Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA DEFISIENSI BESI + MIX DEVELOPMENT DELAY

POLIKLINIK MOTHER AND CHILD

RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH :

ZAKIRAH UMMU AIMAN

R014182049

Mengetahui :

Preseptor Klinik Preceptor Institusi

( ) Tuti Seniwati, S.Kep., Ns., M.Kes

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
A. DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal.
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh.
Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti
orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala
fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup
untuk membentuk sel- sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar
hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi. (Masrizal, 2007)

B. ETIOLOGI
1. Asupan zat besi

Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu
makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas,
ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi
karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi

Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat
besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan
penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat

Kebutuhan akan zat besi akan meningkat 
pada masa pertumbuhan
seperti pada bayi, anak- anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan
zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan
oleh parasit. 

4. Kehilangan zat besi

Kehilangan zat besi melalui saluran 
pencernaan, kulit dan urin
disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal
juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat
besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus (Masrizal,
2007)

C. PATOFISIOLOGI
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar
untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi
(feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa
habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya
jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang
khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan
konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum
yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila
kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara
mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi
Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan
(Dallman,1990)
D. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh
dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.
2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin
dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring (Fitriany &
Saputri, 2018)

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit 
(MCV, MCH, MCHC) menurun .
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar
hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan
anemia
gizi besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF
< 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (ST)

Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum
merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat
besi, kadar besi menurun dan TIBC
meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang
tersebut defisiensi zat besi.
c. Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.
2. Hapus darah tepi menunjukkan 
hipokromik mikrositik 

3. Kadar besi serum (SI) menurun dan 
TIBC meningkat , saturasi menurun 

4. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat 

5. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik 
meningkat 


F. KOMPLIKASI
Anemia yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
komplikasi yang membahayakan. Salah satunya adalah masalah pada jantung,
seperti detak jantung yang cepat dan tidak beraturan. Kondisi ini dapat
memicu kardiomegali atau gagal jantung. Untuk wanita hamil, komplikasi yang
timbul dari anemia defisiensi besi adalah kelahiran prematur atau berat badan lahir
yang rendah pada bayi.
Pada bayi dan anak-anak, komplikasi yang dapat muncul adalah gangguan
pertumbuhan. Selain itu, anak-anak penderita anemia ini juga rentan terkena
infeksi. Kondisi ini dapat dicegah dengan memberi asi pada bayi selama 1 tahun,
dan memberi sereal yang diperkaya zat besi (setelah bayi berusia 6 bulan) sampai
bayi bisa mengonsumsi makanan padat lainnya.

G. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani
dalam jumlah 
cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain
untuk mencegah anemia gizi besi. 

Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan
250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses
pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan
yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. 

2. Suplementasi zat besi

Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin 
 dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang
umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat.
(Masrizal, 2007)

H. ASKEP
1. Pengkajian Data Dasar
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penyebab
 Kehilangan darah kronis
 Riwayat urkus grastis kronis
 Penggunaan kemoterapi
 Gagal ginjal
 Penggunaan antibiotik yang lama
 Defisiensi nutrisi
 Luka bakar yang luas
b. Pemeriksaan fisik
Gejala umum:
 Keletihan, fatigue, kelemahan umum (menunjukan hipoksemia
jaringan).
 Kulit dan membrane mukosa pucat
 Lidah merah dan ada lesi pada defisiensi besi
 Ulserasi mulut pada megaloblastik dan defisiensi besi
 Kuku cekung, bergerigi, memutih pada defisiensi besi
 Sakit kepala ringan , peka rangsang (menunjukan hipoksemia
serebral)
Status kardiologi
 Kadar Hb yang rendah memacu jantung untuk memompa lebih
cepat dan kuat. Gejala: takikardi, palpitasi (menunjukan kepekaan
miokard karena hipoksemia), diespnea, pusing, ortopnea.
 Tanda: Kardiomegali, hepatomegali, edema perifer
Sistem perncernaan
 Keluhan : mual atau muntah, melena, diare, anoreksia, glositis
 Pemeriksaan feses : ditemukan darah
 Kaji periode dan jumlah menstruasi pada wanita
 Kaji penggunaan suplemen zat besi pada kehamilan
System neurologi
 Parestesia, ataksia, koordinasi buruk, bingung,
c. Pemeriksaan diagnostik
 Jumlah darah lengkap dibawah nilai normal (hemoglobin ,
hematokrit , trombosit dan sel darah merah ): pada mikrostik
hipokrom hematokrit kurang dari 27 %, kadar Hb kurang dari 9
g/dl.
 Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi zat besi
(normal : 70-180 mg/dl)
 Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin
 Masa perdarahan memanjang
 Aspirasi sumsum tulang : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah , ukuran dan bentuk
d. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana pengobatan
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian , diagnosis keperaatan yang muncul pada
klien sbb
a. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirimkan oksigen / nutrisi ke sel
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kegagalan untuk
mencerna
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan sekunder

