OLEH :
R014182049
Mengetahui :
B. ETIOLOGI
1. Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu
makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas,
ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi
karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat
besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan
penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat
pada masa pertumbuhan
seperti pada bayi, anak- anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan
zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan
oleh parasit.
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran
pencernaan, kulit dan urin
disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal
juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat
besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus (Masrizal,
2007)
C. PATOFISIOLOGI
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar
untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi
(feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa
habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya
jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang
khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan
konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum
yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila
kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara
mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi
Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan
(Dallman,1990)
D. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh
dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.
2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin
dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring (Fitriany &
Saputri, 2018)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit
(MCV, MCH, MCHC) menurun .
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar
hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan
anemia
gizi besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF
< 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (ST)
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum
merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat
besi, kadar besi menurun dan TIBC
meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang
tersebut defisiensi zat besi.
c. Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.
2. Hapus darah tepi menunjukkan
hipokromik mikrositik
3. Kadar besi serum (SI) menurun dan
TIBC meningkat , saturasi menurun
4. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
5. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik
meningkat
F. KOMPLIKASI
Anemia yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
komplikasi yang membahayakan. Salah satunya adalah masalah pada jantung,
seperti detak jantung yang cepat dan tidak beraturan. Kondisi ini dapat
memicu kardiomegali atau gagal jantung. Untuk wanita hamil, komplikasi yang
timbul dari anemia defisiensi besi adalah kelahiran prematur atau berat badan lahir
yang rendah pada bayi.
Pada bayi dan anak-anak, komplikasi yang dapat muncul adalah gangguan
pertumbuhan. Selain itu, anak-anak penderita anemia ini juga rentan terkena
infeksi. Kondisi ini dapat dicegah dengan memberi asi pada bayi selama 1 tahun,
dan memberi sereal yang diperkaya zat besi (setelah bayi berusia 6 bulan) sampai
bayi bisa mengonsumsi makanan padat lainnya.
G. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani
dalam jumlah
cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain
untuk mencegah anemia gizi besi.
Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan
250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses
pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan
yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
2. Suplementasi zat besi
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin
dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang
umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat.
(Masrizal, 2007)
H. ASKEP
1. Pengkajian Data Dasar
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penyebab
Kehilangan darah kronis
Riwayat urkus grastis kronis
Penggunaan kemoterapi
Gagal ginjal
Penggunaan antibiotik yang lama
Defisiensi nutrisi
Luka bakar yang luas
b. Pemeriksaan fisik
Gejala umum:
Keletihan, fatigue, kelemahan umum (menunjukan hipoksemia
jaringan).
Kulit dan membrane mukosa pucat
Lidah merah dan ada lesi pada defisiensi besi
Ulserasi mulut pada megaloblastik dan defisiensi besi
Kuku cekung, bergerigi, memutih pada defisiensi besi
Sakit kepala ringan , peka rangsang (menunjukan hipoksemia
serebral)
Status kardiologi
Kadar Hb yang rendah memacu jantung untuk memompa lebih
cepat dan kuat. Gejala: takikardi, palpitasi (menunjukan kepekaan
miokard karena hipoksemia), diespnea, pusing, ortopnea.
Tanda: Kardiomegali, hepatomegali, edema perifer
Sistem perncernaan
Keluhan : mual atau muntah, melena, diare, anoreksia, glositis
Pemeriksaan feses : ditemukan darah
Kaji periode dan jumlah menstruasi pada wanita
Kaji penggunaan suplemen zat besi pada kehamilan
System neurologi
Parestesia, ataksia, koordinasi buruk, bingung,
c. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap dibawah nilai normal (hemoglobin ,
hematokrit , trombosit dan sel darah merah ): pada mikrostik
hipokrom hematokrit kurang dari 27 %, kadar Hb kurang dari 9
g/dl.
Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi zat besi
(normal : 70-180 mg/dl)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin
Masa perdarahan memanjang
Aspirasi sumsum tulang : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah , ukuran dan bentuk
d. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana pengobatan
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian , diagnosis keperaatan yang muncul pada
klien sbb
a. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirimkan oksigen / nutrisi ke sel
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kegagalan untuk
mencerna
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
3. Intervensi
Diagnosis Keperawatan 1 : Perubahan perkusi jaringan b/d komponen seluler
yang diperlukan untuk pngiriman oksigen atau nutrisi ke sel.
Intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. awasi tanda vital, kaj pengisian
Memberikan informasi tentang derajad /
kapiler, warna kulit, membran
keadekuatan perfusi jaringan dan
mukosa, dan dasar kuku
membantu menentukan kebutuhan
intervensi
Kriteria evaluasi : pada klien dengan masalah keterbatasan aktifitas sebagai berikut :
1. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
2. Klien menunujukkan penurunan fisiologis intoleransi, yaitu
nadi, pernafasan dan tekanan darah masih dalam rentan normal
klien.
Inrervensi keperawatan
Intervensi Rasional
Mandiri
Tujuan : agar kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dan tidak terdapat penurunan
berat badan pada klien.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.
2. Memakan makanan tinggi protein, kalori, dan vitamin.
3. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
4. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal.
5. Tidak mengalami tanda malnutrisi
6. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat
badan yang sesuai.
Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
Mandiri
Kolaborasi
Diagnosa keperawatan 4 : Resiko tinggi infeksi b/d pertahanan sekunder yang tidak
adekuat
Tujuan : Pada klien ini bertujuan agar klien tidak mengalami penyebaran infeksi.
Kriteria evaluasi : pada klien dengan masalah infeksi sebagai berikut :
1. Meningkatnya penyembuhan luka
2. Bebas drainase purulen
3. Tidak ada eritema
4. Tidak demam
Intervensi keperwatan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik Mencegah kontaminasi silang
oleh pemberi perawat dan klien
2. Pertahankan teknik dan aseptik Menurunkan resiko infeksi
ketat pada prosedur/perawatan
luka
3. Pantau tanda vital dengan ketat Deteksi dini adanya tanda-tanda
infeksi
I. PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia defisiensi besi. Jurnal Averrous, 4(2).
Retrieved from
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/viewFile/1033/552