Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji-puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh
limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami bisa tahap sampai dalam menyusun
Laporan IMUNOLOGI dengan baik.

Adapun tujuan dan maksud kami membuat laporan ini adalah sebagai salah satu
pemenuhan hasil Tutorial. Sekaligus pula penulis sampaikan rasa terima kasih
sebanyak-banyaknya dr. Asdar, Sp. B., M.Kes sebagai dosen pembimbing pada
pembuatan laporan ini, sekaligus juga kepada segenap pihak yang sudah
memberikan bantuan dalam menulis laporan ini

Kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang terdapat pada laporan
ini. Dengan demikian, kami sungguh-sungguh mengharapkan kritik dan saran bagi
segenap pihak buat kami jadikan sebagai bahan evaluasi demi meningkatkan kinerja
untuk selanjutnya.

Makassar 23 Mei 2017

Kelompok 1

DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................... i

Daftar isi................................................................................................................ ii

i
Skenario................................................................................................................. 1

Klasifikasi istilah dan pertanyaan......................................................................... 1

Pembahasan.......................................................................................................... 2

Daftar pustaka....................................................................................................... 25

ii
SKENARIO 2

Seorang laki-laki umur 34 tahun guru SD di mamuju datang di poliklinik


THT RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan utama sering bersin disertai ingus
encer dan hidung tersumbat terutama pada pagi hari. Ada riwayat penyakit asma
pada saat usia balita. Gejala ini sudah dirasakan hampir tiap hari, mengganggu
aktivitas mengajar dan perlangsungannya sudah 5 tahun terakhir ini.

KATA KUNCI
• Laki-laki 34 tahun
• Sering bersin disertai ingus encer
• Hidung tersumbat (terutama pada pagi hari)
• Riwayat penyakit asma saat balita
• Gejala hampir tiap hari
• Mengganggu aktivitas
• Perlangsungannya 5 tahun terakhir

Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi dari traktus respiratorius ?
2. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas dan tipenya?
3. Bagaimana Patomekanisme hipersensitivitas yang berkaitan dengan gejala?
4. Jelaskan Etiologi dari gejala yang diderita?
5. Apakah Diferential Diagnosis berdasarkan skenario?

1
PEMBAHASAN

1. Jelaskan histologi , anatomi dan faal organ THT ( telinga , hidung dan tenggorokan )
!
a. Telinga

ANATOMI

- Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani.Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus
dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar
keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu
kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak
setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak
telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi.

2
Gambar 1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga

- Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 Batas luar : Membran timpani
 Batas depan : Tuba eustachius
 Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.

3
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo.Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane
timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-
tulang pendengaran merupakan persendian.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang
mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel
selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

4
Gambar 2 : Membran Tympani

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjag keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau
ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut
merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena
ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara
permukaan dalam dan permukaan luar membrane tympani.

- Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala
vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala
media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong

5
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 3 : Fisiologi Pendengaran

HISTOLOGI

Telinga dalam koklea potongan vertikal

6
Gambar 4 : Telinga dalam : koklea (potongan vertikal) . Pulasan : hematoksilin dan
eosin. Pembesaran

Gambar 5 : Telinga dalam : Duktus koklearis (skala media). Pulasan : hematoksilin


dan eosin.Pembesaran sedang

b. Hidung

7
ANATOMI

Gambar 6 : Anatomi hidung


Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung
dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dapat
dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan
dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian
tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan
kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas
membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.
Sebelah menyebelah kolumela
adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-
superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit,jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari

8
nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan
kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan
kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha
media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka
superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya
rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os
maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan
inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus
superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus
maksilla,sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior
konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang
berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau
fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan
infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus
paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan
dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus
zigomatikus os maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale.
Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat

9
saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius
nervus cranialis I olfaktorius.

• Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.

Gambar 7 : Sistem Vaskularisasi Hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang
keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki
rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung
mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina
mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach
letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika
yang berhubungan dengan sinus kavernesus.

