Anda di halaman 1dari 15

Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Arteri Perifer Ekstremitas Bawah

dengan Keluhan Klaudikasio


F4
Wira Candika 102016211
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
email: wiracandika @gmail.com

Abstrak

Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah penyakit oklusi arteri kronis yang disebabkan
oleh aterosklerosis. Penyakit ini akan menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah
sehingga berkurangnya atau bahkan hilangnya pulsasi pada bagian distal dari arteri yang
mengalami stenosis. Gejala yang biasanya timbul yaitu sakit saat berjalan (klaudikasio) dan
membaik saat istirahat. Dalam keadaan yang berat rasa sakit dirasakan meski dalam keadaan
istirahat maupun berbaring, adanya atrofi dan terdapat gangren. Pemeriksaan yang paling
sering digunakan untuk mendiagnosis PAP yaitu dengan melakukan pemeriksaan Ankle-
Brachial Index (ABI). Penatalaksanaan yang dapat digunakan dengan melakukan modifikasi
gaya hidup, antiplatelet, dan terapi untuk memperbaiki gejala klaudikasio.

Kata kunci: aterosklerosis, penyakit arteri perifer, ABI

Abstract

Peripheral Artery Disease (PAP) is a chronic arterial occlusion disease caused by


atherosclerosis. This disease will cause disruption of blood flow so that the reduction or even
loss of pulsation in the distal part of the arteries that have stenosis is reduced. Symptoms that
usually arise are pain when walking (claudication) and improve at rest. In severe
circumstances the pain is felt even when resting or lying down, there is atrophy and there is
gangrene. The most commonly used examinations for diagnosing PAP are by checking the
Ankle-Brachial Index (ABI). Management can be used with lifestyle modification,
antiplatelet, and therapy to improve claudication symptoms.

Keywords: atherosclerosis, peripheral arterial disease, ABI

1
Pendahuluan

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah suatu gangguan pembuluh darah yang keluar dari
jantung dan aorta. Sering kali mengenai ekstremitas bawah, menyebabkan pasien yang
menderita PAP terbatas secara fisik, dan kesehariannya terganggu karena pasien PAP
kebanyakan mengalami nyeri saat berjalan dan membaik ketika beristirahat, walaupun ada
sebagaian pasien yang tidak menunjukkan gejala tersebut. PAP terjadi karena adanya proses
aterosklerosis pada pembuluh darah, faktor resikonya adalah merokok, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Tinjauan pustaka ini akan membahas lebih lanjut mengenai PAP, gejalanya,
dan tata laksananya sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa.

Isi

Penyakit Arteri Perifer

Penyakit arteri perifer adalah seluruh penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit arteri perifer terdiri dari penyakit pada arteri
karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aortoiliaka,
termasuk ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Keluhan pada penyakit arteri perifer paling
sering ditemukan pada ekstremitas bawah.1

Penyakit pada arteri ekstremitas bawah biasanya diakibatkan oleh aterosklerosis.


Pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis akan mengalami penyempitan karena ada
penumpukan plak pada lapisan endotel pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi
terhambat. Arteri pada ekstremitas bawah yang mengalami aterosklerosis akan kekurangan
suplai oksigen yang dibutuhkan ketika beraktivitas, menyebabkan rasa cepat lelah hingga
nyeri ketika berjalan.2

Epidemiologi

Diperkirakan sekitar 202 juta orang menderita LEAD (Lower Extremity Artery
Disease) dimana 40 juta diantaranya ada di Eropa. LEAD biasanya muncul pada usia diatas
50 tahun dan kemungkinan terkena LEAD lebih tinggi lagi setelah mencapai usia 65 tahun.
Pada negara maju, LEAD yang simtomatis lebih umum ditemukan pada pria, sedangkan pada
negara berkembang lebih sering ditemukan pada wanita.3

2
Etiologi

Etiologi dari LEAD dapat dibagi menjadi beberapa penyebab, yaitu, vaskular,
neurogenik, dan gangguan muskuloskeletal. Keluhan karena kelainan vaskular bisa
menimbulkan klaudikasio, klaudikasio atipikal, dan nyeri saat beristirahat. Penyebab utama
dari klaudikasio intermiten adalah aterosklerosis pada arteri perifer, dalam hal ini adalah
arteri pada ekstremitas bawah. Nyeri akibat kelainan neurogenik biasanya berhubungan
dengan saraf pada tulang belakang atau adanya neuropati. Pada kelainan muskuloskeletal
meliputi tulang, persendian, ligamen, tendon, dan sebagainya. Tingkat keparahan LEAD
dapat diklasifikasikan dalam table Fontaine dan Rutherford.4

