Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Pendapatan

Menurut Kieso dkk (2011:23), yang menyatakan bahwa pendapatan adalah arus masuk

bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas norma entitas selama suatu periode dan

arus masuk tersebut akan mengakibatkan kenaikan ekuitas tetapi tidak berasal dari kontribusi

penanaman modal. Pendapatan memiliki banyak nama seperti sales, fees, interest, devidends and

royalties. Pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen

(permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pendapatan permanen yaitu

pendapatan yang selalu dan pasti diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan

sebelumnya, misalnya pendapatan dari gajih dan upah. Pendapatan sementara yakni pendapatan

yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya (Mangkoesoebroto, 1998: 165).

Pendapatan menunjukkan seluruh uang yang diterima seseorang dalam jangka waktu

tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi. Pendapatan adalah segala bentuk balas karya yang

diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi.

Pendapatan adalah uang yang diberikan kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasi prestasi

yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha

perorangan dan pendapatan dari kekayaan (Mulyanto, 1982:15). Menurut Sukirno (2001: 89)

pendapatan pada dasarnya merupakan pendapatan yang diterima semua rumah tangga dalam

perekonomian (atau yang diterima satu keluarga) dari penggunaan faktor faktor produksi yang

dimilikinya. Masing - masing faktor produksi tersebut yakni tanah dan harta tetap akan

memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa
berupa gaji dan upah, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta

keahlian keusahawan akan memperoleh balas jasa dalam bentuk keuntungan laba (Sukirno,

2001: 92).

Pemanfaatan tenaga kerja pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji

disebut dengan pendapatan tenaga kerja atau labor income dan pendapatan yang berasal dari

balas jasa selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja atau non labor

income. Pendapatan transfer atau transfer income yaitu pendapatan yang bukan berasal dari balas

jasa atas pemanfaatan faktor produksi dan tidak bersifat mengikat. Pendapatan transfer atau

transfer income dapat berasal dari pemberian perorangan atau institusi misalnya dari pemerintah.

Menurut Nanga (2005: 45) membedakan pendapatan antara pendapatan tenaga kerja (labor

income) dan pendapatan bukan tenaga kerja (non labor income) tidaklah selalu mudah dilakukan

ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor lain.

Menghitung besar kecilnya pendapatan digunakan 3 pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Pendekatan ini untuk mengetahui besar kecilnya pendapatan yang dilakukan dengan

menghitung nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendekatan ini untuk mengetahui besar kecilnya pendapatan yang dilakukan dengan

menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi

dalam satu periode tertentu.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendekatan ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dilakukan dengan

menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.


Menurut Simanjutak (1998: 67) ada enam faktor yang mempengaruhi pendapatan

seseorang, antara lain :

1. Pengalaman Kerja

Pengalaman Kerja seseorang sangat mendukung keterampilan dan kecepatan dalam

menyelesaikan pekerjaannya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang.

Semakin lama pengalaman kerja atau semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki

oleh seseorang maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Jam Kerja

Semakin banyak jam kerja seseorang yang dicurahkan maka jumlah barang yang

dihasilkan semakin banyak sehingga cenderung semakin besar pendapat seseorang yang

diterima.

3. Produktivitas Kerja

Semakin cepat seseorang menyelesaikan tugasnya maka semakin sedikit waktu yang

diperlukan untuk bekerja. Semakin sedikit waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk

menyelesaikan tugasnya berarti orang tersebut dapat mengambil pekerjaan lain atau dapat

meneyelesaikan tugasnya yang lain.

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga yang tinggi pada suatu rumah tangga tanpa dibarengi

dengan peningkatan dari segi ekonomi akan mengharuskan anggota keluarga selain

kepala keluarga untuk mencari nafkah dan tidak terkecuali wanita.

5. Modal Industri
Modal Industri merupakan salah satu faktor juga yang mempengaruhi pendapatan

pekerja. Modal industri yang lebih besar cenderung menggunakan modal yang lebih besar

juga. Modal industri akan berpengaruh pada usaha usaha ekonomi produktif yang

dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Modal perusahaan

yang semakin besar maka semakin banyak pekerjaan yang dapat dilakukan yang pada

akhirnya berpengaruh pada pendapatan yang diterima.

6. Kualitas dan Kemampuan Pekerja

Kualitas dan kemampuan pekerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan dan

kemampuan fisik. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung

dengan pelaksanaan tugas tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta

kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran pelaksanaan tugas.