• Persyarafan hidung

10
Gambar 8 : Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal
dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang
oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus
trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang
kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis
posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati
lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis
anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang
nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar
mendapat
persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut
serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus
profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung
posterior konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

FISIOLOGI

11
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki
epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam
sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi,
memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas
dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 %
-90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas
beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara,
(3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6)
Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.

HISTOLOGI

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius) mukosa penapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel berlapis torak semu yang mempunyai silia
(Ciliated pseudostratified collumner epithelium)vdan di antaranya terdapat sel-sel
goblet. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung dan permukaana
dilapisa oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratifed collumner non
ciliated
epithelium. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel yaitu sel penunjang sel basal
dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi palut lendir (mucous blanket) pada permukaannnya. Di bawah epitel
terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa
dan jaringan limfoid.
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.Arteriol
terleetak pada bagian yang lebih dalam dari tunikka propria dan tersusun secara
paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler
periglanduler dan sub epitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka
kerongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi jaringan elastik dan
otot polos. Pada bagian ujunngnya sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya
sinusoiid akakan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu
kevenula dengan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang

12
erektil yang sudah mengembang dan mengkerut. Vasodilatasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom`

c. Tenggorolan

ANATOMI

Faring

Dinding faring dibentuk oleh :


o Selaput lendir.
o Fasia faringo basiler.
o Pembungkus otot.
o Sebagian fasia bukofaringeal.
Unsur faring meliputi :
o Muksa.
o Palut lender.
o Otot.
Faring terdiri atas :
a) Nasofaring
Batas-batas :
Superior: dasar tengkorak.
Inferior: palatum mole.
Anterior: rongga hidung.

13
Posterior: vertebra servikal
b)Orofaring (mesofaring)
Batas-batas :
Superior: palatum mole.
Interior: tepi atas epiglotis.
Anterior: rongga mulut.
Posterior: vertebra servikal.

c) Laringofaring (hipofaring)
Batas-batas :
Superior:tepi atas epiglottis.
Anterior: laring.
Inferior: esophagus.
Posterior: vertebra servikal.
FISIOLOGI

Faring terdiri dari :


a) Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan di belakang adalah
vertebra servikal.Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat
dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding
lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa resenmuller, kantong Rathke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,
foramen jugulare, yang dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n. Asesorius spinal
saraf kranial dan v. Jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen
laserum dan muara tuba Eusthacius.

b)Orofaring
Orofaring di sebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis , ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal.Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah
dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula,tonsil lingual dan foramen sekum.

c) Laringofaring (hipofaring)
Batas-batas :
Di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas
inferior ialah esofagus serta batas posterior ialah vertebra servikal.

14
Struktur pentingnya:
Struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini
merupakan cekungan yang di bentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum lateral pada setiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pock-
ets), sebab pada beberapa orang kadang – kadang bila menelan pil tersangkut di situ.
Dibawah valekula terdapat epiglotis, epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.

Fungsi faring :
Terutama untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk artikulasi.

Fungsi menelan :
Terdapat 3 fase dalam menelan,yaitu ;
1.Fase oral
bolus makanan dari mulut menuju faring, gerakan disini sengaja (voluntary)
2.Fase faringal
Pada waktu transpor bolus makanan melalui faring
3.Fase esofagal
gerakannya tidak sengaja , yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara
peristaltik di esofagus menuju lambung.

HISTOLOGI

Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi maka mukosanya bersilia sedang epitelnya torak
berlapis menggandung sel goblet. Dibagian bawahnnya yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsiny unnttuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia. Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limmfoid
yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring disebut juga daerah pertahanan tubuh
terdepan.

2. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas dan tipe-tipenya

Hipersensitivitas

Hipersensitivitas adalah refleksi dari respon imun yang berlebihan. Reaksi


hipersensitivitas dapat terjadi pada dua situasi. Pertama, respons terhadap antigen

15
asing (mikroba dan antigen lingkungan non infeksius) yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, khususya bila reaksinya berulang dan tidak terkontrol. Kedua,
respons imun dapat bekerja langsung terhadap anigen diri sendiri (autolog) sebagai
akibat kegagalan toleransi diri (self-tolerance). Respon terhadap antigen diri sendiri
disebut autoimunitas, dan kelainan yang di sebabkan oleh respon tersebut disebut
penyakit autoimun.

Reaksi hipersensitivitas diklasifikasikan berdasarkan mekanisme imunologis


utama yang bertanggung jawab pada cedera jaringan dan penyakit, antara lain :

 Hipersensitivitas segera atau hipersensitivitas tipe I adalah tipe reaksi


patologis yang di sebabkan oleh pelepasan mediator-mediator sel mast. Reaksi
ini kebanyakan di picu oleh IgE terhadap antigen lingkungan dan ikatan IgE
dengan sel mast pada berbagai jaringan.
 Hipersensitivitas tipe II adalah tipe reaksi yang menyebabkan kerusakan pada
sel tubuh oleh karena antibody melawan atau menyerang secara langsung
antigen yang berada pada permukaan sel. Antibody yang berperan biasanya
IgG
 Hipersensitivitas tipe III Merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena
deposit yang berasal dari kompleks antigen antibody berada di jaringan.
Alergen (makanan) yang terikat pada antibody pada netrofil (yang berada
dalam darah) dan antibody yang berada pada jaringan, mengaktifkan
komplemen. Kompleks tersebut menyebabkan kerusakan pada jaringan.
 Hipersensitivitas tipe IV Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik
dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel imunokompeten,
seperti makrofag dan sel T.

3. Hipersensitivitas tipe 1

16
Antigen yang
masuk tubuh akan
ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhir
melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE akan diikat
oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE (Fce-R) seperti sel mast, basofil dan
eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alerger yang sama, alergen yang masuk
tubuh akan diikat IgE (spesifik) pada permukaan sel mast yang menimbulkan
degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara
lain histamin yang didapat dalam granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada
reaksi hipersensitivitas tipe I .

17
Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan
alergen adalah asma bronkial, rinitis, urtikaria dan dermatitis atopik. Di samping
histamin, mediator lain seperti prostagladin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan
metabolisme asam arakidonat, berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I yang
sering timbul beberapa jam sesudah kontak dengan allergen.

4. Jelaskan etiologi dari gejala

Alergen Inhalan
Alergen Inhalan merupakan penyebab alergi dengan proses masuk
melalui pernafasan. Contohnya; jenis pohon yang berkulit tipis dan halus,
jenis rumput tertentu, debu, serbuk spora, debu dan bulu bintang. Bila
terhirup oleh hidung, biasanya reaksi yang dialami yaitu
bersin-bersin dengan frekuensi yang sangat sering.

5. Apakah Diferential Diagnosis berdasarkan skenario


a. Rinithis alergi
 Definisi
Inflamasi oleh reaksi alergi yang disertai pelepasan mediator kimia
ketika terjadi paparan ulang dengang dan allergen yang sama
 Etiologi
Allergen, asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca,
kelembaban cuaca

 Gejala
 Bersin berulang, hidung mata teliga gatal, rinore, ↓ketajaman
penciuman, hidung tersumbat, lakrimasi, kelainan hidung
 Patomekanisme
Alergenpelepasan mediator (histamin)dilatasi pembuluh darah,
↑permeabilitas kapiler, iritasi ujung saraf, aktivasi kelenjar (↑ sekret)

b. Polip hidung
 Definisi
Massa lunak yang banyak mengandung cairan dalam hidung, warna
putih keabu-abuan yang terjadi karena inflamasi
 Etiologi
Radang kronik berulang pada mukosa hidung & sinus, gangguan
keseimbangan vasomotor, ↑ tekanan interstisialedema

18
 Gejala
Hidung tersumbat, rinore(jernihpurulen), hiposmia, anasmia, sakit
kepala bagian frontal, ingusan, postnasal drip, suara sengau, bernapas
lewat mulut, gangguan hidung
 Patomekanisme
Mukosa hidung membengkakbanyak cairan interseluler dan sel
radangterdorong ke rongga hidung

c. Sinusitis
 Definisi
Inflamasi mukosa sinus paranasal yang umumnya dipicu oleh rhinitis
 Etiologi
ISPA akibat virus, predisposisi rhinitis alergi;rhinitis hormonal, polip
hidung, kelainan anatomi, infeksi tonsil, infeksi gigi, polusi, udara
dingin, rokok
 Gejala
Hidung tersumbat, nyeri tekan pada muka, ingus purulen, postnasal
drip, demam&lesu, batuk kronik & gangguan tenggorokan, gangguan
telinga, nyeri kepala
 Patomekanisme
Edema mukosa hidungsilia tdk begerakostium
tersumbattransudasi

2. Jelaskan terapi pada diagnosis dari skenario

1.Antihistamin

Antagonis reseptor histamin H1,,berikatan dengan reseptor H1 tanpa


mengaktivasinya. Lebih efektif dalam mencegah respons histamin.

Antihistamin oral dapat dibagi 2 : nonselektif (antihistamin sedasi), dan selektif


perifer (nonsedasi). Efek sedasi bergantung pada kemampuan untuk melewati
sawar otak.

¢Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan rasa panas dan


gatal.

¢Mengantuk adalah efek samping yang paling sering terjadi

¢Terjadi efek pengeringan (efek antikolinergik) yang berperan dalam efikasi.

19
¢Efek samping yang mungkin terjadi : mulut kering, kesulitan dalam
mengeluarkan urin, konstipasi, efek kardiovaskular.

¢Antihistamin harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki


kecenderungan retensi urin, peningkatan tekanan intraokuler, hipertiroidisme,
penyakit kardiovaskular

¢Dapat juga terjadi efek samping pada sistem cerna : hilang nafsu makan, mual,
muntah, gangguan ulu hati. Dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat bersama
makanan atau segelas air.

¢Lebih efektif bila dimakan 1-2 jam sebelum paparan alergen

Contoh obat :

a.Klorfeniramin maleat

Indikasi : rinitis, urtikaria, hay fever

Kontraindikasi : hipersensitivitas

Efek samping obat (ESO) : Mulut kering, mengantuk, pandangan kabur

Perhatian : Penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya tidak mengendarai


kendaraan bermotor, tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan
menyusui

Dosis : dewasa 4 mg tiap 6 jam, anak 6-12 th 2 mg tiap 6 jam, 2-5 th 1 mg tiap 6
jam

b. Difenhidramin HCl

Indikasi : antialergi

Kontraindikasi : hipersensitivitas

ESO: mengantuk

Dosis ; dewasa 25-50 mg tiap 8 jam, anak 5mg/kg/hari (sampai 25 mg/dosis)

20
c. Siproheptadin HCl

Indikasi : rinitis alergi

Kontraindikasi : hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit, bayi baru


lahir/prematur, penyakit saluran nafas bagian bawah, terapi MAO inhibitor, tukak
lambung, gejala hipertrofi prostat, obstruksi leher kandung kemih, pasien lemah
atau pasien lansia

Efek samping : mual, pusing, muntah, mengantuk, nervous, tremor, gelisah,


kering pada hidung dan tenggorokan, histeria penglihatan kabur, gangguan
koordinasi, konvulsi

Perhatian : penderita yang menjalankan alat berat/kendaraan bermotor, wanita


hamil dan menyusui, penderita dengan riwayat asma bronkial

Dosis : dewasa max 0,5 kg/BB/hari. Daerah dosis untuk terapi 4-20 mg sehari;
disarankan pemberian dimulai dengan dosis 1 tablet 3 x sehari, disesuaikan
dengan dosis pasien

2. Dekongestan

Merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor adrenergik pada


mukosa hidung, menyebabkan vasokontriksi, menciutkan pembengkakan
mukosa, dan memperbaiki jalannya udara.

¢Dapat dipakai secara topikal ataupun sistemik

¢Penggunaan lama sediaan topikal (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan
rhinitis medicamentosa (vasodilatasi balikan yang terkait dengan kongesti)

¢Efek samping lain : rasa terbakar, bersin, kekeringan mukosa nasal

¢Gunakan saat betul-betul perlu dan durasi terapi harus dibatasi, maksimal 5 hari.

¢Pseudoefedrin memiliki onset kerja lebih lambat daripada obat topikal, tapi
bekerja lebih lokal dan efek iritasi minimal. Tidak terjadi rinitis medicamentosa.

¢Dosis sampai 180 mg tidak menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju
jantung yang terukur. Dosis 210-240 mg dapat menyebabkan efek ini.

