ACARA V
PENERAPAN KOMPONEN PHT PADA TANAMAN KAKAO
Oleh:
Gilang Ramadhan
NIM A1D017002
Rombongan 1
PJ Asisten: Aida Laksmi Haryani
A. Latar Belakang
78
agar dalam usaha budidaya tanaman kakao dapat menghasilkan hasil produksi
yang diharapkan.
B. Tujuan
79
II. TINJAUAN PUSTAKA
Theobroma cacao L., atau yang lebih dikenal dengan tanaman kakao,
merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Amerika Latin yang dapat tumbuh
hingga mencapai 10 meter. T.cacao telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560.
Negara Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga setalah Ghana dan
Pantai Gading. Selain itu, di Indonesia komoditas kakao merupakan komoditas
penghasil devisa negara nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet. Berdasarkan
data ICCO (International Cacao Organization) komoditas kakao di indonesia
pada tahun 2009 total pendapatannya dapat mencapai sebesar US $ 1,8 milyar
atau naik 20% dari tahun sebelumnya (Ariati et al., 2012).
Kakao mulai di perkenalkan oleh orang-orang Spanyol ke Indonesia pada
tahun 1560 di Minahasa, Sulawesi Utara. Tahun 1825-1838 Indonesia telah
mengekspor sebanyak 92 ton kakao dari pelabuhan Manado ke Manila. Nilai
ekspor itu di kabarkan menurun karena adanya serangan hama pada tanaman
kakao. Namun pada tahun 1919 Indonesia masih mampu mengekspor 30 ton
kakao, tetapi pada tahun 1928 ekspor itu akhirnya terhenti. Tahun 1859 sudah
terdapat 10.000-12.000 tanaman kakao di Ambon dan menghasilkan 11,6 ton
kakao. Namun, tanaman itu hilang tanpa informasi lebih lanjut (Wahyudi et al.,
2008).
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman berbentuk pohon,
bercabang dengan tinggi berkisar antara 6 – 7.5 m. Daun tunggal bentuk
memanjang (oblongus), dengan tulang daun menyirip. Bunga tunggal dengan
tangkai panjang yang menempel pada batang (cauliflor), berwarna putih. Buah
kakao mempunyai panjang 20-27 cm dengan diameter 5–10 cm dengan warna
yang bervariasi sesuai varietasnya. Taksonomi kakao adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spematophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
80
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiceae
Genus : Theobroma
Species : Theobroma cacao L
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
T.cacao memiliki banyak manfaat, tidak hanya sebagai komoditas penghasil
devisa negara tetapi biji kakao juga merupakan satu-satunya bahan utama dalam
pembuatan coklat. Selain itu kakao pun banyak digunakan sebagai bahan utama
dalam beberapa produk kosmetik, industri farmasi dan lain sebagainya. Meskipun
demikian, agrobisnis kakao di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah
kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama
penggerek buah kakao (PBK), mutu produk dan jumlah masih rendah serta masih
belum optimalnya pengembangan produk kakao serta penyediaan jumlah bibit
kakao yang unggul. Hal ini menjadi suatu tantangan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi oleh perkebunan kakao sekaligus sebagai peluang untuk
mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis
kakao (Silva et al., 2009).
Organisme pengganggu tanaman yang sangat berperan menyebabkan
penurunan hasil produktifitas perkebunan kakao adalah serangga. Menurut
Serangga pengganggu tanaman perkebunan kakao di Indonesia adalah
serangga penggerek buah kakao (PBK) dan kepik penghisap cairan buah kakao
(Helopeltis sp.). Hama serangga yang paling merugikan adalah serangan dari
kelompok PBK yaitu Conopomorpha cramerella Snell. (Lepidoptera;
Gracillariidae). Ciri-ciri buah kakao yang terserang hama PBK adalah buah
tampak matang sebelum waktunya (berwarna setengah hijau dan setengah
kuning). Buah menjadi lebih berat dan bila diguncang tidak terdengar suara
ketukan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena timbulnya lendir
dan kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah akibat aktifitas
larva C. cramerella (Putra et al., 2011).
Serangga juga dapat berperan sebagai kontrol biologi (predator bagi
serangga lain) yang mampu menekan populasi hama serangga perkebunan.