3. Intervensi
Diagnosis Keperawatan 1 : Perubahan perkusi jaringan b/d komponen seluler
yang diperlukan untuk pngiriman oksigen atau nutrisi ke sel.

Tujuan: perfusi jaringan klien berada pada keadaan normal

Kriteria evaluasi : Klien menunjukkan perkusi jaringan yang adekuat sebagai


berikut
a. Tanda vital stabil
b. Membran mukosa warna merah muda
c. Pengisian kapiler baik
d. Urin output adekuat
e. Status mental normal

Intervensi keperawatan

Intervensi Rasional

Mandiri
1. awasi tanda vital, kaj pengisian
Memberikan informasi tentang derajad /
kapiler, warna kulit, membran
keadekuatan perfusi jaringan dan
mukosa, dan dasar kuku
membantu menentukan kebutuhan
intervensi

1. Tinggikan tempat tidur sesuai Meningkatkan ekspansi paru dan


toleransi memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler

2. Awasi upaya pernafasan : Dipsnea gemericik menunjukan gagal


auskultasi bunyi nafas jantung kanan regangan jantung lama /
peningkatan konpensasi curah jantung

3. Selidiki peluhan nyeri dada, Iskemia seluler memengaruhi jaringan


palpitasi miokardial

4. Kaji adanya respon verbal yang Dapat mengindikasikan gangguan fungsi


melambat, mudah terangsang, serebral karna hipoksia atau defisiensi vit
agitasi, ganguan memori dan B12
bingung
5. Catat keluhan rasa dingin, Vasokontriksi menurunkan sirkulasi
pertahankan suhu lingkungan dan perifer. kenyamanan klien atau kebutuhan
tubu hangat sesuai indikasi rasa hangat harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas
berlebihan pencetus vasodilatasi

6. Hindari penggunaan bantalan Termoreseptor jaringan dermal dangkal


penghangat atau botol air panas. karna gangguan oksigen.
ukur suhu air mandi dengan
termometer
Kolaborasi

7. Awasi pemeriksaan laboratorium Mengidentifikasi defisiensi dan


(Hb, ht, jumlah sel darah merah kebutuhan pengobatan atau respon
,dan AGD) terhadao terapi

8. Berikan sel darah merah lengkap/ Meningkatkan jumlah sel pembawah


packed, produk darah sesuai oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
indikasi, dan awasi secara ketat menurunkan resiko perdarahan
untuk komplikasi transfusi

9. Berikan oksigen tambahan sesuai Memaksimalkan transpor oksigen ke


indikasi jaringan

10. Siapkan intrvensi pembedahan Transplantasi sumsum tulang dilakukan


sesuai indikasi pada kegagalan sumsum tulang / anemia
aplastik

Diagnosa Keperawatan 2 : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen


dan kebutuhan

Tujuan : agar klien dapat beraktifitas kembali.

Kriteria evaluasi : pada klien dengan masalah keterbatasan aktifitas sebagai berikut :
1. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
2. Klien menunujukkan penurunan fisiologis intoleransi, yaitu
nadi, pernafasan dan tekanan darah masih dalam rentan normal
klien.

Inrervensi keperawatan

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji kemampuan klien untuk Mempengaruhi pemilihan inervensi


melakukan tugas/aktifitas sehari-hari
normal, catat laporan kelelahan,
keletihan, dan kelihan menyelesaikan
tugas.
2. Kaji kehilangan/ gangguan Menunjukkan perubahan neurologis
keseimbangan gaya jalan, kelemahan karena defisiensi vitamin B 12
otot. memengaruhi keamanan klien

3. Awasi tekanan darah, nadi, Manifestasi kardio pulmonal dari upaya


pernafasan selama dan sesudah jantung dan paru untuk membawa
aktifitas, serta catat respon terhadap jumlah oksigen ke jaringan
tingkat aktifitas
4. Berikan lingkungan yang tenang, Meningkatkan istirahat untuk
pertahankan tira baring bila menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
diindikasikan. Pantau dan batasi dan menurunkan regangan jantung dan
pengunjung, telfon, dan gangguan paruh
berulang tindakan yang tidak
direncanakan
5. Ubah posisi klien dengan perlahan Hipotensi postural/ hipotensi serebral
dan pantau terhadap pusing dapat menyebabkan pusing

