Anda di halaman 1dari 31

A.

PENDAHULUAN
1. latar Belakang
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar
klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini
dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga
adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat
klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek
anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan
benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama
jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang
komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi
sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun
petugas.
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum (Usus Buntu) dan
lumen appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks
mengandung banyak folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada
iliaca kanan di belakang caecum.
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel,
tempat parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma,
pembentukan pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus
ileum dan kelaina yang lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara
prevensi yang hanya mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum
menjadi perforasi atau gangren.
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan
cara operasi (pembedahan ). Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan
cara appendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan
membuang appendiks.
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan
tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya
infeksi.
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi
hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang
mencakup empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan
penyuluhan tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan
diri serta lingkungannya.
2. Tujuan
Penyusunan laporan pendahuluan mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya :
2.1 Tujuan Umum
Memahami konsep tentang asuhan keperawatan pre,intra dan post
operasi.
2.2 Tujuan Khusus
a. Mengerti dan memahami prosedur tindakan operasi.
b. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pre operasi
Appendik.
c. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan intra operasi
Appendik.
d. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operasi
Appendik.
B. TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennuya kecil,
appendiks cenderung tersumbat dan rentan terhadap infeksi.(Brunner dan
Sudarth,2002)
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis , dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan , tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer,Arief,dkk,2007).
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya
lumen oleh fekalith (batu feses), hiperplasi jaringan limpoid, dan cacing
usis. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi
membrane mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti
Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
(Ovedolf,2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vervormis, karena
struktur yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang,2010).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin,2009).

Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau


umbai cacing (appendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini dapat mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. (Wim de Jong et al 2005)
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum
local.
2. Apendisitis rekurens
3. Apendisitis kronis.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Apendik merupakan organ yang berbentu tabung dengan panjang kira2
10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kea rah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di
bagian proksismal dan melebar pada bagian distal.Pada Appendiks
terdapat tiga fsnea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala appendicitis
ditentukan oleh letals appendiks. Posisi appendiks adalah retro caecal
(dibelakang sekum ) 65,28 %. Pelvic (panggul) 31,01 %, Subcaecal
(dibawah sekum ) 2,26 %, praileal (didepan usus halus )1 %, postileal
(dibelakang usus halua ) 0,4 %, seperti terlihat pada gambar di bawah ini
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lemdir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lender bermuara appendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
Gut Associated Lympoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk appendiks aialah Imunoglobulin A9 Ig-A).
Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi
yaitu mengintrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya . namun,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab
jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di
saluran cerna dan seluruh tubuh.
3. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di
muara apendiks tampaknya berperran dalam pathogenesis apendiks,(wim
de jong)
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan
lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
di samping hiperplasi jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
ascaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. Histolistica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut (Sjamsuhidayat, R & Jong Win De, 1997).
Menurut klasifikasi :
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan
factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu),tumor apendiks dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks
karena parasit (E. histolytica).
2. Appendisitis rekuren yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi
apabila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut.
3. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu,radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks,sumbatan
parsial atau lumen apendiks,adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan infiltasi sel inflasi kronik),dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehungga menyebabkan peningkatan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus berlanjut. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi.
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

5. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas,yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul)di daerah epigastrium di sekitar umbilicus
atau periumbilikus.keluhan ini di sertai dengan rasa mual,bahkan terkadang
muntah,dan pada umumnya nafsu makan menurun.kemudian dalam
beberapa jam,nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,ke titk MC burney
(seperti gambar).di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya,sehingga merupakan nyeri somatic setempat.Namun
terkadang,tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.Tindakan
ini di anggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi.Terkadang apendisitis juga di sertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5 – 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor
Alvarado.
The modified Alvarado Skore Skor
Gejala Peerpindahan nyeri dari nyeri ulu hati 1
ke perut kanan bawah
Mual muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di pertut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam di atas 37,5 C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Sunber : Shwartz’s principles of surgery

Sistem skor digunakan untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.


Selain gejala klasik , ada beberapa kejala lalin yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini
1. Bila letak apendikas retrosekal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum ), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan , bernafas
dalam, batuk dan mengedan . Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi
m. psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Apabila appendiks terletak di rongga pelvis
Bila appendiks terletak didekat atau menempel pada rectum , akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare ).
3. Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan pada
dindingnya.
 Tanda dan gejala

1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan


demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung
kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di
ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar,
disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat
bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi
ruptur appendiks.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan ( swelling ) rongga
perut dimana diding perut tampak mengencang ( distensi ).
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai
diangkat tinggi-tinggi , maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas
sign).
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal ) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
- Pada appendiks terletak pada retrosekal maka uji psoas akan positif
dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka obturatir sign akan positif
dan tanda perangsangan peritoneum akan lebuh menonjol.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri,
Obraztsova’s sign kemudian dilakukan ekstensi dari
panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul
dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan
bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat,
kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada
sign perut kuadran kanan bawah saat
pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari
pada petit trianglekanan (akan positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas.
Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba

b. Pemeriksaan Laboratorium
 Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada
appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang
lebih tinggi lagi.
 Hb (hemoglobin) nampak normal
 Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis
infiltrat
 Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran dari saekum.
 Foto polos peruyt dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu )
 Ultrasonografi (USG)
 Computed Tomography Scanning (CT-Scan )
 Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum ,
pemeriksaan barium enema dan colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan carcinoma colon.
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,
secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat
laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,
sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan
observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak
diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan
cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel
darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan
foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,
diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah
dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik
dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik
lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang
direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer
angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh
komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam
tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih
besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama
4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

9. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah
10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).
10. Pencegahan
1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran
pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk
lama dan mengeras.
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang
air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna
secara keseluruhan.
11. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis
kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).

12. Pre, Intra, Post Operasi


I. Pre operasi
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang
menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan
yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
a. Persiapan pasien di unit perawatan.
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam dua
tahapan, yaitu :
 Persiapan di unit perawatan
 Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dikaji terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
2) Status nutrisi
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Kebersihan lambung dan kolon
5) Pencukuran daerah operasi
6) Personal Hygine
7) Pengosongan kandung kemih
8) Latihan Pra Operasi
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
1. Latihan Nafas Dalam
2. Latihan Gerak Sendi
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi
pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik
akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan.
Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses
pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat
mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko
pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
2. Nutrisi
3. Penyakit Kronis
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
5. Merokok
6. Alkohol dan obat-obatan
2. Persiapan penunjang
3. Pemeriksaan status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan
untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi
demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan
status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel
pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri.
Misal: penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang
tua sehat, bayi muda yang sehat
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita
dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan
diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes
mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan
appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan
jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan,
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan
jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan,
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
4. Inform consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang
terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek
hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform
Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan
operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan
bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan
seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung
jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan
persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada
pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat
dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam
prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-
betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika
tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah
tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan
gambaran keluarga.
5 Persiapan mental / psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau
labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual
pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).Contoh perubahan
fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain
:Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan
sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan
darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien
wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus
ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam
menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon
yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan
cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
1) Takut nyeri setelah pembedahan
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal (body image)
3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain
yang mempunyai penyakit yang sama.
5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan
dan petugas.
6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
7) Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat
dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti :
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk
membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan
pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara
lain :
 Pengalaman operasi sebelumnya
 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi
kamar operasi dan petugas kamar operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang
waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses
operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll
2. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun
demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui
tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami
pasien.
3. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan,
dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan
mempersiapkan mental pasien dengan baik
4. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada
pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
5. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
6. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
7. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan
pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar
pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
7. Obat-obatan premedikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan
diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang
diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis
yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik
yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai
indikasi pasien.
II. Intra operasi
A. Anggota pembedahan
Tim pembedahan terdiri dari:
1. Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli
bedah yang sudah melakukan operasi.
2. Asisten pembedahan (1 orang atau lebih): asisten bius dokter,
residen, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten
memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
3. Anaesthesologist atau perawat anaesthesi
Perawat anesthesi memberikan obat-obat anesthesia dan obat-
obat lain untuk mempertahankan status fisik klien
selama pembedahan.
4 Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas:
- Set up ruangan operasi
- Menjaga kebutuhan alat
- Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum
pembedahan
 Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum
drapping
 Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental,
orientasi klien
Selama pembedahan:
- Mengkoordinasikan aktivitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membantu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll
5. Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab
menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen,
kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan
prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa
yang dibutuhkan.
B. Penyiapan kamar dan team pembedahan
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci
meja operasi. Dua faktor penting yang berhubungan dengan
keamanan kamar pembedahan: lay out kamar operasi dan
pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan
dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian
pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
design (protektif, bersih, steril dan kotor).Alur lalu lintas
yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara
hal yang bersih dan terkontaminasi
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan
rumah sakit.
Umumnya:
• Kamar terima
• Ruang untuk peralatan bersih dan kotor
• Ruang linen bersih
• Ruang ganti
• Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
• Scrub area
Ruang operasi terdiri dari:
• Stretcher atau meja operasi
• Lampu operasi
• Anesthesia station
• Meja dan standar instrument
• Peralatan suction
• System komunikasi
2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan
Pencegahan kontaminasi:
» Cuci tangan
» Handscoen
» Mandi
» Tidak memakai perhiasan
3). Pakaian bedah
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK
Tujuan: Menurunkan kontaminasi
4). Surgical Scrub
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh:
• Ahli Bedah
• Semua asisten
• Scrub nurse.
sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril•
Alat-alat:
• Sikat cuci tangan reuable / disposable
• Anti microbial : betadine
• Pembersih kuku
dikeringkan dengan handuk sterilWaktu : 5 – 10 menit
C. Anasthesia
Negatif SensationAnasthesia (Bahasa Yunani)
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial
atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.
Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks,
meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi
dengan ahli bedah dan factor klien.
Type Anasthesi:
Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia
yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah
pembedahan.
1. Anasthesia Umum
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena
inhibisi impulse saraf otak.
Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
1) Stadium Anesthesia
- Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap
- Stadium II : Excitement
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan
pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak
teratur.
- Stadium III : Ansethesi pembedahan
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan
pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadium IV : Bahaya
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
2) Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
(1) Inhalasi
(2) Anesthesi Injeksi IV
PENGKAJIAN :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
- Memvalidasi identitas klien
- Memvalidasi inform concent
Chart Review:
- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama
pembedahan.
-Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan
sesudah operasi.
Perawat menanyakan:
- Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau
tranfusi darah.
- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan
dilepas.
Kateterisasi.-
Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan
pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka
dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang
pemulihan :
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala
dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang
pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.
2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6. Observasi adanya muntah.
7. Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan
terjadinya situasi krisis
- Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH,
diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
- HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
- Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
- Meningkatnya kegelisahan pasien
- Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
2. Tanda-tanda vital harus stabil.
3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran
pasien telah sempurna.
6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam).
Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal
masing-masing.
8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan
harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang
perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan
dipindahkan.
9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu
diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.
Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke
ruangan antara lain :
- Keadaan penderita serta order dokter.
- Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk
menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus
terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.
III. Post Operasi
1. Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
2. Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
6. Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan

13. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,
dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat kesehatan saat ini; mual, muntah dan nyeri yang hebat di
perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah, peningkatan suhu tubuh,peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan.
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
d. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
e. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda
vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan
kelainan bunyi jantung.
f. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
dan pendarahan, mimisan splenomegali.
g. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung
kemih dan keluhan sakit pinggang.
h. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
I. PRE OPERATIF (Doengoes, 1999)
(1) Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah,
pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala nyeri 5
dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga
mengatakan takut dan khawatir, pasien dan keluarga
mengatakan belum mengerti tentang penyakit pasien, pasien
menanyakan tentang perawatan setelah operasi.
(2) Data objektif
Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya
saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah,
pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan
pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien
tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran
kanan bawah, terdapat peningkatan (
leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat
penurunan peristaltik usus.
II. PERIOPERATIF
(1) Data subjektif
Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya
– tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan.
(2) Data objektif
Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik
spinal/block anastesi, dengan menyuntikan obat analgesic
local dalam ruang sub-aracnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5, kesadaran CM, ekstremitas dingin
terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal. Terdapat
peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret)
dan terdapat penurunan peristaltik.
III. POST OPERATIF
1) Data subjektif
Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh
merasakan sakit pada perut kanan bawah bekas operasi
appendectomy.
2) Data objektif
Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam
pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien belum
mampu mobilisasi secara bertahap.
13. Diagnosa Keperawatan
I. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
II. Intra Operasi
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efekanestesi
(vasodilatasi).
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
(melemahkan otot – otot diafragma)
3. Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan
alat cauther).
III. Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth,J,Corwin ( 2009 ) Buku saku Patofisiologi,EGC, Jakarta


Johnson.M.et all,2002, Nursing outcome Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J ,et all2002, Nursing Intervention Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer,A, (2001) Kapita Selekta Kedokteran,Jakarta,Media Aesculapius FKUI
NANDA (2015), Diagnosis keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
Ameltzer, Bare (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Brunner % Suddart, Edisi 8
Volume,Jakarta,EGC
Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marlynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit.
Jakarta:EGC
Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume
2. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai