Skripsi Proses
Skripsi Proses
SKRIPSI
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Nuri Khonsa Auliarti
NRP : 1510211079
Tanggal : April 2019
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
iii
PENGESAHAN
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada
Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Dr. dr. Prijo Sidipratomo, SpRad (K) dr. Niniek Hardini, Sp.PA
Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Program Studi
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal Ujian : April 2019
iv
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL SELEDRI TERHADAP
PERTUMBUHAN TRICHOPHYTON RUBRUM SECARA IN
VITRO DENGAN METODE DIFUSI CAKRAM
Abstrak
vi
THE EFFECTIVENESS OF CELERY EXTRACT WITH
ETHANOL SOLUTION AGAINTS THE GROWTH OF
TRICHOPHYTON RUBRUM IN VITRO
Abstract
vi
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
Nya-lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Ekstrak
Etanol Seledri Terhadap Pertumbuhan Trichophyton rubrum Secara In Vitro
Dengan Metode Difusi Cakram”. Penulis menyadari bahwa banyak pihak terkait
yang telah memberikan bantuan sejak dimulainya masa perkuliahan hingga saat
ini, akan sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:Dr. dr. Prijo Sidipratomo, SpRad (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
UPN “Veteran” Jakarta, dr. Niniek Hardini, Sp.PA selaku Kepala Program Studi
Sarjana Kedokteran, dan Tim Community Research Program yang telah
memberikan ilmu dan fasilitas untuk menunjang penelitan ini.
1. dr. Fajriati Zulfa, M.Biomed, selaku dosen pembimbing utama dan Ibu
Arfiyanti, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan memberi
dukungan yang sangat besar pada peneliti selama proses penyusunan skripsi
ini dan dr. Yuni Setyaningsih, M.Biomed selaku penguji utama yang telah
memberikan umpan balik, saran dan motivasi yang sangat bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Orang tua , Muhammad Arief Dimjati dan Nur Khabibah yang telah
melimpahkan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan dalam penulisan
penelitian ini
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, untuk
kontribusi yang diberikan kepada peneliti demi kelancaran penulisan skripsi
serta kehidupan perkuliahan yang peneliti lalui di FK UPNVJ.
Peneliti berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ………………………………… ……………………... 1
I.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 3
I.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 3
I.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………………... 3
I.3.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………. 4
I.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 4
I.4.1 Manfaat Teoritis ……………………………………………………... 4
I.4.2 Manfaat Praktis ………………………………………………………. 4
xvi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR BAGAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
60
3
xvi
3
xvi
3
xvi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1.1. Taksonomi
Adapun taksonomi dari jamur Trichophyton rubrum adalah (Awalia 2018,
hlm.25).
Divisio : Eumycophyta
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Melaneoniales
Familia : Moniliaceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum (T.rubrum)
II.1.1.2. Morfologi
Genus Trichophyton terdiri dari 24 spesies. Secara umum morfologi
koloninya berupa bubuk, berbulu, ataupun licin seperti wax (Ningrum 2018,
hlm.5). Tipe sporanya adalah mikrokonidia dengan makrokonidia yang tipis.
Makrokonidia T.rubrum berbentuk cigar-shaped atau seperti pensil berseptat
xvi
3
dengan ukuran 8-50 μm × 4-8 μm dan berdinding tipis namun sulit untuk
diidentifikasi karena jarang terlihat. Mikrokonidia T.rubrum berbentuk bulat (2.5
sampai 4 μm) dengan jumlah yang melimpah (Awalia 2018, hlm.15).
Pertumbuhan Trichophyton rubrum termasuk lambat dengan morfologi kultur
seperti kapas berwarna putih sampai kemerahan pada permukan agar PDA (Potato
Dextrose Agar). Trichophyton rubrum merupakan dermatofita yang sering
menimbulkan klinis infeksi jamur superfisialis (Sahoo 2016, hlm.80).
