PENDAHULUAN
1. latar Belakang
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar
klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini
dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga
adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat
klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek
anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan
benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama
jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang
komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi
sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun
petugas.
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum (Usus Buntu) dan
lumen appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks
mengandung banyak folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada
iliaca kanan di belakang caecum.
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel,
tempat parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma,
pembentukan pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus
ileum dan kelaina yang lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara
prevensi yang hanya mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum
menjadi perforasi atau gangren.
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan
cara operasi (pembedahan ). Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan
cara appendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan
membuang appendiks.
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan
tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya
infeksi.
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi
hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang
mencakup empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan
penyuluhan tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan
diri serta lingkungannya.
2. Tujuan
Penyusunan laporan pendahuluan mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya :
2.1 Tujuan Umum
Memahami konsep tentang asuhan keperawatan pre,intra dan post
operasi.
2.2 Tujuan Khusus
a. Mengerti dan memahami prosedur tindakan operasi.
b. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pre operasi
Appendik.
c. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan intra operasi
Appendik.
d. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operasi
Appendik.
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennuya kecil,
appendiks cenderung tersumbat dan rentan terhadap infeksi.(Brunner dan
Sudarth,2002)
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis , dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan , tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer,Arief,dkk,2007).
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya
lumen oleh fekalith (batu feses), hiperplasi jaringan limpoid, dan cacing
usis. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi
membrane mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti
Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
(Ovedolf,2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vervormis, karena
struktur yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang,2010).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin,2009).
5. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas,yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul)di daerah epigastrium di sekitar umbilicus
atau periumbilikus.keluhan ini di sertai dengan rasa mual,bahkan terkadang
muntah,dan pada umumnya nafsu makan menurun.kemudian dalam
beberapa jam,nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,ke titk MC burney
(seperti gambar).di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya,sehingga merupakan nyeri somatic setempat.Namun
terkadang,tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.Tindakan
ini di anggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi.Terkadang apendisitis juga di sertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5 – 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor
Alvarado.
The modified Alvarado Skore Skor
Gejala Peerpindahan nyeri dari nyeri ulu hati 1
ke perut kanan bawah
Mual muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di pertut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam di atas 37,5 C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Sunber : Shwartz’s principles of surgery
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada
appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang
lebih tinggi lagi.
Hb (hemoglobin) nampak normal
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis
infiltrat
Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran dari saekum.
Foto polos peruyt dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu )
Ultrasonografi (USG)
Computed Tomography Scanning (CT-Scan )
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum ,
pemeriksaan barium enema dan colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan carcinoma colon.
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,
secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat
laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,
sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan
observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak
diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan
cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel
darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan
foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,
diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah
dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik
dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik
lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang
direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer
angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh
komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam
tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih
besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama
4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
9. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah
10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).
10. Pencegahan
1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran
pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk
lama dan mengeras.
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang
air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna
secara keseluruhan.
11. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis
kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).
13. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,
dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat kesehatan saat ini; mual, muntah dan nyeri yang hebat di
perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah, peningkatan suhu tubuh,peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan.
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
d. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
e. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda
vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan
kelainan bunyi jantung.
f. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
dan pendarahan, mimisan splenomegali.
g. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung
kemih dan keluhan sakit pinggang.
h. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
I. PRE OPERATIF (Doengoes, 1999)
(1) Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah,
pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala nyeri 5
dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga
mengatakan takut dan khawatir, pasien dan keluarga
mengatakan belum mengerti tentang penyakit pasien, pasien
menanyakan tentang perawatan setelah operasi.
(2) Data objektif
Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya
saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah,
pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan
pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien
tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran
kanan bawah, terdapat peningkatan (
leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat
penurunan peristaltik usus.
II. PERIOPERATIF
(1) Data subjektif
Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya
– tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan.
(2) Data objektif
Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik
spinal/block anastesi, dengan menyuntikan obat analgesic
local dalam ruang sub-aracnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5, kesadaran CM, ekstremitas dingin
terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal. Terdapat
peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret)
dan terdapat penurunan peristaltik.
III. POST OPERATIF
1) Data subjektif
Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh
merasakan sakit pada perut kanan bawah bekas operasi
appendectomy.
2) Data objektif
Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam
pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien belum
mampu mobilisasi secara bertahap.
13. Diagnosa Keperawatan
I. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
II. Intra Operasi
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efekanestesi
(vasodilatasi).
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
(melemahkan otot – otot diafragma)
3. Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan
alat cauther).
III. Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
DAFTAR PUSTAKA