81
Serangga predator yang umum adalah belalang sembah (Hierodula sp.;
Mantodea; Mantidae) yang memangsa serangga-serangga lain. Dalam suatu
ekosistem perkebunan juga terdapat serangga parasit pada serangga lain
(Cleptoparasitisme), misalnya dari Ordo Diptera dan Hymenoptera yang dapat
bersifat sebagai sebagai endoparasit atau ektoparasit. Keberadaan serangga
parasit di perkebunan dapat membantu menekan populasi hama serangga
(Putra et al., 2011).
82
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi tanaman kakao yang
sedang berbuah muda, pupuk pembenah tanah SO-Kontan LQ, air, kantong
plastik (ukuran 15 x 35 cm dan tebal 0,25 cm), karet gelang, dan daun kering. Alat
yang digunakan pada praktikum ini meliputi bambu (panjang 4 m), gergaji,
gunting pangkas, cangkul, dan ATK. Bahan dan alat tersebut digunakan demi
kelancaran dari proses praktikum penerapan komponen PHT pada tanaman kakao.
C. Prosedur Kerja
83
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
84
Tabel 1.2. Pemupukan pada Tanaman Kakao
No. Langkah Kerja Dokumentasi
1. Tanaman kakao dipupuk menggunakan
pupuk SO Kontan.
85
Tabel 1.3. Pemangkasan Buah Kakao
No. Langkah Kerja Dokumentasi
1. Alat pemangkasan berupa gunting pangkas
dan parang disiapkan.
86
Tabel 1.4. Pembrongsongan (Kondomisasi) Buah Kakao
No. Langkah Kerja Dokumentasi
1. Alat dan bahan yang terdiri dari plastik
bening, karet, dan bambu disiapkan.
87
3. Bambu yang berisi plastik diarahkan pada
buah kakao yang akan dibungkus kemudian
plastic dimasukkan dengan bantuan bambu
lainnya.
88
Tabel 1.5. Pengendalian Hayati dengan Semut Hitam
No. Langkah Kerja Dokumentasi
1. Kresek hitam yang sudah dilubangi
disiapkan.
89
4. Kresek berisi seresah dan gula jawa yang
sudah siap diikatkan pada tangkai dekat
buah kakao.
B. Pembahasan
90
dapat memacu produksi, serta mengatur iklim mikro yang tepat bagi tanaman.
Pemangkasan juga bertujuan untuk mencapai efesiensi pemanfaatan sinar
matahari sehingga tanaman mampu mencapai produktivitas yang tinggi.
Teknik pemangkasan ada beberapa macam yaitu: pemangkasan bentuk,
pemangkasan pemeliharaan dan pemangkasan produksi yang bertujuan untuk
memacu pertumbuhan bunga dan buah (Puslitkoka, 2004). Angela (2011)
menunjukkan bahwa pada tanaman kakao yang tidak dipangkas jumlah buah
semakin menurun dari 209 buah menjadi 187 buah, sedangkan pada tanaman yang
dipangkas jumlah buah meningkat dari 116 buah menjadi 127 buah.
2. Pembrongkosan/kondomisasi/penyelubungan
Penyelubungan atau dapat disebut pembrongsongan ini yaitu suatu kegiatan
menyelubungi buah dengan kantong plastik agar agar dapat menghalangi ngengat
dewasa PBK dalam meletakkan telurnya pada buah, sehingga buah dapat terhindar
dari serangan hama PBK dan untuk menghalangi serangan hama Helopeltis sp.
Menurut Wardoyo dan Moersamdono (1984) pembrongsongan merupakan cara
perlindungan buah dari serangan hama, telah umum dilakukan pada berbagai jenis
buah. Keefektifan pembrongsongan buah kakao dengan kantung plastik utuk
mencegah serangan hama telah terbukti. Jika buah kakao diberongsong terus
menerus elama 30 bulan hasil panen biji kering meningkat hampir 500%.
Penyelebungan ini dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan tangan langsung dan
dengan alat bantu bambu untuk pembronsongan. Alat bantu bambu ini digunakan
untuk menyelubung buah yang jarak jauh diatas dan tidak dapat digapai oleh
tangan. Pada ujung bambu diberi lubang dan kantung plastik diikat dengan karet.
Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (2004)
bahwa perlakuan dengan penyarungan merupakan salah satu cara untuk menekan
serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Hama PBK merupakan hama utama
pada tanaman kakao. PBK umumnya menyerang buah kakao yang masih muda
dengan panjang sekitar 8 cm. Stadium yang menimbulkan kerusakan adalah
stadium larva. Kerugian akibat serangan hama PBK dapat mencapai 80% (jika
serangan berat). Selain menggunakan cara sarungisasi, pengendalian dapat
dilakukan dengan menggunakan insektisida dan tanaman yang tahan hama PBK.
91
Hal lain yang dapat dilakukan yaitu: (i) melakukan pangkasan pemendekan tajuk
(< 4 m); (ii) panen sering, sebelum ulat keluar; (iii) sanitasi dan membenamkan
kulit buah dan plasenta.
3. Pemupukan dan pembumbunan
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk cair. Pupuk cair
menyediakan unsur hara ekstra untuk membentuk ketegaran dan memperbaiki
kesehatan tanaman, sehingga meningkatkan produksi buah pada kakao dewasa
yang dikelola dengan baik. Pupuk cair berfungsi memperbaiki tanah dan
diperlukan pada produksi kakao. Menurut Akhmad et al. (2015), permasalahan
budidaya kakao adalah hampir 50% petani kakao tidak melakukan usaha
perbaikan kesuburan tanah, pada sisi lain pemberian pupuk nonorganik secara
terus-menerus menunjukkan tendensi penurunan hasil tanaman akibat
menurunnya kualitas tanah khususnya di lokasi penelitian.
Sisi lain program pemerintah juga telah dilakukan untuk mendukung petani
meningkatkan kesuburan tanah budidaya kakao melalui pendistribusian pupuk
organik, namun ironisnya sedikit sekali petani yang mengaplikasikannya ke kebun
kakao milik mereka, sehingga pupuk tersebut menjadi sia-sia. Kurangnya adopsi
petani terhadap aplikasi pupuk kompos dan pupuk organik umumnya disebabkan
oleh kurangnya bukti di lapangan bahwa kedua jenis pupuk tersebut dapat
memenuhi nutrisi tanaman. Petani umumnya menyakini untuk mendapatkan
produksi kakao yang tinggi maka pupuk nonorganik merupakan solusi satu-
satunya.
4. Pengendalian hayati
Menurut Siswanto et al. (2012), pengendalian hayati yang digunakan untuk
pengendalian PBK dan Helopeltis spp. adalah semut predator yang digunakan
dapat berupa semut hitam (D. thoracicus) atau semut rangrang (O. smaragdina).
Semut rangrang berwarna coklat ke merah-merahan, panjang 5-10 mm. Biasanya
membuat sarang di antara daun pohon yang ditempelkan dengan selaput lilin.
Semut ini sangat ganas, menyerang siapa saja yang mengganggunya, sehingga
serangga hama seperti PBK dan Helopeltis tidak dapat mendekat. Untuk menarik
kehadiran semut rangrang pada tanaman dapat dilakukan dengan meletakkan
92
bangkai binatang atau serangga pada tanaman tersebut. Selanjutnya setelah semut
tersebut menetap, dapat disebar ke tanaman lainnya dengan meletakkan sepotong
bambu, kayu atau tali sebagai jembatan diantara tanaman-tanaman tersebut.
5. Sanitasi
Sanitasi ini dilakukan dengan mengumpulkan seresah atau sampah daun
yang ada disekitar tanaman tujuannya untuk mencegah serangan hama PBK.
Karena sampah bagian-bagian tanaman yang terserang hama penyakit akan dapat
menjadi arang berkembang biaknya hama dan penyakit. Menurut Darniaty (2015),
sanitasi kebun dilakukan salah satunya untuk menekan populasi hama PBK
dengan memutus siklus hidup serangga hama dan memetik buah-buah yang
terserang hama/penyakit. Sanitasi dilakukan dengan cara membenamkan kulit-
kulit buah kakao sehabis panen dan buah-buah yang terserang penyakit busuk
buah kakao. Sanitasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan sumber serangan.
Sanitasi bertujuan untuk membersihkan areal kebun dari daun-daun kering,
tanaman tidak sehat, rantng kering, kulit buah maupun gulma yang berada di
sekitar tanaman. Keadaan ini akan menciptakan suatu kondisi yang tidak sesuai
degan lingkungan untuk perkembangbiakan hama PBK. Mengingat bahwa hama
PBK hanya menyerang buah, maka salah satu tindakan efektif yaitu melalui
“rampasan” buah. Akhir panen semua sisa bauh kakao dipetik dan dimusnahkan,
maka daur hidup hama akan terputus, sehingga serangan PBK pada periode
berikutnya akan berkurang (Afrizon, 2013).
