Anda di halaman 1dari 23

Kepada Yth:

Dr.dr. Ari Lukas Runtunuwu, Sp.A (K)


Dibacakan tanggal September 2019
LAPORAN KASUS Oleh: Chrisly Moses Palar

BRONKOPNEUMONIA BERAT PADA BAYI

Oleh:

ChrislyMoses Palar
15014101246

Supervisor Pembimbing:

Dr.dr. Ari Lukas Runtunuwu, Sp.A (K)

Residen Pembimbing
dr. Beatrice Koesmarsono

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus panjang dengan judul:


“Bronkopenumonia Beratpada Bayi”

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada tanggalSeptember2019

Mengetahui:
Residen Pembimbing

dr. Beatrice Koesmarsono

Supervisor Pembimbing

Dr.dr. Ari Lukas Runtunuwu, Sp.A (K)

Kepala Bagian

Dr. dr. Rocky Wilar, Sp.A(K)


BAB I
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada


bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak
balita dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenza.1
Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
serius dan merupakan penyebab kematian utama pada anak terutama di negara berkembang.2
Pneumonia bertanggung jawab atas 15% dari seluruh kematian pada balita dan merupakan
penyebab kematian 920.000 anak pada tahun 2015, mayoritas berusia dibawah dua tahun.Di
Indonesia pada tahun 2015, sebanyak 25.000 kematian balita disebabkan oleh pneumonia.3,4
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) merupakan bakteri patogen yang paling
umum didapatkan pada pneumonia, diikuti oleh Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma
pneumoniae. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,Staphylococcus aureus,
dan Bordotella Pertusis merupakan penyebab utama penderita dirawat inap dan kematian
oleh karena pneumonia pada anak-anak di negara berkembang. Sedangkan penyebab oleh
virus, virus parainfluenza, Rhinovirus dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan
patogen utama, khususnya pada anak dibawah 3 tahun.5,6
Pasien yang datang mencari pertolongan medis bervariasi dengan tingkat keparahan ringan
sampai yang sangat berat.Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan penatalaksanaan harus
dilaksanakan secara tepat dan sesegera mungkin.Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang baik, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif
dan efisien sehingga mengurangi mortalitas pada pasien bronkopneumonia.
Berikut disampaikan laporan kasus pada seorang bayi laki-laki 1 bulan dengan
diagnosis bronkopneumonia berat dirawat di RSUP Prof R. D. Kandou.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nomor register : 51.61.73
Nama pasien : By Manembu Vira II
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 11-07-2019
Umur : 1 bulan
Agama : Kristen Protestan
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Minahasa
Alamat : Tareran
Pasien MRS tanggal 26Agustus 2019, jam 03.15 WITA, masuk ke ruangan PICU. Pasien
rujukan dari RS Bhayangkara.

B. IDENTITAS ORANG TUA


AYAH IBU

Nama HR VM
Umur 22 tahun 21 tahun
Pekerjaan Tidak kerja Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMA SMA
Agama Kristen Protestan Kristen Protestan
Suku bangsa Minahasa Minahasa
Pernikahan I I

2
C. FAMILY TREE

Keterangan :

1. Ayah Laki-laki 22 tahun Sehat


2. Ibu Perempuan 21 tahun Sehat
3. Kakak Laki-laki 1 bulan Sehat
4. Pasien Laki-laki 1 bulan Sehat

D. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama
Demam sejak 2 harisebelum masuk rumah sakit
Batuk sejak 4 harisebelum masukrumah sakit
Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dirasakan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca maupun aktifitas, Sesak dikatakan pernah dirasakan 2 minggusebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga memiliki riwayat demam mendadak tinggi. Demam
turun dengan pemberian obat penurun demam. Pasien juga batuk dan dikeluhkan
sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk hilang timbul. Pasien
juga memiliki riwayat demam mendadak tinggi. Demam turun dengan pemberian obat
penurun demam. Riwayat kejang saat demam tinggi tidak ada. Buang air kecil dan
buang air besar tidak ada keluhan.

