Anda di halaman 1dari 69

BAGIAN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT : GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F.20)

Oleh:
Diah Rindayani Hasbi
111 2018 2039

Pembimbing
dr. Nurindah Kadir , M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Diah Rindayani Hasbi
Stambuk : 111 2018 2039
Judul Refarat : Gangguan Afektif Bipolar
Judul Laporan Kasus : Skizofrenia Paranoid (F.20)
Telah menyelesaikan dan mempresentasikan tugas Referat dalam rangka
tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran,
Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, November 2019


Pembimbing,

(dr. Nurindah Kadir , M.Kes, Sp.KJ )

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. 1


LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. 3
I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi .................................................................................. 7
2.2 Epidemiologi ......................................................................... 8
2.3 Etiologi .................................................................................. 9
2.4 Gambaran Klinis………………………………………………... 13
2.5 Klasifikasi .............................................................................. 16
2.6 Diagnosis .............................................................................. 28
2.7 Penatalaksanaan .................................................................. 30
III. KESIMPULAN ............................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 42
LAPORAN KASUS ........................................................................ 44

3
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan mood (afek) merupakan perubahan suasana perasaan,

biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya),

atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat) . Perubahan afek ini

biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat

aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap

perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan

tersebut.1

Gangguan afektif dapat berupa depresi, manik atau campuran

keduanya (bipolar). Sebelumnya, gangguan bipolar disebut dengan manik-

depresif, gangguan afektif bipolar, atau gangguan spectrum bipolar.

Gangguan bipolar merupakan gangguan psikiatri yang paling sering

mengalami misdiagnosis.2

Gangguan bipolar adalah suatu kondisi di mana orang yang

mengalami perubahan suasana hati episodik heterogen dalam jenis dan

frekuensi, dalam kombinasi dengan perubahan kognitif, perilaku, dan

fisiologis.

Rasio jenis kelamin sama. Prevalensi titik gangguan bipolar di

negara-negara barat (terutama didasarkan pada studi di Amerika Serikat)

adalah antara 0,4 dan 1% pada populasi umum. Risiko seumur hidup pada

populasi umum di negara-negara barat adalah 0,6-1,1%. Usia awitan rerata

adalah sekitar pertengahan 20 tahunan. Namun, sebaiknya diingat bahwa

4
gangguan ini dapat mulai terjadi pertama kali pada usia tua. Bila terjadi

pada masa remaja, gangguan dapat dikira skizofrenia (meskipun penelitian

terkini memperlihatkan bahwa keakuratan diagnosis episode pertama pada

masa remaja sebaik masa dewasa). Gangguan bipolar diketahui lebih

sering terjadi pada golongan sosial atas. 4

Gangguan afektif bipolar merupakan peringkat kedua terbanyak

sebagai penyebab disabilitas. Sebanyak 4% dari populasi menderita

gangguan bipolar. Bahaya kematian bisa terjadi pada penderita bipolar.

Salah satu penyebab kematian pada penderita bipolar mengakhiri hidupnya

dengan bunuh diri. Populasi diperkirakan antara 10-15 per 100000 di antara

manusia. Prevalensi serupa pada pria dan wanita pada semua kelompok

budaya dan etnis. Gangguan ini dimulai sejak awal masa dewasa, tetapi

pada kasus gangguan bipolar lainnya sudah terjadi pada masa remaja

maupun pada masa kanak-kanak.5

Gangguan afektif pada anak-anak dan remaja telah dikenali dan

diperhatikan selama beberapa decade terakhir .Selama banyak generasi,

kesedihan dan keputusasaan telah diketahui terjadi pada anak-anak dan

remaja, tetapi konsep tentang gangguan afektif memerlukan waktu yang

cukup lama untuk diterima secara umum. Suatu kriteria gangguan afektif

pada masa anak-anak dan remaja adalah suatu kekacauan mood, seperti

depresi dan elasi. Disamping itu iritabilitas dapat merupakan tanda suatu

gangguan afektif pada anak-anak atau remaja.6

5
Prevalensi selama hidup dari gangguan bipolar I sekitar 1%, dengan

lanjutan sebanyak 2% mengalami gangguan bipolar II dan 2% siklotimik

selama hidupnya. Perbandingan antara wanita dan pria sekitar 1,5:1,0;

lebih banyaknya penderita wanita dibandingkan pria lebih jelas terlihat pada

grup bipolar II. Usia puncak dari onset adalah pada awal 20-an. Beberapa

peenelitian telah menunjukkan angka prevalensi yang lebih besar pada

kelas sosial yang lebih tinggi, mungkin menggambarkan perbedaan akses

terhadap diagnosis.4

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan bipolar adalah suatu kondisi di mana orang yang

menderita mengalami perubahan suasana hati episodik heterogen

dalam jenis dan frekuensi, dalam kombinasi dengan perubahan kognitif,

perilaku, dan fisiologis. Gangguan bipolar bersifat episodik, berulang,

dan sering progresif. Pasien harus mengalami setidaknya 1 episode

mania atau hipomania untuk memenuhi kriteria diagnostic.

Bipolar berasal dari dua kata, yaitu bi dan polar, bi berarti dua dan

polar berarti kutub, maka bipolar adalah gangguan perasaan dengan

dua kutub yang bertolak belakang . Dua kutub yang dimaksud adalah

depresi dan manik. Depresi didefinisikan sebagai kedaan emosional

yang ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak

berarti dan rasa bersalah, menarik diri dari orang lain, dan kehilangan

minat dalam aktivitas yang biasanya dilakukan. Manik didefinisikan

sebagai keadaan emosional dengan kegemberiaan yang berlebihan,

mudah tersinggung, disertai hiperaktivitas, berbicara lebih banyak dari

biasanya, serta pikiran dan perhatian yang mudah teralih. Orang

dengan gangguan bipolar akan mengalami dua fase perasaan tersebut

dalam hidupnya. 6

Perbedaan yang mendasar antara orang dengan gangguan bipolar

dan yang tidak menderita bipolar adalah terkadang orang dengan

7
bipolar akan merasa sedih atau gembira tanpa perlu suatu alasan yang

jelas, pemicu kesedihan yang terlihat sederhana bagi orang lain bisa

menimbulkan depresi yang berkepanjangan di mana penderita bipolar

merasa sulit keluar dari perasaan tersebut 6

2.2 Epidemiologi

Saat ini prevalensi gangguan bipolar dalam populasi cukup tinggi,

mencapai 1,3-3%. Bahkan prevalensi untuk seluruh spektrum bipolar

mencapai 2,6-6,5%. Tujuh dari sepuluh pasien pada awalnya

misdiagnosis. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan sama

besarnya terutama pada gangguan bipolar I, sedangkan pada

gangguan bipolar II, prevalensi pada perempuan lebih besar. Depresi

atau distimia yang terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko

untuk menjadi gangguan bipolar. 7

Gangguan bipolar dapat mengenai semua ras, etnik, dan

klas sosial. Prevalensi untuk masing -masing tipe bipolar

adalah berbeda. The World Mental Health Survey Initiative,

melakukan sebuah survai epidemiologi GB {selama kehidupan

dan (12 bulan terakhir)} yang melibatkan sebanyak 61392

subjek. Hasil survai itu menunjukkan bahwa:

 Gangguan Bipolar-I adalah {0,6% (0,4%)}, pada populasi

dewasa. Prevalensi antara lelaki dengan perempuan adalah

sama.

8
 Gangguan Bipolar-II adalah {0,4% (0,3%)}. Prevalensi pada

perempuan lebih tinggi daripada lelaki.

 Gangguan Bipolar Subambang adalah {1,4% (0,8%)}.

2.3 Etiologi

Meskipun gangguan bipolar sudah diperkenalkan oleh


Kraepelin sejak tahun 1898, ketika itu disebutnya dengan gangguan
manik-depresif, etiologinya sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Pada tahun 1970 diperkenalkan litium sebagai obat yang efektif
untuk pengobatan gangguan bipolar. Sejak itu, penelitian pada
gangguan bipolar banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian lebih
fokus pada neurobiologi dan transmisi genetik bila dibandingkan
dengan terhadap faktor lingkungan.3
Pada tahun 1970-an, 1980-an, dan pertengahan 1990-an, fokus
penelitian adalah berbagai proses neurologi, misalnya
neurotransmitter, aktivitas sinaps, fungsi sel membran, dan sistem
second-messenger. Dibawah ini, ada beberapa teori yaitu:3
1. Dysregulation Theory: mood diatur oleh beberapa mekanisme
homeostasis. Kegagalan komponen homeostasis ini dapat
menyebabkan ekspresi mood tersebut melebihi batasnya yang
diidentifikasi sebagai simtom mania dan depresi. Pendapat lain
menyatakan bahwa hiperaktivitas pada sirkit yang memediasi
mania atau depresi dapat memunculkan perilaku terkait dengan
keadaan mood tertentu.
2. Chaotic Attractor Theory. Perjalanan penyakit gangguan bipolar
tidak dapat diprediksi. Defek biokimia menyebabkan disregulasi
sintesis neurotransmitter. Bentuk disregulasinya konsisten tetapi
menifestsi simtom, baik mania atau pun depresi bergantung
kondisi lingkungan dan fisiologis saat itu.
3. Kindling Theory. Bebrapa gangguan psikiatri disebabkan oleh
perubahan biokimia subklinis yang kumulatif di sistem limbik.

9
Progresivitas kumulatif ini menyebabkan neuron semakin mudah
terkeksitasi sehingga, akhirnya, simtom dapat diobservasi secara
klinis. Model kindling ini menjelaskan perubahan dan progresifnya
gangguan bipolar sepanjang waktu. Akibatnya, peningkatan
beratnya derajat dan frekuensi bipolar dapat terjadi dengan
semakin lanjutnya usia.
4. Catecholamine Theory. Abnormalitas noradrenergik yang
menonjol dan diukur dengan konsentrasi norepinefrin dan hasil
metabolitnya yaitu MPHG. Kadar MPHG dalam urin lebih rendah
pada depresi bipolar bila dibandingkan dengan pada depresi
unipolar. Pada mania, konsentrasi norepinefrin dan MPHG dalam
cairan serebrospinal lebih tinggi. Tidak ada bukti yang jelas
mengenai peran katekolamin lainnya pada gangguan bipolar.
Kadar serotonin rendah dan terdapat gangguan transporter
serotonin. Konsentrasi HVA dalam cairan serebrospinal, metabolit
utama dopamin, juga rendah. Peran bipolar tidak begitu jelas,
tidak ada bukti yang kuat mengenai abnormalitas kolinergik.
5. The HPA Axis Theory. Terdapat hubungan yang kuat antara
hiperaktivitas aksis HPA dengan gangguan bipolar. Hubungan
tersebut terlihat pada episode campuran dan depresi bipolar tetapi
kurangnya ada bukti dalam klasik mania.
6. Protein Signaling Theory. Abnormalitas dalam sinyal kalsium
berperanan dalam gangguan bipolar, jalur protein G, dan jalur
protein kinase C (PKC). Bukti yang mendukung peran G protein
lebih banyak bila dibandingkan dengan yang mendukung peran
PKC. Sistem ini dikaitkan dengan “celluar cogwheels”. Ia berfungsi
mengintegrasikan input dan output biokimia kompleks dan
mengatur mekanisme umpan balik. Sistem ini berperan
mempertahankan plastisitas dan memori seluler.
7. Calcium Signaling Theory. Abnormalitas pada sinyal kalsium
berperan pada gangguan bipolar. Pada gangguan bipolar terdapat

10
peningkatan kadar kalsium intraseluler. Obat yang menghambat
saluran kalsium berfungsi efektif dalam mengobati gangguan
bipolar.
8. Neuroanatomical Theories: cellular resiliency. Terdapat
penurunan dalam volume SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau
glial akan gangguan mood. Ditemukan adanya protein sitoprotektif
di korteksi frontal. Litum dan stabilisator mood lainnya
meingkatkan kadar protein ini. Compound axial tomography (CAT)
dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan adanya
hiperintensitas abnormal di regio subkorteks, misalnya regio
periventrikularm ganglia basalis, dan talamus pada pasien
depresi. Pada pasien dengan gangguan bipolar I, usia lanjut, juga
terlihat adanya hiperintensitas. Hiperintensitas ini menunjukkan
terjadinya neurodegenerasi akibat berulangnya episod mood.
Pelebaran ventrikelm atropi korteks dan melebarnya sulkus juga
dilaporkan pada pasien dengan gangguan bipolar. Pada pasien
depresi juga terlihat pengurangan volume hipokampus dan
nukleus kaudatus. Atropi yang difus dikatkan dengan beratnya
penyakit, seringnya bipolartitas dan tingginya kadar kortisol.
Penelitian pada pasien dengan depresi yang menggunakan
positron emission tomography (PET) menunjukkan adanya
penurunan metabolisme otak anterior terutama atau lebih
menonjol di sisi kiri. Depresi dikaitkan dengan peningkatan relatif
aktivitas hemisfer nondominan.
9. Genetic and Familial Theories. Studi anak kembar, adopsi, dan
keluarga menunjukkan bahwa gangguan bipolar adalah
diturunkan. Konkordans untuk kembar monozigot adalah 70%-
90% dan pada kembar dizigot adalah 16%-35%. Faktor risiko
pada saudara kandung adalag empat-enam kali lebih tinggi bila
dibandingkan populasi umum. Telah diidentifikasi berbagai
kromosom. Kromosom 18q dan 22q merupakan dua regio yang

11
terkait dengan gangguan bipolar. Bukti studi linkage pada 18q
berasal dari saudara kandung dengan gangguan bipolar II dan
dari keluarga yang mempunyai riwayat dengan gangguan panik.10

Faktor-faktor predisposisi meliputi faktor-faktor genetika dan


kepribadian. Faktor-faktor presipitasi meliputi stres psikososial
dan penyakit fisik. Faktor penyebab berkelanjutan (perpetuasi)
dan perantara meliputi:10
1) Faktor-faktor psikososial
2) Faktor-faktor sosial
3) Neurotransmitter
4) Faktor-faktor psikoneuroendokrinologis
5) Perubahan air dan elektrolit
6) Perubahan tidur
7) Perubahan fotik.

2.4 Gambaran Klinis

"Episode mood" bipolar termasuk perubahan suasana

hati yang tidak biasa dengan kebiasaan tidur yang tidak biasa,

tingkat aktivitas, pikiran, atau perilaku. Orang mungkin

memiliki episode manic, episode depresi, atau episode

"campuran". Episode campuran yang memiliki gejala -gejala

manic dan depresi. Episode kehidupan ini menimbulkan

gejala yang berlangsung satu atau dua minggu atau kadang -

kadang lebih lama. Selama episode, episode berlangsung

setiap hari untuk sebagian besar hari. Suasana episode

intens. Perasaan kuat dan terjadi seiring dengan perubahan

besar dan tingkat energi.

12
Mungkin orang-orang yang memiliki episode manik:

merasa sangat "naik" atau "tinggi" percaya "gelisah" atau

"kabel" kesulitan tidur menjadi lebih aktif dari biasanya

berbicara sangat cepat tentang banyak hal yang lebih menjadi

gelisah, iritasi, atau "sensitif" "Suka seperti mereka akan

sangat cepat berpikir mereka bisa melakukan banyak hal

sambil melakukan hal-hal yang berisiko, seperti

menghabiskan banyak uang atau sembrono seks.

Mungkin orang-orang yang memiliki episode depresi:

merasa sangat "turun" atau merasa tidur terlalu banyak atau

terlalu sedikit seperti mereka tidak dapat menikmati apa pun

yang menyangkut kekhawatiran dan kosong, sulit untuk

mengingat hal banyak.

Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit lelah atau

"terhenti".Gambaran klinis utama dari episode manik adalah

perubahan mood, yang biasanya meningkat dan meluap-meluap,

tetapi dapat juga ditandai dengan iritabilitas yang kuat. Gambaran

klinis terkait termasuk peningkatan aktivitas psikomotor (berpikir dan

bicara yang cepat, mudah terganggu saat melakukan sesuatu,

penurunan kebutuhan tidur); optimisme yang berlebihan, rasa percaya

diri yang meningkat, dan penurunan hambatan sosial, dengan tidak

mempertimbangkan konsekuensi berbahaya yang mungkin

ditimbulkan (aktivitas seksual berlebih, berbelanja berlebihan, cara

13
mengemudi yang berbahaya dan/ atau inisiatif bisnis, agama, politik

yang tidak pantas).7

Gambaran psikotik yang serasi atau tidak serasi dengan mood,

termasuk gejala utama Schneiderian juga dapat ditemukan, dan, jika

muncul dengan kejelasan yang sama, dapat didiagnosis sebagai

gangguan skizoafektif. Peningkatan kesadaran sensorik sering

ditemukan. Abnormalitas bicara meliputi bicara yang tidak dapat disela

(memaksa) dan loncatan pikiran (flight of ideas) (berganti dari satu

topik ke topik lainnya). Tilikan seringkali tidak ada.7

Episode manik dan hipomanik dibedakan berdasarkan bahwa

episode manik lebih berat, dan menyebabkan gangguan yang nyata

pada pekerjaan, kehidupan pribadi atau sosial, mungkin terdapat

gambaran psikotik sehingga biasanya memerlukan rawat inap;

episode hipomanik lebih ringan dan ketidakteraturan dan gejala

psikotik tidak ditemukan.7

Episode (fase) depresi dari gangguan bipolar I biasanya

diasosiasikan dengan retardasi psikomotor, sedangkan agitasi lebih

sering ditemukan pada depresi bipolar II. Pada 20% kasus (sebagian

besar serasi dengan mood), gejala psikotik juga muncul (misalnya

halusinasi auditorik).6

Dua pola gejala dasar di dalam gangguan mood adalah gejala

yang terdapat pada depresi dan mania. Gejala gangguan bipolar

bervariasi antara satu orang dengan lainnya. Pada sebagian orang,

14
masalah timbul ketika dalam kondisi mania, pada orang lain masalah

timbul pada kondisi depresi. Kadang kadang gejala mania dan depresi

muncul bersamaan (campuran). Pada kondisi mania, beberapa gejala

yang muncul antara lain:8

• Euphoria (gembira)

