Anda di halaman 1dari 7

Apa itu Penyakit Hemolitik Bayi Baru Lahir: Gejala: Penyebab, Diagnosis & Cara Mengobati

Apa itu Penyakit Hemolitik Bayi Baru Lahir?

Walaupun perencanaan yang hati-hati dan persiapan yang cermat telah


dilakukan, kehamilan dan kelahiran tetap membawa risiko bagi ibu maupun bayi. Ada
beberapa penyakit tertentu yang dapat membahayakan bayi yang belum lahir, dan tetap
mengancam nyawanya bahkan setelah lahir. Salah satu contohnya adalah penyakit
hemolitik bayi baru lahir atau HDN, suatu penyakit yang terjadi ketika golongan darah
ibu tidak cocok dengan golongan darah bayi. Pada dasarnya, sel darah merah janin
mengandung antigen yang tidak dimiliki sang ibu. Ketika sel darah merah janin melewati
plasenta dan masuk ke aliran darah sang ibu, mereka dianggap berbahaya dan hal ini
memicu tubuh sang ibu untuk menghasilkan antibodi. Antibodi tersebut pada akhirnya
menemukan jalan menuju aliran darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin.
Teori HDN ditemukan pertama kali pada tahun 1600-an, setelah bidan berkebangsaan
Perancis melahirkan anak kembar yang keduanya meninggal; salah satunya bengkak dan
satu lainnya terkena penyakit kuning. Ada banyak kasus serupa yang menyebabkan janin
dan bayi baru lahir meninggal pada waktu tersebut. Dibutuhkan lebih dari 300 tahun
untuk benar-benar mengerti penyebab HDN.

Setelah penyebabnya telah pasti, program pencegahan dan pengobatan dimulai terutama
pada ibu yang kehamilannya berisiko terkena HDN. Tindakan tersebut pun membantu
mengurangi terjadinya HDN secara dramatis.

Penyebab Penyakit Hemolitik Bayi Baru Lahir

Berikut ini adalah 2 hal yang menjadi penyebab HDN:

 Perbedaan faktor Rhesus (Rh) – Agar lebih dimengerti, faktor Rhesus adalah jenis
protein pada permukaan sel darah merah. Apabila protein tersebut ada pada sel darah
merah janin, berarti Anda adalah Rh positif. Bila sebaliknya, maka Anda adalah Rh
negatif. Seorang ibu hamil biasanya diperiksa untuk menentukan faktor Rh-nya. HDN
akan terjadi ketika ibu dengan Rh negatif memiliki bayi dengan Rh positif. Tubuh sang
ibu akan menganggap sel darah merah bayi sebagai sesuatu yang asing karena mereka
berbeda. Antibodi untuk melawan “ancaman” ini akan dihasilkan. Kehamilan pertama
dengan kondisi ini tidak akan bermasalah, karena pada saat itu antibodi dihasilkan tetapi
tidak diaktifkan. Sang ibu, pada masa itu, hanya sensitif dengan Rh. Tetapi, antibodi
akan diaktifkan pada saat kehamilan kedua, apabila bayinya memiliki Rh positif. Sudah
pasti antibodi sang ibu akan menemukan jalan melewati plasenta dan menyerang sel
darah merah sang bayi.
 Perbedaan ABO – Orang memiliki golongan darah yang berbeda (A, B, AB, dan O), dan
sistem imun akan aktif ketika salah satu golongan darah bercampur dengan golongan
lainnya. Umumnya, orang yang bergolongan darah O dapat mendonorkan darahnya ke
orang yang bergolongan darah lain. Tetapi, hanya orang yang bergolongan darah O saja
yang dapat mendonorkan darahnya ke golongan darah O lainnya. Hal ini sama seperti ibu
bergolongan darah O yang dapat menyebabkan HDN, apabila bayinya bergolongan darah
A atau B. Akan tetapi, tidak seperti kasus perbedaan Rh, HDN karena perbedaan ABO
juga mungkin dapat terjadi saat kehamilan pertama. Hal itu terjadi k arena antibodi anti-A
dan anti-B telah ada dan diaktifkan saat seseorang mulai hidup, sebab antigen seperti A
dan B ada pada makanan dan bakteri.