Pendidikan yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula produktivitas kerja dan akan

mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima.

2.1.2 Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjualan lebih dari satu baik

yang disebut pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan

maupun sebutan lainnya. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah

termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan

usaha sekala kecil modal kecil dan dengan proses jual beli barang dengan melalui tawar-

menawar. 5 Secara sederhana pasar dapat diartikan sebagai tempat bertemunya para penjual dan

pembeli untuk melakukan transaksi. Pengertian ini mengandung arti pasar memiliki tempat atau
lokasi tertentu sehingga memungkinkan pembeli dan penjual bertemu. Di dalam pasar ini

terdapat penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli produk, baik barang maupun

jasa. Pasar dalam arti luas adalah suatu bentuk transaksi jual beli yang melibatkan keberadaan

produk barang atau jasa dengan alat tukar berupa uang atau dengan alat tukar lainnya sebagai

alat transaksi pembayaran yang sah dan disetujui oleh kedua belah pihak. Dalam konteks

perekonomian pasar menurut W.J. Stanton adalah sekumpulan orang yang mempunyai keinginan

untuk memenuhi kebutuhan, uang untuk belanja (disposable income) serta kemauan untuk

membelanjakannya (Hari Waluyo, 2011).

Transaksi potensial ini dapat terlaksana, apabila kondisi berikut ini terpenuhi (Assauri,

2007):

a. Terdapat paling sedikit dua pihak.

b. Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang mungkin dapat berharga bagi pihak lain.

c. Masing-masing pihak mampu untuk berkomunikasi dan menyalurkan keinginannya.

d. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak penawaran dari pihak lain.

2.1.3 Minimarket

Di kehidupan modern masyarakat saat ini kebutuhan primer atau pangan semakin

dibutuhkan walaupun apa yang ingin dicari tersebut hanyalah berupa makanan ringan. Pada era

sebelumnya untuk mendapatkan kebutuhan makanan ringan tersebut atau bahkan keperluan

sehari-hari masyarakat perlu bepergian ke pasar tradisional atau bahkan ke supermarket yang

persebarannya tidak banyak di kota. Dalam definisinya minimarket adalah toko atau swalayan

kecil yang menjual sebgaian besar barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan oleh

2
konsumen dengan luasan radius sales area antara 100m hingga 1000m (Sujana, 2005: 54).
Minimarket sebagai peranan kebutuhan masyarakat sehari-hari menjadi tempat belanja

favorit masyarakat yang ingin belanja ringan tetapi tidak perlu pergi jauh seperti ke supermarket.

Pada era modern kini sudah mulai banyak tumbuh minimarket-minimarket modern yang sudah

menyediakan fasilitas yang memadai guna memanjakan konsumennya. Minimarket dapat

dikatakan merupakan bagian dari pengecer. Definisi dari pengecer tersebut adalah semua

kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir

untuk penggunaan pribadi bukan untuk bisnis (Kotler, 2005: 134).

Pengecer menghimpun barang-barang yang dibutuhkan konsumen dari berbagai macam

sumber dan tempat, sehingga memungkinkan konsumen untuk membeli beraneka macam barang

dalam jumlah kecil dengan harga yang terjangkau.

1. Menurut Kotler (2005: 135) retailing adalah penjualan barang secara eceran yang meliputi

semua aktivitas penjualan barang ataupun jasa pada konsumen akhir yang bersifat pribadi.

2. Menurut Sujana (2005: 56) retailing adalah penghimpun barang-barang yang dibutuhkan

oleh konsumen akhir, sehingga konsumen akan menjadikan toko retail sebagai tempat untuk

mendapatkan barang kebutuhannya.

3. Menurut Utami (2010) retailing adalah perangkat dari suatu aktivitas bisnis yang melakukan

penjualan barang-barang maupun jasa kepada konsumen akhir untuk penggunaan konsumsi

perseorangan maupun keluarga.

Berdasarkan definisi pengecer tersebut terdapat beberapa bentuk dari pengecer diantaranya

adalah :

2. Toko khusus (Speciality Store) yaitu toko yang hanya menjual barang-barang khusus atau

satu jenis produk pada dagangannya. Contohnya toko Lea Jeans.


3. Toko Serba Ada (Departmen store) yaitu toko yang menjual beberapa produk di dalam

usahanya dan barang yang dijual bersifat umum seperti perabotan rumah tangga, kebutuhan

rumah sehari-hari.

