatan mental dan fisik. Secara
normal, dopamine akan mengaktivasi protein Gi sehingga kanal ion K+ akan
terbuka dan ion K+ akan keluar, maka terjadi hiperpolarisasi dan penghambatan
transmisi potensial aksi yang menstimulasi eksitabelitas jaringan maka hewan
tampak tenang atau rileks. Dopamin pada posisi lain mengaktivitasi protein Gi yang
berikatan dengan reseptor α2, kondisi ini akan menghambat adenil siklase sehingga
cAMP menurun. Hal ini sebagai umpan balik kanal ion K+. Hewan yang dalam
kondisi stress akan mensekresikan dopamin yang berlebihan sehingga aktivasi
protein Gi meningkat dan aktivasi kanal ion K+ pun meningkat. Hal ini
menyebabkan ion K+ dalam jumlah berlebih akan keluar dari kanal ion sehingga
terjadi hiperpolarisasi dan penghambatan transmisi potensial aksi yang berlebihan
hingga terjadi hipereksitabelitas jaringan dan mendepresikan susunan syaraf pusat.
Ada 2 macam reaksi yang dalam kondisi stress. Reaksi pertama terjadi adalah
situasi berespon lari atau lawan. Fase ini menunjukkan tubuh mempersiapkan diri
untuk menghadapi bahaya dengan salah satu atau dua cara yang ditawarkan, yakni
melawan atau melarikan diri. Perubahn fisiologis yang diperlukan untuk melawan
atau melarikan diri adalah sama. Hipotalamus di otak mengisyaratkan ACTH untuk
menstimulasi kortek adrenal untuk mensintesa dan melepaskan kortisol pada zona
fasiculata. Kortisol mengikuti sirkulasi darah sehingga denyut jantung meningkat
dan pernapasan menjadi dangkal. Denyut jantung yang meningkat secara mendadak
tersebut menyebabkan suplai darah ke otot dan otak meningkat maka tubuh
membutuhkan energy ekstra untuk merespon terhadap bahaya tersebut, pada
kondisi demikian suplai gula darah meningkat. Fisiologis tubuh, otot tampak
melakukan tindakan melawan atau melarikan diri. Akibat redistribusi ini maka
Nampak pucat, bagian ekstremitas menjadi dingin, ekspresi muka cemas dan
ketakutan.
Reaksi kedua adalah memudar dan menghilangkan reaksi khawatir, sehingga
tubuh nampak kembali normal. Rasa puas terjadi karena tubuh telah mengatasi
6
stress. Namun, jika stressor bertahan maka sebenarnya tubuh melawan secara aktif
untuk sementara waktu dan bila tubuh tetap berada dalam tekanan, maka akan
muncul gejala-gejala baru. Gejala ini sama dengan yang terlihat pada reaksi
khawatir, yang akibatnya tubuh menjadi semakin rentan terhadap penyakit dan
disfungsi organik.

2.4 Parameter Pengukur Stres Pada Ternak berdasarkan Fisiologinya


Data tentang kondisi fisiologis (frekuensi nafas, denyut jantung dan suhu
rektal) dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui stress pada ternak.
1. Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah hasil dari dua proses yaitu panas yang diterima dan panas
yang dilepaskan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibanding dengan bagian
luar. Panas terutama dihasilkan oleh tubuh sebagai hasil aktivitas metabolisme dan
dilepaskan secara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi melalui kulit dan
saluran pernafasan. Suhu lingkungan yang mengakibatkan cekaman panas akan
memengaruhi kerja hipotalamus dan sistem syaraf pusat yang akan memengaruhi
konsumsi pakan, produksi, dan penghilangan panas tubuh yang pada akhirnya dapat
menurunkan produksi. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara
memasukkan termometer ke dalam rektal.
Semua ternak domestik termasuk hewan berdarah panas (homeotherm) yang
berarti ternak berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang paling
cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimal. Kisaran yang normal pada
jenis ternak mamalia adalah 37—39 ºC. Secara fisiologis suhu tubuh akan
meningkat hingga 1,5ºC pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu
lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak beraktivitas fisik maupun psikis.
2. Frekuensi Pernapasan
Pernafasan atau respirasi merupakan proses pengambilan udara yang
dimasukkan dalam paru-paru melalui hidung dan trachea, kemudian dikeluarkan
kembali secara teratur. Jumlah frekuensi pernafasan yang ditandai dengan
banyaknya oksigen yang dikonsumsi dipengaruhi oleh aktivitas, umur, pakan,
ukuran tubuh, dan temperatur lingkungan. Ternak yang berada di bawah kondisi
cekaman panas akan meningkatkan frekuensi pernafasan.
7
Pengukuran frekuensi pernafasan dapat dilihat dari pergerakan tulang dada dan
tulang rusuk atau pergerakan perut. Laju respirasi sapi pada kondisi normal berkisar
10—30 kali per menit, pada sapi dewasa berkisar antara 12—16 kali setiap menit,
sedangkan pada sapi muda 27—37 kali per menit.

3. Denyut Jantung
Denyut jantung merupakan urutan peristiwa yang terjadi secara kontinyu pada
jantung, berupa gerakan diastole (relaksasi) dan gerakan sistole (kontraksi). Denyut
jantung normal sapi adalah 60—80 kali per menit. Kisaran tersebut dapat berubah-
ubah sesuai kondisi internal sapi maupun kondisi lingkungan. Bila terjadi cekaman
panas akibat temperatur lingkungan yang cukup tinggi maka akan menyebabkan
frekuensi denyut jantung ternak akan meningkat. Hal tersebut berhubungan dengan
peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan
aktivitas otot-otot respirasi. Hal tersebut mempercepat pemompaan darah ke
permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh. Intensitas
kinerja denyut jantung dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu bangsa sapi, ukuran
tubuh, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, kebuntingan, melahirkan, laktasi,
perangsangan, gerak tubuh, aktivitas mencerna makanan, ruminasi, dan suhu
lingkungan

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari makhluk
hidup yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan
eksternal. Sedangkan stressor merupakan kejadian atau situasi, yang menjadi unsur
yang dapat menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya.
Ketika di hadapkan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan, homeostasis akan
terganggu dan organisme akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap
perubahan tersebut. Berbagai faktor yang mempengaruhi stress pada hewan
berdasarkan fisiologisnya diantaranya adalah: luka, nyeri, penyakit, kelaparan, dan
dehidrasi.

3.2 Saran
Penulisan makalah Penyebab Stres Pada Ternak Berdasarkan Faktor Fisiologis
ini masih jauh sekali dari kesempurnaan. Kurang lebihnya kami sebagai penulis
memohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan makalah. Makalah ini
memiliki banyak kekurangan sehingga diharapkan pemberian kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap meskipun jauh dari kesempuranaan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Helyumna, Maslahah. 2011. Sistem Endokrin (Hormon) online. Tersedia:


www.biologiasyik.com diunduh pada, 07 November 2019.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Latifah, Eva Hanum dkk. 2005. Biologi 2. Bandung: Rosda.

Medical, Study. 2009. Hormon Epinefrin(Adrenalin) online. Tersedia:


http://www.studimedical.wordpress.htm diunduh pada 07 November
2019

Suripto. 1994. Struktur Hewan. Bandung: Biologi ITB.

10

Anda mungkin juga menyukai