3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Pre natal: saat hamil ibu sering memeriksakan kehamilannya di Posyandu
sebanyak 1 kali. Ibu tidak mendapat suntikan tetanus toxoid.

3
b. Riwayat persalinan: By. VM lahir dengan berat badan tidak diketahui di RS
Bhayangkara melalui partus spontan pervaginam dan dibantu oleh dokter.

4) Penyakit Yang Sudah Pernah Dialami


Pasien belum pernah menderita sakit sebelumnya.

5) Kepandaian dan Kemajuan Bayi


Pertama kali membalik :-
Pertama kali tengkurap :-
Pertama kali duduk :-
Pertama kali tengkurap :-
Pertama kali berdiri :-
Pertama kali berjalan :-
Pertama kali tertawa :-
Pertama kali berceloteh :-
Pertama kali memanggil mama :-
Pertama kali memanggil papa :-

6) Anamnesis Makanan Terperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang


ASI :-
PASI : lahir - sekarang
Bubur susu :-
Bubur saring :-
Bubur halus :-
Nasi lembek :-
Makanan keluarga :-

7) Imunisasi
Pasien sudah mendapat imunisasi BCG 1 kali dan Hepatitis B 1 kali.

8) Riwayat Keluarga
Hanya pasien yang mengalami sakit seperti ini di dalam keluarga.

4
9) Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
 Sosial-Ekonomi: Ayah bekerja sebagai satpam dan ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS).
 Lingkungan: Pasien tinggal bersama orang tua dirumah permanen dengan atap
seng, dinding beton, dan lantai beton. Jumlah kamar 3, dihuni oleh 7 orang (5
dewasa, 2 anak-anak). Kamar mandi atau WC berada di dalam rumah.
Sumber air minum berasal dari air PDAM. Sumber listrik dirumah berasal dari
PLN. Penanganan sampah dirumah dengan cara dibakar.

E. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Tanda vital :
 Nadi : 151kali/menit
 Respirasi : 62 kali/menit
 Suhu : 38.2ºC
 SpO2 : 96%
Berat Badan : 2.9 kg
Tinggi Badan : 47 cm
Status Gizi : Gizi baik
Sianosis : tidak ditemukan
Anemis : tidak ditemukan
Ikterus : tidak ditemukan
Kejang : tidak ditemukan

Kulit
Warna : kuning langsat
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada
Lapisan lemak : cukup
Turgor : kembali cepat

5
Tonus : eutonia (+)
Edema : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Kepala
Bentuk : normocephal
Ubun-ubun besar : belum tertutup
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata
o Exophtalmus/enophtalmus : tidak ada
o Tekanan bola mata : normal pada perabaan
o Konjungtiva : anemis (+/+)
o Sklera : tidak ikterik
o Refleks kornea : normal
o Pupil : bulat, isokor, Ø 3mm-3mm, refleks cahaya (+/+)
o Lensa : jernih
o Fundus & visus : tidak ada kelainan
o Gerakan : normal
Telinga : tidak ada sekret
Hidung : pernapasan cuping hidung (+), tidak ada sekret
Mulut
o Bibir : tidak ada sianosis
o Selaput mulut : mukosa mulut besar
o Lidah : tidak ada beslag
o Gusi : tidak ada perdarahan
o Gigi : tidak ada karies
o Bau pernapasan : tidak ada foetor
Tenggorokan
o Tonsil : T1-T1hiperemis
o Faring : tidak hiperemis
Leher
o Trakea : letak di tengah
o Kelenjar : tidak ada pembesaran KGB

6
o Kaku kuduk : tidak ditemukan

Thoraks
Bentuk : simetris
Ruang intercostal : normal
Retraksi : (+) SC/IC

Paru
Inspeksi :pergerakan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan kiri
Perkusi : paru kanan dan kiri sonor
Auskultasi : sp. bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung
Detak jantung : 151 x/menit
Iktus kordis : tidak tampak
Batas kiri : linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II-III
Bunyi jantung : I-II murni, reguler
Bising : tidak ada