• Inflated self-esteem (percaya diri berlebihan)

• Poor judgment (kemampuan menilai menjadi jelek)

• Bicara cepat

• Racing thoughts (pikiran saling berkejar-kejaran)

• Aggressive behavior (perilaku agresif)

• Agitation or irritation (agitasi atau iritasi)

• Kegiatan fisik meningkat

• Risky behavior (perilaku yang berbahaya)

• Spending sprees or unwise financial choices (tidak mampu

mengelola uang, mengeluarkan uang tanpa perhitungan)

• Meningkatnya dorongan untuk berprestasi atau mencapai

tujuan

• Meningkatnya dorongan seksual

• Berkurangnya dorongan untuk tidur, tidak merasa mengantuk.

• Gampang terganggu konsentrasi

• Berlebihan dalam mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan

• Sering bolos sekolah atau kerja

• Mempunyai waham atau keluar dari realitas

15
• Prestasi kerja atau sekolah menurun

Pada kondisi depresi, gejala yang muncul antara lain:8

• Kesedihan

• Merasa tanpa harapan

• Keinginan atau tindakan bunuh diri

• Anxiety (kecemasan)

• Perasaan bersalah

• Gangguan tidur

• Nafsu makan menurun atau bahkan naik.

• Merasa lelah berlebihan

• Hilangnya minat pada kegiatan yang dulu dinilainya menarik /

 Menyenangkan

• Sulit berkonsentrasi

• Mudah tersinggung

• Rasa nyeri kronis tanpa alasan yang jelas

• Sering mangkir sekolah/kerja

• Prestasi rendah di sekolah atau tempat kerja

2.5 Klasifikasi
Pembagian menurut PPDGJ-III, gangguan afektif bipolar dibagi
menjadi:1
a. F31 Gangguan Afekif bipolar
 Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari

16
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua
macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress
tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
 Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal
(F30)
b. F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
 Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk
hipomania (F30); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
c. F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala
psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
d. F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
dengan gejala psikotik (F30.2); dan

17
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau
e. F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau
sedang
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresi ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau
f. F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau
g. F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat
dengan gejala psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau
h. F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
 Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian
dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang
sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu); dan
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau
i. F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

18
 Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata
selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami
sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik
atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-
kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran)
j. F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
k. F31. 9 Gangguan afektif bipolar YTT

Pada DSM-IV-TR, pola kekambuhan dapat diklasifikasikan


sebagai gangguan bipolar I (dengan satu atau lebih episode manik
atau campuran dan biasanya terdapat satu atau lebih episode depresi
berat); gangguan bipolar II (episode depresi berat dan hipomanik
berulang tetapi tanpa episode manik); dan gangguan siklotimik,
dengan fluktuasi mood berkepanjangan selama setidaknya dua tahun,
tidak berhubungan dengan keadaan eksternal, termasuk episode
tunggal dari depresi dan hipomanik (tetapi tanpa manik) dengan
tingkat keparahan yang tidak cukup untuk memenuhi kriteria
diagnostik.6
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV,
gangguan bipolar dibedakan menjadi dua bagian meliputi (1)
gangguan bipolar I dan (2) bipolar II. Gangguan bipolar I ditandai
adanya dua episode yang berbeda yaitu episode manik dan depresi,
sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan
depresi.5

Gangguan Bipolar I
Riwayat alami gangguan bipolar I sedemikian rupa sehingga
sering berguna untuk menggambarkan gangguan pasien dan
membuatnya tetap up to date seiring berkembangnya terapi.
Walaupun gangguan siklotimik kadang-kadang didiagnosis

19
belakangan pada pasien dengan gangguan bipolar I, tidak ada ciri
kepribadian yang teridentifikasi yang dikaitkan dengan gangguan
bipolar I.9
Gangguan bipolar I sering dimulai dengan depresi (75% pada
perempuan, 67% pada laki-laki) dan merupakan gangguan berulang.
Sebagian besar pasien mengalami episode depresif dan manik.
Episode manik khususnya memiliki awitan cepat (jam atau hari) tetapi
dapat berkembang selama beberapi minggu. Episode manik yang
tidak diobati dapat bertahan sekitar selama 3 bulan; sehingga klinisi
sebaiknya tidak menghentikan obat sebelum waktu tersebut.
Sembilan puluh persen orang yang memiliki satu episode manik
cenderung mengalaminya lagi. Ketika gangguan berkembang, waktu
antarepisode sering berkurang. Meskipun demikian, setelah sekitar
lima episode interval antarepisode sering menjadi stabil antara 6
sampai 9 bulan. Lima hingga lima belas persen orang dengan
gangguan bipolar memiliki empat episode atau lebih tiap tahun dan
dapat diklasifikasikan sebagai siklus cepat.9
Episode Mania3
a. Pada periode tertentu, secara abnormal dan menetap, terdapat
mood elasi, ekspansif atau iritabel atau terdapat peningkatan
aktivitas yang bertujuan atau peningkatan energi, yang
berlangsung paling sedikit satu minggu, hampir sepanjang hari
dan hampir setiap hari (atau waktunya bisa kurang dari satu
minggu bila pasien masuk perawatan).
b. Selama periode gangguan mood atau peningkatan energi atau
aktivitas tersebut, tiga (atau lebih) simtom di bawah ini (empat bila
mood iritabel) menetap dengan derajat yang signifikan dan
menunjukkan perubahan perilaku yang berbeda dari biasanya.
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya, merasa segar
dengan hanya tidur tiga jam)

20
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya keterdesakan
untuk tetap berbicara
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
yang berlomba
5. Distraktibilitas (misalnya, perhatian mudah teralih kepada
stimulus eksternal yang tidak relevan atau penting),
dilaporkan ataun diobservasi
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (baik secara
sosial, pekerjaan, sekolah atau seksual) atau agitasi
psikomotor (misalnya, aktivitas yang tidak bertujuan)
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang berpotensi
tinggi berdampak merugikan (misalnya, terlibat dalam
berbelanja yang tak terbatas, melakukan hubungan seksual
yang sembrono atau investasi bisnis yang kurang
pertimbangan)
c. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya
nyata dalam fungsi sosial dan pekerjaan atau memerlukan
perawatan untuk menghindari melukai diri sendiri atau orang lain,
atau adanya gambaran psikotik.
d. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu
zat (misalnya, zay yang disalahgunakan, obat, atau terapi lainnya)
atau kondisi medik lainnya.
Catatan: episode mania yang terjadi selama penggunaan
antidepresan (misalnya, obat, electroconvulsive therapy) yang
menetap dan memenuhi derajat sindrom lengkap serta melebihi
efek fisiologik dari obat tersebut dan memerlihatkan cukup bukti
untuk suatu episode mania, diagnosisnya adalah Gangguan
Bipolar I.
Catatan: kriteria A-D merupakan episode mania. Paling sedikit
dibutuhkan satu episode mania untuk menegakkan diagnosis
Gangguan Bipolar I.

21
Episode Hipomania3
a. Dalam periode tertentu, secara abnormal dan menetap, terdapat
mood yang elasi, ekspansif atau iritabel serta terdapat
peningkatan aktivitas dan energi yang berlangsung paling sedikit
empat hari berturut-turut, terdapat hampir sepanjang hari dan
hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi serta
aktivitas tersebut, tiga (atau lebih) gejala berikut (empat bila mood
hanya iritabel) menetap, menunjukkan adanya perubahan perilaku
dan perilaku biasanya, dan terlihat dalam derajat yang bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya
tidur tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
berlomba
5. Distraktibilitas (misalnya, perhatian mudah teralhih kepada
stimulus eksternal yang tidak relevan atau penting),
dilaporkan ataun diobservasi
6. Peningkatan dalam aktivitas yang diarahkan ke tujuan (baik
sosial, pekerjaan, sekolah, atau seksual) atau agitasi
psikomotor
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang berpotensi
tinggi menimbulkan kerugian (misalnya, terlibat dalam
berbelanja yang berlebihan, melakukan hubungan seksual
yang sembrono, atau melakukan investasi tanpa perhitungan)
c. Episode yang terjadi dikaitkan dengan perubahan dalam fungsi
yang tidak khas bagi orang tersebut ketika ia dalam keadaan tidak
ada gejala.
d. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain

22
e. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan
hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan. Bila ada gambaran psikotik, episode
yang terjadi sesuai definisi, adalah mania.
f. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu
zat (misalnya, zat yang disalahgunakan, obat, atau terapi lainnya).
Catatan: episode hipomania lengkap yang terjadi selama
penggunaan antidepresan (misalnya, obat, electroconvulsive
therapy) dan yang menetap pada derajat sindrom lengkap,
melebihi durasi efek fisiologik obat tersebut, dinyatakan cukup
bukti untuk mendiagnosis episode hipomania dan diatesis bipolar.
Catatan: kriteria A-F merupakan episode hipomania. Episode
hipomania biasa ditemukan pada gangguan bipolar I tetapi tidak
menjadi syarat untuk diagnosis gangguan bipolar I.
Episode Depresi Mayor3
a. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam dua
minggu, dan memerlihatkan terjadinya perubahan dari fungsi
sebelumnya. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1)
mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
Catatan: tidak boleh memasukkan gejala yang jelas-jelas
disebabkan oleh kondisi medik lainnya.
1. Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih, hampa, atau tidak ada harapan), atau yang
dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat
menangis). Catatan: pada anak-anak atau remaja, mood bisa
bersifat iritabel.c
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada
semua, atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir
setiap hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau
diobservasi oleh orang lain)

23
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang
diet atau peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat
badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau
peningkatan selera makan hampir setiap hari (catatan: pada
anak-anak pertimbangan kegagalan untuk mencapai
peningkatan berat badan yang diharapkan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif
adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban)
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
7. Rasa tidak berharga yang berlebihan atau rasa bersalah yang
tidak sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari
(bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah
karena berada dalam keadaan sakit)
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi,
ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif
atau dapat diobservasi oleh orang lain)
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut
mati), berulangnya ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan
bunuh diri
b. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau area penting
lainnya dalam fungsi.
c. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu zat atau kondisi
medik lainnya.
Catatan: kriteria A-C merupakan episode depresi mayor. Episode
depresi mayor biasa ditemukan pada gangguan bipolar I tetapi
tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.

24
Gangguan Bipolar II
Episode Hipomania3
a. Dalam periode tertentu, secara abnormal dan menetap, terdapat
mood yang elasi, ekspansif atau iritabel serta terdapat
peningkatan aktivitas dan energi yang berlangsung paling sedikit
empat hari berturut-turut, terdapat hampir sepanjang hari dan
hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi serta
aktivitas tersebut, tiga (atau lebih) gejala berikut (empat bila mood
hanya iritabel) menetap, menunjukkan adanya perubahan perilaku
dari perilaku biasanya, dan terlihat dalam derajat yang bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya
tidur tiga jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
berlomba
5. Distraktibilitas (misalnya, perhatian mudah teralhih kepada
stimulus eksternal yang tidak relevan atau penting),
dilaporkan ataun diobservasi
6. Peningkatan dalam aktivitas yang diarahkan ke tujuan (baik
sosial, pekerjaan, sekolah, atau seksual) atau agitasi
psikomotor
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang berpotensi
tinggi menimbulkan kerugian (misalnya, terlibat dalam
berbelanja yang berlebihan, melakukan hubungan seksual
yang sembrono, atau melakukan investasi tanpa perhitungan)
c. Episode yang terjadi dikaitkan dengan perubahan dalam fungsi
yang tidak khas bagi orang tersebut ketika ia dalam keadaan tidak
ada gejala.

25
d. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang
lain.
e. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan
hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan. Bila ada gambaran psikotik, episode
yang terjadi sesuai definisi, adalah mania.
g. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu
zat (misalnya, zat yang disalahgunakan, obat, atau terapi lainnya).
Catatan: episode hipomania lengkap yang terjadi selama
penggunaan antidepresan (misalnya, obat, electroconvulsive
therapy) dan menetap dengan derajat sindrom lengkap serta
melebihi durasi efek fisiologik obat tersebut, dinyatakan cukup
bukti untuk mendiagnosis suatu episode hipomania.
Bagaimanapun, harus berhati-hati karena satu atau dua simtom
(peningkatan iritabilitas, kegelisahan, atau agitasi setelah
penggunaan antidepresan) tidak cukup untuk mendiagnosis
episode hipomania dan diatesis bipolar.
Episode Depresi Mayor3
a. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam dua
minggu, dan memerlihatkan terjadinya perubahan dari fungsi
sebelumnya. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1)
mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
Catatan: tidak boleh memasukkan gejala yang jelas-jelas
disebabkan oleh kondisi medik lainnya.
1. Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih, hampa, atau tidak ada harapan), atau yang
dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat
menangis). Catatan: pada anak-anak atau remaja, mood bisa
bersifat iritabel.c

26
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada
semua, atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir
setiap hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau
diobservasi oleh orang lain)
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang
diet atau peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat
badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau
peningkatan selera makan hampir setiap hari (catatan: pada
anak-anak pertimbangan kegagalan untuk mencapai
peningkatan berat badan yang diharapkan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif
adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban)
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
7. Rasa tidak berharga yang berlebihan atau rasa bersalah yang
tidak sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari
(bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah
karena berada dalam keadaan sakit)
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi,
ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif
atau dapat diobservasi oleh orang lain)
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut
mati), berulangnya ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan
bunuh diri
b. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau area penting
lainnya dalam fungsi.
c. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu zat atau kondisi
medik lainnya.

27
Catatan: kriteria A-C merupakan episode depresi mayor.

2.1. Diagnosis
Kriteria Diagnostik
 Untuk diagnosis Gangguan Bipolar I, kriteria episode mania harus
dipenuhi. Episode mania dapat didahului atau diikuti oleh episode
hipomania atau episode depresi mayor.3
 Diagnosis Gangguan Bipolar II, paling sedikit harus terpenuhi satu
episode hipomanik dan paling sedikit satu episode depresi mayor.
Tidak pernah mengalami episode manik. Keberadaan episode
hipomanik dan episode depresi mayor tidak dapat menjelaskan
gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham atau spektrum skizofrenia tidak spesifik atau
spesifik lainnya dan gangguan psikotik lainnya. Gejala-gejala
depresi atau yang tak dapat diprediksi yang disebabkan oleh
seringnya pergantian antara periode depresi dengan hipomania
menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi area penting lainnya.3

28
Anamnesis

 Menyarankan pasien untuk ditemani oleh kerabat atau pengasuh untuk

mendapatkan riwayat yang menguatkan; pasien sering memiliki daya

ingat terbatas atau wawasan tentang gejala selama episode

 Riwayat keluarga dengan gangguan bipolar (kerabat tingkat pertama)

 Riwayat:

a. Perubahan suasana hati

b. Episode overaktivitas dan disinhibisi

c. Perubahan perilaku episodik dan berkelanjutan lainnya

d. Penggunaan zat

e. Potensi komorbiditas mental dan fisik, terutama yang berhubungan


dengan impulsif (misalnya, HIV, hepatitis C, kecelakaan kendaraan
bermotor)

 Gejala pada fase manik fase

 Pendapat diri meningkat

 Kebutuhan tidur yang berkurang

 Nafsu makan buruk dan penurunan berat badan

 Berbicara cepat, Flight of idea, dan impulsif

 Distractibility

 Tingkat aktivitas meningkat

29
 Keterlibatan berlebihan dalam kegiatan yang menyenangkan

 Manajemen keuangan yang buruk

 Keamarahan yang berlebihan

 Gejala pada fase depresi

 Perasaan sedih atau putus asa

 Kehilangan minat pada kegiatan yang menyenangkan atau biasa

 Insomnia atau hipersomnia

 Rasa bersalah atau rendah diri

 Kesulitan berkonsentrasi

 Pikiran negatif tentang masa depan

 Penurunan atau kenaikan berat badan

 Bicara bunuh diri atau mati

 Pemikiran bunuh diri

Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan status mental

1. Penampilan

 Episode depresi

- Miskin tidak ada kontak mata

- Pergerakan lambat

30
- Keterbelakangan psikomotor berbicara dengan nada rendah atau

lambat

- Episode hypomanic

- Sibuk, aktif, dan terlibat

 Episode manik

- Hiperaktif dan terlalu waspada

- Pakaian tergesa-gesa; berantakan

- Pakaian seringkali terlalu cerah dan penuh warna

2. Suasana hati

 Episode depresi: sedih, tertekan

 Episode hipomanik: meningkat, ekspansif

 Episode manik

- Gembira, gembira, gembira, dan gembira

- Rongseng

- Sulit diinterupsi

3. Konten yang dipikirkan

 Episode depresi: kesedihan, keputusasaan, kematian, dan bunuh diri

 Episode hipomanik: berpikiran maju dan sikap optimis

 Episode manik

31
 Pemikiran yang ekspansif dan terlalu optimis; dapat menunjukkan

kepercayaan diri yang berlebihan; tidak ada wawasan konsekuensi

potensial yang menyakitkan

 Pelarian ide

4. Persepsi

 Episode depresi: mungkin mengalami halusinasi dan delusi

 Episode hipomanik: tidak ada halusinasi atau delusi

 Episode manik: mungkin mengalami halusinasi dan delusi

5. Penghancuran diri / bunuh diri

 Episode depresi: terkait dengan tingkat bunuh diri yang tinggi

6. Homicidality / kekerasan / agresi / kecelakaan

 Episode manik: agresif, tidak toleran, sangat menuntut, dan asertif

32
2.6 Penatalaksanaan
Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, misalnya, keamanan pasien.
Selain itu, perlu mengevaluasi diagnosis secara seksama. Tetapi tidak
saja ditujukan untuk mengatasi simtom akut tetapi pencapaian
kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak awal terapi. 3
Terapi yang diberikan harus komprehensif yaitu meliputi
farmakoterapi, psikoedukasi, psikoterapi dan rehabilitasi. Peristiwa-
peristiwa kehidupan yang bersifat stresor harus pula diatasi karena
stresor dapat menjadi faktor pencetus terjadinya kekambuhan. Karena
gangguan bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi pasien
dan keluarganya tentang pelaksanaan jangka panjang perlu
dilakukan.3