Gejala Utama Penyakit Hemolitik Bayi Baru Lahir

HDN didiagnosa setelah gejala utama ditemukan saat kehamilan dan setelah kelahiran.
Gejala dapat berbeda-beda pada tiap anak, tetapi berikut ini adalah yang paling umum:

 Selama kehamilan
 Saat di periksa melalui proses amniosentesis, cairan amnion (ketuban) berwarna kuning
dan mengandung bilirubin (cairan yang dibuat oleh hati).

 Saat melalui USG, hati, limpa, atau jantung janin terlihat membesar. USG juga
dapat menunjukkan cairan yang terkumpul pada daerah perut, paru-paru, atau
kulit kepala bayi.
 Setelah kelahiran
 Bayi terlihat pucat dan mengalami anemia

 Penyakit kuning dapat muncul karena cairan amnion yang berwarna kuning

 Pembesaran hati dan limpa

 Edema parah (pembengkakan di bawah kulit)


Siapa yang Perlu Ditemui & Jenis Pengobatan yang Tersedia

Standar pengobatan untuk HDN tidak hanya melibatkan bayi, tetapi juga sang ibu.
Terutama ketika HDN didiagnosa selama kehamilan. Sang ibu maupun bayi harus
dipantau dan diselamatkan dengan melakukan tindakan seperti berikut:

 Selama kehamilan
 Ketika sang ibu diperiksa memiliki Rh negatif dan sang bayi memiliki Rh positif, sang
ibu harus diperiksa melalui tes Coombs secara tidak langsung untuk melihat apakah ia
telah “menjadi sensitif” – apabila tubuh ibu telah memproduksi antibodi yang melawan
antigen Rh positif. Apabila antibodi belum dihasilkan, sang ibu akan disuntikkan dengan
Rh imun globulin, yang mencegah tubuh menghasilkan antibodi yang dapat membunuh
sel darah merah janin selama kehamilan.

 Bila janin terkena HDN, akan dilakukan transfusi darah intrauterin sel darah merah,
melalui rahim ibu dan masuk ke rongga perut janin. Tindakan ini dapat dilakukan
berulang kali seperlunya.

 Apabila kondisi bayi memburuk, kelahiran sebelum waktunya mungkin diharuskan.


 Setelah kelahiran
 Apabila bayi mengalami anemia parah (karena banyak kehilangan sel darah merah),
transfusi darah mungkin dilakukan selama yang dibutuhkan.

 Cairan intravena (infus) juga dapat diresepkan untuk melawan tekanan darah
rendah.

 Alat bantu pernapasan dapat disediakan bila bayi kesulitan bernapas.

 Jika kadar bilirubin tinggi, transfusi ganti darah akan dilakukan. Transfusi ini
memerlukan pemberian darah yang berbeda dan untuk mendapatkan sejumlah
darah. Ini juga dapat menambah jumlah darah merah bayi.

 Imunoglobin intravena dapat diberikan kepada bayi untuk menguatkan sistem


imun, mengurangi kehancuran sel darah merah dan menurunkan kadar bilirubin
pada bayi.

Jenis pengobatan penyakit HDN tergantung pada hal berikut:


 Usia kandungan, kesehatan secara keseluruhan, dan riwayat kesehatan bayi
 Tingkat keparahan penyakit

 Daya tahan bayi terhadap obat-obatan dan tindakan yang dilakukan

 Hasil yang diharapkan selama pengobatan


 Pendapat orangtua bayi

Rujukan:
 Gruslin AM, Moore TR. Erythroblastosis fetalis. In: Martin R, Fanaroff A, Walsh M,
eds. Neonatal-Perinatal Medicine. 9th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2011.

 Cohen DW. Hemolytic disease of the newborn: RBC alloantibodies in pregnancy and
associated serologic issues. UpToDate [online]. Waltham, Ma: Nov 2009.