Abdomen
Bentuk : cembung, lemas
Lain-lain : bising usus (+) normal
Hepar : tidak teraba besar
Lien : tidak teraba besar
Genitalia eksterna : perempuan, normal
Kelenjar : tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas : akral hangat, CRT ≤ 2 detik
Tulang Belulang : tidak ada deformitas
Otot-otot : eutonia
Refleks-refleks : refleks fisiologis +/+
refleks patologis -/-

7
spastis (-)
klonus (-)

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Agustus 2019
Parameter Hasil
Leukosit 9,1 103/uL
Eritrosit 3,17 106/uL
Hemoglobin 9,2 g/dL
Hematokrit 25,1%
Trombosit 611 103/uL
Natrium Darah 133 mEq/L
Kalium Darah 4,71 mEq/L
Chlorida Darah 97,9 mEq/L
Eosinofil 0
Basofil 0
Netrofil Batang 4
Limfosit 21
Monosit 1
MCH 29 pg
MCHC 36,7 g/dL
MCV 79,2 fL
SGOT 80 U/L
SGPT 18 U/L
Calsium 9,26 mg/dl
Ureum 52 mg/dL
Creatinin 0,3 mg/dL
TIBC 378ug/dL
CRP <6 mg/L

8
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
X-Foto Thorax AP (26 Agustus 2019)

Gambar 1.1
Gambaran infiltrat pada kedua lapang paru

H. RESUME MASUK
Pasien bayi laki-laki usia satu bulan, berat badan 2900 gram, panjang badan 47 cm
masuk rumah sakit di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 26Agustus 2019
pukul 03.15 WITA. Pasien datang dengan keluhan sesak napas, demam, dan batuk. Sesak
napas sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien juga mengalami demam dua hari
sebelum masuk rumah sakit, dan batuk empat hari sebelm masuk rumah sakit.Demam yang
dialami pasien turun dengan obat penurun panas, namun kemudian naik kembali setelah
beberapa saat.Suhu pasien saat demam tinggi pada perabaan, namun tidak diukur oleh orang
tua.Tidak ada kejang selama pasien demam.
Pasien sebelumya dirawat di NICU selama 3 minggu.BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sakit, kesadaran compos
mentis.Status gizi baik. Nadi 151 kali/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat), respirasi 62
kali/menit, suhu badan 38,2C dan saturasi oksigen 96%. Saat pemeriksaan fisik, pada
inspeksi ditemukan retraksi intercosta dan subcosta dan pada auskultasi thoraks terdapat

9
ronkhi +/+. Jantung dalam batas normal.Pemeriksaan abdomen dalam batas
normal.Ekstremitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium pertama tidak didapatkan peningkatan CRP dan hasil
foto toraks menunjukkan adanya infiltrate pada kedua lapang paru.

I. DIAGNOSIS
Bronkopneumonia berat

J. TERAPI
 O2 sungkup 2 lpm
 IVFD KAEN 4B 12ml/jam
 Injeksi cefotaxime 3x145 mg IV
 Injeksi gentamisin 1x 20 mg IV
 Injeksi dexametason 3x 0,5 mg IV

K. Anjuran Pemeriksaan
 Kultur darah
 Swab tenggorok
 AGD
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

M. FOLLOW UP

26 Agustus 2019 Pukul 18.00 WITA (Pengamatan dan Perawatan


Hari Pertama)
S Batuk (-),sesak(+) ,demam (-).
O KU: tampak sakit
Kes: compos mentis (E4V5M6)
TD:-RR: 65 x/m
N: 175 x/m Sb:37, 6 C

10
SSP : pupil bulat, isokor, 3mm-3mm, refleks cahaya +/+, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-, PCH (-)
CV : akral hangat, CRT ≤ 2 detik, bising (-), sianosis (-)
RT : simetris, retraksi (+) SC/IC, sp. bronkovesikular, rhonki +/+,
wheezing -/-
GIT : datar, lemas, BU (+) N, hepar dan limpa ttb
HEM : konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
A Bronkopneumonia berat
P  O2 nasal 2 lpm
 IVFD KAEN 4B 12 ml/jam
 Injeksi cefotaxime 3x145 mg IV
 Injeksi gentamisin 3x20 mg IV
 Injeksi dexametason 3x0,5 mg IV
Ruang Perawatan : PICU (Pediatric Intensive Care Unit).

27Agustus 2019 Pukul 06.44 WITA ( Pengamatan hari kedua)


S Batuk (-),sesak(+) ,demam (+).
O KU: tampak sakit
Kes: compos mentis (E4V5M6)
TD:-RR: 63 x/m
N: 118 x/m Sb:37,6C
SSP : pupil bulat, isokor, 3mm-3mm, refleks cahaya +/+, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-, PCH (-)
CV : akral hangat, CRT ≤ 2 detik, bising (-), sianosis (-)
RT : simetris, retraksi (+) SC/IC, sp. bronkovesikular, rhonki +/+,
wheezing -/-
GIT : datar, lemas, BU (+) N, hepar dan limpa ttb
HEM : konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
A Bronkopneumonia berat
P  O2 nasal 2 lpm
 IVFD KAEN 4A (HS-TPN) 9 ml/jam
 IVFD AF 5% 58 ml/jam

11
 IVFD Ivelip 20% 15ml/2jam
 Injeksi cefotaxim 3x145 mg IV
 Injeksi gentamisin 3x20 mg IV
 Injeksi dexametason 3x0,5 mg IV

28Agustus 2019 Pukul 07.00 WITA ( Pengamatan hari ketiga )


S Batuk (-),sesak(+) ,demam (+).

O KU: tampak sakit


Kes: compos mentis (E4V5M6)
TD:-RR: 62 x/m
N: 134 x/m Sb:37,8C
SSP : pupil bulat, isokor, 3mm-3mm, refleks cahaya +/+, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-, PCH (-)
CV : akral hangat, CRT ≤ 2 detik, bising (-), sianosis (+)
RT : simetris, retraksi (+) SC/IC, sp. bronkovesikular, rhonki -/-,
wheezing -/-
GIT : datar, lemas, BU (+) N, hepar dan limpa ttb
HEM : konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
A Bronkopneumonia berat

P
 IVFD KAEN 4A (HS-TPN) 9 ml/jam
 Injeksi cefotaxime 3x145 mg IV
 Injeksi gentamisin 3x20 mg IV

12
 Injeksi dexametason 3x0,5 mg IV

29Agustus 2019 Pukul 18.00 WITA (Pengamatan Hari Ke-empat)


S Batuk (-),sesak (-) ,demam (-), intake (+)
O KU: tampak sakit
Kes: compos mentis (E4V5M6)
TD:-RR: 44 x/m
N: 108 x/m Sb:36.8C
SSP : pupil bulat, isokor, 3mm-3mm, refleks cahaya +/+, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-, PCH (-)
CV : akral hangat, CRT ≤ 2 detik, bising (-), sianosis (+)
RT : simetris, retraksi (+) SC/IC, sp. bronkovesikular, rhonki -/-,
wheezing -/-
GIT : datar, lemas, BU (+) N, hepar dan limpa ttb
HEM : konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
A Post Bronkopneumonia berat
P  Cefixime 2x15 mg

