Anda di halaman 1dari 14

Pendekatan Klinis terhadap Kelainan Genetik Disorder of Sexual Development

(DSD)

Ellon Julian Emus Akasian – 102016194

Dian Anugrah Palin – 102016025

Angela Christnie Virginia – 102014080

Farren Angelica Kimberly – 102016050

Serlie – 102016116

Artiana Rahmadini – 102016143

Sarah Claudia Yosephine Simanjuntak – 102016204

Nor Zulaikha Binti Zulfikli – 102016262

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Email address : yserlie105@yahoo.co.id

Abstrak

Kelainan genetik merupakan sebuah kondisi dimana terjadi perubahan sifat


dan komponen di dalam gen sehingga menimbulkan penyakit. Kejadian ini dapat
disebabkan karena mutasi baru DNA, atau karena kelainan pada gen yang diwarisi
dari orangtua. Banyak sekali penyakit yang ditimbulkan akibat kelainan genetik atau
kromosom ini salah satunya Disorder of Sexual Development (DSD). Jika seorang
pasien datang dengan keluhan seperti ini segera dilakukan analisis kromosom.
Analisis kromosom ini biasanya dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan
dikerjakan di laboratorium. Setelah dilakukannya analisis kromosom tidak menutup
kemungkinan bayi tersebut terkena kelainan antara lain klinefelter syndrome (47,XXY
karyotype), turner syndrome (45,XO karyotype), mixed gonadal dysgenesis
(45,XO/46, XY karyotype), tetragametic chimerism (46,XX/ 46,XY karyotype,
congenital adrenal hyperplasia.

Abstract
Genetic disorder is a condition in which there are changes in the nature and
components in genes that cause disease. This incident can be caused by a new
mutation of DNA, or because of abnormalities in genes inherited from parents. Lots of
diseases caused by genetic or chromosomal abnormalities, one of them is Disorder of
Sexual Development (DSD). If a patient presents with a complaint like this,
chromosomal analysis is done immediately. This chromosome analysis is usually done
by taking a blood sample and doing it in a laboratory. After doing chromosome
analysis does not rule out the possibility of the baby affected by disorders such as
klinefelter syndrome (47, XXY karyotype), turner syndrome (45, XO karyotype), mixed
gonadal dysgenesis (45, XO / 46, XY karyotype), tetragametic chimerism (46, XO
karyotype) XX / 46, XY karyotype, congenital adrenal hyperplasia.
Anamnesis

Seorang bayi 3 minggu dirujuk untuk pemeriksaan analisis kromosom dengan


indikasi Disorder of sex development (DSD).

Pemeriksaan Fisik

Ditemukan genitalia eksterna dengan kelamin yang meragukan (sex ambigua)


yaitu berupa suatu penoscrotal hypospadias dengan urethra di daerah perineum.

Pemeriksaan Penunjang

Analisa Kromosom

Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cara yang konvensional atau


menggunakan teknik fluorescence in-situ hybridization (FISH) dengan tujuan untuk
1
melakukan analisis keberadaan kromosom X dan Y. Biasanya dilakukan dengan
menggunakan sampel darah, dikerjakan di laboratorium. Sel-sel akan diberikan
larutan hipotonik agar sel dapat tumbuh dan kromosom dapat tersebar di tengah dan
dapat terlihat di bawah mikroskop. Kemudian dilakukan fiksasi, dikeringkan selama 1
hari. Selanjutnya, dilanjutkan dengan diwarnai lalu dapat di analisis di bawah
mikroskop.2

Uji Adrenocorticotropic hormone (ACTH)

Uji stimulasi adrenocorticotropic hormone (ACTH) bertujuan untuk


mengetahui ada tidaknya defek pada kelenjar gonad. Selain itu juga dapat memastikan
adanya kelainan pada kelenjar adrenal, pemeriksaan analisis steroid pada urin juga
dapat dilakukan.1

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan


ultrasonografi, genitografi dan MRI. Biasanya ini dilakukan untuk menentukan
keadaan organ pelvis dan ukuran adrenal. Genitografi selain dilakukan untuk
identifikasi vagina, kanal uterus, tuba falopii atau vas deferens, juga untuk melihat
jalan masuk uretra dan vagina.3

Pemeriksaan Hormon

Pengujian fungsi testis dilakukan untuk memproduksi hormone androgen,


disebut sebagai uji HCG. Namun untuk protocol pemeriksaan dosis, frekuensi dan
kapan saat yang tepat dimulai pemeriksaan masih diperdebatkan. Protocol yang sering
digunakan yaitu menggunakan HCG 1500 unit selama 3 hari dan sampel pasca injeksi
diambil setelah 24 jam dari suntikan terakhir, serta saat yang tepat dilakukan adalah
setelah melewati masa neonates yaitu usia lebih dari 4 minggu karena berhubungan
dengan peningkatan aktivitas sel leydig. Tes stimulasi HCG dilakukan untuk menilai
fungsi testicular dari sel leydig apakah mampu menghasilkan testoteron sebagai
respon terhadap LH.4

Working Diagnostic

Gangguan perkembangan seks bermula dari tingkat kromosom, gonad,


maupun anatomi yang disebut disorders of sex decelopment (DSD). Dahulu kelainain
ini dikenal sebagai kelamin ganda, interseks, genitalia ambiguous. Tetapi istilah
tersebut sudah tidak digunakan lagi, dikarenakan sering menimbulkan masalah sosial
pada pasien.5 Dicurigai ambiguous genitalia, apabila ditemukan alat kelamin yang
berukuran kecil, disebut penis terlalu kecil sedangkan klitoris terlalu besar, atau
bilamana skrotum yang melipat pada garis tengah sehingga tampak seperti labium
mayor yang tidak normal dan gonad yang tidak teraba.6

Beberapa gambaran yang mengesankan adanya suatu kelainan seks


1. Selama masa bayi
 Penampilan genitalia eksterna yang ambigu
 Laki-laki fenotipik dengan kriptorkidisme, terutama jika zakar kecil
 Perempuan fenotoipik dengan massa di region inguinal atau labium majus
 Saudara kandung yang menderita kelainan seksual
 Perempuan fenotipik dengan edema nyata di bagian distal ekstremitas serta
lipatan kulit longgar di daerah tengkuk.
2. Setelah masa bayi
 Perempuan pendek, terutama dengan tampilan sindrom disgenesis gonad
 Perempuan dengan pembesaran klitoris
 Remaja laki-laki dengan testis yang kecil, terutama jika disertai dengan
ginekomastia dan eunukoidisme
 Amenore primer pada remaja perempuan yang disertai dengan perkembangan
payudara serta rambut pubis dan ketiak yang jarang atau tidak ada.5
Etiologi

Ketika genitalia eksternal tidak mempunyai penampakan anatomik yang


sesuai dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara normal, maka dikenal
sebagai ambiguous genitalia. Keadaan ini dapat disebabkan oleh berbagai DSD. Akan
tetapi, tidak semua DSD berupa ambigus genitalia eksternal, beberapa DSD memiliki
genital ekterna yang normal (seperti Turner sydrome [45,XO] dengan fenotip wanita,
Klinefelter syndrome [47,XXY] dengan fenotip pria).7

Epidemiologi

Ambigus genitalia merupakan ketidaksesuaian karakteristik yang menentukan


jenis kelamin seseorang, secara umum tingkat kejadiannya untuk mendapatkan
penyakit ini adalah 1: 2000. Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit
ambiguous genitalia sangat terbatas. Meskipun tidak ada jumlah pasti prevalensi
penyakit ambiguous genitalia, pada akhir tahun 2006, di Jerman telah ditemukan 2
kasus dari 10.000 kelahiran. Kasus DSD secara umum dapat dialami baik laki-laki,
maupun perempuan dan biasanya didiagnosis pada kelahiran bayi dengan ambiguous
genitalia.8

Patofosiologi

Diketahui bahwa sel manusia normal terdiri dari 23 pasang kromosom


yang terdiri dari 22 pasang kromosom autosomal dan sepasang kromosom seks
yang merupakan penentu perbedaan jenis kelamin. Pada perempuan kromosom
seks adalah XX dan pada laki-Iaki XY. Diferensiasi seks perempuan dan laki-laki
merupakan satu kesatuan karakteristik dari gonad, traktus genitalia interna dan
genitalia eksterna. Perkembangan organ kelamin normal melalui beberapa tahap
dan secara genetik kromosom akan mempengaruhi perkembangan gonad menjadi
testis dan ovarium.
Gangguan diferensiasi seks paling baik dipahami berkenaan dengan
embriologi, dan pengaturan hormonal diferensiasi seks. Genitalia interna dan eksterna
dibentuk antara minggu kehamilan ke-9 sampai ke-13. Tanpa memandang kariotipe,
janin bersifat bipotensial dan mempunyai kapasitas mengembangkan fenotipe laki-
laki atau perempuan normal. Fenotipe perempuan berkembang jika tidak terdapat
pengaruh “laki-laki” spesifik yang mengubah perkembangan. Fenotipe laki-laki atau
perempuan berkembang secara internal dari gonad dan duktus bipotensial, dan secara
eksternal dari bakal bipotensial. Bila terdapat gen untuk faktor penentuan testis yang
dikenali gen SRY (sex reversing Y), di dekat perbatasan pseudoautosom pada
kromosom Y, gonad janin primitif berdiferensiasi menjadi testis. Testis menyekresi
testosteron, yang mempunyai pengaruh langsung (stimulasi perkembangan duktus
Wolff) tetapi juga secara lokal diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) oleh enzim
5α-reduktase untuk pengaruh-pengaruh lain. DHT menyebabkan pembesaran, rogasi,
dan fusi labium majus menjadi skrotum; fusi permukaan ventral penis menutupi uretra
penis; dan pembesaran penis dengan perkembangan akhir genitalia eksterna laki-laki.
Produksi dan sekresi substansi inhibitori-duktus Muller dari testis menyebabkan
regresi dan hilangnya duktus Muller dari derivatnya, seperti tuba uterina dan uterus.
Dengan adanya testosteron, duktus Wolff berkembang menjadi vas deferens, tubulus
seminiferus, dan prostat.
Bila SRY tidak ada, ovarium secara spontan berkembang dari gonad primitif
bipotensial. Bila substansi inhibitori-Muller tidak disekresikan dari testis janin, uterus,
tuba fallopii, dan sepertiga posterior vagina yang berkembang dari dukttus Muller
karena duktus Wolff degenerasi. Genitalia eksterna akan tampak seperti perempuan
bila androgen benar-benar tidak ada. Virilisasi yang tidak adekuat akibat
perkembangan testis yang abnormal, defek biosintesis testosteron atau DHT, atau
defek reseptor androgens, dapat menimbulkan fenotipe antara perempuan dan laki-
laki normal; hasilnya adalah anak yang memiliki genitalia ambigu. Hal yang sangat
penting diperhatikan adalah ada tidaknya fusi bagian posterior vagina (yang membuat
lubang vagina menjadi kecil atau bahkan seperti celah). Ini dapat terjadi hanya antara
usia 9 dan 13 minggu kehamilan dan hanya dapat terjadi jika terdapat produksi
androgen endogen berlebihan (seperti pada hiperplasia adrenal kongenital). Jika
lubang vagina normal dan tidak terdapat fusi, tetapi klitoris menbesar tanpa fusi
ventral uretra ventral, pasien tersebut telah mengalami pemajanan lebih lambat
dengan androgen. Lebih lanjut, pasien dengan skrotum yang terbentuk penuh,
walaupun kecil, dan penis yang terbentuk normal, tetapi kecil dan mikrophallus, harus
sudah mengalami pemajanan normal dan efek androgen selama 9-13 minggu
kehamilan.9
Differential Diagnostic

Klinefelter Syndrome (47,XXY karyotype)

Sindrom klineflter merupakan kelainan genetik pada pria dimana terdapat


tambahan pada kromosom sex (XXY). Kelebihan kromosom ini mengakibatkan
terbentuk sedikit testoteron yaitu fisik pria menjadi sama seperti wanita. Manifestasi
klinik kelainan ini yaitu gejala fisiknya kaki panjang, pinggul lebar, ginekomastia,
testis kecil (mikrotestis), kelemahan pada tulang, muscular tidak ada. Gejala pada
bahasa yaitu lambat dalam perkembang bahasa, susah mengekspresikan pikiran dan
keiginan, gangguan pada proses membaca serta mendengar. Gejala lainnya adalah
kehidupan sex normal tetapi sulit mempunyai keturunan karena sedikitnya produksi
testosterone. Pemberian testosterone pada masa pubertas dapat membuat
perkembangan tubuh normal seperti lelaki pada umumnya. Dokter spesalis infertilitas
dapat membantu penderita klinefelter untuk mempunyai keturunan.10

Turner Syndrome ( 45,XO karyotype)

Kelainan ini dihubungan dengan monosomi fungsional lengan p kromosom X.


Karyotype yang tersering pada sindrom Turner yaitu 45,X dengan kehilangan
kromosom seks kedua, tetapi banyak perempuan yang juga terkenal dan merupakan
mosaik. Yang paling umum adalah 45,X0/46,XX, tetapi 45,X0/47,XXX dan
45,X0/46,XY juga ada. Beberapa perempuan yang terkena sindrom Turner punya dua
kromsom X, tetapi keadaan ini satu X nya kehilangan lengan p. Resiko sindrom
Turner tidak bertambah dengan bertambahnya usia ibu. Temuan-temuan ini
memberikan kesan kelainan pembelahan sel embrional, bukannya fertilisasi oleh
gamet abnormal, sebagai penyebab sindrom Turner. Mortalitas sindrom Turner dalam
rahim sering dihubungkan dengan adanya edema berat dan higroma kistik. Pada
keadaan edema janin berat, efusi paru mengganggu perkembangan paru. Namun bayi
tetap lahir hiup dengan prognosis yang sangat baik, gonad telah ada pada saat lahir
dan bersifat intantil. Gonad tersebut sering mengalami regresi selama masa kanak-
kanak, dan bisa saja hilang saat pubertas.

Gejala klisi yang utama yaitu perawakan pendek (tinggi saat dewasa kurang
dari 150cm pada perempuan yang tidak ada pengobatan), infantilisime seksual, dan
konsekuensi anomaly kongenital. Insidensi katup aorta bicuspid dan koarktasio aorta
wanita dewasa dan anak perempuan dalam sindrom Turner. Pada neonates bisa
terdapat edema karpal dan pedal yang bsia sembuh secara spontan, tetapi dapat
berulang pada remaja bila terapi estrogen dimulai. Gambaran lain termasuk batas
rambut rendah, leher berselaput, putting susu hipoplastik jarak lebar, ginjal tampak
kuda, dan kubitus valgus siku. Penanganan perawakan rendah pendek telah berhasil
dengan menggunakan hormon pertumbuhan manusia (human growth hormone) secara
parenteral dan steroid anabolik per oral. Karakteristik seksual sekunder dapat
dikembangkan dengan estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron (atau
pengganti sintetisnya). Sebagian kecil anak perempuan akan menghasilkan
estrogennya sendiri; sebagian besar tidak menghasilkan estrogen dan mengalami
pengingkatan gonadotropin, yang menggambarkan kegagalan ovarium. Anak
perempuan yang sel berisi kromosom Y-nya bersifat mosaik, ketika mencapai masa
remaja gonadnya harus diambil untuk melenyapkan risiko neoplasma di kemudian
hari. Sebagian kecil perempuan bisa hamil dan mengandung hingga cukup bulan
(agaknya mereka mempunyai ovarium yang berfungsi). Beberapa perempuan dengan
sindrom Turner telah melakukan fertilisasi in vitro dengan relur donor dan telah
mengandung sampai cukup bulan.11

Mixed Gonadal Dysgenesis (45,XO/46,XY Karyotype)


Keadaan seperti ini memiliki variasi yang ekstrem, yang dapat meluas dari
sindrom seperti Turner sampai fenotipe laki-laki dengan urethra penis, yang
merupakan gambaran tiga fenotip klinis utama. Perawakan pendek merupakan temuan
utama pada semua penderita yang terkena. Beberapa penderita tidak memiliki bukti
adanya maskulinisasi, dimana mereka memiliki fenotip wanita dan sering memiliki
tanda-tanda somatic sindrom Turner. Keadaan ini ditemukan pada prapubertas ketika
penelitian kromosom dilakukan pada gadis-gadis pendek, atau kemudian pada waktu
penelitian kromosom dilakukan karena kegagalan maturasi seksual. Tuba Fallopi dan
uterus ada. Gonad terdiri atas coretan-coretan intraabdomen tidak terdiferensiasi;
penelitian kromosom coretan ini sering menunjukkan deretan sel XY. Coretan gonad
ini agak berbeda dengan coretan gonad pada gadispenderita sindrom Turner; selain
jaringan ikat tidak rata, sering ada struktur tubuler atau seperti tali, kadang-kadang
kelompok sel granulosa, dan seringkali sel mesonefrik atau sel hilus.
Beberapa penderita mengalami virilisasi ringan yang hanya ditampakkan oleh
klitorimegali prapubertas. Ada struktur mullerian normal, tetapi terjadi virilisasi pada
pubertas. Penderita ini biasanya memiliki testes intra-abdomen, coretan gonad
kontralateral, dan tuba fallopii bilateral. Banyak penderita datang dengan
ketidakjelasan genitalia yang nyata; ini adalah fenotip yang paling sering dijumpai
pada bayi. Mtestes dan vas deferens ditemukan pada satu sisi pada lipatan
labioskrotalis dan coretan gonad pada sisi kontralateral. Uterus infantil atau
rudimenter hampir selalu ada. Fenotip dan genotip lain telah diuraikan. Sekitar 25%
dari lebih dari 200 penderita yang dilaporkan memiliki kromosom Y disentris
(45,X0/46,X, dic Y). pada beberapa penderita, kromosom Y dapat diwakili oleh
hanya oleh fragmen (45,X/45,X fra); penerapan probe spesifik-Y dapat menunjukkan
asal dari fragmen tersebut. Tidak jelas mengapa genotip yang sama (45,X0/46,XY)
dapat mengakibatkan fenotip yang berbeda tersebut.
Penderita dengan fenotip wanita tidak menimbulkan masalah pada pengasuhan
gender. Penderita hanya sedikit mengalami virilisasi, biasanya ditetapkan pengasuhan
gender wanita sebelum diagnosis ditegakkan. Penderita dengan genitalia yang tidak
jelas dengan mudah terancukan dengan berbagai tipe pseudohermafrodit laki-laki.
Pada kebanyakan keadaan, penderita ini paling baik diasuh sebagai wanita,
perawakan pendek, kemudahan rekonstruksi genital, dan kecenderungan gonad
berkembang keganasan mendukung pilihan ini. Pada beberapa penderita yang diikuti
sampai masa dewasa, dugaan testes normal terbukti disgenesis dengan akhirnya
kehilangan fungsi Sel Leydig dan Sel Sertoli.
Tumor gonad, biasanya gonadoblastoma, terjadi hampir pada 25% penderita
ini, terutama mereka denga fenotip yang lebih wanita. Lokus gonadoblastoma telah
dilokalisasi pada daerah dekat sentrom kromosom Y. tumor sel benih ini didahului
oleh perubahan-perubahan karsinoma ditempat semula (in situ). Karenanya, kedua
gonad harus diambil pada semua penderita yang diasuh sebagai wantia, dan gonad
yang tidak berdiferensiasi harus diambil pada beberapa penderita yang diasuh sebagai
laki-laki.
Dahulu, semua penderita datang ke pemeriksaan klinis karena fenotipnya yang
abnormal. Namun, mosaikisme 45,X0/46,XY ditemukan pada sekitar 7% janin
dengan mosaikisme kromosm sejati yang ditemukan pada masa prenatal. Dari 76 bayi
dengan mosaikisme 45,X0/46,XY yang didiagnosis secara prenatal, 72 memiliki
fenotip laki-laki normal, 1 memiliki fenotip wantia, dan hanya 3 laki-laki menderita
hipospadia. Dari 12 laki-laki yang diperiksa gonadnya, hanya 3 abnormal. Data ini
harus dipertimbangkan bila melakukan nasehat keluarga yang bayinya 45,X0/46,XY
ditemukan secara prenatal.11
Tetragametic chimerism (46,XX/46,XY karyotype)
Tetragametic chimerism adalah suatu bentuk chimerism bawaan. Kondisi ini
dapat terjadi melalui pembuahan dua ovum yang terpisah oleh dua sperma, diikuti
dengan fusi kedua embrio pada tahap blastokist atau zigot. Hal ini menyebabkan
perkembangan organisme dari campuran keempat sel induk. Dengan kata lain,
chimera terbentuk dari penggabungan dua kembar nonidentical (meskipun hal serupa
juga mungkin terjadi pada kembar identik, tetapi dengan DNA mereka yang hampir
identik, keberadaan chimerism tidak akan segera terdeteksi pada tahap awal (tahap
zigot atau blastokist). Dengan demikian, mereka dapat menjadi laki-laki, perempuan,
atau hermafrodit.
Seiring organisme berkembang, ia dapat memiliki organ dengan set kromosom
yang berbeda. Misalnya, chimera mungkin memiliki hati yang terdiri dari sel-sel
dengan set kromosom pertama dan memiliki ginjal yang terdiri dari sel-sel dengan set
kromosom kedua. Hal ini telah terjadi pada manusia, dan pada satu waktu dianggap
sangat jarang, meskipun bukti yang lebih baru menunjukkan bahwa hal ini tidak
sejarang seperti yang diyakini sebelumnya. Individu yang mengalami tetragametic
chimerism dapat diidentifikasi dengan menemukan dua populasi sel merah. Jika kedua
zigot adalah lawan jenis, genitalia ambigu dan hermaphroditism atau kombinasi
keduanya; terkadang individu-individu tersebut memiliki patchy skin, rambut dengan
dua warna, atau heterochromia. Jika blastokist adalah lawan jenis, alat kelamin dari
kedua jenis kelamin dapat terbentuk, baik ovarium dan testis, atau gabungan
ovotestis.11
Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK)
Kelainan ini merupakan penyakit herediter yang mengakibatkan dampak
sangat besar bagi pasien, keluarga dan lingkungannya. Sering terjadi keterlambatan
atau salah diagnosis karena manifestasi gejala yang sangat bervariasi. Kadar hormone
androgen yang tinggi menyebabkan ambiguitas genitalia pada bayi perempuan.12
Pemeriksaan 17-OH progesterone dapat mengukur kadar 17-OG progesteron dalam
darah untuk mendeteksi atau mengevaluasi congenital adrenal hyperplasia (CAH),
yaitu kondisi penurunan kortisol dan aldsteron, serta peningkatan hormone seks pada
laki-laki (androgen) yang diturunkan. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan sebagai
bagian dari skrining pada bayi yang mempunyai ketidakjelasan jenis kelamin (ambigu
alat kelamin).pemeriksaan ini dibutuhkan sampel berupa darah yang diambil dari
pembuluh darah vena di lengan, sedangkan pada bayi diambil dari heelstick.
Penatalaksanaan
a. Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulisasi dan menekan berkembangnya tanda-
tanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi
rambut dan massa tubuh) dengan memberikan testosteron. Bila pasien menjadi
perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan
perkembangan karakteristik seksual ke arah feminin dan menekan
perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat
timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen).
Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi
stres fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan.
Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas
dan glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya
dimulai pada saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormon
seks laki-laki, hormon seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan
harus dilanjutkan selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan
pada saat dewasa untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks
perempuan untuk mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, dan
glukokortikoid untuk mencegah hipoglikemia, dan penyakit-penyakit yang
menyebabkan stres.6
b. Pengobatan pembedahan(6)
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempunyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan
mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi
ukuran klitoris yang membesar dengan tetap mempertahankan persarafan pada
klitoris dan menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal.
Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada di luar badan di daerah
bawah klitoris.

Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan. Sedangkan tahap


kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat pasien siap
memulai kehidupan seksual.

Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan


merubah letak urethra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal
ini dapat dilakukan dalam satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak
kasus, hal ini harus dilakukan lebih dari satu tahapan, khususnya bilamana
jumlah jaringan kulit yang digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat
dan semua keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga mempersulit teknik
operasi.

Bilamana pengasuhan seks sudah jelas ke arah laki-laki, maka dapat


dilakukan operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11,5 tahun. Secara
umum, sebaiknya operasi sudah selesai sebelum anak berusia dua dua tahun ,
jangan sampai ditunda sampai usia pubertas.

Bilamana pengasuhan seks sudah jelas ke arah perempuan, bilamana


pembukaan vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka
rekonstruksi vagina dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris.
Bilamana maskulinisasi membuat klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau
lokasi vagina sangat tinggi dan sangat posterior), maka dianjurkan untuk
menunda rekonstruksi vagina sampai usia remaja. Namun hal ini masih
merupakan perdebatan, beberapa ahli menganjurkan agar rekonstruksi
dilakukan seawal mungkin atau setidaknya sebelum usia dua tahun, namun ahli
yang lain menganjurkan ditunda sampai usia pubertas agar kadar estrogennya
tinggi sehingga vagina dapat ditarik ke bawah lebih mudah.6

Konsultasi medikolegal

Perubahan Status Identitas


Identitas seseorang/anak merupakan sesuatu yang sangat penting dan akan selalu
digunakan dalam segala aspek kehidupan, sehingga oleh pemerintah dibuatkan aturan
khusus yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.13
Konsultasi Genetik

Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan


kejadian atau risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya
konseling genetik, maka keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik,
khususnya dalam mencegah munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga.
Manfaat ini dapat diperoleh dengan melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan
oleh konselor, termasuk di dalamnya tindakan untuk melakukan uji terkait
pencegahan kelainan genetik. Terdapat tiga aspek konseling:
 Aspek diagnosis
 Perkiraan risiko yang seungguhnya
 Tindakan suportif untuk memberikan kepastian bahwa pasien dan keluarganya
memperoleh manfaat dari nasihat yang diberikan dan tindakan pencegahan
yang bisa dilakukan.
Tujuan dari konseling genetik adalah untuk mengumpulkan data-data medis
maupun genetik dari pasien ataupun keluarga pasien yang berpotensi dan menjelaskan
langkah-langkah yang dapat dilakukan. Konseling genetik dimulai dengan pertanyaan
mengenai kemungkinan terjadinya kelainan genetik yang diajukan oleh orang tua/wali
penderita. Akan dilakukan pemeriksaan pendukung yang lengkap, untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat seperti pemeriksaan sitogenetik, analisis DNA, enzim,
biokimiawi, radiologi, USG, CT scan, dan sebagainya.13
Kesimpulan

Disorders of sex development merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat


perkembangan anatomis organ kelamin yang tidak sempurna pada saat embrio.
Kelainan tersebut menyebabkan tidak bisa dipastikannya jenis kelamin bayi yang baru
lahir, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kromosom dan juga pemeriksaan
hormon. DSD perlu ditangani sehingga dapat mencapai identitas seksual yang optimal
didukung dengan fungsi organ seksual dan meminimalkan risiko pada fisik, psikis,
mempertahankan fertilitas, memberi kualitas dalam menikmati kehidupan seksual
yang baik tanpa merasa dikucilkan dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Meyer-Bahlburg HFL. Treatment guidelines for children with disorders of sex


development. Neuropsychiatric de I’enfance et de I’adolescense.2008;56.p.345-
49.
2. Diambil dari https://www.nationwidechildrens.org/family-resources-
education/health-wellness-and-safety-resources/helping-hands/chromosome-
analysis-test, 23 September 2019.
3. Wales JKH, Wit JM, Rogol AD. Abnormal Genital. Pediatric Endocrinology and
Growth, 2th Ed.2003:157-79.
4. Chris CD, Moore, Melvin MG. Sex Determination and Gonadogenesis: A
Transcription Cascade of Sex Chromosome and Autosome Genes. Seminars in
Perinatology, 1992.16(5):266-78

5. Ghai OP, Gupta P. Endocrine and Metabolic Disorders. Essential Pediatrics. 6th
Ed. New Delhi: CBS Publisher 2004: 487-94.
6. Susanto, Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. [Online]. 2006.
[Dikutip] 24 September 2019.
7. Chavhan, Govind B, et al. Imaging of Ambiguous Genitalia: Calssification and
Diagnostic approach. [Online] 2008. [Dikutip] 24 September 2019. Available
from: http://radiographics.rsna.org/content/28/7/1891.full
8. Mirani, erna. Pengaruh Konseling Genetik pada Tingkat Kecemasan dan
Depresi Terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia. [Online]. 2010
[Dikutip] 24 September 2019. Available from: http://eprints.undip.ac.id/17421/
9. Siregar, Charles Darwin. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak.
Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 126. Jakarta; 2000. P. 32-6.
10. Diamond DA, Burns JP, Mitchell C, et al. Sex assignment for newborns with
ambiguous genitalia and exposure to fetal testosterone: attitudes and practices of
pediatric urologist. J Pediatr.2006;148.p.445-9.

11. Behrman RE, Kliegman RM, editors. Nelson Esensi Pediatri. 4th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010.h.157-8.
12. Diambil dari
http://m.prodia.co.id/id/produklayanan/pemeriksaanlaboratoriumdetails/17-oh-
progesteron-lc-msms, 25 September 2019.
13. Witchel SF, Azziz R. Congenital adrenal hyperplasia. J Pediatric and Adolescent
Gynecol. 2011;24:116-26

Anda mungkin juga menyukai