Bagikan informasi ini:


 Golongan darah berdasarkan sistem resus adalah penggolongan darah yang terinspirasi dari
primata Rhesus macaque (Macaca mulatta).[1]

 Sejarah[sunting | sunting sumber]


 Penemu sistem golongan darah resus adalah Karl Landsteiner pada tahun 1939.[1] Penemuan
ini berlangsung setelah ia menemukan sistem golongan darah ABO pada awal tahun 1900-
an.[1] Hewan primata ini juga dikenal sebagai kera India.[2] Dalam penelitiannya, Karl
Landsteiner dibantu oleh A.S. Weiner.[2]

 Konsep[sunting | sunting sumber]


 Sistem penggolongan darah ini didasarkan atas ada atau tidaknya aglutinogen (senyawa
yang menjadi faktor penggumpalan darah) resus di dalam darah.[1] Pada sistem resus (rh)
apabila orang tersebut memiliki aglutinogen resus maka orang tersebut termasuk dalam
golongan resus positif (rh+).[1] Namun apabila orang tersebut tidak memiliki aglutinogen
resus, maka orang tersebut termasuk dalam golongan resus negatif (rh-).[1] Sim
penggolongan darah ini berguna untuk membantu transfusi darah.[1] Jika dilakukan transfusi
darah dari orang yang bergolongan darah resus positif kepada orang yang bergolongan
darah resus negatif, maka akan terjadi rangsangan untuk
pembentukan antibodi Rh.[2] Bila resipien mendapatkan transfusi darah lagi dengan
golongan resus positif, maka akan terjadi hemaglutinasi(penggumpalan darah) yang
berakibat pada kematian.[2]

Inkompatibilitas Rhesus

Inkompatibilitas rhesus adalah kelainan pada bayi baru lahir akibat perbedaan golongan darah rhesus
antara ibu dan anak. Inkompatibilitas rhesus terjadi terjadi ketika janin memiliki golongan rhesus
positif, sedangkan ibunya bergolongan rhesus negatif.

Golongan darah rhesus tidak terlalu berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang sehari-hari,
namun akan berpengaruh pada saat kehamilan. Perbedaan golongan darah rhesus pada janin dan
ibunya akan menyebabkan bayi baru lahir mengalami penyakit kuning dan kurang darah (anemia).
Namun, kejadian inkompatibilitas rhesus ini tidak terjadi pada anak pertama

Gejala Inkompatibilitas Rhesus

Gejala utama dari inkompatibilitas rhesus adalah penyakit kuning. Kulit dan mata bayi akan tampak
kekuningan akibat penumpukan bilirubin di dalam tubuhnya (hiperbilirubinemia). Bilirubin
merupakan zat yang dihasilkan saat sel darah merah dihancurkan.

Selain penyakit kuning, inkompabilitas rhesus menyebabkan bayi menjadi lemas, mengantuk terus,
dan gerakannya menjadi lambat.
Kapan Harus ke Dokter

Jika calon ibu hamil memiliki golongan darah rhesus negatif (Rh-), sedangkan pasangan memiliki
golongan darah rhesus positif (Rh+), segera konsultasikan dengan dokter kandungan untuk
merencanakan kehamilan dan persalinan. Perencanaan ini bertujuan agar tidak terjadi anemia
hemolitik pada bayi yang dilahirkan nantinya.

Untuk mengetahui golongan darah rhesus, calon ibu hamil dan pasangan dapat melakukan tes
golongan darah.

Penyebab Inkompatibilitas Rhesus

Inkompatibilitas rhesus dapat terjadi jika seorang ibu bergolongan darah rhesus negatif,
mengandung janin yang bergolongan darah rhesus positif. Perbedaan golongan darah ini akibat ayah
memiliki golongan darah rhesus positif. Meskipun demikian, kasus inkompatibilitas rhesus cukup
jarang ditemui.

Ibu hamil dengan kondisi tersebut baru membentuk antibodi terhadap rhesus setelah kehamilan
pertama. Inilah sebabnya kasus inkompatibilitas rhesus tidak terjadi pada kehamilan pertama.

