Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH K3 MARITIM

STABILITAS KAPAL

AGUS HERMAWAN
6511040608

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KAPAL


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2013
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada waktu bongkar muat maupun pada waktu berlayar, kapal selalu mendapat gaya-gaya
baik dari muatan yang sedang dibongkar-muat maupun dari benda dan alam sekitarnya: ombak,
arus, angin, tumbukan dengan dermaga, kapal lain atau kandas. Gaya-gaya ini menyebabkan kapal
mengalami oleng dan gerakan-gerakan lain. Dalam cuaca buruk, gaya-gaya ini akan menjadi
semakin besar dan akan menyebabkan oleng dan gerakan lain yang besar dan cepat, bahkan dapat
menyebabkan kapal terbalik. Jadi kita perlu tahu kemampuan kapal menghadapi gaya-gaya
tersebut dan kemungkinan kapal terbalik.
Umumnya, tanker, kapal angkut besar dan kapal penumpang punya kestabilan yang lebih
daricukup untuk memastikan bahwa peraturan dipatuhi ketika muatannya penuh.Kapal
barangkering, kapal peti kemas dan kapal tongkang dapat berkurang kestabilannya ketika
merekabermuatan; oleh sebab itu kondisi kapal perlu dipastikan agar memenuhi peraturan
minimumkestabilan yang ada. Jika hal ini tidak diikuti maka keselamatan kapal, kru dan barang
akandipertaruhkan.
Selama bertahun-tahun, banyak klaim yang melibatkan kapal barang danpeti kemas yang
disebabkan karena kurangnya kestabilan kapal namun kapal tetap diijinkanmelakukan pelayaran
dalam kondisi tersebut.Terdapat banyak sekali kecelakaan serupa yangmelibatkan kapal tongkang
beratap datar yang dimuati oleh muatan curah, peti kemas, potonganlogam atau kombinasi dari
ketiganya.Dalam kebanyakan kasus, kurangnya kestabilan kapalbiasanya tidak tampak sampai
adanya faktor luar yang terjadi pada kapal seperti kondisi lautyang buruk, perubahan yang besar
atau dorongan dari kapal tunda.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Titik-titk apa saja yang berhubungan dengan stabilitas ?
2. Bagaimana cara menentukan macam-macam stabilitas ?
3. Bagaimana cara untuk meningkatkan stabilitas kapal ?
4. Bagaimana cara menentukan nilai GZ ?
5. Apa saja yang menjadi syarat untuk stabilitas kapal menurut IMO ?

1.3 TUJUAN
1. Menentukan titik-titik yang berhubungan dengan stabilitas
2. Menentukan macam-macam stabilitas
3. Upaya meningkatkan stabilitas kapal
4. Menentukan nilai GZ
5. Persyaratan stabilitas kapal menurut IMO
BAB 2 ISI
2.1. STABILITAS KAPAL

2.1.1. Definisi Stabilitas


Sebuah kapal dapat mengoleng disebabkan karena kapal mempunyai kemampuan untuk
menegak kembali sewaktu kapal menyenget yang dikarenakan oleh adanya pengaruh luar yang
bekerja pada kapal. Beberapa contoh pengaruh luar yang dimaksud adalah: arus, ombak,
gelombang, angin dan lain sebagainya. Dari sifat olengnya apakah sebuah kapal mengoleng terlalu
lamban, ataukah kapal mengoleng dengan cepat atau bahkan terlalu cepat dengan gerakan yang
menyentak-nyentak, atau apakah kapal mengoleng dengan enak, maka dibawah ini akan diberikan
pengertian dasar tentang olengan sebuah kapal.