II.1.1.3. Struktur
Dermatofita merupakan organisme eukariota, yaitu organisme yang sudah
memiliki membran inti, mitokondria, dan sistem kompleks dalam membran
internal, termasuk retikulum endoplasma dan aparatus golgi (Jawetz 2013,
hlm.671). Lapisan kaku dinding sel jamur mengandung polisakarida kitin dan
glukan. Kitin berfungsi memberi kekuatan struktural untuk dinding sel jamur
(Bhosle 2011, hlm.916).
xvi
3
II.1.1.4. Biakan
Identifikasi dermatofita memerlukan biakan. Spesimen diinokulasi ke
bagian miring agar Saboroud yang mengandung kloramfenikol untuk menekan
pertumbuhan bakteri, diinkubasi 1-2 minggu pada suhu ruangan, kemudian
diperiksa dalam biakan kaca objek bila diperlukan. Spesies diidentifikasi
berdasarkan morfologi koloni (kecepatan pertumbuhan, tekstur permukaan dan
pigmentasi), morfologi mikroskopik (makrokonidia, mikrokonidia), dan pada
beberapa kasus, kebutuhan nutrisi (Jawetz 2013, hlm.676).
II.1.1.5. Patogenesis
Dermatofita ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit dan kuku
manusia atau hewan yang terinfeksi melalui kontak kulit atau rambut dengan
benda yang dihinggapi seperti pakaian, sisir, seprai, selimut, handuk. Kerentanan
terkena infeksi terjadi apabila terdapat cedera pada kulit seperti luka gores, luka
bakar, dan kelembaban tinggi (Hussein 2014, hlm.200).
II.1.1.6 Antifungi
Aktivitas antifungi yang ideal memiliki sifat toksisitas selektif yang berarti
bahwa obat tersebut bahaya bagi mikroba namun tidak membahayakan inangnya.
Berdasarkan sifat toksisitasnya, antifungi dapat bersifat fungistatik (menghambat)
dan fungisid (membunuh) (Ely 2014, hlm.706).
xvi
3
xvi
3
II.1.2. Dermatofitosis
II.1.2.1. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh kolonisasi
jamur dermatofit. Dermatofita bersifat keratolitik, yaitu menyerang dan
menginvasi jaringan keratin pada manusia serta memanfaatkan produk degradasi
untuk menjadi sumber nutrisi (Fitzpatrick 2013, hlm.2298).
II.1.2.2. Etiologi
xvi
3
meluas ke daerah sekitar anus, gluteus dan perut bagian bawah (Shontalia 2017,
hlm.171).
c. Tinea pedis (Athlete’s foot, jungle rot, kutu air) dan Tinea manum
Tinea pedis et manum merupakan dermatomikosis pada kaki dan tangan.
Tinea pedis paling sering terjadi di sela-sela jari dan telapak kaki (Hainer 2013,
hlm.106). Gejala klinis tinea pedis adalah ruam bersisik yang menyebabkan gatal,
menyengat dan terbakar (Spickler 2013, hlm.4).
d. Tinea unguium
Tinea unguium atau dermatophytic onychomycosis merupakan infeksi
jamur pada kuku jari tangan dan kaki (Hainer 2013, hlm.107).
xvi
3
f. Tinea Barbae
Penderita tinea barbae biasanya mengeluhkan adanya rasa gatal di daerah
jenggot, jambang, dan kumis disertai dengan rambut-rambut di daerah tersebut
yang mudah putus (Spickler 2013, hlm.4).
II.1.2.4. Epidemiologi
Insidensi dermatofitosis meningkat di daerah dengan iklim hangat, dan
lembab (Hussein 2014, hlm.200). Umumnya terjadi pada orang yang berkeringat
banyak, memakai sepatu tertutup dan pakaian ketat. Tinea korporis terjadi pada
laki-laki dan perempuan dengan angka kejadian tertinggi pada remaja (Ely 2014,
hlm.703).
xvi
3
Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko tambahan karena
keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk melawan infeksi (Spickler 2013,
hlm.3).