13
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosa bronkopneumonia pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang.Dari anamnesis terhadap ibu pasien, didapatkan keterangan
yang mengarahkan pada kecurigaan bronkopneumonia yaitu batuk berdahak, influenza, sesak
nafas, dan demam tinggi. Manifestasi klinis pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam,
sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas).7,9
Dari anamnesis, manifestasi klinis pneumonia didahului beberapa hari dengan gejala infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien ini didahului dengan
batuk), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak (pada pneumonia bakteri), dan
penurunan nafsu makan. Keluhan yang paling menonjol pada pasien penumonia adalah batuk
dan demam.10-14
Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam,dispnea, takipnea, retraksi otot-otot
pernapasan dan suara pernapasan ronkhi basah halus. Pada pemeriksaan fisik kasus ini
didapatkan demam 38.9ºC, takipnea yaitu pernapasan 52 x/menit, pada setiap nafas terdapat
retraksi otot pernapasan, retraksi subcosta dan intercosta. Auskultasi: Suara pernafasan
mengeras atau crackles (vesikuler mengeras) disertai dengan ronki basah halus sampai
sedang.Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah halus. Bila luas daerah bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. 9, 14-16
Tabel 3.1 batas napas cepat sesuai golongan umur17

Jika umur anak Anak dikatakan bernapas cepat jika


< 2 bulan Frekuensi napas: 60 kali per menit atau lebih
2 sampai < 12 bulan Frekuensi napas: 50 kali per menit atau lebih
12 bulan sampai < 5 tahun Frekuensi napas: 40 kali per menit atau lebih
>5 tahun Frekuensi napas : 30 kali permenit atau lebih

14
Bronkopneumonia dibagi menjadi dalam 4 kategori yaitu bronkopneumonia sangat
berat, bronkopneumonia berat, bronkopneumonia dan bukan bronkopneumonia. Pada kasus
ini termasuk didalam bronkopneumonia berat.

WHO membagi bronkopneumonia dalam beberapa klasifikasi yang dapat di lihat pada
(tabel 3.2).18
Bronkopneumonia Bila Terjadi Sianosis Sentral
Sangat Berat Anak Tidak Sanggup Minum
Anak Harus Dirawat Dirumah Sakit Dan Diberi
Antibiotika
Bronkopneumonia Bila Dijumpai Adanya Retraksi
Berat Tanpa Sianosis
Masih Sanggup Minum
Anak Harus Dirawat Dirumah Sakit Dan Diberi
Antibiotika
Bronkopneumonia Tidak Ada Retraksi Tetapi Dijumpai Pernafasan
Yang Cepat
> 60 X/Menit Pada Anak Usia < 2 Bulan
>50x/Menit Pada Anak Usia 2 Bulan-1 Tahun
Bukan Tanda Dan Gejala Seperti Diatas
Bronkopneumonia Tidak Perlu Dirawat Dan Tidak Perlu Diberi
Antibiotika
Tabel 3.2 Bronkopneumonia berdasarkan WHO18
Gambaran bronkopneumonia pada radiologi merupakan bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru yang biasanya ditemukan pada anak-anak yang lebih kecil
dan sering diduga penyebab utamanya adalah Streptococcus pneumoniae atau sering disebut
juga pneumokokus.20 Namun, kelainan foto rontgen toraks tersebut pada faktanya tidak
cukup sensitif serta spesifik untuk membedakan etiologi antara pneumonia oleh virus atau
bakteri.20,21 Gambaran bronkopneumonia atau sering disebut patchy pneumonic changes lebih
umum ditemukan pada anak berusia dibawah 5 tahun, sedangkan lobar pneumonia pada usia
5-15 tahun.19Pada anak kelompok umur 0 sampai 1 tahun masih memiliki imunitas pasif yang
berasal dari ibunya. Sehingga anak rentan terkena pneumonia akibat daya tahan tubuh yang
belum berkembang dengan sempurna.22Pada kasus ini (anak usia 3 tahun 9 bulan) didapati
gambaran bronkopneumonia patchy pneumonic changes.