1. Sebuah kapal yang mengoleng terlalu lamban, maka hal ini menandakan bahwa kemampuan untuk
menegak kembali sewaktu kapal menyenget adalah terlalu kecil. Kapal yang pada suatu saat
mengoleng demikian dikatakan bahwa stabilitas kapal itu kurang atau kerapkali juga disebut
bahwa kapal itu “langsar“.
2. Sebuah kapal yang mengoleng secara cepat dan dengan menyentak-nyentak, maka hal itu
menandakan bahwa kapal kemampuannya untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget
adalah terlalu besar atau kelewat besar. Kapal yang dalam keadaan demikian itu dikatakan bahwa
stabilitas kapal itu terlalu besar atau seringkali disebut bahwa kapal itu “kaku “.
3. Sebuah kapal yang mengoleng dengan “enak “ maka hal itu menandakan bahwa kemampuannya
untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget adalah sedang. Kapal yang dalam keadaan
demikian itu sering kali disebut sebuah kapal yang mempunyai stabilitas yang “ baik “

Sebuah kapal yang stabilitasnya terlalu kecil atau yang disebut langsar itu untuk keadaan-
keadaan tertentu mungkin berakibat fatal, sebab kapal dapat terbalik. Kemungkinan demikian
dapat terjadi, oleh karena sewaktu kapal akan menegak kembali pada waktu kapal menyenget
tidak dapat berlangsung, hal itu dikarenakan misalnya oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
pada kapal, sehingga kapal itu akan menyenget lebih besar lagi.

Apabila proses semacam itu terjadi secara terus menerus, maka pada suatu saat tertentu
kapal sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk menegak kembali. Jelaslah kiranya bahwa
apabila hal itu terjadi, maka sudah dapat dipastikan bahwa kapal akan terbalik.
Sebuah kapal yang kaku dapat berakibat :

1. Kapal “ tidak nyaman “ sebagai akibat dari berolengnya kapal yang secara cepat dan menyentak-
nyentak itu, sehinggamungkin sekali terjadi semua awak kapalnya (terlebih-lebih para
penumpang) menjadi mabuk, sebab dapat dikatakan bahwatidak ada satu saatpun kapal itu dalam
keadaan“ tenang “.
2. Sebagai akibat dari gerakannya yang menyentak-nyentak dan dengan cepat itu maka konstruksi
kapal dibangunan-bangunan atasnya akan sangat dirugikan, misalnya sambungan-sambungan
antara suku-suku bagian bangunan atas akan menjadi longgar, sebab paku-paku kelingnya menjadi
longgar. Akibat lain yang mungkin juga terjadi adalah longsornya muatan yang dipadat didalam
ruang-ruang dibawah. Longsornya muatan itu dapat membawa akibat yang sangat fatal (kapal
dapat terbalik). Sebuah kapal yang stabilitasnya kecil atau yang disebut langsar yang disebabkan
karena bobot diatas kapal dikonsetrasikan dibagian atas kapal. Sebuah kapal dapat bersifat kaku,
oleh karena pemadatan muatan dikapal itu dilakukan secara tidak benar, yakni bobot-bobot
dikonsentrasikan di bawah, sehingga kedudukan titik beratnya terlalu rendah.

Pada pokoknya, stabilitas kapal dapat digolongkan didalam 2 jenis stabilitas yaitu:

1. Stabilitas kapal dalam arah melintang (sering kali disebut stabilitas melintang)
2. Stabilitas kapal dalam arah membujur (sering kali disebut stabilitas membujur)
Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal
menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
padanya.
Stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal
menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
padanya.

2.1.2. Stabilitas Awal


Stabilitas awal sebuah kapal adalah kemampuan dari kapal itu untuk kembali kedalam
kedudukan tegaknya semula sewaktu kapal menyenget pada sudut-sudut kecil (= 60). Pada
umumnya stabilitas awal ini hanya terbatas pada pembahasan pada stabilitas melintang saja.
Didalam membahas stabilitas awal sebuah kapal, maka titik-titik yang menentukan besar kecilnya
nilai-nilai stabilitas awal adalah :
1. Titik Berat Kapal ( G )
a. Definisi
Titik berat kapal adalah sebuah titik di kapal yang merupakan titik tangkap dari Resultante semua
gaya berat yang bekerja di kapal itu, dan dipengaruhi oleh konstruksi kapal.
b. Arah bekerjanya
Arah bekerjanya gaya berat kapal adalah tegak lurus kebawah.
c. Letak / kedudukan berat kapal
Titik berat kapal dari suatu kapal yang tegak terletak pada bidang simetris kapal yaitu bidang yang
dibuat melalui linggi depan linggi belakang dan lunas kapal.