II.1.2.6. Patogenesis
Dermatofita menggunakan zat keratin sebagai sumber gizi. Dermatofita
menginvasi keratin pada stratum korneum kulit. Jaringan sekitarnya merupakan
hasil dari respon host alergi atau peradangan terhadap kehadiran jamur (Hainer
2013, hlm.101). Beberapa dari infeksi tersebut menyebabkan lesi melingkar yang
dihasilkan dari reaksi inflamasi. Jalur infeksi yang diduga sebagai tempat
dermatofita menginfeksi pejamu ialah melalui kulit yang terluka seperti luka gores
atau luka bakar (Gupta 2013, hlm.1050). Bagian dari dermatofit yang menginfeksi
ialah atrokonidia atau konidia. Kuman patogen menyerang stratum korneum,
memproduksi exo-enzym keratinase, dan menginduksi reaksi inflamasi pada lokasi
infeksi (Sahoo 2016, hlm.77).
Tanda-tanda inflamasi ialah kemerahan, pembengkakan, panas dan
alopesia pada daerah yang terinfeksi. Perpindahan patogen menyebabkan lesi
seperti cincin (Spickler 2013, hlm.4). Tinea kruris menular secara langsung
melalui kontak langsung dengan penderita atau secara tidak langsung melalui
barang atau benda yang telah terinfeksi (Shontalia 2017, hlm.171).
II.1.2.7. Diagnosis
Dermatofitosis mudah dikenal secara klinis morfologis, kecuali pada
beberapa kasus tertentu. Diagnosis tinea ditegakkan berdasarkan klinis dan
laboratorium (Ely 2014, hlm.703). Pemeriksaan laboratorium untuk dermatofitosis
yang dilakukan secara rutin adalah pemeriksaan mikroskopik langsung dengan
KOH 10-20%. Pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mengidentifikasi
struktur jamur merupakan teknik yang cepat, sederhana, dan telah digunakan
secara luas sebagai teknik skrining awal. Teknik ini memiliki sensitivitas hingga
80% dan spesifisitas hingga 70% (Spickler 2013, hlm.5).
xvi
3
II.1.2.8. Pengobatan
Pada kebanyakan kasus, dermatofitosis dapat dikelola dengan
pengobatan topikal. Agen topikal memiliki efek menenangkan, yang akan
meringankan gejala lokal. Terapi topikal untuk pengobatan tinea korporis atau
tinea kruris termasuk: terbinafine, butenafine, miconazole, ketoconazole,
klotrimazole, ciclopirox (Gohary 2014, hlm.9). Formulasi topikal dapat
membasmi area yang lebih kecil dari infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di mana
wilayah infeksi yang lebih luas yang terlibat atau di mana infeksi kronis atau
berulang (Hussein 2014, hlm.202).
Infeksi dermatofita dengan krim topikal antifungi hingga kulit bersih
biasanya membutuhkan 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan azoles, 1 sampai 2
minggu dengan krim terbinafine, dan tambahan 1 minggu hingga secara klinis
kulit bersih (Gohary, 2014 hlm.7). Penatalaksanaan nonmedikamentosa dan
pencegahan kekambuhan penyakit sangat penting, seperti mengurangi faktor
predisposisi, seperti menggunakan pakaian yang menyerap keringat,
mengeringkan tubuh setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan pakaian
yang terkontaminasi (Spickler 2013, hlm.3).
II.1.2.9. Prognosis
Prognosisnya baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten (Behzadi 2014, hlm.57).
II.1.3 Seledri
Seledri merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk
memperkaya cita rasa sajian dan sebagai sayuran. Secara tradisional, seledri
banyak digunakan sebagai penurun panas tubuh, penurun tekanan darah, penyubur
rambut, mengatasi susah tidur, memperlancar pengeluaran air seni dan mengobati
keputihan. Buahnya merupakan salah satu obat keputihan yang digunakan secara
empiris oleh bangsa Indonesia (Shehata 2012, hlm.212).
xvi
3
II.1.3.1. Taksonomi
Adapun taksonomi dari tanaman seledri adalah (Urgamal 2012, hlm.36).