4. Minimarket yaitu toko yang menjual kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti makanan

ringan, alat mandi, dan lain-lain namun dalam skala usaha yang kecil serta persebaran toko

yang mendekati pemukiman warga.

5. Toko Swalayan (Supermarket) adalah toko memiliki skala usaha yang besar dan letaknya

berada di keramaian kota, seperti di dalam mall atau mendekati perkantoran. Barang yang

dijual di supermarket meliputi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti makanan, perabotan

rumah, alat mandi, alat tulis, dan lain-lain.

Minimarket mempunyai jenis usaha dalam pengelolaan perusahaannya. Terdapat 2 jenis

usaha yang biasa ada di kalangan masyarkat diantaranya adalah usaha minimarket yang bersifat

Waralaba atau Franchising, dan usaha minimarket yang bersifat regular atau milik perusahaan

tertentu tidak bekerja sama dengan perseorangan. Waralaba (franchising) adalah suatu

pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan pewaralaba (franchisor) memberi hak kepada pihak

independent terwaralaba (franchisee) untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan

peraturan yang ditetapkan pewaralaba. Waralaba merupakan cara memperluas jaringan usaha

dengan menjual merek disertai konsep yang standar atau baku dalam menjalankan usaha yang

sama untuk semua terwaralaba.

Dalam waralaba, biasanya disertai kewajiban membayar sejumlah dana kepada pewaralaba

yang dinamakan initial franchise fee dan royalty atau bagian keuntungan. Terwaralaba

menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur

operasional dan fasilitas penunjang dari perusahaan pewaralaba. Sebagai imbalan terwaralaba
membayar initial fee dan royalty (biaya pelayanan manajemen) kepada perusahaan pewaralaba

seperti yang diatur dalam perjanjian waralaba (franchise agreement). Sebuah paket waralaba

yang baik mampu membuat seseorang yang tepat bisa mengoperasikan sebuah bisnis dengan

sukses, bahkan tanpa pengetahuan sebelumnya tentang bisnis tersebut.

Menurut pasal 1 Peraturan Menteri Perdagangan RI No.12/MDAG/PER/3/2006 tanggal

29 Maret 2006 memberikan pengertian tentang waralaba (franchise) merupakan perikatan antara

pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk

menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan menggunakan hak kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pemberi waralaba dengan suatu imbalan

berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban

menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba

kepada penerima waralaba.

2.1.4 Pedagang Kecil atau Pedagang Kelontong

Pedagang yaitu orang yang melakukan kegiatan berdagang atau menjual barang

dagangannya (baik barang buatannya sendiri maupun barang yang sudah jadi) sebagai mata

pencaharian sehari hari dan penjual umumnya langsung kepada konsumen akhir (Ealyanti,

2010). Pedagang di sektor informal adalah pedagang yang memiliki sifat kerja yang fleksibel,

waktu kerjanya tidak terstrukur serta modal yang digunakan relatif kecil. Rata rata pedagang

informal adalah pedagang pengecer yang termasuk pedagang kecil pada sektor informal contoh

dari pedagang ini yaitu pedagang yang memilih berjualan di pinggiran jalan dan pedagang

pedagang yang menempati kios kios sederhana. Usaha dagang atau ritel adalah semua kegiatan

yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang kepada konsumen untuk kepentingan

konsumsi ataupun rumah tangga. Usaha eceran atau ritel tidak harus selalu memiliki toko.
Usaha ritel yang berfokus pada penjualan barang sehari hari terbagi dua yaitu usaha ritel

tradisional dan usaha ritel modern. Usaha ritel tradisional memiliki ciri ciri yaitu sederhana,

tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan

masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar

menawar dengan pedagang serta produk yang dijual tidak di pajang secara terbuka sehingga

pelanggan tidak mengetahui apakah usaha ritel tersebut memiliki barang yang dicari atau tidak.

Usaha ritel modern adalah sebaliknya menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual

banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja,

harga jual sudah tetap sehingga tidak ada proses tawar menawar dan adanya sistem swalayan

atau pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa

melihat, memilih bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.

Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ritel (Guswai, 2009: 14) antara lain :

1. Lokasi Usaha

Faktor Utama yang diperhatikan dalam usaha ini adalah lokasi.