Mekanisme kerja antara semut hitam dan kutu dalam pengendalian hayati
tanaman kakao menurut Siswanto et al. (2012) adalah semut hitam bersimbiose
dengan kutu putih yang menghasilkan cairan yang mengandung banyak gula.
Kutu sendiri mengisap cairan dari tanaman yang mengandung gula dan
mengeluarkan sebagian gula tersebut bersama kotorannya. Semut memerlukan
gula yang dihasilkan kutu tersebut sehingga melindungi kutu dari serangan
serangga lain. Populasi semut hitam dapat dipelihara dan ditingkatkan dengan
menempatkan lipatan daun kelapa kering dan dapat ditambah dengan gula merah
dalam sepotong bambu. Memindahkan koloni semut dari satu pohon ke pohon
lainnya dapat dilakukan dengan memindahkan bambu yang telah berisi semut.
93
Koloni semut tersebut akan menetap dan berkembang jika ada kutu putih.
Penempatan kutu putih dapat dilakukan dengan memindahkan dari tanaman lain.
Penggunaan pengendalian hayati dengan memanfaatkan semut merupakan
salah satu tindakan yang efektif dan berkelanjutan. Menurut penelitian dari Moh
Ikbal (2014), menemukan sepsies-spesies semut yang menguntungkan manusia
karena peranannya sebagai agens pengendali alami artropoda herbivor. Salah
satunya adalah Dolichoderus sp. yang diketahui berperan sebagai pemangsa
beberapa jenis serangga herbivora yang makan pada kakao, misalnya
Conopomorpha cramerella dan Helopelthis sp (Wiryadiputra, 2007), di samping
beberapa jenis kutu-kutuan yang ditemukan pada tanaman lain, misalnya
sapodilla, Manilkara zapota (van Melle, 2001). Berdasarkan penelitian Afrizon et
al. (2013) penggunaan semut hitam dapat menekan serangan PBK 8,28%,
persentase kerusakan biji kakao 25,36% dan persentase penurunan berat biji kakao
16,14%.
Menurut Karmawati et al. (2010), pemangkasan dan membatasi tinggi tajuk
tanaman maksimal 4 m. Tujuan dari pemangkasan antara lain untuk membentuk
pohon yang ideal dengan percabangan seimbang sehingga penyebaran daun dan
penerimaan sinar matahari merata, membuang sisa cabang, perbaikan aerasi, dan
meningkatkan produksi. Waktu pemangkasan yang tepat dilakukan saat tanaman
kakao muda membentuk cabang tanaman hingga memasuki masa produktif.
Melakukan pemangkasan secara teratur terhadap tanaman kakao dan tanaman
pelindung akan membuat kondisi kelembaban pertanaman kakao menjadi tidak
terlalu tinggi karena masuknya cahaya matahari. Kondisi ini kurang disukai dan
menghambat perkembangan hama PBK. Selain dapat mengendaliakan serangan
OPT pemangkasan juga bertujuan agar tajuk tanaman tidak terlalu tinggi sehingga
mudah dalam melakukan penyeprotan dan pemanenan (Dinata et al., 2012).
Pemangkasan pada tanaman kakao perlu disertai dengan pemupukan secara teratur
agar tanaman tetap tumbuh produktif untuk menciptakan cabang baru yang dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Dilakukannya pemupukan diharapkan dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karena pemupukan bertujuan
94
untuk menambah unsur-unsur hara tertentu di dalam tanah yang tidak
mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan (Ermayasi, 2010).
Cabang-cabang yang harus dibuang berupa cabang-cabang kering, cabang
sakit, cabang cacing, cabang kipas, dan cabang-cabang yang tidak produktif.
Pemangkasan tidak dilakukan sembarangan melainkan harus memperhatikan
dan benar-benar mempertimbangkan cabang-cabang mana saja yang
seharusnya dibuang. Pemangkasan yang dilakukan dengan mengurangi
sebagian daun yang rimbun di tajuk tanaman dengan memotong ranting-
ranting yang terlindung dan yang menaungi, memotong cabang yang ujungnya
masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya dan cabang yang diameternya ≤ 2.5
cm. Daun yang menggantung dan menghalangi aliran udara dan masuknya
sinar matahari juga dipotong sehingga cabang kembali terangkat
(Ermayasi, 2010). Cabang yang menjadi naungan merupakan salah satu cirri
cabang yang tidak baik dan perlu dipangkas. Hal ini sesuai pendapat Azim et al.
(2016), bahwa pada tanaman yang ternaungi dan terlindungi sinar matahari,
aktivitas imago PBK tinggi. Imago PBK pada siang hari istirahat pada cabang–
cabang terlindungi dari sinar matahari, sedangkan penyebarannya dibantu oleh
angin.
Kondomisasi atau sarungisasi berarti membungkus buah kakao dengan
plastik. Caranya yaitu ujung bagian atas kantong plastik diikatkan pada tangkai
buah, sedangkan ujung buah tetap terbuka. Dengan cara penyelubungan buah
tersebut, hama tidak dapat meletakkan telur pada kulit buah sehingga buah
terhindar dari serangan larva. Pembungkusan dilakukan ketika buah berukuran
kecil, 8-12 cm (BBPP, 2015). Sarungisasi buah kakao ini dinilai tepat karena
serangan hama itu penularannya dilakukan melalui udara atau menjalar dari satu
daerah ke daerah yang lain, bahkan melalui lalu lintas perdagangan antar daerah.
Namun permasalahannya adalah sarungisasi harus dilakukan secara serentak
dalam satu kawasan, antar kawasan sampai dengan antar pulau. Direktorat
Perlindungan Perkebunan Departemen Pertanian merekomendasikan aplikasi
penyarungan, karena di Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Maluku berhasil
menekan serangan PBK dan Helopeltis sp. dari sekitar 80% menjadi kurang dari
95
1% sehingga meningkatkan produksi biji kering sampai 300%. Teknologi
penyarungan buah kakao ini terbukti efektif untuk mencegah serangan pada saat
populasi sedang tinggi yang biasanya terjadi pada saat musim buah sedikit. Untuk
itu, penyarungan buah sebaiknya dilaksanakan 3 bulan sebelum musim buah
sedikit. Pola panen dan pola pertumbuhan pentil atau bakal buah di setiap daerah
harus diketahui dengan baik agar pelaksanaan penyarungan dapat dilaksanakan
tepat pada waktunya (Munier, 2005).
Aspek serangan hama tanaman kakao menjadi salah satu pokok bahasan
yang penting. Terdapat dua hama utama pada tanaman kakao adalah penggerek
buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. dan pengisap buah
Helopeltis antonii (Hemiptera; Miridae). Serangan PBK dapat menyebabkan
kerusakan buah dan kehilangan produksi biji sebesar 82,20% (Depparaba, 2002).
Sementara itu, H. antonii juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk, selain
buah. Serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk dapat menekan produksi
kakao sekitar 36−75% (Atmadja, 2003). Teknologi pengendalian hama secara
alami telah banyak diteliti dan terbukti mampu menurunkan serangan hama dan
penyakit tanaman. Menurut Indriati et al. (2013) panen sering disertai
pemangkasan, penyarungan buah muda dan aplikasi Beauveria basiana efektif
menurunkan tingkat dan intensitas serangan PBK serta mampu menekan
kehilangan hasil. Teknik pengendalian panen sering, pemangkasan, pemupukan,
dan sanitasi kebun bisa menekan serangan PBK sampal di bawah 5% (Wahyudi et
al, 2008). Menurut Fachruddin (2008) Beberapa klon kakao memiliki ketahanan
yang tinggi terhadap serangan PBK.
Penyakit busuk buah adalah penyakit yang terpenting dalam budidaya kakao
di Indonesia, merupakan penyakit yang terpenting di kebanyakan negara
penghasil kakao dan banyak menimbulkan kerugian. Gejala penyakit busuk buah
dapat timbul pada berbagai umur buah. Warna buah berubah, umumnya mulai dari
ujung buah atau dekat tangkai, yang cepat meluas keseluruh buah. akhirnya buah
menjadi hitam. Permukaan buah yang sakit dan menjadi hitam tadi timbul lapisan
bertepung, terdiri dari jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora
(Defitri, 2017). Salah satu teknik yang berpotensi dikembangkan untuk
96
mengendalikan penyakit ini ialah penggunaan cendawan Trichoderma.