d. Sifat dari letak / kedudukan titik berat kapal


Letak / kedudukan titik berat kapal suatu kapal akan tetap bila tidak terdapat penambahan,
pengurangan, atau penggeseran bobot diatas kapal dan akan berpindah tempatnya bila terdapat
penambahan, pengurangan atau penggeseran bobot dikapal itu :
1. Bila ada penambahan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah kearah / searah dan sejajar
dengan titik berat bobot yang dimuat.
2. Bila ada pengurangan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah kearah yang berlawanan dan
titik berat bobot yang dibongkar.
3. Bila ada penggeseran bobot, maka titik berat sebuah kapal akan berpindah searah dan sejajar
dengan titik berat dari bobot yang digeserkan.

2. Titik Tekan = Titik Apung ( B )


a. Definisi
Titik tekan = Titik apung = Centre of buoyency sebuahtitik di kapal yang merupakan titik tangkap
Resultantesemua gaya tekanan keatas air yang bekerja padabagian kapal yang terbenam didalam
air.
b. Arah bekerjanya
Arah bekerjanya gaya tekan adalah tegak lurus keatas
c. Letak / kedudukan titik tekan/titik apung
Kedudukan titik tekan sebuah kapal senantiasa berpindah pindah searah dengan menyengetnya
kapal, maksudnya bahwa kedudukan titik tekan itu akan berpindah kearah kanan apabila kapal
menyenget kekanan dan akan berpindah ke kiri apabila kapal menyenget ke kiri, sebab titik berat
bagian kapal yang terbenam berpindah-pindah sesuai dengan arah sengetnya kapal. Jadi dengan
berpindah-pindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat menyengetnya kapal
tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya stabilitas kapal tersebut.

3. Titik Metasentrum ( M )
a. Definisi
Titik Metasentrum sebuah kapal adalah sebuah titik dikapal yang merupakan titik putus yang
busur ayunannya adalah lintasan yang dilalui oleh titik tekan kapal
b. Letak / kedudukan titik Metasentrum kapal
Titik Metasentrum sebuah kapal dengan sudut-sudutsenget kecil terletak pada perpotongan garis
sumbudan arah garis gaya tekan keatas sewaktu kapalmenyenget
c. Sifat dari letak / kedudukan titik metasentrum
Untuk sudut-sudut senget kecil kedudukan Metasentrum dianggap tetap, sekalipun sebenarnya
kedudukan titikitu berubah-ubah sesuai dengan arah dan besarnyasudut senget. Oleh karena
perubahan letak yang sangat kecil, maka dianggap tetap.Dengan berpindahnya kedudukan titik
tekan sebuah kapal sebagai akibat menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat berubah-
ubahnya kemampuan kapal untuk menegak kembali. Besar kecilnya kemampuan suatu kapal
untuk menegak kembali merupakan ukuran besar kecilnya stabilitas kapal itu. Jadi dengan
berpindah-pindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat dari menyengetnya kapal
tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya stabilitas kapal tersebut. Dengan berpindahnya
kedudukan titik tekan B dari kedudukannya semula yang tegak lurus dibawah titik berat G itu akan
menyebabkan terjadinya sepasang koppel, yakni dua gaya yang sama besarnya tetapi dengan arah
yang berlawanan, yang satu merupakan gaya berat kapal itu sendiri sedang yang lainnya adalah
gaya tekanan keatas yang merupakan resultante gaya tekanan keatas yang bekerja pada bagian
kapal yang berada didalam air yang titik tangkapnya adalah titik tekan. Dengan terbentuknya
sepasang koppel tersebut akan terjadi momen yang besarnya sama dengan berat kapal dikalikan
jarak antara gaya berat kapal dan gaya tekanan keatas. Untuk memperoleh keterangan yang lebih
jelas, harap perhatikan gambar dibawah ini.
Gambar. 2.1. Kedudukan titik G, B, M, sebuah kapal

2.1.3. Macam-macam Keseimbangan


Secara umum beberapa macam keseimbanganbenda adalah :
A. Keseimbangan Benda Melayang
Sesuai referensi “Teori Bangunan Kapal”sebagai berikut :