Tabel 1. Penyebab Klaudikasio4’

Tabel 2. Klasifikasi Fontaine dan Rutherford4

3
Patofisiologi

PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel
yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia,
inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses
patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak di dunia adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium
sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan
menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi
monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam
pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang
menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur
proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.5
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling
penting yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO).
NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi
penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos
pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata
terganggu pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer.5
Nikotin pada rokok dapat melepaskan asam lemak bebas, meningkatkan konversi VLDL
menjadi LDL, merusak pembersihan LDL dan / atau dengan mempercepat metabolisme
HDL. Nikotin juga dapat mempengaruhi trombosit dengan meningkatkan pelepasan
epinefrin, yang dikenal untuk meningkatkan reaktivitas platelet dengan menghambat
prostasiklin, sebuah anti aggregatory hormon disekresikan oleh sel endotel. Atau dengan
meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, dengan demikian meningkatkan turbulensi
darah, nikotin dapat mempromosikan secara endotel. Nikotin dapat memperburuk penyakit
pembuluh darah perifer dengan konstriksi arteri dan / atau dengan menginduksi trombosis
lokal. Apabila keadaan iskemi terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan mengalami

4
nekrosis. Pada keadaan nekrosis yang cukup lama akan terjadi perubahan menjadi gangren
karena adanya peran bakteri. Saat istirahat rasa nyeri menghilang akibat adanya perbedaan
tekanan menjadi lebih rendah karena pada respirasi normal tidak terjadi akumulasi ion H+
sehingga mengakibatkan hilangnya rasa nyeri.5

Gambaran Klinis

Gejala yang timbul akibat PAP bisa gejala tipikal seperti nyeri, gejala atipikal, dan
asimtomatik. Gejala dari PAP dapat berupa gejala tipikal yaitu klaudikasio atau atipikal.
Tingkat keparahan dari gejala klaudikasio yang muncul tergantung dari banyaknya stenosis,
sirkulasi pembuluh darah kolateral dan instensitas aktivitas yang melibatkan ekstremitas
bawah. Pasien dengan klaudikasio dapat mengalami nyeri pada bagian bokong, pinggang,
paha, betis, atau telapak kaki. Pasien dengan penyakit oklusi aortoiliaka memiliki gejala nyeri
pada bokong, pinggang, dan paha. Gejala tersebut berkaitan pada kelemahan pada pinggang
dan paha pada saat berjalan. Penyakit aortoiliaka bilateral menyebabkan disfungsi ereksi pada
pria. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bruit pada daerah arteri iliaka dan arteri
femoral, adanya atrofi otot, dan proses penyembuhan luka berlangsung lebih lama.
Aterosklerosis pada arteri femoralis dapat menyebabkan klaudikasio pada paha, betis, atau
keduanya. Keluhan ini disertai dengan melemahnya denyut nada pada bagian yang lebih
distal. Klaudikasio pada daerah betis merupakan keluhan yang paling sering terjadi.
Digambarkan seperti sakit saat kram dan secara konsisten timbul ketika beraktivitas dan neri
hilang saat istirahat. Nyeri kram pada betis bagian atas biasanya disebabkan oleh stenosis
arteri femoralis superficialis, sedangkan nyeri pada bagian bawah betis berhubungan dengan
kelainan pada arteri poplitea. Klaudikasio pada kaki sering disebabkan oleh penyakit oklusi
arteri tibialis dan pembuluh peroneal.4

Beberapa pasien memiliki gejala atipikal karena adanya komorbiditas, tidak terlalu
aktif secara fisik, dan perubahan dalam mepersepsikan nyeri. Dalam sebuah penelitian yang
melibatkan 460 pria dan wanita dengan PAP, gejala gejala PAP dapat dikelompokkan sebagai
berikut:4

1. Klaudikasio klasik: Nyeri pada betis saat berjalan dan nyeri akan berkurang saat
istirahat kurang lebih selama 10 menit (33%).