Kingdom : Plantarum
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Umbelliferales
Famili : Umbelliferae
Genus : Apium
Species : Apium graveolens L.
xvi
3
Flavonoid merupakan senyawa aktif dalam tumbuhan yang larut dalam air
(Galeotti 2008, hlm.44). Mekanisme antifungi flavonoid yaitu menyebabkan
perubahan integritas membran sel dan mempengaruhi aktivitas metabolik sel
sehingga jamur tidak dapat bertahan hidup (Putri 2017, hlm.11). Selain itu
terdapat mekanisme penghambatan aktivitas antifungi dengan cara merubah
konformasi bagian hipofilik membran sel. Membran sel kehilangan sifat
permeabilitasnya sehingga sistem transport membran tidak stabil. Akibatnya
terjadi kebocoran sel yang kemudian diikuti kematian jamur (Galeotti 2008,
hlm.44).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang menimbulkan busa jika
dikocok dalam air. Mula-mula disebut saponin karena sifatnya yang khas
menyerupai sabun. Saponin menghambat pertumbuhan jamur dengan cara
meningkatkan permeabilitas membran sel jamur, mengubah struktur dan fungsi
membran, denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis
(Putri 2017, hlm.11).
Minyak atsiri merupakan minyak dari tanaman yang komponennya secara
umum mudah menguap. Nama lain dari minyak atsiri adalah essensial oil, karena
bersifat khas sebagai pemberi aroma. Umumnya, minyak atsiri yang segar tidak
berwarna namun pada penyimpanan yang lama dapat berubah menjadi lebih
gelap. Minyak atsiri memiliki efek antifungi dengan menghambat pertumbuhan
Candida albicans (Suprobo 2015, hlm. 18). Mekanisme kerja antifungi minyak
xvi
3
atsiri yaitu gugus fenol dalam minyak atsiri membentuk kompleks dengan protein
dalam membran sel sehingga terjadi penggumpalan. Protein yang menggumpal
mengalami denaturasi sehingga menyebabkan permeabilitas membran sel
menurun, transport nutrisi dalam sel terganggu sehingga pertumbuhan jamur
terganggu (Jawetz 2013, hlm. 715).
xvi
3
2. Metode padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat (Prayoga 2013, hlm.9).
xvi
3
xvi
3
Ekstrak Seledri
Denaturasi protein
Perubahan permeabilitas
membran sel
xvi
3
2. Waktu pertumbuhan
Variabel Perancu
xvi
3
xvi
3
xvi
3
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
xvi
3
xvi
3
xvi
3
xvi
3
1 Filtrat Ampas
Diamkan selama
24 jam
Ditambah pelarut
Aduk 1 jam
2 Filtrat Ampas
xvi
3
xvi
3
xvi
3
xvi
3
tersebut memiliki varians data yang homogen, sedangkan jika nilai p < 0,05 maka
varians data tidak homogen alternatifnya dipilih uji Kruskal-Wallis. Jika pada uji
Annova atau Kruskal-Wallis sudah didapatkan p < 0,05 maka dilakukan analisis
Post Hoc untuk mengetahui perbedaan setiap kelompok (Dahlan 2016, hlm 110).
Persiapan Alat
Sterilisasi Alat
xvi
3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
xvi
3
bening yang terbentuk disekitar kertas cakram yang merupakan hasil dari
metabolit jamur.
Berdasarkan pengujian efektivitas antifungi ekstrak seledri terhadap
Trichophyton rubrum diperoleh hasil sebagai berikut : kelompok konsentrasi 20%
memiliki rata-rata zona hambat sebesar 2,3 mm, dengan nilai minimum zona
hambat sebesar 1,9 mm yaitu pada kelompok uji 4 dan nilai maksimum zona
hambat sebesar 2,8 mm pada kelompok uji 3. Pada kelompok konsentrasi 40%
memiliki rata-rata zona hambat sebesar 3,1 mm, dengan nilai minimum zona
hambat sebesar 2,4 mm, yaitu pada kelompok uji 1 dan nilai maksimum zona
hambat sebesar 3,8 mm, yaitu pada kelompok uji 2.