15
Selain itu, untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu,
darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan
mikrobiologis.Pemeriksaan darah lengkap perifer pada pneumonia yang disebabkan oleh
virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri didapatkan leukositosis (15.000–40.000/mm3).Dengan dominan PMN.Leukopenia
(<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.Pada infeksi Chlamydia kadang–kadang
ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar
300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa
darah. Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat.22Pada pasien ini
didapatkan jumlah leukosit sebesar 9.200/µL, jumlah CRP 48 mg/L.
Adanya tanda-tanda distres pernapasan berupa retraksi dada merupakan indikasi untuk
rawat inap pada pasien ini.Beberapa kriteria rawat inap yaitu:7
Bayi
 Saturasi oksigen < 92 %, sianosis
 Frekuensi napas > 60x/menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum atau menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak
 Saturasi oksigen <92 %, sianosis
 Frekuensi napas >50x/menit
 Distres pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak dapat merawat di rumah

Terapi ditentukan sesuai dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan penunjang. Terapi yang
diberikan yaitu:7,16
1. Terapi oksigen
1) Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse oximetry,
gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi
oksigen < 92%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila

16
saturasi tetap stabil > 90%. penggunaannasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan.
2) Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
3) Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
4) Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong tidak
tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan semua
sambungan baik.
5) Sumber oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu
tentang penggunaannya secara benar.

2. Perawatan suportif
1) Bila anak disertai demam (> 39o C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri
parasetamol.
2) Bila ditemukan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret
kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat
pengisap secara perlahan.
3) Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-
hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
4) Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada
lubang hidung yang sama.
5) Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
6) Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya

3. Antibiotik
WHO merekomendasikan bahwa antibiotik pilihan pertama untuk kasus
bronkopneumonia berat adalah ampicillin/amoxicillin yang diberikan 25-50mg/kg IV atau IM
setiap 6 jam, kemudian diamtai dalam 24 jam sampai 72 jam pertama. Bila anak memberikan
respon baik, maka dilanjutkan pengobatan dan berikan selama 5 hari.Selanjutnya terapi
dilanjutkan di di rumah atau di rumah sakit dengan amoxicillin oral (15mg/kg tiga kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau menunjukkan

17
derajat pneumonia yang sangat berat (tidak dapat menuyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress pernapsan) maka
ditambahkan chloramphenicol (25mg/kg IM atau IV setiap 8 jam).16
Pada kasus ini, pasien diberikan tatalaksana antibiotik cefotaxime dan
gentamicin.Cefotaxime merupakan antibiotika golongan cephalosporin generasi
ketiga.Cephalosporin serupa dengan penicillin, tetapi lebih stabil terhadap banyak beta-
laktamase bakteri sehingga memiliki aktivitas spectrum yang lebih luas.Cefotaxime
merupakan broad spectrum yang memiliki aktivitas baik terhadap bakteri gram positif dan
memiliki cakupan gram negatif yang lebih luas serta aktif melawan S. pneumonia. Selain itu
dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi berat yang disebabkan oleh
organisme yang resisten terhadap kebanyakan antibiotika lain. Cefotaxime adalah
cephalosporin yang paling aktif terhadap galur pneumococcus yang resisten terhadap
penicillin dan direkomendasikan untuk terapi empiris infeksi berat yang disebabkan oleh
galur tersebut.13 Cefotaxim memiliki aktivitas yang paling luas diantara generasinya yaitu
mencakup pula Pseudomonas aeruginosa dan B. Fragilis meskipun lemah.14
Cefotaxime memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari ampicillin maupun
amoxicillin terhadap kebanyakan patogen penyebab community acquired pneumonia
terutama terhadap S. Pneumoniae yang merupakan bakteri penyebab tersering ditemukan
pada anak16. Cefotaxime memiliki aktivitas baik terhadap bakteri gram negative maupun
positif dan sensitif terhadap S. Pneumonia.16
Selain diberikan antibiotic cefotaxim, pada pasien ini juga di tatalaksana dengan
pemberian obat gentamicin. Gentamicin merupakan antibiotik golongan Aminoglikosida
yang digunakan terutama untuk mengobati infeksi gram negative dengan cara menganggu
sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit ribosom 30s dan 50S.
Pasien dianjurkan rawat jalan setelah hari ke enam perawatan atas indikasi perbaikan
kondisi klinis. Berikut adalah kriteria rawat jalan pada pasien pneumonia:7
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana Kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