5
2. Nyeri kaki atipikal pada saat beraktivitas tipe 1: Nyeri yang timbul mirip dengan nyeri
pada klaudikasio klasik, tetapi tidak menyebabkan pasien berhenti berjalan (9%).
3. Nyeri kaki atipikal pada saat beraktivitas tipe 2: Nyeri yang timbul mirip dengan nyeri
pada klaudikasio klasik, tetapi tidak melibatkan betis dan tidak membaik dengan
beristirahat selama 10 menit (20%).
4. Nyeri kaki ketika beraktivitas dan istirahat (19%).
5. Tidak ada nyeri saat beraktivitas dan aktif secara fisik (14%).
6. Tidak ada nyeri saat beraktivitas dan kurang aktif secara fisik (6%).

Jika dibandingkan dengan pasien klaudikasio klasik, pasien yang mengalami nyeri pada
ekstremitas bawahnya saat beraktivitas maupun saat beristirahat cenderung memiliki
diabetes, neuropati atau stenosis spinal bersamaan dengan PAP. Kemampuan secara fisik
harus dievaluasi secara rutin pada pasien yang asimtomatik karena tidak adanya gejala yang
timbul.4

Faktor Resiko

Merokok adalah salah satu faktor resiko yang paling berperan dalam kasus PAP.
Resiko semakin meningkat dengan meningkatnya intensitas seseorang merokok. Merokok
juga berhubungan erat dengan penyakit pada arteri karotis, misalnya stenosis pada arteri
karotis. Anak kecil yang sering terpapar asap rokok dari orangtuanya atau lingkungannya
akan meningkatkan resiko terkena PAP pada saat anak tersebut dewasa. Selain itu, merokok
juga berhubungan dengan pembentukan plak pada pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah renalis dan lower extremity artery disease
(LEAD).4

Peningkatan kadar LDL dan penurunan HDL berhubungan dengan meningkatnya


resiko terkena PAP, baik simtomatis maupun asimtomatis. Kadar kolesterol tinggi juga
meningkatkan kemungkinan seseorang terkena LEAD. Seseorang dengan diabetes memiliki
resiko lebih besar terserang PAP dan resiko meingkat seiringan dengan lamanya durasi
diabetes. Prognosis pasien PAP dengan diabetes juga lebih buruk daripada pasien PAP tanpa
disertai diabetes, dikarenakan resiko infeksi dan amputasi lebih tinggi.4

6
Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum dan TTV dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai
keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang keadaan
pasien (compos mentis, apatis, somnolen, sopor, atau koma).
 Inspeksi yang membutuhkan penggunaan mata pemeriksa secara kritis, dimulai dengan
pengamatan umum selama wawancara medik (anamnesis) dan merupakan modus utama
pemeriksaan fisik.
 Palpasi yaitu mode meraba dan merasakan, dimana palpasi ringan digunakan untuk
menilai kulit dan struktur permukaan, variasi dari suhu permukaan, kelembaban, serta
kekeringan.

a) Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer


Lakukanlah Inspeksi secara menyeluruh terhadap system sirkulasi pada darah tepi
amati dengan seksama bentuk, ukuran, simetrisitas, ada tidak bendungan atau pembengkakan
padapembuluh darah vena di bawah kulit.Prioritaskan pada ke empat ekstrimitas superior dan
posterior.Jangan lupa memperhatikan warna kulit, tekstur kulit serta kuku. Gangguan perfusi
jaringan yanglama akan tampak perbedaan pada ujung-ujung ekstrimitas. Tampak lebih gelap
dan tekstur kasarmisal pada kaki penderita Dibetes Mellitus (DM) akibat vaskulopathy . Pada
kuku pemeriksa amati warna, bentuk serta kelaianan jika ada pada kuku tersebut. Warnanya
apakah pucat atau bahkansianosis (kebiruan).Terjadinya clubbing finger (jari tabuh) dimana
jika kedua kuku bersesuaian keduatangan yang berbeda di tempelkan menghilangnya celah
kuku dan terbentuk sudut di distal ujung kuku akibat jari regio distal phalank dan kuku
menggelembung (rounded and bulbous).seperti ujungstik drum pada penderita hipoksia yang
lama/kronis.6,7

b) Palpasi Arteri Radialis


Untuk mempalpasi arteri radialis gunakanlah permukaan jari 2 dan jari 3 diletakkan
pada bagian flexor, lateral lengan (pergelangan tangan sebelah luar).Rabalah kedua tangan
kanan dan kiri secara bersamaan.Bandingkan apakah denyut nadi sam/serentak. Jika sama
baru mulailah menilai nadi tangan sebelah kanan/ kiri bergantian. hitunglah denyut nadi per
menit, teratur tidaknya, kuat lemahnya/ isi dan tegangan cukup. Nilailah apakah kondisi nadi
tersebut dalam keadaan normal untuk masing-masing sisi.6,7