6. Prioritaskan jadwal asuhan Mempertahankan tingkat energi dan


keperawatan untuk meningkatkan meningkatkan regangan pada sistem
istirahat jantung dan pernafasan

7. Berikan bantuan dalam aktifitas bila .membantu aktifitas pasien untuk


perlu melatih kebiasaannya bila perlu

8. Anjurkan klien untuk menghentikan Stres kardio pulmonal berlebihan dapat


aktifitas bila palpitasi, nyeri dada, menimbulkan
nafas pendek, dan kelemahan/pusing kegagalan/deskompensasi
jika terjadi

Diagnosis Keperawatan 3 : Peruabahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna makanan

Tujuan : agar kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dan tidak terdapat penurunan
berat badan pada klien.

Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai
laboratorium normal.
2. Memakan makanan tinggi protein, kalori, dan vitamin.
3. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
4. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal.
5. Tidak mengalami tanda malnutrisi
6. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat
badan yang sesuai.
Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk Mengidentifikasi defisiensi dan


makan yang disukai. menentukan intervensi.

2. Observasi dan catat masukan Mengawasi masukan kalori.


makanan klien.
3. Timbang berat badan tiap hari. Mengawasi penurunan berat badan dan
efektivitas intervensi nutrisi.

4. Berikan makan sedikit-sedikit Makan sedikit-sedikit dapat menurunkan


namun frekuensinya sering. kelemahan dan meningkatkan pemasuka,
juga mencegah distensi gaster.

5. Observasi dan cata kejadian mual Gejala GI dapat menunjukkan efek


muntah, flatus dan gejala lain yang anemia (hipoksia) pada organ.
berhubungan.
6. Berikan dan bantu hygiene mulut Meningkatkan nafsu makan dan
yang baik sebelum dan sesudah pemasukan oral, menurunkan
makan. pertumbuhan bakteri, dan meminimalkan
kemungkinan infeksi.

Kolaborasi

7. Konsul dengan ahli gizi. Membantu dalam membuat rencana dari


untuk memenuhi kebutuhann individual.

8. Pantau pemeriksaan laboratorium: Meningkatkan efektivitas program


Hb/Ht, BUN, albumin, protein, pengobatan.
transferin, besi serum, B12, asam
folat.
9. Berikan obat sesuai indikasi: Kebutuhan penggantian bergantung pada
 Vitamin dan suplemen mineral; tipe anemia atau adanya masukan oral
 Tambahan besi oral yang buruk.

 Berguna pada anemia defisiensi


besi.
10. Beriken diet halus; rendah serat; Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi
menghindari makanan panas, tipe makanan yang dapat ditoleransi
pedas, atau terlalu asam. klien.

11. Berikan suplemen nutrisi Meningkatkan masukan protein dan


kalori

Diagnosa keperawatan 4 : Resiko tinggi infeksi b/d pertahanan sekunder yang tidak
adekuat
Tujuan : Pada klien ini bertujuan agar klien tidak mengalami penyebaran infeksi.
Kriteria evaluasi : pada klien dengan masalah infeksi sebagai berikut :
1. Meningkatnya penyembuhan luka
2. Bebas drainase purulen
3. Tidak ada eritema
4. Tidak demam
Intervensi keperwatan
Intervensi Rasional

Mandiri
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik Mencegah kontaminasi silang
oleh pemberi perawat dan klien
2. Pertahankan teknik dan aseptik Menurunkan resiko infeksi
ketat pada prosedur/perawatan
luka
3. Pantau tanda vital dengan ketat Deteksi dini adanya tanda-tanda
infeksi

4. Tingkatkan masukan nutrisi Meningkatkan pertahanan alamiah


adekuat
5. Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan pemajangan terhadap
patogen infeksi lain
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall
Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
a. Infeksi tidak terjadi.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
d. Peningkatan perfusi jaringan.
e. Dapat mempertahankan integritas kulit.
f. Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
g. Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan
rencana pengobatan.

I. PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA

Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia defisiensi besi. Jurnal Averrous, 4(2).
Retrieved from
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/viewFile/1033/552

Masrizal. (2007). Anemia defisiensi besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 140–145.

Anda mungkin juga menyukai