Pada kelompok konsentrasi 60% memiliki rata-rata zona hambat sebesar
3,3mm, dengan nilai minimum zona hambat sebesar 2,6 mm, yaitu pada
kelompok uji 4 dan nilai maksimum zona hambat sebesar 3,4 mm pada kelompok
uji 2, sedangkan pada konsetrasi 80% memiliki rata-rata zona hambat sebesar 3,4
mm, dengan nilai minimum zona hambat sebesar 3,1 mm, yaitu pada kelompok
uji 3 dan nilai maksimum zona hambat sebesar 3,5 mm, yaitu pada kelompok uji
1. Pada konsentrasi 100% memiliki rata-rata zona hambat sebesar 4,6 mm,
dengan nilai minimum zona hambat sebesar 2,4 mm, yaitu pada kelompok uji 4
dan dinilai maksimum zona hambat sebesar 5,5 mm yaitu pada kelompok uji 1.
Pada ekstrak seledri dengan konsentrasi 100% memiliki daya hambat
terbesar dibandingkan dengan konsntrasi-konsentrasi yang lain. Sedangkan
ekstrak daya hambat terkecil adalah kelompok uji konsentrasi 20%. Pada
pengenceran ekstrak seledri dengan aquades dari konsentrasi 100%, 80%, 60%,
40%, dan 20% terjadi pengurangan zat aktif yang terlarut dalam masing-masing
konsentrasi tersebut, oleh karena itu efektivitas antifungi semakin rendah dengan
semakin kecilnya konsentrasi ekstrak yang diuji.
xvi
3
berdistribusi normal dan memiliki varians data yang sama. Untuk itu terlebih
dahulu dilakukan Uji Normalitas dan Uji Varians pada hasil data tersebut.
Dapat dilihat pada hasil Uji Normalitas pada tabel 4.2 bahwa pada statistik
Uji Normalitas Shapiro-Wilk didapatkan varians data pada setiap konsentrasi
memiliki signifikansi ( p > 0,05 ), hasil ini menunjukkan bahwa distribusi kelima
data tersebut adalah normal.
Sebagai syarat kedua untuk melakukan Uji One-Way ANOVA, maka
dilakukan Uji Varians untuk mengetahui varians data tersebut sama atau tidak.
Hipotesis dalam melakukan Uji Varians adalah sebagai berikut :
H0 : Data zona hambat oleh ekstrak seledri memiliki varians yang sama.
H1 : Data zona hambat oleh ekstrak seledri memiliki varians yang tidak sama.
Keputusan terhadap hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :
xvi
3
Terima H0 jika hasil signifikansi lebih besar dari 0,05 ( >0,05 ), sehingga bila
signifikansi kurang dari 0,05 ( <0,05 ) maka tolak H0 dan terima H1.
Dari hasil Uji Varians Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang
diperoleh adalah 0,70, dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05 (
>0,05 ) sehingga dari hasil Uji Varians ini disimpulkan terima H0 yang berarti
varians antara kelompok data yang dibandingkan adalah sama.
Data ekstrak seledri telah memenuhisyarat Uji One-Way ANOVA.Untuk
membandingkan kelompok perlakuan dengan kelompok lainnya, dilakukan Uji
One-Way ANOVAdan kemudian dianalisis dengan Post Hoc.
Hipotesis dalam melakukan Uji One-Way ANOVA adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan antara ekstrak seledri terhadap
Trichophyton rubrum pada kelompok konsentrasi.
H1 : Terdapat perbedaan hasil perlakuan antara ekstrak seledri terhadap
Trichophyton rubrum pada kelompok konsentrasi.