7
c) Palpasi Arteri Poplitea
Mintalah pasien menkuk lutut (posisi fleksi).Bisa dilakukan dengan pasien posisi
supine ataupronasi.Letakkan permukaan jari2-4 kedua belah tangan di fossa poplitea, tekan
dalam.Rasakanpulsasi terutama di jari tengah dan telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah
denyut, teratur atau tidak,keras atau pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.6,7

d) Palpasi arteri dorsalis pedis


Gunakan permukaan volar jari 2 dan jari 3, diletakkan pada dorsum kaki, lateral dari
tendonekstensor ibu jari kaki. Hitunglah jumlah denyut, keteraturan, keras lemahnya
denyutan arteri.Bandingkan untuk kedua sisi.6,7

e) Capillary Refill Time (CRT)


CRT dilakukan untuk menilai perfusi jaringan.Mulailah dengan meletakkan tangan
lebihtinggi dari jantung.Tekan kuku pasien dengan menggunakan telunjuk dan ujung kuku
ibu jari tangandominan pemeriksa.Tekanlah selama 5 detik (sampai berwarna putih)
kemudian lepaskan.Amatidan hitung waktu sampai kuku berubah seperti semula.Evaluasi
hasil.bandingkanlah untuk tangansebelahnya.Normalnya, CRT < 2 detik. Jika terjadi
pemanjangan CRT menunjukkan gangguan padaperfusi jaringan misalnya pada pasien
syok.6,7

Pemeriksaan Penunjang

1. Ankle Brachial Indeks

Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya
PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-invasif ABI
didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sistolik
pada lengan. Hasil pemeriksaan awal dalam setiap pasien yang diduga menderita PAD termasuk
mengukur indeks ankle-brachial (ABI). ABI dihitung dengan membagi pergelangan tekanan
sistolik tertinggi menggunakan dorsalis pedis atau tibialis posterior oleh tekanan sistolik
tertinggi dari kedua lengan. Diagnosis PAD didasarkan pada adanya gejala tungkai atau ABI.
Tingkat keparahan PAD didasarkan pada ABI saat istirahat dan selama latihan treadmill (1
sampai 2 mil / jam, 5 menit, atau gejala-terbatas) dan diklasifikasikan sebagai berikut:1,6,7

8
 Normal: ABI saat istirahat 1,00-1,39
 Borderline: ABI saat istirahat 0,91-0,99
 Moderate to Moderate : ABI saat istirahat 0,41-0,90
 Severe : ABI saat istirahat <0,40

2. Toe-Brachial Index (TBI)

TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien
diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik
tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30).1,6,7

3. Ultrasonografi dupleks

Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri


perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik
sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat
pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana
sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD
berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat
menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh
darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga dapat
digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut merupakan suatu resiko
tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi
endovascular.1,6,7

4. Computed Tomographic Angiography (CTA)

Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring
perkembangan multidetector scanner (16- atau 64- slice). Sensitivitas dan Spesifisitas sekitar 95-
99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri
dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak,
kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis
dan fraktur stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien
dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.1,6,7

9
5. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap


kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level
of Evidence A) ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan
gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al, 2006). Modalitas
pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-
based contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada
CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi stenosis
arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.1,6,7

Tata Laksana

Penanganan pasien PAD memiliki dua aspek, yang pertama adalah menangani gejala
yang spesifik tergantuk lokalisasinya dan menangani resiko komplikasi yang terkait dari lesi
dari gejala yang timbul. Kedua, menangani kemungkinan resiko pasien terkena penyakit
kardiovaskular lebih lanjut. Mencegah pasien terserang penyakit kardiovaskular lebih lanjut
merupakan hal yang penting, dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Penanganan dapat
dilakukan secara farmakologi maupun non farmakologi, misalnya, hentikan merokok, kontrol
diet dengan memperbanyak makanan sehat, olahraga dan kurangi berat badan berlebih.
Sedangkan penanganan farmakologi dapat diberikan obat antihipertensi, obat antitrombosis, dan
obat yang menurunkan kadar lemak darah. Pada pasien PAP dengan diabetes, harus dilakukan
kontrol asupan glukosa.7

