Abstrak
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah penyakit oklusi arteri kronis yang disebabkan
oleh aterosklerosis. Penyakit ini akan menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah
sehingga berkurangnya atau bahkan hilangnya pulsasi pada bagian distal dari arteri yang
mengalami stenosis. Gejala yang biasanya timbul yaitu sakit saat berjalan (klaudikasio) dan
membaik saat istirahat. Dalam keadaan yang berat rasa sakit dirasakan meski dalam keadaan
istirahat maupun berbaring, adanya atrofi dan terdapat gangren. Pemeriksaan yang paling
sering digunakan untuk mendiagnosis PAP yaitu dengan melakukan pemeriksaan Ankle-
Brachial Index (ABI). Penatalaksanaan yang dapat digunakan dengan melakukan modifikasi
gaya hidup, antiplatelet, dan terapi untuk memperbaiki gejala klaudikasio.
Abstract
1
Pendahuluan
Penyakit arteri perifer (PAP) adalah suatu gangguan pembuluh darah yang keluar dari
jantung dan aorta. Sering kali mengenai ekstremitas bawah, menyebabkan pasien yang
menderita PAP terbatas secara fisik, dan kesehariannya terganggu karena pasien PAP
kebanyakan mengalami nyeri saat berjalan dan membaik ketika beristirahat, walaupun ada
sebagaian pasien yang tidak menunjukkan gejala tersebut. PAP terjadi karena adanya proses
aterosklerosis pada pembuluh darah, faktor resikonya adalah merokok, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Tinjauan pustaka ini akan membahas lebih lanjut mengenai PAP, gejalanya,
dan tata laksananya sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa.
Isi
Penyakit arteri perifer adalah seluruh penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit arteri perifer terdiri dari penyakit pada arteri
karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aortoiliaka,
termasuk ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Keluhan pada penyakit arteri perifer paling
sering ditemukan pada ekstremitas bawah.1
Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 202 juta orang menderita LEAD (Lower Extremity Artery
Disease) dimana 40 juta diantaranya ada di Eropa. LEAD biasanya muncul pada usia diatas
50 tahun dan kemungkinan terkena LEAD lebih tinggi lagi setelah mencapai usia 65 tahun.
Pada negara maju, LEAD yang simtomatis lebih umum ditemukan pada pria, sedangkan pada
negara berkembang lebih sering ditemukan pada wanita.3
2
Etiologi
Etiologi dari LEAD dapat dibagi menjadi beberapa penyebab, yaitu, vaskular,
neurogenik, dan gangguan muskuloskeletal. Keluhan karena kelainan vaskular bisa
menimbulkan klaudikasio, klaudikasio atipikal, dan nyeri saat beristirahat. Penyebab utama
dari klaudikasio intermiten adalah aterosklerosis pada arteri perifer, dalam hal ini adalah
arteri pada ekstremitas bawah. Nyeri akibat kelainan neurogenik biasanya berhubungan
dengan saraf pada tulang belakang atau adanya neuropati. Pada kelainan muskuloskeletal
meliputi tulang, persendian, ligamen, tendon, dan sebagainya. Tingkat keparahan LEAD
dapat diklasifikasikan dalam table Fontaine dan Rutherford.4
3
Patofisiologi
PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel
yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia,
inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses
patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak di dunia adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium
sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan
menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi
monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam
pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang
menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur
proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.5
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling
penting yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO).
NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi
penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos
pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata
terganggu pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer.5
Nikotin pada rokok dapat melepaskan asam lemak bebas, meningkatkan konversi VLDL
menjadi LDL, merusak pembersihan LDL dan / atau dengan mempercepat metabolisme
HDL. Nikotin juga dapat mempengaruhi trombosit dengan meningkatkan pelepasan
epinefrin, yang dikenal untuk meningkatkan reaktivitas platelet dengan menghambat
prostasiklin, sebuah anti aggregatory hormon disekresikan oleh sel endotel. Atau dengan
meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, dengan demikian meningkatkan turbulensi
darah, nikotin dapat mempromosikan secara endotel. Nikotin dapat memperburuk penyakit
pembuluh darah perifer dengan konstriksi arteri dan / atau dengan menginduksi trombosis
lokal. Apabila keadaan iskemi terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan mengalami
4
nekrosis. Pada keadaan nekrosis yang cukup lama akan terjadi perubahan menjadi gangren
karena adanya peran bakteri. Saat istirahat rasa nyeri menghilang akibat adanya perbedaan
tekanan menjadi lebih rendah karena pada respirasi normal tidak terjadi akumulasi ion H+
sehingga mengakibatkan hilangnya rasa nyeri.5
Gambaran Klinis
Gejala yang timbul akibat PAP bisa gejala tipikal seperti nyeri, gejala atipikal, dan
asimtomatik. Gejala dari PAP dapat berupa gejala tipikal yaitu klaudikasio atau atipikal.
Tingkat keparahan dari gejala klaudikasio yang muncul tergantung dari banyaknya stenosis,
sirkulasi pembuluh darah kolateral dan instensitas aktivitas yang melibatkan ekstremitas
bawah. Pasien dengan klaudikasio dapat mengalami nyeri pada bagian bokong, pinggang,
paha, betis, atau telapak kaki. Pasien dengan penyakit oklusi aortoiliaka memiliki gejala nyeri
pada bokong, pinggang, dan paha. Gejala tersebut berkaitan pada kelemahan pada pinggang
dan paha pada saat berjalan. Penyakit aortoiliaka bilateral menyebabkan disfungsi ereksi pada
pria. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bruit pada daerah arteri iliaka dan arteri
femoral, adanya atrofi otot, dan proses penyembuhan luka berlangsung lebih lama.
Aterosklerosis pada arteri femoralis dapat menyebabkan klaudikasio pada paha, betis, atau
keduanya. Keluhan ini disertai dengan melemahnya denyut nada pada bagian yang lebih
distal. Klaudikasio pada daerah betis merupakan keluhan yang paling sering terjadi.
Digambarkan seperti sakit saat kram dan secara konsisten timbul ketika beraktivitas dan neri
hilang saat istirahat. Nyeri kram pada betis bagian atas biasanya disebabkan oleh stenosis
arteri femoralis superficialis, sedangkan nyeri pada bagian bawah betis berhubungan dengan
kelainan pada arteri poplitea. Klaudikasio pada kaki sering disebabkan oleh penyakit oklusi
arteri tibialis dan pembuluh peroneal.4
Beberapa pasien memiliki gejala atipikal karena adanya komorbiditas, tidak terlalu
aktif secara fisik, dan perubahan dalam mepersepsikan nyeri. Dalam sebuah penelitian yang
melibatkan 460 pria dan wanita dengan PAP, gejala gejala PAP dapat dikelompokkan sebagai
berikut:4
1. Klaudikasio klasik: Nyeri pada betis saat berjalan dan nyeri akan berkurang saat
istirahat kurang lebih selama 10 menit (33%).
5
2. Nyeri kaki atipikal pada saat beraktivitas tipe 1: Nyeri yang timbul mirip dengan nyeri
pada klaudikasio klasik, tetapi tidak menyebabkan pasien berhenti berjalan (9%).
3. Nyeri kaki atipikal pada saat beraktivitas tipe 2: Nyeri yang timbul mirip dengan nyeri
pada klaudikasio klasik, tetapi tidak melibatkan betis dan tidak membaik dengan
beristirahat selama 10 menit (20%).
4. Nyeri kaki ketika beraktivitas dan istirahat (19%).
5. Tidak ada nyeri saat beraktivitas dan aktif secara fisik (14%).
6. Tidak ada nyeri saat beraktivitas dan kurang aktif secara fisik (6%).
Jika dibandingkan dengan pasien klaudikasio klasik, pasien yang mengalami nyeri pada
ekstremitas bawahnya saat beraktivitas maupun saat beristirahat cenderung memiliki
diabetes, neuropati atau stenosis spinal bersamaan dengan PAP. Kemampuan secara fisik
harus dievaluasi secara rutin pada pasien yang asimtomatik karena tidak adanya gejala yang
timbul.4
Faktor Resiko
Merokok adalah salah satu faktor resiko yang paling berperan dalam kasus PAP.
Resiko semakin meningkat dengan meningkatnya intensitas seseorang merokok. Merokok
juga berhubungan erat dengan penyakit pada arteri karotis, misalnya stenosis pada arteri
karotis. Anak kecil yang sering terpapar asap rokok dari orangtuanya atau lingkungannya
akan meningkatkan resiko terkena PAP pada saat anak tersebut dewasa. Selain itu, merokok
juga berhubungan dengan pembentukan plak pada pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah renalis dan lower extremity artery disease
(LEAD).4
6
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan TTV dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai
keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang keadaan
pasien (compos mentis, apatis, somnolen, sopor, atau koma).
Inspeksi yang membutuhkan penggunaan mata pemeriksa secara kritis, dimulai dengan
pengamatan umum selama wawancara medik (anamnesis) dan merupakan modus utama
pemeriksaan fisik.
Palpasi yaitu mode meraba dan merasakan, dimana palpasi ringan digunakan untuk
menilai kulit dan struktur permukaan, variasi dari suhu permukaan, kelembaban, serta
kekeringan.
7
c) Palpasi Arteri Poplitea
Mintalah pasien menkuk lutut (posisi fleksi).Bisa dilakukan dengan pasien posisi
supine ataupronasi.Letakkan permukaan jari2-4 kedua belah tangan di fossa poplitea, tekan
dalam.Rasakanpulsasi terutama di jari tengah dan telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah
denyut, teratur atau tidak,keras atau pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.6,7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya
PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-invasif ABI
didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sistolik
pada lengan. Hasil pemeriksaan awal dalam setiap pasien yang diduga menderita PAD termasuk
mengukur indeks ankle-brachial (ABI). ABI dihitung dengan membagi pergelangan tekanan
sistolik tertinggi menggunakan dorsalis pedis atau tibialis posterior oleh tekanan sistolik
tertinggi dari kedua lengan. Diagnosis PAD didasarkan pada adanya gejala tungkai atau ABI.