Sedangkan pada kehamilan kedua dan seterusnya, antibodi yang sudah terbentuk dalam tubuh ibu
akan menyerang darah bayi dengan golongan rhesus positif, sehingga menyebabkan sel-sel darah
bayi hancur.

Namun jika ibu rhesus negatif pernah terpapar golongan darah rhesus positif, misalnya
lewat transfusi darah, inkompatibilas rhesus dapat saja terjadi sejak kehamilan pertama, karena
sudah terbentuk antibodi sebelumnya.

Diagnosis Inkompatibilitas Rhesus

Diagnosis inkompatibilitas rhesus dapat dilakukan selama kehamilan atau sesudah melahirkan.
Selama masa kehamilan, tes yang dapat dijalani adalah Coombs test. Tes ini dilakukan dengan
mengambil sampel darah ibu hamil kemudian diperiksa keberadaan antibodi
rhesusnya. Coombs test akan memberitahukan kadar antibodi terhadap rhesus di dalam darah ibu
hamil, yang berisiko masuk ke tubuh anak.

Setelah bayi lahir, bayi yang diduga menderita inkompatibilitas rhesus akan menjalani tes darah. Tes
darah pada bayi yang diduga mengalami inkompatibilitas rhesus bertujuan untuk menghitung kadar
bilirubin (zat yang membuat kuning), jumlah sel darah merah dan strukturnya, serta antibodi
terhadap rhesus.

Bayi yang mengalami inkompatibilitas rhesus akan memiliki kadar bilirubin yang tinggi, terutama
dalam 24 jam setelah lahir, akibat banyak sel darah yang hancur. Selain itu, pada bayi yang
mengalami inkompatibilitas rhesus, juga akan terdeteksi antibodi terhadap rhesus di dalam
darahnya.
Pengobatan dan Pencegahan Inkompatibilitas Rhesus

Fokus pengobatan dan pencegahan inkompatibilitas rhesus adalah mengurangi efek penyakit
tersebut kepada bayi. Untuk mencegah inkompatibilitas rhesus, dokter dapat memberikan suntikan
Rho saat ibu menjalani kehamilan pertama.

Pemberian Rho pada kehamilan pertama akan membantu mencegah sistem imun ibu untuk
membentuk antibodi terhadap rhesus. Pemberian Rho dapat dilakukan pada waktu-waktu berikut:

 Setelah minggu ke 28 pada masa kehamilan pertama.


 Pada jam ke-72 setelah persalinan bayi dengan golongan darah rhesus positif.

Dengan pencegahan ini, diharapkan sistem imun ibu tidak membentuk antibodi terhadap rhesus,
sehingga pada kehamilan kedua, tidak ada antibodi yang merusak darah janin yang bergolongan
rhesus positif.

Bila bayi baru lahir mengalami inkompatibilitas rhesus, bayi tersebut perlu ditangani dengan:

 Pemberian transfusi darah untuk mengganti sel darah yang hancur.


 Pemberian cairan atau elektrolit untuk mencegah dehidrasi.
 Fototerapi untuk menguraikan zat bilirubin yang menumpuk pada kulit dan organ
tubuh bayi.

Transfusi darah dan fototerapi pada bayi dapat dilakukan berulang hingga gejala reda dan kondisinya
membaik. Pengulangan transfusi darah dan fototerapi bergantung kepada tingkat keparahan
kerusakan sel darah merah akibat inkompatibilitas rhesus.

Komplikasi Inkompatibilitas Rhesus

Inkompatibilitas rhesus ringan dapat diobati dan bayi dapat sembuh. Akan tetapi pada
inkompatibilitas rhesus yang berat, dapat timbul komplikasi akibat kerusakan sel darah merah, yaitu:

 Anemia berat.
 Gagal jantung.
 Kejang.
 Kerusakan otak pada bayi akibat penyakit kuning (kernikterus).
 Penumpukan cairan dan pembengkakan tubuh bayi.
 Gangguan mental.
 Kelainan saraf, seperti gangguan dalam bergerak, mendengar, atau berbicara.

Anda mungkin juga menyukai