21
¢Reaksi hipertensif parah dapat terjadi bila pseudoefedrin diberikan bersama
MAO inhibitor

Dosis pseudoefedrin: dewasa 60 mg, anak umur 6-12 th 30 mg, anak umur 2-5 th
15 mg, diberikan tiap 4-6 jam

Pseudoefedrin sustained release : 120 mg tiap 12 jam, hanya untuk dewasa

3. Kortikosteroid nasal

Meredakan bersin, rinorea, ruam, kongesti nasal secara efektif dengan efek
samping minimal

Mekanisme kerja : mereduksi inflamasi dengan menghambat mediator,


penekanan kemotaksis neutrofil, menyebabkan vasokontriksi, menghambat
reaksi lambat yang dipengaruhi sel mast

¢Tingkat keefektifan lebih efektif daripada antihistamin, terutama bila digunaka


secara tepat.

¢Efek samping : bersin, perih, sakit kepala, epistaksis, infeksi jarang oleh
Candida albicans.

¢Respon puncak terjadi dalam 2-3 minggu.

¢Hambatan pada hidung harus dihilangkan dengan dekongestan sebelum


pemberian glukokortikoid untuk memastikan penetrasi obat yang memadai

¢Contoh obat:

a. Beklometason dipropionat

Indikasi: Pencegahan dan pengobatan rinitis perennial dan rinitis vasomotor

Kontraindikasi : hipersensitif

ESO: penekanan fungsi adrenal dilaporkan terjadi pada orang dewasa yang
menerima dosis >1500 mg/hari, pada beberapa pasien terjadi kandidiasis mulut
dan tenggorokan, serak, batuk luka pada tenggorokan

22
Dosis : >12 th 1 inhalasi (42 mcg) per lubang hidung 2-4 kali sehari (max: 336
mcg/hari)

6-12 th : 1 semprotan 3 kali sehari

b. Triamsinolon Asetonida

Indikasi : Pengobatan simptomatik alergi rinitis seasonal dan perenial untuk


dewasa dan anak

Kontraindikasi : tidak boleh diberikan pada infeksi jamur sistemik dan infeksi
yang tidak dapat diobati dengan antibiotik

ESO: meningkatkan batuk, epistaksis, faringitis, sakit kepala

Dosis : > 12 th 2 semprot (110 mcg) per nostril sekali sehari, max 440 mcg/hari

4. Kromolyn natrium

Mencegah degranulasi sel mast yang dipacu oleh antigen dan pelepasan mediator.

Efek samping : iritasi lokal

Berupa obat semprot

Dosis pakai (umur > 2 tahun) : 1 semprotan tiap nostril

5. Ipratropium bromida

Merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam rhinitis alergi menetap.

Bersifat antisekretori ketika diberikan secara lokal dan meredakan gejala


rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rinitis kronis.

Larutan 0,03% diberikan dua semprotan 2-3 kali sehari

Efek samping : sakit kepala, epistaksis, hidung kering

6. Montelukast

Antagonis reseptor leukotrien untuk mengatasi rhinitis alergi musiman

23
Efektif baik dalam bentuk tunggal maupun bila dikombinasikan dengan
antihistamin. Tidak lebih efektif bila dibandingkan dengan anthistamin selektif
perifer.

Dosis untuk umur >15 tahun : 1 tablet 10 mg/hari. Anak-anak usia 6-14 th : 1
tablet kunyah 5 mg/hari, anak-anak usia 2-5 th : 1 tablet kunyah 4 mg atau 1
bungkus serbuk/hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton dan hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12 Revisi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.TR
2. Anthony L. Mescher Histologi dasar JUNQUEIRA Teks & atlas Edisi 12 Penerbit
Buku Kedokteran EGC.TR
3. Handong Kalim, Prof, Dr, SpPD-KR Imunologi Dasar Abbas fungsi dan kelainn
Imun Edisi I ndonesia 5 ELSEVIER
4. Mansjoer, Arief dkk. 2000. Kapita Selekta Kedoktean. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: FK
UI. Hal 97-113.
5. DiPiro, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (5th ed)
6. ISFI. 2008. ISO Farmakoterapi

25

Anda mungkin juga menyukai