Farmakoterapi
Tujuan terapi gangguan bipolar adalah tercapainya remisi
sempurna simtom mood bukan hanya pengurangan gejala. Pasien
dengan simptom residual lebih sering kambuh dan mengalami
hendaya fungsi yang dapat berlangsung secara terus-menerus.3
The Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) mempublikasikan tuntutan untuk menatalaksanai
gangguan bipolar. International Society for Bipolar Disorders (ISBD)
bekerja sama dengan CANMAT dalam membuat tuntutan tersebut.
Pada publikasi CANMAT 2013 rekomendasi untuk mania akut tidak
banyak berubah. Litium, valproat dan beberapa antipsikotika atipik
tetap terletak di lini pertama untuk mania akut. Asenapin monoterapi,
paliparidon extended release (ER) dan divalproat ER sebagai terapi
tambahan pada asenapin juga terletak di lini pertama.3
Meskipun beberapa obat dirujuk secara klinis sebagai
stabilisator mood, the US Food and Drug Administration (FDA) belum
pernah memberikan persetujuannya terhadap satu pun obat sebagai

33
stabilisator mood. Istilah “stabilisator mood” berasal dari bidang klinik.
Stabilisator digambarkan sebagai obat yang mampu mengatasi gejala
mood akut dan beberapa di antaranya dapat menunda kekambuhan.
Selain itu, klinikus mengharapkan stabilisator mood tidak
memprovokasi episod mood. Misalnya antidepresan tidak bisa
dikatakan sebagai stabilisator mood karena ia berpotensi menginduksi
mania.3
Hampir semua pasien memerlukan stabilisator mood untuk
mengatasi episod mood yang terjadi dan sebagian besar memerlukan
satu atau lebih stabilisator mood. Saat ini, ada empat jenis obat yang
dikategorikan sebagai stabilisator mood yaitu litium, valproat,
lamotrigin dan karbamazepin.3
Litium (tahun 1949) merupakan obat pertama yang dinyatakan
efektif untuk mengobati gangguan bipolar pada fase mania akut.
Beberapa tahun kemudian, hingga saat ini, litium digunakan juga
untuk fase rumatan. Litium efektif sebagai agen antimanik akut,
walaupun litium kurang potensial untuk mengontrol perilaku secara
sangat cepat. Terapi pemeliharaan dengan litium telah dibuktikan
pada banyak uji coba klinis untuk menurunkan frekuensi dan
keparahan dari episode-episode berikutnya. Terapi litium (yang juga
dapat berguna untuk siklotimik) memerlukan skrining awal yang
menyeluruh sebelum memulai pengobatan (termasuk perkiraan fungsi
ginjal dan tiroid) dan pemantauan teratur untuk memantau kisaran
terapi yang sempit dan potensi jangka panjang untuk menginduksi
hipotiroidisme.3,6
Sejumlah obat antikonvulsan (karbamazepin, natrium valproat,
dan lamotrigin) tampak efektif dalam mencegah kekambuhan dari
manik ataupun depresi. Antikonvulsan juga dapat lebih dipilih
dibandingkan litium bila terdapat siklus yang cepat. Episode depresi
pada gangguan bipolar dierapi serupa dengan depresi unipolar, tetapi
karena antidepresan dapat mempercepat terjadinya manik atau siklus

34
yang cepat, antidepresan biasanya diberikan dalam kombinasi
dengan stabilisasi mood. Kemudian, antikonvulsan yaitu asam
valproat dan karbamazepin juga disetujui oleh FDA, USA, untuk mania
akut. Lamotrigin juga suatu antikonvulsan yang disetujui FDA untuk
gangguan bipolar, episode depresi.3,6
Semenjak dua dekade terakhir, perkembangan farmakologi
untuk pengobatan gangguan bipolar maju dengan pesat. Beberapa
antipsikotika pun dikategorikan sebagai stabilisator mood. Dibawah ini
adalah tabel obat-obat yang dapat digunakan untuk mengobati
gangguan bipolar (terapi berdasarkan CANMAT, 2013).3

Tabel 1. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar I, Mania


Akut (CANMAT & ISBD 2013)
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, divalproat, divalproat ER,
olanzapin, risperidon, quetiapin XR,
aripiprazol, ziprasidon, asenapin, paliperidon
ER.
Terapi tambahan dengan litium atau
divalproat: risperidon, quentiapin, olanzapin,
aripiprazol, asenapin.
Lini II Monoterapi: Karbamazepin, karbamazepin
ER, ECT, haloperidol.
Terapi kombinasi: litium + divalproat
Lini III Monoterapi: klorpromazin, klozapin,
okskarbazepin, tamoksifen, cariprazin.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat +
haloperidol, litium + karbamazepin, tambahan
tamoksifen.

35
Tidak Monoterapi: gabapentin, topiramat, lamotrigin,
direkomendasikan verapamil, tiagabin.
Terapi kombinasi: risperidon + karbamazepin,
olanzapin + karbamazepin.

Tabel 2. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar I,


Depresi Akut (CANMAT & ISBD 2013)
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: litium, lamotrigin, quetiapin,
quetiapin XR.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat + SSRI,
olanzapin + SSRI, litium + divalproat, litium atau
divalproat + lurasidon.
Lini II Monoterapi: divalproat, lurasidon
Terapi kombinasi: quetiapin + SSRI,
tambahkan modafinil, litium atau divalproat +
lamotrigin, litium atau divalproat + lurasidon
Lini III Monoterapi: karbamazepin, olanzapin, ECT.
Terapi kombinasi: litium + karbamazepin, litium
+ pramipeksol, litium atau divalproat +
venafaksin, litium MAOI, litium atau divalproat
atau APG-II + TCA, litium atau divalproat atau
karbamazepin + SSRI + lamotrigin, quetiapin +
lamotrigin
Tidak Monoterapi: gabapenting atau aripiprazol atau
direkomenasikan ziprasidon.
Terapi kombinasi: tambarahn ziprasion,
tambahan levetirasetam.

Tabel 3. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar I,


Rumatan (CANMAT & ISBD 2013)

36
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: litium, lamotrigin (efikasinya
terbatas dalam mencegah mania), divalproat,
olanzapin, quetiapin, risperidon LAI, aripirazol.
Terapi tambahan dengan litium atau
divalproat, quetiapin, risperidon LAI, aripirazol,
ziprasidon
Lini II Monoterapi: karbamazepin, paliperidon ER
Terapi kombinasi: litium + divalrpoat, litium +
karbamazepin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium + risperidon, litium +
lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini III Monoterapi: asenapin.
Terapi tambahan: fenitoin, klozapin, ECT,
topiramat, asam lemak omega-3,
oksikarbazepin, gabapentin, asenapin.
Tidak Monoterapi: gabapentin, topiramat, atau
direkomendasikan antidepresan.
Terapi tambahan: flupentiksol.

Tabel 4. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar II,


Depresi Akut (CANMAT & ISBD 2013)
Pilihan Jenis Obat
Lini I Quetiapin, Quetiapin XR
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau
divalproat + AD, litium + divalproat, APG-II +
AD
Lini III Monoterapi: AD (terutama untuk yang jarang
hipomania), ganti dengan AD lainnya,

37
quetiapin + lamotrigin, menambah ECT,
menambah NAC + menambah T3
Tidak Lihat teks pada antidepresan mengenai
direkomendasikan rekomendasi antidepresan monoterapi

Tabel 5. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar II,


Rumatan (CANMAT & ISBD 2013)
Pilihan Jenis Obat
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau APG-II +
AD, penambahan quetiapin, penambahan
lamotrigin, kombinasi dua obat ini: litium,
divalproat, atau APG-II.
Lini III Karbamazepin, okskarbazepin, APG-II, ECT,
fluoksetin
Tidak Gapapentin
direkomendasikan

Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial, misalnya psikoedukasi, cognitive behavior
therapy (CBT), dan interpersonal and social rhythm therapy (IPSRT)
menunjukkan manfaat yang signifikan baik pada episode depresi akut
maupun pada terapi rumatan jangka panjang, intervensi psikososial
dapat mengurangi angka kekambuhan, fluktuasi mood, kebutuhan
medikasi dan hospitalisasi. Oleh karena itu, pemberian terapi psikologi
terutama psikoedukasi singkat merupakan modalitas penting dalam
penatalaksanaan gangguan bipolar.3
Dukungan psikoterapi penting dalam membantu pasien untuk
menerima penyakit mereka dan kadang rasa malu atau penyesalan
sehubungan dengan perilaku manik yang lalu (misalnya
kesembronoan atau ketidakbijaksanaan).6

38
Pendekatan terapi yang berfokus kepada keluarga yang dibuat
untuk membantu pengasuh (caregiver) memerbaiki ketrampilannya
dalam merawat pasien dengan gangguan bipolar dan merawat diri
mereka sendiri, agar tidak terjadi kelelahan secara mental,
memperlihatkan keefektifannya dalam mengurangi simtom depresi
pada pasien dengan gangguan bipolar.3

3 Prognosis
Banyak studi mengenai perjalanan gangguan dan prognosis
gangguan mood menyimpulkan secara umum bahwa gangguan mood
cenderung memiliki perjalanan gangguan yang lama dan juga pasien
cenderung kambuh.11
Kesimpulan lazim lain studi tersebut adalah bahwa stresor
kehidupan lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood
daripada episode selanjutnya. Temuan ini telah diartikan untuk
menunjukkan bahwa stres psikososial mungkin memainkan peranan
di dalam penyebab awal gangguan mood dan bahwa, walaupun
episode awal dapat membaik, perubahan biologik otak yang bertahan
lama memberikan pasien risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
episode berikutnya.11
Prognosis selama hidup setelah episode manik tunggal adalah
buruk, dengan 90% pasien mengalami episode ulang manik atau
depresi (rata-rata 4 episode dalam 10 tahun). Pada gangguan bipolar
I, baik frekuensi maupun tingkat keparahan episode cenderung
meningkat pada 4 atau 5 episode pertama, lalu mendatar.6
Prognosis fungsional jangka panjang (pekerjaan, keluarga, dll)
hampir sama buruknya dengan skizofrenia. Beberapa pasien yang
mengalami siklus yang cepat dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun, memiliki prognosis yang buruk dan jarang memberikan
respons terhadap litium. Terdapat peningkatan menyeluruh dalam

39
mortalitas prematur, yang hanya bisa dijelaskan sebagian dengan
rata-rata kejadian bunuh diri sebesar 10%.6
Faktor-faktor yang menunjukkan prognosis yang buruk termasuk
yang berikut:10
 Riwayat pekerjaan yang buruk
 Penyalahgunaan zat
 Gambaran psikotik
 Gambaran depresi antara periode mania dan depresi
 Bukti depresi
 Jenis kelamin pria
 Pola depresi-mania-euthymia

40
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan yang terdiri dari afek yang

meningkat, dan juga aktivitas yang berlebih (mania atau hipomania), dan

dalam jangka waktu yang berbeda terjadi penurunan afek yang disertai

dengan penurunan aktivitas (depresi).

Gangguan bipolar I ditandai adanya dua episode yang berbeda yaitu

episode manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan

hipomanik dan depresi.

Terapi yang diberikan harus komprehensif yaitu meliputi

farmakoterapi, psikoedukasi, psikoterapi dan rehabilitasi. Peristiwa-

peristiwa kehidupan yang bersifat stresor harus pula diatasi karena stresor

dapat menjadi faktor pencetus terjadinya kekambuhan. Karena gangguan

bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi pasien dan keluarganya

tentang pelaksanaan jangka panjang perlu dilakukan.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Ringkas PPDGJ-


III dan DSM 5. Cetakan 2. Bagian Ilmu Kedokteran FK Unika Atama
Jaya : Jakarta. Hal 60-

2. Syafwan, Aisyah Fithri., Sedjahtera, Kurniawan. Gambaran


Peningkatan Angka Kejadian Gangguan Afektif dengan Gejala
Psikotik pada Pasien Rawat Inap di RSJ Prof. Dr. HB. Sa’anin
Padang pada Tahun 2010 – 2011. Jurnal Kesehatan Andalas.
2014; 3 (2).

3. Elvira, Sylvia D dan Gitayani Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

4. Wiguna IM. Sinopsis psikiatri jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara


Publisher; 2010.

5. Puri,BasantK.,Laking,PaulJ.,Treasaden,IanH. 2011. Buku Ajar


Psikiatri Edisi 2. Jakarta: EGC.

6. Hendrikus, Gede . Gangguan bipolar dengan psikotik: Fakultas


kedokteran universitas udayan . 2017

7. Rani,Yohanis. Pengalaman Terdiagnosis bipolar : Sebuah


Interpretative Phenomenologrcal analysis . Fakultas Psikologi
Universitas Dipenogoro . Jurnal empati, Hal. 323-329, Agustus
2017

8. Izzatul, hendy . Gangguan Afektif bipolar episode manik dengan


gejala psikotik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta. 31 Agustus 2015

9. Nurmiati. Gangguan Bipolar. Departemen kesehatan jiwa . RSUPN.


Ciptomangunkusumo. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : 31 Agustus 2015

https://www.otsuka.co.id/id/health-info/detail/7/gangguan

10. Sri, Yanti< Naibffolan. Prevalensi Penderita gagguan bipolar di


Indonesia . medcom.id : Jakarta 30 Maret 2017
https://www.medcom.id/rona/kesehatan/Dkqjoy6K-prevalensi-
penderita-gangguan-bipolar-di-indonesia

42
11. Kaplan dan Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

43
LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20)

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 6-7-1979

Agama : Islam

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan :-

Alamat : Bulukumba

No Status / No. Reg : 13-54-09

Diagnosis Sementara : Skizofrenia Paranoid (F.20)

Pasien datang ke UGD Jiwa RSKD DADI pada tanggal 5 November

2019 untuk kedua kalinya diantar oleh sepupu, anak pertama dan

perawat dari puskesmas Bulukumba.

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis

keluarga. Alloanamnesis diperoleh dari :

Nama : Ny. R

44
Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bulukumba

Pendidikan : S1

No. HP : 085394757318

Hubungan dengan pasien : Sepupu pasien

A. Keluhan Utama

Mengamuk

B. Riwayat Gangguan Sekarang

 Keluhan dan Gejala

Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke UGD RSKD


DADI untuk kedua kalinya diantar oleh sepupu dan anaknya
dengan keluhan mengamuk sejak 10 hari yang lalu. Pasien
mengamuk secara tiba-tiba. Pasien selalu curigaan dan
menuduh tetangganya mencuri sendalnya, sehingga pasien
melemparkan sendal ke tetangganya. Menurut keluarga, pasien
juga selalu mencurigai anaknya mencuri uangnya. Pasien sering
marah-marah tidak jelas dengan melemparkan benda-benda,
memukul kursi dan bahkan memecahkan piring dirumah. Pasien
sering mendengar bisikan, telinga kiri yang mengatakan untuk
menghancurkan benda-benda, sedangkan telinga kanan
mengatakan untuk istigfar dan sabar. Ketika ditanya, pasien tidak
nyambung dan tiba-tiba mengkumandangkan adzan dengan
suara yang keras. Pasien sering berbicara sendiri tetapi tidak
jelas, mulutnya komat-kamit biasanya hanya mengatakan “oueo”.
Makan pasien teratur, pasien makan sendiri, mandi tidak teratur,
dan susah tidur.
Awal perubahan perilaku sejak tahun 2017, ketika pasien
pulang dari Sorong, Papua Barat. Pasien sempat terkena
penyakit malaria dan dibawa pulang kembali ke kampungnya.
Setelah sembuh pasien kembali lagi dan tiba-tiba pasien
mengancam teman-teman kerjanya menggunakan benda tajam.
Pasien menjadi rajin Shalat, tetapi shalatnya tidak sesuai seperti
shalat melebihi rakaatnya. Pasien selalu mengakui bahwa

45
namanya itu mirip dengan nama Allah. Pasien dikenali sebagai
seseorang yang pekerja keras, dan memiliki keinginan yang gigih
untuk mensejahterahkan keluarganya. Pergaulan dengan teman-
taman kerjanya baik. Hubungan dengan keluarga baik.
Pertama kali pasien dibawa berobat di RSKD DADI tahun
2017 kemudian pasien lari. Saat itu, kondisi pasien membaik.
Terakhir kali dibawa ke dokter di RSUD Berau 10 hari yang lalu,
kemudian sedikit membaik. Kemudian pasien dibawa pulang ke
Bulukumba. Pasien diberikan obat-obatan saat pulang, namun
keluarga pasien tidak mengetahui jenis obatnya. Diketahui
setelah pulang pasien kadang-kadang tidak mau meminum
obatnya.

 Hendaya dan disfungsi

 Hendaya sosial (+)

 Hendaya pekerjaan (+)

 Hendaya gangguan waktu senggang (+)

 Faktor stress psikososial

Stressor psikososial tidak jelas

 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis

sebelumnya :

 Riwayat infeksi (+), Malaria saat tahun 2017

 Riwayat trauma (-)

 Riwayat kejang (-)

 Riwayat merokok (+) 1 bungkus/hari

 Riawayat alkohol (-)

 Riwayat NAPZA (-)

46
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Medis Umum

Tidak terdapat riwayat gangguan medis umum

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Tidak terdapat riwayat penggunaan zat psikoaktif, tidak terdapat

riwayat aktif konsumsi alkohol

3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya

Sebelumnya pasien pernah dibawa ke RSKD Dadi tahun 2017

D. Riwayat kehidupan pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir normal dan cukup bulan di rumah, ditolong oleh

bidan pada tanggal 6 Juli 1979. Tidak ditemukan cacat lahir

ataupun kelainan bawaan. Berat badan lahir tidak diketahui.

Selama kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 0-3 tahun)

Di usia ini, pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Sejak pasien

dilahirkan pasien mendapatkan ASI hingga usia 2 tahun. Pada

saat bayi, pasien tidak pernah mengalami demam tinggi maupun

kejang. Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak lain

seusianya. Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam

perkembangan.

47
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)

Saat ini, pasien masih diasuh oleh kedua orang tuanya. Pasien

mulai bersekolah SD di usia 6 tahun dan dapat mengikuti

pelajaran dengan baik serta memiliki banyak teman.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12-18 tahun)

Usia remaja, pasien tidak melanjutkan sekolahnya dan mulai

bekerja di Malaysia.

5. Riwayat Masa Dewasa

 Riwayat Pekerjaan: Pasien saat ini tidak bekerja.

Sebelumnya, kerja di Malaysia, lalu berhenti dan bekerja di

merauke di perusahaan kayu. Kemudian pulang kembali ke

bulukumba karena sakit.

 Riwayat Pernikahan: Pasien sudah menikah saat berumur 17

tahun. Memiliki 3 orang anak.

 Riwayat Agama: Pasien memeluk agama Islam. Sebelum

perubahan perilaku, pasien adalah orang yang jarang

beribadah di masjid dan jarang shalat.

 Riwayat Pelanggaran Hukum: Sebelum perubahan perilaku,

pasien rajin menolong tetangganya dan aktif dalam kegiatan

sosial.

48
 Aktivitas Sosial: Sebelum perubahan perilaku, pasien rajin

menolong tetangganya dan aktif dalam kegiatan sosial.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara (♀,♂). Hubungan pasien

dengan keluarga cukup baik. Ada riwayat penyakit yang sama di

dalam keluarga pasien yaitu, bapaknya.

Genogram keluarga pasien

: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

: Menikah

F. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya

Pasien merasa dirinya tidak sakit

49
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur (40 tahun),

perawakan tubuh tinggi, kulit sawo matang, menggunakan baju

berwarna biru dan celana pendek jeans warna biru, perawatan

tubuh kurang.

2. Kesadaran

Berubah

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor

gelisah, banyak bergerak.

4. Pembicaraan

Spontan, lancar, intonasi biasa

5. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati, dan Perhatian

1. Mood : Sulit dinilai

2. Afek : Terbatas

3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan:


Pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan tingkat

50
pendidikan pasien
2. Daya konsentrasi: Cukup

3. Orientasi

- Waktu : Baik
- Tempat: Baik
- Orang : Baik
4. Daya ingat:
- Jangka Panjang : Baik
- Jangka Pendek : Baik
- Jangka Segera : Baik

5. Pikiran abstrak : Tidak terganggu

6. Bakat kreatif : Tidak ada

7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik

51
D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi :

Halusinasi Auditorik (+): Sering mendengar bisikan di telinga kiri

untuk menghancurkan barang, telinga kanan untuk sabra dan

istigfar

Halusinasi Visual (+) : Pasien melihat hantu ketika di hutan

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir

1. Arus Pikiran

 Produktivitas : Cukup

 Kontinuitas : Cukup relevan

 Hendaya berbahasa: Tidak ada hendaya dalam berbahasa

2. Isi Pikiran

 Pre-okupasi :
Tidak ada.

 Gangguan isi pikir:


 Waham persekutorik (curiga): Pasien selalu mencurigai
tetangganya mencuri sendalnya dan mencurigai anaknya
mencuri uangnya.

52
F. Pengendalian Impuls

Terganggu

G. Daya Nilai

1. Norma Sosial : Terganggu

2. Uji Daya Nilai : Terganggu

3. Penilaian Realitas : Terganggu

H. Tilikan (Insight)

Derajat 1 (pasien merasa dirinya tidak sakit)

I. Taraf Dapat Dipercaya

Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI

A. Status Internus

Kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,

Nadi 88x/menit, Pernapasan 24x/menit, suhu 36,5 oC. Konjungtiva

tidak anemis, skelera tidak ikterus, jantung paru abdomen dalam

batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.

53
B. Status Neurologis

GCS: E4M6V5, Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk

negatif, pupil bulat isokor 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya (+/+),

fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas

normal. Tidak ditemukan refleks patologis. Cara berjalan normal,

keseimbangan baik. Sistem saraf sensorik dan motorik dalam batas

normal. Kesan: normal.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

 Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke UGD Jiwa RSKD untuk

kedua kalinya diantar oleh sepupunya dengan keluhan mengamuk

sejak 10 hari yang lalu.

 Pasien mengamuk secara tiba-tiba. Pasien sempat memukul

tetangganya menggunakan sendal karena pasien menuduh

tetangganya menyembunyikan sendalnya, pasien menghancurkan

benda-benda, memukul kursi dan memecahkan piring. Pasien sering

keluar masuk rumah, pasien sering ke rumah tetangga untuk marah-

marah.

 Menurut keluarga pasien sering mendengar bisikan pada telinga kiri

yang mengatakan untuk menghancurkan yang bernama istigfar,

pasien juga sering berbicara sendiri tidak jelas dengan suara ueoe.

 Awal perubahan perilaku sejak tahun 2017, pasien merantau ke

merauke, pasien terkena penyakit malaria dan sejak saat itu pasien

54
tiba-tiba pasien langsung rajin shalat lima waktu, lalu tiba-tiba pasien

marah-marah tidak jelas, terkadang juga pasien marah ketika bicara

tetapi tidak direspon, apalagi jika tidak diiyakan.

 Pernah dibawa ke dokter, konsumsi obat pasien tidak diketahui.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (SESUAI PPDGJ III)

 Aksis I

Berdasarkan Alloanamnesis dan Autoanamnesis didapatkan

adanya gejala klinis yang bermakna yaitu pasien mengamuk,

menghancurkan benda-benda, memukul kursi dan memecahkan

piring. Pasien juga sering gelisah, bicara tidak jelas dan berbicara

sendiri seperti ada yang berbicara dengannya. Keadaan ini

menimbulkan adanya hendaya sosial, pekerjaan, dan penggunaan

waktu senggang dan distress bagi penderita, keluarga dan

masyarakat sekitar sehingga dapat digolongkan sebagai gangguan

jiwa. Adanya hendaya berat dalam menilai realita yaitu keluhan

halusinasi auditorik, yaitu pasien mendengar adanya bisikan untuk

menghancurkan benda pada telinga kirinya, dan pasien

diperintahkan untuk istigfar pada telinga kanannya sehingga

berdasarkan PPDGJ III pasien ini memenuhi gejala Skizofrenia

Paranoid (F20).

 Aksis II

Ciri kepribadian tidak khas

55
 Aksis III

Tidak ada diagnosis


 Aksis IV

Stressor psikososial tidak jelas


 Aksis V

GAF Scale saat di UGD: 50-41 (Gejala berat, disabilitas berat)

VII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga

terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter, maka pasien

memerlukan farmakoterapi.

2. Psikologi

Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga memerlukan

psikoterapi.

3. Sosiologik

Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan

penggunaan waktu senggang maka membutuhkan sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI

1. Farmakoterapi

Haloperidol 5 mg/8 jam/oral

Chlorpromazine 100 mg (0-0-1)

56
2. Psikoterapi Suportif

Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk

menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien

merasa lega.

Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien

agar memahami penyakitnya, bagaimana cara menghadapinya,

manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin

timbul selama pengobatan. Memberikan dukungan kepada pasien

serta memotivasi agar minum obat secara teratur.

3. Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang

disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga

mereka dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif

untuk membantu proses pemulihan pasien

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad malam

57
X. FOLLOW UP

Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan

penyakitnya. Selain itu menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek

samping yang mungkin terjadi.

XI. DISKUSI

Dari Alloanamnesis dan autoanamnesis T. I didapatkan adanya


gejala klinis berupa pasien mengamuk dan selalu gelisah. Pasien selalu
curiga pada tetangganya dan anaknya. Pasien juga tidak bisa tenang dan
selalu mondar-mandir dirumah.
Pasien mengeluhkan sering mendengar bisikan untuk memecahkan
benda-benda dan perintah untuk istigfar. Berdasarkan gejala-gejala diatas
dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien dengan gejala tersebut dapat kita
diagnosis dengan Skizofrenia, Sesuai dengan kriteria diagnosis menurut
PPDGJ III dengan 2 gejala, hal ini jelas dari gejala pasien yang sering
mendengar suara bisikkan (Halusisnasi auditorik), merasa curiga dengan
orang lain (Waham persekutorik),
Tatalaksana untuk pasien diatas adalah dengan melakukan
pemberian anti psikotik generasi satu ( Anti Psikosis Tipikal ) berupa
Halopridol dosis 5 mg 1x1 dan CPZ dosis 100 mg 1x1 tetapi apabila pasien
mulai mengeluhkan timbulnya efek samping obat dapat kita bantu dengan
pemberian THP (Trihexyphenidil dosis 2 mg 1x1) atau bisa kita ganti
dengan anti psikosis generasi dua ( Anti psikosis atipikal ) dengan efek
samping yang minimal yaitu Clozapine dosis 25 mg dan Risperidone dosis
2 mg.
Kita juga bisa berikan Family therapy kepada pasien dengan
mengedukasi keluarga pasien untuk tidak mengekang serta menekan
pasien dan selalu mengsupport pasien untuk meningkatkan kepercayaan

58
diri sekaligus memonitoring konsumsi obat pasien untuk keberhasilan
terapi.
SKIZOFRENIA
2.1.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti
“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia
terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. 4
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi
pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai
kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.3
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

2.1.2 Epidemiologi
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan
risiko morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak
pada akhir masa remaja atau awal dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah
usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki
onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk
laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya
adalah 25 sampai 35 tahun.6,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung
mengalami hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa
wanita lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik
daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin
skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia
pria.5

59
2.1.3 Etiologi
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab
skizofrenia.7 Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu
etiologi, melainkan gabungan antara berbagai faktor yang dapat
mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun
faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Neurobiologis
a. Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas),
skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga.Penelitian tentang adanya
pengaruh genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut
telah membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya
skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita
skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin
dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7
b. Faktor Neuroanatomi Struktural
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga
daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu
daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.Gangguan
pada sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.
Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi
wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan
organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus
temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala. 6,7
c. Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga
diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling
banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan
karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis

60
dopamin). Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor
dopamin.6
2. Faktor Psikososial
a. Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting
dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien
skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar
kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar
untuk kambuh.7,8
b. Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi
dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala
akut.8
2.1.4 Manifestasi Klinis
Skizofrenia Paranoid
Gejala-gejala yang terdapat pada Skizofrenia paranoid adalah sebagai
berikut:
1. Waham (delusion) yang menonjol .misalnya waham kejar,
waham kebesaran dan lain sebagainya,
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi
visual dan lain sebagainya,
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta
gejala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.9

2.1.5 Kriteria Diagnosis


Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik Skizofrenia, yaitu:

61
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas), yaitu:
A.Thought
 Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri berulang atau
bergema dalam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
 Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)
 Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum dapat mengetahuinya
B. Delusion
 Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar
 Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
 Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang
“dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan anggota
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
 Delusion perception = pengalaman tentang dirinya yang tak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya yang bersifat
mistik atau mukjizat
C. Halusinasi auditorik
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, atau
 Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang berbicara), atau

62
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh
D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar, dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (ex-citement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, stupor.
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).

63
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hiduo tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri
secara sosial.
Pedoman skizofrenia paranoid
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing)
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi
visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata tidak menonjol.
Berdasarkan DSM V(2)
1. Dua (atau lebih) dari gejala berikut; Setiap gejala muncul dengan
waktu yang cukup signifikan dalam kurun waktu periode 1 bulan (atau
kurang, jika berhasil ditangani). Setidaknya salah satu gejala
merupakan (1), (2), atau(3):
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Kemampuan berbicara tidak terorganisasi

64
4. Perilaku tidak terorganisasi dan katatonia
5. Simptom negatif
2. Untuk periode waktu yang signifikan sejak munculnya onset dari
gangguan, level keberfungsian dari kebanyakan area seperti
pekerjaan, relasi interpersonal, self-care, tercatat lebih rendah jika
dibandingkan dengan sebelum onset.
3. Munculnya gejala yang berkelanjutan dari gangguan, setidaknya
selama 6 bulan. Dalam 6 bulan ini, setidaknya terdapat 1 bulan dimana
muncul gejala yang memenuhi Kriteria A, dan dimungkinkan juga
munculnya gejala prodromal maupun residual.
4. Gangguan schizoaffective dan depressive maupun bipolar dengan
fitur psychotic telah dikesampingkan.
5. Gangguan tidak disebabkan karena efek psikologis dari penggunaan
obat-obatan maupun terkait kondisi medis lainnya.
6. Jika ada riwayat onset dari gangguan autism maupun gangguan
bicara saat kecil, maka diagnosa tambahan dari schizophrenia hanya
dibuat jika delusi dan halusinasinya menonjol.

2.1.6 Pengobatan

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam


dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor
antagonis (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I) misalnya fenotiazine,
tioxantine, butirofenon dan serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau
antipsikotika generasi II (APG-II) misalnya clozapine, risperidone,
olanzapine. (10)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis


(SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja
melalui interaksi antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di
otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan

65
sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I
dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan
APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan
reseptor dopamin (D2).

Obat Anti-Psikotik Tipikal (Typical Anti Psychotics)


1. Phenothiazine
 Rantai Aliphatic :
- Chlorpromazine (Chlorpromazine): Tab. 25-100mg. Dosis
anjuran 300-1000 mg/h.
 Rantai Piperazine :
- Perphenazine (Trilafon)
- Trifluoperazine (Stelazine): Tab. 1-5 mg. Dosis anjuran 15-50
mg/h
- Fluphenazine (Stelazine): Tab.1-5 mg. Dosis anjuran 15-50
mg/h
 Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone : Haloperidol (Haloperidol): Tab 0,5, 1,5,
5mg. Dosis anjuran 5-20 mg/h
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide.

Pasien diberikan Haloperidol 5 mg 3x1 dan Chlorpromazin 0-0-1


yang merupakan antipsikotik tipikal. Haloperidol menenangkan dan
menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedative
haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ.(10)

Pasien juga diberikan Trihexyphenidil 2 mg 1x1 yang merupakan


antikolinergik. Mekanisme kerja dasar obat ini ialah mengurangi aktivitas
kolinergik yang berlebihan di ganglia basal.(10)

2.1.7 Diagnosis banding


1. Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

66
2. Keadaan paranoid involusional
3. Paranoia
2.1.8 Prognosis
Sebagian gejala skizofrenia akut dan gejala yang lebih dramatif
hilang dengan berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik
membutuhkan perlindungan atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun
di dalam rumah sakit jiwa. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien
menyalahgunakan zat atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan
mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien
sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.
Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Five
Edition Text Revised (DSM-V-TR) Tipe skizofrenia dibagi menjadi beberapa
tipe, Dari semua tipe tersebut yang paling sering terjadi adalah tipe
paranoid.
Diagnosis Skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala yang amat
jelas, yaitu :
 Thought
 Delusion
 Halusinasi auditorik
 Waham-waham menetap jenis lainnya

atau sedikitnya dua gejala secara jelas, yaitu :


 Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja
 Arus pikiran yang terputus
 Perilaku katatonik
 Gejala-gejala “negatif

sesuai kriteria diagnosis PPDGJ III.


Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). yaitu dopamine
receptor antagonis (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I) seperti

67
Clorpromazine dan Halopridol dan serotonin-dopamine antagonist (SDA)
atau antipsikotika generasi II (APG-II) seperti Clobazine dan Risperidone.
Prognosis penyakit tergantung dari cepat lambatnya pengobatan dan
pengawasan dalam pelaksanaan pengobatan.

68
Daftar Pustaka
1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.
Philadhelpia : Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p. 1434
2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.
3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014:910-3.
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan
& Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. 2014:147-68.
6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.
Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi di RSJ. FK UIN Syarif Hidayatullah. 2011
10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Bagian Farmakologi FK-UI. Jakarta: 2007

69

Anda mungkin juga menyukai