Kemampuan pengendalian biologi sejumlah spesies Trichoderma telah
dilaporkan. Potensi pengendalian P. palmivora dengan Trichoderma juga telah
diteliti di beberapa negara dan memberikan hasil yang menjanjikan (Hakkar et al.,
2014).
Pengendalian hayati pada tanaman kakao yaitu dengan memanfaatkan semut
hitam. Cara untuk menambah jumlah populasi semut pada tanaman kakao yaitu
dengan cara mengumpulkan seresah-seresah daun tanaman kakao. Daun yang
digunakan yaitu daun kering yang telah patah dari pertumbuhan kakao, karena
daun kering mampu menarik adanya semut hitam. Semut hitam dipercaya mampu
mengendalikan keberadaan hama tanaman kakao, sehingga populasi hama
tanaman kakao dapat berkurang. Menurut Wijaya (2007) salah satu penerapan
PHT yang dinilai berhasil adalah di bidang perkebunan, yaitu pemanfaatan semut
hitam Dolichoderus thoracicus Smith untuk menanggulangi hama Helopeltis
antonii pada tanaman kakao.
97
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Praktikan harus lebih total dan jelas dalam menpraktikan dan menjelaskan
komponen pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman kakao. Praktikum lapang
harus lebih diperhatikan lagi jadwalnya agar tidak terhambat oleh keadaan cuaca.
98
DAFTAR PUSTAKA
Ariati, S. N., Waeniati, Muslimin, dan Suwastika. 2012. Induksi kalus tanaman
kakao (Theobroma cacao L.) pada media MS dengan penambahan 2,4-D,
BAP dan air kelapa. Jurnal Natural Science. 1 (1): 74-84.
Atmadja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii sebagi hama pada beberapa
tanaman perkebunan dan pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 22:
57-63.
Azim, S. F., Kandowangko D.S., dan Wanta N.N. 2016. Kerusakan biji kakao
oleh hama penggerek buah (Conopomorpha cramerella Snellen) pada
pertanaman kakao di Desa Muntoi dan Solimandungan. Jurnal Cocos. 7
(2): 1-8.
BBPP. 2015. Hama PBK pada Kakao. Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.
Ketindan.
Defitri, Y. 2017. Penyakit busuk buah tanaman kakao (Theobroma cacao L. ) serta
persentase serangannya di Desa Betung Kecamatan Kumpeh Ilir
Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Media Pertanian. 2 (2) : 98 – 103.
Dinata, K., Afrizon, Rosmanah S., Astuti H.B. 2012. Permasalahan dan Solusi
Pengendalian Hama PBK pada Perkebunan Kakao Rakyat di Desa Suro
99
Bali Kabupaten Kepahiang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bengkulu. Bengkulu
Fachruddin, V.S.D. 2008. Uji ketahanan beberapa klon kakao (Theobroma cacao
L.) terhadap penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Sn.)
(Lepidoptera: Gracillaridae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI PFI XIX.
Konam J., Namaliu Y., Daniel R. Dan Guest D.I. 2009. Pengelolaan hama dan
Penyakit Terpadu Untuk Produksi Kakao Berkelanjutan; Panduan
Pelatihan Untuk Petani dan Penyuluh. Monograf ACIAR No. 131a, 36
hal.
Moh. Ikbal, Nugroho Susetya Putra, dan Edhi Martono. 2014. Keragaman semut
pada ekosistem tanaman kakao di Desa Banjaroya Kecamatan
Kalibawang Yogyakarta. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 18
(2).
Prawoto, A. Agus. 2008. Pengaruh Pangkasan Bentuk Tanaman Kakao Asal Setek
Cabang Plagiotrop terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buah. Pelita
Perkebunan. 12(3): 119-126.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Puslit Koka [Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Indonesia]. 2004. Panduan
Lengkap Budidaya Kakao. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis.
100
Putra, I. G. A., Watiniasih, N. L., dan Suartini, N.M. 2011. Inventarisasi serangga
pada perkebunan kakao (Theobroma cacao) laboratorium unit
perlindungan tanaman di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten
Gianyar, Bali. Jurnal Biologi. 14 (1): 19-24.
Wahyudi, T., T.R. Panggabean dan Pujianto. 2008. Panduan Kakao Lengkap,
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya,
Jakarta.
101
LAMPIRAN
102