Keputusan terhadap hipotesis tersebut adalah sebagai berikut : Terima H0
jika hasil signifikasi lebih besar dari 0,05 ( >0,05 ), sehingga bila signifikansi
kurang dari 0,05 ( <0,05 ) maka tolak H0 dan terima H1.
Dari hasil Uji One-Way ANOVA pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai
signifikansi yang diperoleh adalah 0,000, dimana nilai signifikansi tersebut lebih
kecil atau kurang dari 0,05 ( <0,05 ) sehingga hasil dari Uji Varians ini
disimpulkan tolak H0 dan terima H1 yang berarti terdapat perbedaan hasil
xvi
3
Tabel 6 Uji Analisis Data Post Hoc Ekstrak Seledri terhadap Trichophyton
rubrum
Ekstrak seledri Ekstrak seledri Sig. Rata-rata beda
(a) (b) (a-b)
Kontrol negatif Kontrol positif 0,000 -9,83750
20% 0,000 -2,30000
40% 0,000 -3.00000
60% 0,000 -2,77500
80% 0,000 -3.05000
100% 0,000 -4,30000
Kontrol positif Kontrol negatif 0,000 9,83750
20% 0,000 7,53750
40% 0,000 6,83750
60% 0,000 7,06250
80% 0,000 6,78750
100% 0,000 5,53750
20% Kontrol negatif 0,000 2,30000
Kontrol positif 0,000 -7,53750
40% 1,000 -0,70000
60% 1,000 -0,47500
80% 0,889 -0,75000
100% 0,000 -2,00000
40% Kontrol negatif 0,000 3.00000
Kontrol positif 0,000 -6,83750
20% 1,000 0,70000
60% 1,000 0,22500
80% 1,000 -0,05000
xvi
3
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil dari analisis Post Hoc menunjukkan
terdapat beberapa kelompok ekstrak dengan nilai p > 0,005, sehingga
menunjukkan tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan antara ekstrak seledri
terhadap Trichophyton rubrum pada kelompok konsentrasi. Kelompok konsentrasi
tersebut yaitu :
Ekstrak seledri 20% dengan 40% didapatkan p = 1,000
Ekstrak seledri 40% dengan 60% didapatkan p = 1,000
Ekstrak seledri 60% dengan 80% didapatkan p = 1,000
Untuk kelompok ekstrak lainnya menghasilkan nilai p < 0,005, sehingga
menunjukkan terdapat perbedaan hasil perlakuan antara ekstrak seledri terhadap
Trichophyton rubrum pada kelompok konsentrasi. Kelompok konsentrasi tersebut
yaitu :
xvi
3
IV.3. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan tentang efektivitas ekstrak seledri terhadap
pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%,
80% dan 100% yang dilakukan dengan pengulangan sebanyak empat kali terdapat
daya hambat pertumbuhan Trichophyton rubrum pada konsentrasi 20% yaitu 2,3
mm dengan kriteria kekuatan daya antifungi lemah, konsentrasi 20% daya hambat
3,1 mm dengan kriteria kekuatan daya antifungi lemah, konsentrasi 40% daya
hambat 3,5 mm dengan kriteria kekuatan daya antifungi lemah, dan konsentrasi
tertinggi 100% daya hambat 5,5 mm dengan kriteria kekuatan daya antifungi
sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa angka daya hambat ekstrak seledri
terhadap jamur Trichophyton rubrum yang diberi konsentrasi ekstrak lebih
rendah, efeknya sama dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan ekstrak
50%, 60%, 70% dengan memperhatikan variabel perancu terkendali.
xvi
3
xvi
3
jamur setelah pemberian ekstrak seledri didukung oleh penelitian Sukandar (2016,
hlm 7) menyatakan bahwa terdapat peningkatan daya hambat jamur Pityrosporum
ovale setelah pemberian ekstrak etanol seledri.
Dari hasil di atas, dapat disimpulkan ekstrak seledri ini efektif, karena
dapat menghambat pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum sebesar 2,8 mm –
5,5 mm.
Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA terdapat perbedaan
efektivitas ekstrak seledri terhadap pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum.
Untuk mengetahui kelompok konsentrasi yang memiliki perbedaan bermakna
maka dilakukan analisis Post Hoc dengan uji Bonferroni.
Berdasarkan hasil uji statistik Bonferroni didapatkan perbedaan bermakna
antara setiap konsentrasi dan setiap konsentrasi terhadap kontrol negatif dan
kontrol positif. Daya hambat pertumbuhan Trichophyton rubrum mulai terjadi
pada konsentrasi 20% dengan kriteria daya antifungi lemah, sementara daya
hambat tertinggi terdapat pada konsentrasi 100% dengan kriteria daya antifungi
sedang ( 5 – 10 mm ), maka dapat disimpulkan bahwa daya hambat pertumbuhan
jamur Trichophyton rubrum berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi.
Menurut Chandra (2015 hlm. 30) kenaikan suatu konsentrasi ekstrak juga diikuti
dengan besar daya hambat pertumbuhan jamur.
Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang memiliki kesamaan
tujuan penelitian yaitu mengenai penghambatan pertumbuhan jamur dan
kesamaan penggunaan bahan penelitian yaitu seledri. Salah satunya penelitian Ika
Rachmawati (2014) mengenai efektivitas ekstrak seledri terhadap pertumbuhan
Candida albicans menunjukkan bahwa ekstrak seledri dimungkinkan
mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas terhadap anti jamur. Dalam
penelitian tersebut konsentrasi yang diujikan yaitu konsentrasi 50%, 60%, 70%,
80% dan 100% dan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat pertumbuhan Candida
albicans pada setiap konsentrasi.
Efek antifungi pada ekstrak seledri (Apium graviolens) disebabkan karena
adanya senyawa kimia dalam seledri. Adanya perbedaan dari konsentrasi ekstrak
seledri turut mempengaruhi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam
xvi
3
ekstrak. Senyawa kimia tersebut antara lain golongan senyawa flavonoid, saponin
dan minyak atsiri (Rachmawati, 2014).
xvi
3
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang
diperoleh, dapat diambil keputusan sebagai berikut :
1. Esktrak seledri menunjukkan aktivitas antifungi terhadap pertumbuhan
Trichophyton rubrum secara in vitro dengan metode difusi.
2. Ekstrak seledri menunjukkan kadar hambat minimal (KHM) terhadap
jamur Trichophyton rubrum pada konsentrasi 20%.
3. Ekstrak seledri menunjukkan kadar hambat maksimal terhadap jamur
Trichophyton rubrum pada konsentrasi 100% dengan daya hambat
sebesar 5,5 mm.
V.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat disarankan bahwa :
1. Dapat dilakukan pengujian aktivitas antifungi ekstrak seledri terhadap
jenis jamur lain dengan metode yang lain.
2. Dapat dilakukan uji aktivitas antifungi ekstrak seledri terhadap
Trichophyton rubrum secara in vivo.
3. Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk masyarakat pada umumnya
dan tenaga kesehatan pada khususnya.
4. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan penelitian eksperimental
lainnya
xvi
3
DAFTAR PUSTAKA
Ardelia, Patra. 2010. Aktivitas Antijamur Air Perasan Daun Seledri (Apium
graveolens L.) Terhadap Candida albicans Secara In Vitro. Riau:
Universitas Riau, Fakultas Kedoteran, Program Studi Sarjana Kedokteran.
xvi
3
Gohary, El. 2014. Topical antifungal treatments for tinea cruris and tinea corporis.
Primary Care and Population Sciences, Faculty of Medicine, Aldermoor
Health Centre, University of Southampton, Southampton, UK.
Majidah, Dewi. 2014. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Seledri (Apium graveolens
L.) t-erhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans sebagai Alternatif Obat
Kumur, Jember : Universitas Jember, Fakultas Kedokteran Gigi, Program
Studi Sarjana Kedokteran Gigi.
xvi
3
Novitasiah, Rusdwi. 2014. Inventory of Invasive Plant Species along the corridor
of Kawah Ijen Nature Tourism Park, Banyuwangi, East Java. Malang :
University of Brawijaya, Faculty of Mathematic and Natural Sciences,
Magister Program in Biology, Malang, East Java, Indonesia.
Prasad, 2016. Nilai Diagnostik Dermatophyte Strip Test pada Pasien Tinea
Ungium. Palembang : Universitas Sriwijaya, Fakultas Kedokteran, Program
Studi Sarjana Kedokteran.
Prayoga, Eko. 2013. Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Pipier betle L)
Dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran Terhadap Perumbuhan
Staphylococcus aureus. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas
Kedokteran, Program Studi Sarjana Kedokteran
Puspitasari, Dwi. 2015. Uji Efektivitas Ekstrak Biji Avokad (Persea americana
Mill.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro Dengan
Metode Difusi Cakram. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta, Fakultas Kedokteran, Program Studi Sarjana Kedokteran.
xvi
3
Sahoo, Kumar. 2016. Management of tinea corporis, tinea cruris, and tinea pedis:
A comprehensive review. India : Postgraduate Institute of Medical
Education and Research, Department of Dermatology and Venereology.
Singh, Avneet. 2017. Tinea cruris and Tinea genitalis: Clinical manifestations and
diagnostic challenges, India : Muzaffarnagar Medical College.
xvi
3
DATA PRIBADI
Nama : Nuri Khonsa Auliarti
Tempat /Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Mei 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Nangka Nomor 42A RT 01 RW 13
Depok, Jawa Barat 16435
No.Telp : 085817549467
Email : khonsa.auliarti@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
1. 2001 – 2003 : TK Al-Ma’shum Kota Depok
2. 2003 – 2009 : SD Islam Terpadu Al-Hamidiyah
3. 2009 – 2012 : SMP Negeri 2 Depok
4. 2012 – 2015 : SMA Negeri 1 Depok
5. 2015 – 2019 : Program Sarjana (S-1) Kedokteran Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
Wakil Ketua Sekbid OSIS SMP Negeri 2 Depok (2010-2011)
Anggota Pramuka SMP Negeri 2 Depok (2009-2010)
Anggota Syiar Asy Syifa FK UPN Veteran Jakarta (2017-2018)
xvi
62
Lampiran 1
Surat Persetujuan Proposal Penelitian
50
Lampiran 2
Surat Permohonan Izin Penelitian dan Survei Data
xvi
51
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
xvi
52
Lampiran 4
Surat Persetujuan Etik
xvi
53
Lampiran 6
Hasil Uji Statistik
Tests of Normalitya
Kolmogorov-Smirnovb Shapiro-Wilk
2.326 6 21 .070
ANOVA
diameter_daerah_hambat
xvi
54
Multiple Comparisons
Dependent Variable: diameter_daerah_hambat
95% Confidence
20% kontrol
2.30000* .34690 .000 1.1021 3.4979
negatif
40% kontrol
3.00000* .34690 .000 1.8021 4.1979
negatif
xvi
55
60% kontrol
2.77500* .34690 .000 1.5771 3.9729
negatif
80% kontrol
3.05000* .34690 .000 1.8521 4.2479
negatif
100% kontrol
4.30000* .34690 .000 3.1021 5.4979
negatif
20% kontrol
2.30000* .18708 .007 1.1784 3.4216
negatif
xvi
56
40% kontrol
3.00000* .24833 .007 1.5113 4.4887
negatif
60% kontrol
2.77500* .15478 .002 1.8471 3.7029
negatif
80% kontrol
3.05000* .23274 .005 1.6547 4.4453
negatif
100% kontrol
4.30000* .44907 .013 1.6078 6.9922
negatif
xvi