18
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada
bayi sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.Menjaga higenis dapat
mengurangi terjadinya ISPA. Penelitian menunjukkan cuci tangan menggunakan sabun dan
air dapat mengurangi insidens dari ISPA sampai 50 persen.Ibu sebaiknya memperhatikan
tanda-tanda seperti bernapas menjadi sulit, pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat
minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak
ke petugas kesehatan.12
Simpulan, dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosa dengan bronkopneumonia berat.Tatalaksana dengan pengobatan antibiotik,
simptomatis, dan supportif.Prognosis pada kasus ini baik.Apalagi jika dilihat berdasarkan
gambaran klinis selama perawatan pasien sudah sangat membaik.Keluhan juga telah
berkurang secara berangsur-angsur.Hal ini ditandai dengan rhonki yang menghilang,
demikian pula dengan retraksi sudah menghilang.Prognosis penderita ini adalah bonam untuk
ad vitam dan functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat
serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nation Children’s Fund (UNICEF). One is too many: ending child deaths from
pneumonia and diarrhoea. New York: UNICEF; 2016.
2. Theodore CS. Pneumonia. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson: textbook of pediatrics. Edisi ke-19. New York: Elsevier; 2014. h.
1432-5.
3. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB, penyunting. Buku
ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2013. h. 350-65.
4. Singh YD. Pathophysiology of community acquired pneumonia. Supplement to JAPI.
2012; 60:7-9.
5. Secth TC, Prober CG. Pneumonia.Dalam: Behrman R, Kliegman M,Jensen HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2015. h.3149-52.
6. WHO dab UNICEF. Global action plan for prevention and control of pneumonia
(GAPP).2014.h.1-6.
7. Pudjadi AH, Hegar B, Handryastuti , Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
pelayanan medis Edisi 1.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. h. 250-5
8. Johnson AW, Osinusi K, Aderele WI, Gbadero DA, Olaleye OD, Adeyemi: Etiologic
agents and outcome determinants of community-acquired pneumonia in urban children. J
Natl Med Assoc 2009.100:370-85.
9. Randle E, Ninis N, Inwald D. Invasive pneumococcal disease. Arch Dis Child EduxPract.
2011;96:183-90.
10. Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak edisi I.Badan
Penerbit IDAI: Jakarta. 2010 hal : 350-365.
11. Kliegman. 2006. Nelson essentials of pediatrics. USA: El Sevier. Page: 1448-90.
12. Departement Kesehatan RI.Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran penafasan
akut untuk penanggulangan bronkopneumonia pada balita. Jakarta. 2012.h.15-20.
13. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan Republik
Indonesia. Prevalensi ISPA, pneumonia, tuberkulosis (TB) dancampak. Riset kesehatan
dasar. Jakarta; 2015.h.12-6.
14. Ashraf H, Chisti MJ, Alam NH. Treatment of childhood pneumonia in developing
countries. Health Management. 2010;50:59-86.

20
15. Sylla A, Gueye EH, N’Diaye O, Sarr CS, Ndiaye D, Diouf S, et al. Low level educated
community health workers training: a strategy to improve children access to acute
respiratory treatment in Senegal. Arch Pediatri 2016;14:244-8.
16. Pocket Book of Hospital Care for Children Guidelines for the management of common
illnesses. Second Edition. World Health Organization 2013.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Modul tatalaksana standar pneumonia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
18. World Health Organization. Revised WHO Classification and Treatment of Pneumonia in
Children at Health Facilities: Evidence Summaries. Geneva:WHO; 2014.
19. Durbin WJ, Stille C. Pneumonia. Pediatrics in Review 2008; 29:147-59.

20. Wagener JS. Pneumonia. Dalam: Bajaj L, Hambidge SJ, Kerby G, Nyquist AC,
penyunting. Berman’s pediatric decision making. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders;
2011. h.754-9.
21. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku
ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2012. h. 350-65.
22. Virkki R, Juven T, Rikalainen H, dkk. Differentiation of bacterial and viralpneumonia in
children. Thorax. 2016; 57:438-41.

21

Anda mungkin juga menyukai