Tingkat keparahan PAD didasarkan pada ABI saat istirahat dan selama latihan treadmill (1
sampai 2 mil / jam, 5 menit, atau gejala-terbatas) dan diklasifikasikan sebagai berikut:1,6,7
8
Normal: ABI saat istirahat 1,00-1,39
Borderline: ABI saat istirahat 0,91-0,99
Moderate to Moderate : ABI saat istirahat 0,41-0,90
Severe : ABI saat istirahat <0,40
TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien
diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik
tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30).1,6,7
3. Ultrasonografi dupleks
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring
perkembangan multidetector scanner (16- atau 64- slice). Sensitivitas dan Spesifisitas sekitar 95-
99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri
dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak,
kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis
dan fraktur stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien
dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.1,6,7
9
5. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Tata Laksana
Penanganan pasien PAD memiliki dua aspek, yang pertama adalah menangani gejala
yang spesifik tergantuk lokalisasinya dan menangani resiko komplikasi yang terkait dari lesi
dari gejala yang timbul. Kedua, menangani kemungkinan resiko pasien terkena penyakit
kardiovaskular lebih lanjut. Mencegah pasien terserang penyakit kardiovaskular lebih lanjut
merupakan hal yang penting, dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Penanganan dapat
dilakukan secara farmakologi maupun non farmakologi, misalnya, hentikan merokok, kontrol
diet dengan memperbanyak makanan sehat, olahraga dan kurangi berat badan berlebih.
Sedangkan penanganan farmakologi dapat diberikan obat antihipertensi, obat antitrombosis, dan
obat yang menurunkan kadar lemak darah. Pada pasien PAP dengan diabetes, harus dilakukan
kontrol asupan glukosa.7
Terapi Farmakologis
Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada seperti
menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi
farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika
berjalan.4,7
10
a) Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio
intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase inhibitor
(Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar
23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan
bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan.4,7
b) Anti hipertensi
c) Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan
kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan
penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily)
pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.4,7
11
Tindakan Bedah
a) Angioplasti
untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan dengan cara
mendorong plak ke dinding arteri.7
b) Operasi By-pass
bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan
angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan
tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.7
Diagnosis Banding
Buerger’s Disease
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.8
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya.
Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat.
Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila
ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering
mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak
atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.8
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang
patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul
12
progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena
bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan
kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang
bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.8
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan
penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi
putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit
buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.8
Critical limb ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling parah dari PAD, dan
diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami kondisi ini. CLI merupakan salah satu indikator
aterosklerosis berat yang meningkatkan risiko infark miokard, stroke dan kematian tiga kali
lipat. CLI ditandai dengan kondisi kronis (≥2 minggu) nyeri saat istirahat (ischemic rest pain),
luka/ulkus yang tidak sembuh, atau gangren pada satu atau kedua kaki yang telah dibuktikan
secara objektif mengalami oklusi pada arteri.5 CLI berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi
kehilangan tungkai bawah (amputasi) jika tidak dilakukan revaskularisasi, sedangkan
claudication jarang memburuk hingga dibutuhkannya tindakan amputasi.9
Gout Artritis
Gout Artritis adalah penimbunan kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan
jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya peradangan atau inflamasi pada gout
artritis. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) merupakan faktor utama
terjadinya artritis gout. Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Gejalanya bersifat monoartikuler dengan
keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa
demam, menggigil dan cepat lelah, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak
dapat berjalan. Diagnosis artritis gout meliputi kriteria analisis cairan sinovial yaitu terdapat
kristal-kristal asam urat.10
13
Kesimpulan
Penyakit arteri perifer adalah suatu penyakit yang yang menyebabkan gangguan aliran
darah setelah keluar dari jantung. Sering menyebabkan gangguan pada pembuluh darah pada
ekstremitas bawah akibat aterosklerosis dan menimbulkan nyeri ketika berjalan. Faktor resiko
diantaranya adalah merokok, dislipidemia, dan diabetes yang menurut penelitian memperburuk
prognosis dari pasien PAP. Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan Ankle
Brachial Index (ABI) karena akurat dan tidak invasif. Pasien PAP diberi penanganan terhadap
gejala yang timbul pada ekstremitas bawahnya, terapi farmakologis, dan terapi non
farmakologis.
14
Daftar Pustaka
1. Reksodiputro H, Rudijanto A, Madjid A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
3. Aboyans V, Ricco JB, Bartelink MLEL, Bjorck M, Brodmann M, Cohnert T, et al. 2017
ESC guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral arterial diseases, in collaboration
with the European Society for Vascular Surgery. Eur Heart J.2017;096:8-15
5. Harrison Tr, Braunwald E, Longo DL. Harrison's principles of internal medicine. 19th Ed.
AUSA: McGraw Hill; 2015.
6. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial
disease : diagnosis and management. August, 2012. UK
9. Haykal TB. Diagnostik noninvasive pada penyakit arteri perifer. Departemen Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Haji
Adam Malik. 2017
10.Habibie YA. Peripheral arterial disease; what should we know?. Banda Aceh: Nasional
Symposium & Workshop; 2017.
15