Terapi Farmakologis

Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada seperti
menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi
farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika
berjalan.4,7

10
a) Anti cholesterol

Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio
intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase inhibitor
(Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar
23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan
bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan.4,7

b) Anti hipertensi

Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker,


angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker (ARB), dan
calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman dan efektif;
mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan
gejala PAD yang bersamaan.4,7

c) Anti platelet

Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan
kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan
penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily)
pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.4,7

Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang menghambat


agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos pembuluh darah, memicu
vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA
telah memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan
klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong
setidaknya ½ jam sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang
umum dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung
(15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang dilakukan
penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gagal jantung.4,7

11
Tindakan Bedah

a) Angioplasti
untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan dengan cara
mendorong plak ke dinding arteri.7
b) Operasi By-pass
bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan
angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan
tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.7

Diagnosis Banding

Buerger’s Disease

Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.8

Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya


obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau
obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan.8

Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya.
Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat.
Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila
ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering
mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak
atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.8

Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang
patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul

12
progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena
bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan
kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang
bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.8

Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan
penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi
putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit
buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.8

Critical Limb Ischemia

Critical limb ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling parah dari PAD, dan
diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami kondisi ini. CLI merupakan salah satu indikator
aterosklerosis berat yang meningkatkan risiko infark miokard, stroke dan kematian tiga kali
lipat. CLI ditandai dengan kondisi kronis (≥2 minggu) nyeri saat istirahat (ischemic rest pain),
luka/ulkus yang tidak sembuh, atau gangren pada satu atau kedua kaki yang telah dibuktikan
secara objektif mengalami oklusi pada arteri.5 CLI berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi
kehilangan tungkai bawah (amputasi) jika tidak dilakukan revaskularisasi, sedangkan
claudication jarang memburuk hingga dibutuhkannya tindakan amputasi.9

Gout Artritis

Gout Artritis adalah penimbunan kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan
jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya peradangan atau inflamasi pada gout
artritis. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) merupakan faktor utama
terjadinya artritis gout. Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Gejalanya bersifat monoartikuler dengan
keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa
demam, menggigil dan cepat lelah, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak
dapat berjalan. Diagnosis artritis gout meliputi kriteria analisis cairan sinovial yaitu terdapat
kristal-kristal asam urat.10

13
Kesimpulan

Penyakit arteri perifer adalah suatu penyakit yang yang menyebabkan gangguan aliran
darah setelah keluar dari jantung. Sering menyebabkan gangguan pada pembuluh darah pada
ekstremitas bawah akibat aterosklerosis dan menimbulkan nyeri ketika berjalan. Faktor resiko
diantaranya adalah merokok, dislipidemia, dan diabetes yang menurut penelitian memperburuk
prognosis dari pasien PAP. Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan Ankle
Brachial Index (ABI) karena akurat dan tidak invasif. Pasien PAP diberi penanganan terhadap
gejala yang timbul pada ekstremitas bawahnya, terapi farmakologis, dan terapi non
farmakologis.

14
Daftar Pustaka

1. Reksodiputro H, Rudijanto A, Madjid A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.

2. Dikutip dari www.heart.org pada tanggal 24 September 2018

3. Aboyans V, Ricco JB, Bartelink MLEL, Bjorck M, Brodmann M, Cohnert T, et al. 2017
ESC guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral arterial diseases, in collaboration
with the European Society for Vascular Surgery. Eur Heart J.2017;096:8-15

4. Boras J, Brkljacic N, Ljubicic A, Ljubic S. Peripheral Arterial Disease. Zagreb: Vuk


Vrhovac University Clinic; 2010

5. Harrison Tr, Braunwald E, Longo DL. Harrison's principles of internal medicine. 19th Ed.
AUSA: McGraw Hill; 2015.

6. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial
disease : diagnosis and management. August, 2012. UK

7. ACCF/AHA Pocket guideline: Management of patients with peripheral artery disease


(lower extremity, renal, mesenteric, and abdominal aortic). November, 2011. USA

8. Nurtamin T. Penyakit Buerger. CDK-221 vol.41. Jakarta;10:749-51

9. Haykal TB. Diagnostik noninvasive pada penyakit arteri perifer. Departemen Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Haji
Adam Malik. 2017

10.Habibie YA. Peripheral arterial disease; what should we know?. Banda Aceh: Nasional
Symposium & Workshop; 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai