Anda di halaman 1dari 12

IMUNISASI

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban
ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara
penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak
mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya.
Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka
tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah
atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan
hasil yang efektif.
Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan
Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun
1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi
dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio,
tetanus serta hepatitis B.
Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus
dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat perlindungan
yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan (KLB) PD3I. Untuk itu, upaya
imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilans epidemiologi agar setiap
peningkatan kasus penyakit atau terjadinya KLB dapat terdeteksi dan segera
diatasi. Dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 kewenangan surveilans epidemiologi,
termasuk penanggulangan KLB merupakan kewenangan bersama antara
pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Selama beberapa tahun terakhir ini,
kekawatiran akan kembalinya beberapa penyakit menular dan timbulnya penyakit-
penyakit menular baru kian meningkat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan
untuk mencapai tingkat population imunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi

1
sehingga dapat memutuskan rantai penularan PD3I. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif dan efisien
dengan harapan dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan
anak, ibu serta masyarakat lainnya.
B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar imunisasi

II. TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, yaitu kebal atau resisten. Bayi di
imunisasikan berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu
(Hidayat, 2008).
Imunisasi berasal dari kata imun,kebal atau resisiten.Anak di iminisasi
berarti di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.Anak kebal atau
resisiten terhadap suatu penyakit,tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang
lain.(Notoadinojo,1997:37)
Kata imun berasal dari kata latin(imunitas)Romawi selama masa jabatan
mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap
dakwaan.Dalam sejarah istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya
berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit menular (THEOPHILVS, 2000
,Meni dan Madrona, 2001)
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan mencegah penyakit seperti
Hepatitis B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Campak (Lia
Dewi, 2010)
Imunisasi adalah Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu (Mahdiana, 2010).

B. Tujuan Imunisasi
Tujuan dalam pemberian imunisasi (Hidayat, 2008) antara lain :
a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

2
menghilangkan penyakit tertentu didunia
b.Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat
berbahaya bagi bayi dan anak.
c. Anak menjadi kebal dan terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit tertentu.
d. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat
eradikasi suatu penyakit.
e. Menurunkan angka penderitaan suatu penyakit yang sanga
membahayakan kesehatan bahkan bias menyebabkan kematian pada
penderitanya. Beberapa yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu
seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B,
gondongan, cacar air dan TBC.
f. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
C. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi menurut Marimbi (2010), yaitu :
a) Bagi anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
kecacatan atau kematian.
b) Bagi keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman.
c) Bagi Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan keluarga.

C. Jenis-Jenis Imunisasi
Imunisasi terbagi dalam dua bagian yaitu pasif dan aktif. Aktif adalah bila tubuh
anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah bila

3
tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja
(Notoadmodjo, 2003).
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian satu atau lebih antigen yang infeksiusn
pada seorang individu untuk merangsang system imun untuk merangsang
antibody yang akan mencegah infeksi. Imunisasi aktif terhadap penyakit
infeksi dihasilkan dengan cara inokulasi antigen bakteri, virus, dan parasit,
baik dalam bentuk kuman hidup yang dilemahkan atau produk dari
organisme tersebut. Vaksin diberikan dengan cara disuntikan atau peroral/
melalui mulut. Terhadap pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat
zat-zat anti terhadap penyakit bersangkutan, kadar zat-zat dapat diukur
dengan pemeriksaan darah. Pemberian vaksin dengan cara menyuntikan
kuman atau antigen murni akan menyebabkan benar-benar menjadi sakit.
Oleh karena itu, dibutuhkan dalam bentuk vaksin, yaitu kuman yang telah
dilemahkan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh untuk membentuk
antibody. Dalam Imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang
terdapat dalam setiap vaksinnya, yaitu :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagi zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
c. Preservatif, stabilizer dan antibiotika yang berguna untuk menghindar
tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
Ada lima (5) jenis imunisasi pada anak dibawah 5 (lima) tahun yang harus
dilakukan, yaiti :
a. BCG (Bacillus Calmette Geurin)
b. DPT (difteri, pertusis, tetanus)
c. Polio
d. Campak
e. Hepatitis B

4
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah perpindahan antibody yang telah dibentuk yang
dihasilkan host lain. Antibody ini dapat timbul secara alami atau sengaja
diberikan. Imunisasi pasif diberikan dalam bentuk Gama globulin
intravena (IVIG) atau serum binatang, menghasilkan proteksi untuk
sementara waktu terhadap infeksi atau penyakit. Imunisasi pasif terdiri
dari dua macam, yaitu:
a. Imunisasi pasif bawaan
Imunisasi bawaan merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya
berasal dari ibunya selama dalam kandungan, yaitu berupa zat antibody
yang melalui jalan darah menebus plasenta. Namun, zat anti tersebut
lambat laun akan menghilang/ lenyap dari tubuh bayi. Dengan demikian,
sampai umur 5 bulan bayi dapat terhindar dari beberapa oenyakit infeksi,
seperti campak, difteri dan lain-lain.
b. Imunisasi pasif didapat
Imunisasi didapat merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya
didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang
mengandung zat anti. Zat anti ini didapat oleh anak dari luar dan hanya
berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu karena zat anti seperti ini akan
dikeluarkan kembali dari tubuh anak, misalnya pemberian serum anti
tetanus terhadap penyakit tetanus (Anik maryuni, 2010).
E. Imunisasi Dasar
1. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dan penyakit-
penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah
adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), poliomyelitis, campak, dan hepatitis B (Anik maryuni, 2010).
Lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun
tersebut adalah :

5
a. Imunisasi BCG yang dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan.
b. Imunisasi DPT, yang diberikan 3 (tiga) kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan
interval minimal 4 minggu.
c. Imunisasi polio, yang diberikan 4 (empat) kali pada bayi 0-11 bulan dengan
interval minimal 4 minggu.
d. Imunisasi campak, yang diberikan 1 (satu) kali pada usia 9-11 bulan.
e. Imunisasi hepatitis B, yang diberikan 3 (tiga) kali pada bayi usia 1-11 bulan
dengan interval minimal 4 minggu (Anik maryuni, 2010).

2. BCG (Bacillius Calmate Guerin)


Merupakan imunisasi yang mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup tapi
telah dilemahkan. Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberculosis (TBC) (Marimbi, 2010). Imunisasi BCG diberikan
pada usia kurang dari 2 bulan dengan dosis 0,05 ml, vaksin BCG diberikan secara
intrakutan didaerah lengan atas pada insertio M. Deltoideus (Marimbi, 2010).
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tak perlu diulang
(Booster) sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga anti bodi yg dihasilkan
tinggi terus. Vaksin BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80%
terhadap tubercolosis. Pemberian vaksin BCG sangat bermanfaat bagi anak,
sedangkan bagi orang dewasa manfaatnya masih kurang jelas. Efek sampaing
imunisasi umumnya tidak ada namun, beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkakangan bila
penyuntikan dilakukan di paha) biasanya akan timbul sendiri. Imunisasi BCG
tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan uji
Mantoux posif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang
berat/menahun.

3. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Imunisasi DPT adalah imunisasi yang akan menimbulkan kekebalan aktif dalam
waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin
Difteri dibuat dari toksin atau racun kuman difteri yang telah dilemahkan

6
dinamakan toksoid. Vaksin tetanus dibuat dari toksoid tetanus atau toksin/racun
kuman tetanus yang sudah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Sedangkan
vaksin pertusis terbuat dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan
selanjutnya dikemas bersama vaksin difteri dan tetanus. Imunisasi DPT diberikan
3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Namun
biasa ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali di usia 5
tahun, imunisasi diberikan melalui suntikan intra muskuler (IM). Imunisasi DPT
ditandai dengan gejala-gejala ringan seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2
hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat
suntikan yang akan hilang sendiri dalam bebrapa hari, atau bila masih demam
dapat diberikan obat penurunan panas pada bayi. Imunisasi DPT tidak dapat
diberikan pada anak-anak yang mempunyai penyakit atau kelainan saraf baik
bersifat keturunan atau bawaan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang
betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak (Anik maryuni, 2010).

4. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak (Hidayat,
2008).
Imunisasi polio diberikan pada bayi umur 0-11 bulan atau saat lahir (0bulan), dan
berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat lahir,
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT. Pemberian imunisasi
polio melalui oral/ mulut. Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang
melalui suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine / IPV) Imunisasi polio hampir
tidak ada efek samping, hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot, kasusnyapun sangat jarang Imunisasi polio sebaiknya tidak
diberikan pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti
demam tinggi (diatas 38°C). Pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan penyakit
HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani pengobatan steroid

7
dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio (Anik
maryuni, 2010)

5. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit
yang disebabkan virus hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati
(Marimbi, 2010).
Hepatitis B disebabkan oleh Virus hepatitis B (VHB), suatu anggota yang family
hepadnavirus yaitu suatu virus DNA yang berlapis ganda dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau kronis yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut
menjadi sirosis hati (hati mengeras dan mengecil) atau kanker hati (Cahyono,
2010).
Imunisasi ini sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir, dengan syarat kondisi bayi
dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian
dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan dan usia 3-6 bulan. Pemberian
imunisasi melallui intra muskuler (I.M) di lengan deltoid atau paha anterolateral
bayi, penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bias mengurangi efektivitas
vaksin. Imunisasi ini umumnya tidak ada efek samping, jika-pun terjadi namun
sangat jarang berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam
ringan dan pembengkakan, namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.
Imunisasi ini tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat (Anik
maryuni, 2010).

6. Imunisasi Campak
Penyakit campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai
dengan demam, batuk, konjungtivitis,dan ruam kuli. Campak merupakan
penyebab kematian bayi berumur <12 bulan dan anak usia 1-4 tahun. Penyakit
campak di sebabkan oleh paramiksovirus dan genus morbili. Virus campak dapat
hidup dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorokan, hidung dan saluran
pernafasan.

8
Tiga fase tanda dan gejala klinis campak, yaitu :
1. Fase Pertama
Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
pada tahap ini anak yang sakit belum memperlihatkan tanda dan gejala
sakit.
2. Fase kedua (fase prodormal)
Pada Fase ini timbul gejala yang mirip penyakit flu sepertti batuk, pilek,
dan demam tinggi dapat mencapai 38°-40°C, mata merah berair, mulut
muncul bintik putih (bercak koplik) dan kadang disertai mencret.
3. Fase ketiga
Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring demam tinggi
yang terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul diseluruh tubuh,
melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang telinga, leher,
dada, muka, tangan dan kaki (Cahyono, 2010).
Imunisasi diberikan satu kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan sesuai
jadwal. Selain karena antibody dari ibu sudah menurun di usia bayi 9
bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak di usia balita. Jika
sampai usia 12 anak belum mendapat imunisasi campak, maka 12 bulan
ini anak harus di imunisasi. Cara pemberian imunisasi melalui subkutan,
biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisai, mungkin terjadi demam
ringan/ bercak merah pada pipi bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah hari
penyuntikan. Imunisasi campak tidak diberikan pada anak dengan
penyakit infeksi akut yang disertai demam, penyakit gangguan kekebalan,
penyakit TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit
keganasan, kerentanan tinggi terhadap protein telur (Anik maryuni, 2010).

F. Imunisasi yang Dianjurkan


1. MMR (measles/campak, mumps/parotitis, rubela/campak jerman)
MMR Adalah vaksin kombinasi antara vaksin campak, parotitis dan rubela
Parotitis merupakan penyebab terbanyak ensefalitis pada anak. Vaksin parotitis
adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan dengan ditumbuhkan pada kultur sel

9
emrio ayam. Vaksin ini harus disimpan pada suhu dingin (5-8 derajat C) karena
tidak tahan sinar matahari dan panas. Efek samping vaksin ini sanat jarang terjadi,
biasanya berupa pembekangkan kelenjar liur yang timbul 10-14 hari setelah
vaksinasi.
Vaksin rubela pada masa kanak-kanak merupakan penyakit infeksi yang ringan.
Penyakit ini penting karena berhubungan dgn sindrom rubela kongenital. Bila ibu
terinfeksi rubela pada 20 minggu pertama kehamilan, resiko infeksi janin adalah
80%. Bila infeksi terjadi pada 12 minggu kehamilan biasanya bayi akan
mengalami kecacatan multipel yang berat dan permanen seperti buta karena
katarak, tuli dan defek janjtung kongenital. Pada 20% kasus infeksi ini bersifat
fatal yang menyebabkan aborsi spontan dan lahir mati. Bila infeksi terjadi anatara
minggu ke 16 dan minggu ke 20 biasanya bayi akan lahir dengan ketulian. Tanpa
imunisasi rubela adalah penyakit endemik dan kebanyakan anak akan terjangkit
sebelum usia subur. Dinegara maju vaksin ini biasanya diberikan sebagai
pengganti vaksin campak tunggal. Wanita hamil tidak dapat diberikan pada ibu
hamil karena adanya resiko terhadap janin. Efek samping pasca vaksinasi
biasanya sangat ringan yaitu demam ringan, nyeri tenggorokan, pusing, arthralgia,
ream dan pembengkakan kelenjar (Gold, 2000)

2. Hib (Haemophilus influenzae b)


Hip merupakan bakteri penyebab meningitis dan berbagai infeksi series yang
mengancam jiwa seperti pneumonia, epiglotis dan sepsis pada bayi dan anak.
Penggunaan vaksin ini terbukti dapat menurunkan insiden meningitis Hib secara
drastis.

3. Demam Tifoid
Demam tifoid setiap tahun menyebabkan 560.000 kematian secara global.
Dikebanyak daerah endemis isiden demam tifoid tertinggi pada umur 5-19 tahun
sehingga dibutuhkan vaksin yang dapat membentengi imunitas pada usia sekolah.
Vaksin tifoid oral mengandung strain Salmonella thypi yang telah dilemahkan.
Vaksin ini cukup aman dan efektif.

10
4. Hepatitis A
Adalah vaksin virus hepatitis A yang sudah diinaktivasi. Vaksin hepatitis
A dianjurkan diberikan di daerah dengan pajanan rendah pada umur leboh
dari 2 tahun. Imunisasi ini cukup diberikan 2 kali dengan interval 4
minggu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hasdianah HR, Dr. dkk, (2014). Imunologi Diagnosis dan Tehnik Biologi
Molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika
Abrahan.2008. Kesehatan Ibu dan Anak.Jakarta: PT Rineka cipta
Alimul.2006. ilmu Keperawatan Anak.Jakarta : Salemba Medika
Maryanti Dwi, Sujianti, Budiarti Tri,2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi & Balita.
Trans info Media. Jakarta.
Depkes. RI. 2000. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Depkes RI. Jakarta.
Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.
Dinkes. Prov. Jatim. 2005. Buku Pegangan Kader Posyandu.

12

Anda mungkin juga menyukai