2. Terlihat (visible)

Lokasi usaha ritel yang baik harus terlihat oleh banyak orang yang selalu lalu lalang di

lokasi tersebut.

3. Lalu lintas yang padat (heavy traffic)

Semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang maka semakin banyak orang yang tahu

mengenai usaha ritel tersebut.

4. Arah pulang ke rumah (direction to home)

Pada umumnya pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada saat pulang ke rumah dan

sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat bekerja.


5. Fasilitas umum (public facilities)

Lokasi usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal umum,

pasar maupun tempat pariwisata.

6. Biaya akuisisi (acquisition cost)

Biaya ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan karena apakah pelaku usaha ini

akan menyewa suatu lokasi maupun akan membeli lahan serta harus melihat dari sisi

keuangan.

7. Akses (acces)

Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang baik haruslah

memudahkan calon pembeli untuk sampai ke usaha ritel tersebut.

2.1.5 Omzet Penjualan

Chaniago (1995:14) menyatakan bahwa penjualan adalah keseluruhan jumlah pendapatan

yang didapat dari hasil penjulan suatu barang/jasa dalam kurun waktu tertentu. Swastha

(1983:14) menyatakan bahwa omset penjualan merupakan akumulasi dari kegiatan penjualan

suatu produk barang barang dan jasa yang dihitung secara keseluruhan selama kurun waktu

tertentu secara terus menerus atau dalam satu proses akuntansi.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah

penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang

diperoleh. Pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omset penjualan dari hari ke hari,

dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Hal ini diperlukan

kemampuan dalam mengatur modal terutama modal kerja agar kegiatan operasional perusahaan

dapat terjamin kelangsungannya.


Pada penelitian ini, omzet penjualan yang diperoleh dari warung tradisional dari hasil

menjual barang tentunya bertujuan untuk mencari keuntungan/laba. Dimana omzet penjualan

mempunyai pengaruh yang positif terhadap pendapatan dan keuntungan usaha. Bila omzet

penjualan warung tradisional meningkat, maka besarnya pendapatan yang diperoleh warung

tradisional juga akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, bila omzet penjualan warung

tradisional menurun maka pendapatan yang diperoleh warung tradisional pun juga akan menurun

(Wijayanti, 2011).

2.1.6 Jarak Usaha

Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi melalui

suatu lintasan tertentu. Jarak antar pedagang dapat menimbulkan persaingan antar pedagang,

sehingga peluang pendapatan pedagang akan terpengaruh (Alfred Marshall dalam Iskandar,

2007: 3). Menurut Peter E. Lloyd, lokasi apabila dilihat dari sisi perbedaan harga, maka akan

dipengaruhi oleh faktor jarak. Apabila antara satu pedagang dengan pedagang lainnya terdapat

jarak dimana untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan biaya, maka salah satu pedagang dapat

menaikkan sedikit harga tanpa kehilangan seluruh pembelinya. Pelanggan yang terjauh darinya

akan beralih ke pedagang lain yang tidak menaikkan harga, tetapi pelanggan yang dekat

dengannya tidak akan beralih karena waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut masih

lebih besar daripada perbedaan harga jual diantara pedagang. Pada penelitian ini, minimarket

yang merupakan pesaing warung tradisional memberikan dampak negatif pada perubahan

keuntungan usaha karena jarak yang dekat diantara keduanya. Kedekatan jarak diantara

keduanya diukur dengan satuan meter. Dimana semakin dekatnya jarak antara warung tradisional

dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar, sehingga

terjadi perubahan keuntungan usaha warung tradisional. Mudrajad Kuncoro, anggota Tim
Ekonomi Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia dalam Bisnis Indonesia (2008),

mengemukakan bahwa turunnya omset penjualan pedagang kecil secara dahsyat dan makin

signifikan, jika jarak kios atau warungnya dengan toko modern di bawah 1 km. Dari pernyataan

tersebut dapat disimpulkan bahwa jarak antara warung tradisional dengan minimarket, kedekatan

lokasi antara keduannya berpengaruh negatif terhadap perubahan keuntungan usaha warung

tradisional. Apalagi dengan kondisi yang sekarang ini, dimana pertumbuhan minimarket sangat

pesat sampai memasuki wilayah pemukiman. Bila lokasi minimarket lebih jauh dari warung,

maka keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada warung yang lokasinya lebih dekat dari

minimarket. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan usaha yang diukur dengan meter pada

jarak antara keduanya.

2.1.7 Jam Operasional

Menurut Jafar dan Tjiptoroso dalam Firdausa (2012), jam operasional pedagang adalah

banyaknya lama waktu kerja dalam sehari. Satuan variabel jam operasional adalah jam per hari.

Jam operasional merupakan lama waktu yang digunakan untuk menjalankan usaha, yang dimulai

sejak persiapan sampai usaha tutup. Setiap penambahan waktu operasi akan makin membuka

peluang bagi bagi bertambahnya omzet penjualan.

Jam operasional pedagang pasar tradisional sangat bervariasi. Setiap kios atau lapak pada

pasar tradisional memiliki jam operasional yang tidak sama. Jika ingin memperoleh pendapatan

yang tinggi maka diperlukan jam operasional yang tinggi pula. Di daerah pedesaan, khususnya

pulau Jawa, pedagang pasar beroperasi menurut hari pasaran Jawa seperti Kliwon, Pahing, dan

seterusnya, sedangkan di daerah perkotaan tidak dikenal adanya hari pasaran dan jam

operasional pedagang pasar relatif cukup panjang antara 12 – 15 jam per hari (Asmie, 2008

dalam Wicaksono, 2014). Analisis jam operasional merupakan bagian dari teori ekonomi mikro,
khususnya pada teori penawaran tenaga kerja yaitu tentang kesediaan individu untuk bekerja

dengan harapan memperoleh penghasilan atau tidak bekerja dengan konsekuensi mengorbankan

pengahasilan yang seharusnya ia dapatkan. Kesediaan tenaga kerja untuk bekerja dengan jam

operasional panjang atau pendek adalah merupakan keputusan individu Nicholson dalam

Wicaksono (2011). Jam operasional dalam penelitian ini adalah jumlah atau lamanya waktu yang

dipergunakan untuk berdagang atau membuka usaha mereka untuk melayani konsumen setiap

harinya.

2.1.8 Hubungan Omzet Penjulan Terhadap Pendapatan

Omset penjualan yang diperoleh pemilik warung dapat meningkatkan pendapatan karena

omzet penjualan diperkirakan mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap

pendapatan sehingga pemilik warung dapat memaksimumkan keuntungannya (Wijayanti, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Kementrian Koperasi dan UKM dengan PT Solusi Dinamika Manajemen (2005), semakin tinggi

omzet penjualan yang diperoleh maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Variabel

perubahan omzet penjualan pada penelitian tersebut menunjukkan perbedaan signifikan yang

didapat dari sebelum adanya minimarket dan setelah adanya minimarket di sekitar warung.

2.1.9 Hubungan Jarak Usaha Terhadap Pendapatan

Jarak kedekatan berdirinya minimarket dengan warung tradisional berpengaruh positif

terhadap keuntungan yang diperoleh pemilik warung tradisional, sehingga pendapatan yang

didapat mengalami perubahan. Karena semakin dekat jarak berdirinya minimarket dengan

warung tradisional, pendapatan yang diperoleh akan semakin berkurang karena adanya

persaingan antara keduanya. Hal tersebut memicu beberapa pemilik warung memiliki usaha lain

selain warung kelontong (Nuritha dkk, 2013).


2.1.10 Hubungan Jam Operasional Terhadap Pendapatan

Menurut Wicaksono (2011), jam operasional memiliki hubungan langsung dengan

pendapatan pedagang, dimana setiap penambahan waktu operasional yang dipengaruhi jumlah

hasil produksi, akan semakin membuka peluang bagi bertambahnya pendapatan dari hasil

penjualan. Hasil penelitian Jafar dan Tjiptoroso dalam Firdausa (2012), telah membuktikan

adanya hubungan langsung antara jam operasional pedagang dengan tingkat pendapatan. Setiap

penambahan waktu operasi akan makin membuka peluang bagi bertambahnya omzet penjualan.

Pengaruh jam operasional terhadap pendapatan pedagang telah dibuktikan dalam

penelitian Chintya dan Darsana (2013), yang meneliti tentang “Analisis Pendapatan Pedagang Di

Pasar Jimbaran, Kelurahan Jimbaran” dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa jam

operasional secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan.

2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji

kebenarannya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Omzet penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung

tradisional akibat munculnya minimarket.

2) Jarak usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung

tradisional akibat munculnya minimarket.

3) Jam operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung

tradisional akibat munculnya minimarket.

Anda mungkin juga menyukai