Gambar 2.2 Posisi titik B dan G benda melayang


Keterangan Gambar :
WL = garis air
W’L’ = garis air setelah kapal miring
B = Titik tekan benda (buoyancy)
G = Titik berat benda (gravity)
P = gaya tekan ke atas
A.1. Titik B diatas G
Kondisi ini disebut stabil, karena terjadi momenkopel antara titik tekan keatas dan titik tekan
kebawah
A.2. Titik B dan titik G berada dalam satutitik
Kondisi ini disebut indiferen karena titik tekanke atas dan ke bawah dalam satu titik sehinggatidak
terjadi momen kopel.
A.3. Titik B berada dibawah titik G
Kondisi ini labil karena momen kopel yang terjadi semakin memperbesar kemiringan kapal.

B. Keseimbangan Benda Mengapung


Menurut V. Semyonov-Tyan-Shansky “Theoryof Buoyancy, Stability and Launching”
sebagaiberikut :

Gambar 2.3 Posisi titik B dan G benda mengapung


Keterangan Gambar :
G = Titik berat benda (Gravity)
B = Titik tekan awal benda (buoyancy).
B’= Titik tekan akhir benda (buoyancy).
D = Gaya berat benda
M = Titik metasentra benda (metacentre).
gV = Sudut oleng benda
B.1. Titik M berada diatas titik G dan titik B
Pusat dari daya apung ( titik B) terletak dibawahtitik berat ( titik G) tetapi ketika kapaldimiringkan
maka titik berat akan bergesersejauh jarak metacentre ( titik M) terletak di atastitik berat ( titik G)
dan couple yang dibentukoleh gaya berat dan gaya ke atas akanmengembalikan kapal ke arah
posisi tegaksehingga kapal stabil. Posisi dari titik M, G danB seperti ini banyak ditemui.
B.2. Titik M berada dibawah titik G dan titikB dibawah titik G
Pusat dari daya apung (B) terletak dibawah titikberat (G). Ketika kapal dimiringkan maka
Bberpindah sesuai jarak titik M yang beradadibawah titik berat (G) sehingga couple yangdibentuk
oleh gaya berat D dan gaya keatas ρVmemutar kapal ke arah dari kemiringan tersebut,dalam
kondisi ini kapal adalah tidak stabil
B.3. Titik M berada dititik G dan titik Bdibawah titik G
Di posisi awal pusat dari daya apung (B) terletakdibawah titik berat (G). Ketika kapaldimiringkan
maka pusat dari B akan berpindahsedemikian sehingga metacentre (M) samadengan titik berat (G)
sehingga momen terjadi adalah nol dan kapal akan mengapung dikedudukan tetap miring. Dengan
kondisitersebut maka kapal bisa dikatakan tidak stabil

2.1.4. Teori Koppel Dan Hubungannya Dengan Stabilitas Kapal


Yang dimaksud dengan sepasang koppel adalah sepasang gaya yang sama besarnya tetapi
dengan arah yang berlawanan.

Apabila pada sebuah benda bekerja sepasang koppel, maka benda tersebut akan berputar.
Besarnya kemampuan benda itu berputar ditentukan oleh hasil perkalian antara gaya yang
membentuk koppel itu dan jarak antara kedua gaya tersebut.

Apabila sebuah kapal menyenget, pada kapal tersebut akan terjadi sepasang koppel yang
menyebabkan kapal itu memiliki kemampuan untuk menegak kembali atau bahkan bertambah
menyenget lagi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, harap perhatikan gambar-gambar
dibawah ini.

Gambar. 2.4. Momen Kopel


Besarnya kemampuan untuk menegak kembali sebuah kapal sewaktu kapal menyenget
dengan suatu sudut tertentu adalah sama dengan hasil perkalian antara gaya berat kapal dan jarak
antara gaya berat kapal dan gaya tekanan keatas yang bekerja pada kapal saat tertentu itu.

Gambar. 2.5. Momen Penegak ( Mp )

Besarnya kemampuan untuk menegak kembali kapal itu adalah sebesar


= W x GZ.

Atau jika dituangkan dalam bentuk rumus akan berbentuk :


Mp = W x GZ

Dimana Mp adalah Momen penegak. Mungkin saja bahwa dua kapal dengan kondisi sama
ukuran, berat benaman, dan sudut sengetnya sama besar, yang demikian itu memiliki stabilitas
yang berlainan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

Stabilitas kedua kapal itu dapat berlainan, oleh karena besarnya momen penegak ( Mp = W
x GZ ), maka satu-satunya alasan yang menyebabkan momen kedua kapal itu tidak sama adalah
faktor GZ = lengan penegak. Besarnya lengan penegak kedua kapal itu tidak sama besar
disebabkan oleh karena kedudukan titik berat kedua kapal itu tidak sama tinggi (lihat gambar
dibawah ini)
Lukisan : Penjelasan Perhitungan Momen Kopel ( Mp )

Mp = W x GZ Mp = W x GZ

Jika berat benaman kedua kapal = 15.000 ton, maka


Dan lengan penegak kapal A = 0,45 meter
Lengan penegak kapal B = 0,30 meter

Perhitungannya :

W = 15.000 ton W = 15.000 ton


GZ = 0,45 meter, maka GZ = 1 kaki, maka
Mp = 15.000 ton x 0,45 meter Mp = 15.000 ton x 0,30 meter
= 6.750 ton meter = 4.500 ton meter

Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari rumus Mp = W x GZ adalah :


1. Apabila W semakin besar, maka Mp pun semakin besar
2. Apabila GZ semakin besar, maka Mp pun semakin besar
3. Apabila W tetap, maka besarnya nilai M sebanding dengan nilai GZ

Artinya bahwa MP merupakan fungsi dari GZ artinyabahwa semakin besar nilai GZ maka
semakin besar pula nilaiM, semakin kecil nilai GZ semakin kecil pula nilai M tersebut. Jika
hubungan antara kedua faktor itu dituangkan didalambentuk rumus, maka rumus itu akan
berbentuk :Mp = f(GZ), baca : Mp adalah fungsi GZ artinya bahwabesarnya nilai MP adalah
semata-mata tergantung dari nilaiGZ. Jarak antara gaya berat kapal (berat benaman kapal) dan
gaya tekanan keatas itu disebut : Lengan koppel.
Apabila momen yang terjadi akan menegakan kembali kapal yang sedang menyenget, maka
jarak antara berat benaman kapal dan gaya tekan keatas itu sering disebut Lenganpenegak,
sedangkan apabila momen yang terjadi akan mengakibatkan bertambah besarnya senget kapal,
maka jarak antara berat benaman dan gaya tekan keatas itu seringkali juga disebut Lengan

penyenget. Alasan yang dipergunakan sebagai dasar penamaan nilai GZ yang demikian itu adalah
disebabkan oleh karena momen yang terjadi oleh sepasang koppel itu akan mengakibatkan tegak
kembalinya kapal yang sedang dalam keadaan miring. Apabila sebuah kapal yang sedang
menyenget dengan sudut senget sedemikian rupa sehingga kedudukan titik B nya berada tegak
lurus dibawah titik G nya, maka pada saat itu kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak
kembali. Hal ini disebabkan karena momen penegaknya pada saat itu sama dengan nol, sebab
besarnya lengan penegak pada saat sama dengan nol. Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas, harap perhatikan uraian yang disertai dengan penjelasan seperti tersebut dibawah ini.

Gambar. 2.6. Lengan/Momen Penegak = 0

Sesuai dengan gambar tersebut diatas maka gaya berat kapal berimpit dengan gaya tekan
keatas, sehingga jarak antara kedua gaya tersebut adalah sama dengan nol. Selanjutnya sesuai
dengan rumus :

Mp = W x GZ
Jika nilai GZ = 0 , Maka : Mp = W x 0= 0

Hal ini berarti bahwa jika momen penegaknya = 0, makaakibatnya bahwa pada saat itu
dalam keadaan stabilitas netral, artinya bahwa pada saat itu kapal tidak mempunyai
kemampuanuntuk menegak kembali.
2.1.5. Macam Keadaan Stabilitas Kapal
Dalam membahas keadaan-keadaan stabilitas, dikenal 3 (tiga) macam keadaan stabilitas, yakni :

1. Stabilitas mantap atau stabilitas positif


Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih rendah dari pada
kedudukan metasentrumnya (titik M), sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap

sewaktu kapal menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali. (Lihat Gambar
dibawah ini).

Gambar. 2.7. Stabilitas mantap/positif

2. Stabilitas goyah atau stabilitas negatif


Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih tinggi dari pada
kedudukan metasentrumnya (titik M),sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah atau
negatifsewaktu kapal menyenget kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, tetapi
bahkan sudut sengetnya akanbertambah besar (lihat gambar dibawah ini)

Gambar. 2.8. Stabilitas goyah/negatif

3. Stabilitas netral
Sebuah kapal mempunyai stabilitas netral apabila kedudukan titik berat G berimpit dengan
kedudukan titik M (Metasentrum). Oleh karena jarak antara kedua gaya yang membentuk
sepasang koppel itu sama dengan nol, maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral
sama dengan nol, atau bahwa kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu
kapalmenyenget (lihat gambar dibawah ini).

Gambar. 2.9. Stabilitas netral

Ditinjau dari hubungan-hubungan yang ada antara kedudukan titik berat ( G ) dan
Metasentrumnya ( M ), sebuah kapal mungkinmemiliki stabilitas sebagai berikut :

1. Stabilitas mantap (stabilitas positif), apabila kedudukan metasentrumnya (M) lebih tinggi dari
pada kedudukan titik beratnya (G), Sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu kapal
menyenget, kapal memiliki kemampuan untuk menegak kembali.
2. Stabilitas goyah (stabilitas negatif), apabila kedudukan metasentrumnya ( M ) lebih rendah dari
pada kedudukan titik beratnya ( G ). Sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah (stabilitas
negatif) ini sewaktu kapal menyenget. Kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali,
tetapi bahkan sengetnya semakin besar.
3. Stabilitas netral, apabila kedudukan titik beratnya berimpit dengan kedudukan metasentrumnya.
Sebuah kapal yang memiliki stabilitas netral ini sewaktu menyenget, kapal tidak memiliki
kemampuan untuk menegak kembali demikian pula tidak bertambah menyenget lagi.Perbedaan
terhadap jenis stabilitas sebagaimana tersebut diatas hanya berlaku didalam hal stabilitas awal
saja. Mengapa demikian, sebab sudah jelas bahwa kapal yang menyenget dengan sudut-sudut yang
besar, pada akhirnya kapal akan menjadi goyah danterbalik. Syarat yang harus dipenuhi oleh
sebuah kapal agar mempunyai stabilitas yang mantap, yakni apabila titik beratnya ( G ) kapal
terletak lebih rendah dari pada metasentrumnya ( M ). Stabilitas sebuah kapal akan menjadi
semakin kecil, apabila kedudukan titik beratnya ( G ) kapal itu semakin mendekati kedudukan
mentasentrumnya ( M ), dengan catatan bahwa titik berat ( G ) itu masih lebih rendah dari pada
metasentrumnya (M), dengan catatan bahwa titik berat ( G ) ini terletak lebih rendah dari pada
metasentrumnya.

2.1.6. Upaya Peningkatan Stabilitas Kapal


Begitu penting nilai stabilitas kapal, banyak metode untuk meningkatkan nilai stabilitas kapal
antara lain :
 Bilge atau Sirip lambung
Sirip lunas (Bilge keel) berfungsi untuk meningkatkan gaya apung tambahan ketika ada oleng
tanpa menambah bouyency. Bentuk ini tidak dapat diubah-ubah berdasarkan keolengan.
 Tangki penyeimbang
Merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi kapal dengan mengalirkan air ballast dari
kiri ke kanan dan sebaliknya kalau miring kekanan.
 Sekat tangki
Fungsinya sangat penting yaitu untuk menghindari free surface yang sangat berbahaya ketika
keolengan, karena bukannya menambah bouyency namun malah menambah titik berat secara
spontan ketika oleng.
 Sirip stabilizer
Untuk metode ini biasa menggunakan foil seperti hydrofoil. Sistemnya memanfaatkan Cf dan Cd
ketika fluida menyerang foil, karena nilai Cf berpengaruh dengan Cd yang dapat menambah
hambatan kapal.

2.2 Persyaratan Stabilitas Kapal Utuh Menurut SOLAS


Persyaratan sekarang diambil dari “Code on Intact Stability for All Types of Ships Covered by
IMO Instrument”, 2002 edition, IMO, London.
2.2.1 General intact stability criteria for all ships
Recommended general criteria:
1. Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ
- Tidak boleh kurang dari 0.055 meter radian sampai sudut oleng = 30°
- Tidak kurang dari 0.09 meter radian samapai sudut oleng = 40° atau sudut air masuk Ɵr jika sudut
ini kurang dari 40°.
- Selain itu luas gambar dibawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 30° dan 40° atau
sudut air masuk Ɵr jika sudut ini kurang dari 40°,tidak boleh kurang dari 0.03 meter radian
2. Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 30° atau lebih.
3. Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng lebih dari 30° tetapi tidak kurang
dari 25°.
4. Tinggi metasenter awal GM0tidak boleh kurang dari 0.15 meter.
5. Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat penumpang bergerombol di satu sisi kapal
seperti ditentukan dalam paragraph 3.5.2.6 sampai dengan 3.5.2.9 tidak boleh melebihi 10°.
6. Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat kapal berbelok tidak boleh melebihi 10°
jika dihitung dengan rumus berikut :

Dengan
MR = momen pengoleng (kN.m)
V0 = kecepatan dinas (m/s)
L = panjang kapal pada bidang air (m)
Δ = displasemen (ton)
d = sarat rata-rata (m)
KG = tinggi titik berat di atas bidang dasar (m)
Setiap penumpang dianggap bermassa 75 kg, tetapi dapat dikurangi menjadi tidak kurang dari 60
kg jika ada alas an cukup. Massa barang bawaan dan letaknya ditentukan oleh Administration.
7. Tinggi titik berat penumpang dianggap sama dengan
a. 1.0 m di atas geladak untuk penumpang yang berdiri. Jika perlu, pengaruh camber dan sheer
diperhitungkan juga
b. 0.30 m di atas tempat duduk untuk penumpang yang duduk
8. Penumpang dan bagasinya dianggap berada di tempat yang memang disediakan untuk mereka,
untuk perhitungan menurut 3.1.2.1 sampai dengan 3.1.2.4
9. Penumpang tanpa bagasi harus dianggap terdistribusi sedemikian hingga menghasilkan momen
pengoleng terbesar dan/atau tinggi metacentre awal terkecil yang mungkin dalam praktek, pada
waktu perhitungan menurut 3.1.2.5 dan 3.1.2.6. Dianggap dalam tiap m2 tidak lebih dari 4
penumpang.
2.2.2 Standard Loading Condition to be Examined
a) Kapal Penumpang
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10% saja
iii. Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan (cargo), dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang bawaannya
tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10% saja
b) Kapal Barang
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam
semua ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10% saja
iii. Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan bahan bakar
penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi dating tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan bahan
bakar tinggal 10% saja
c) Kapal Barang dengan Muatan geladak
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam
semua ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, dengan
persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, tetapi dengan
persediaan dan bahan bakar tinggal 10% saja

2.3 Perhitungan GZ
Kurva stabilitas adalah bentuk di mana untuk menyimpan informasi yang diperlukan
untuk menentukan sudut karakteristik besar stabilitas dari kapal di displacment apapun, tetapi pada
posisi yang diasumsikan tunggal dari pusat gravitasi. Untuk operator kapal serta untuk arsitek
kapal selama proses desain, apa yang dibutuhkan adalah penentuan lengan lurus atau saat-saat
kapal bertumit ke setiap sudut sementara dalam kondisi pembebanan yang diberikan pada satu
perpindahan dan dengan pusat gravitasi pada posisi yang berbeda dari yang diasumsikan dalam
mempersiapkan kurva silang. Kurva statik stabilitas di mana lengan lurus diplot terhadap sudut
tumit yang sesuai.
Dengan menggabungkan berat badan (baik besar dan CG) dengan sifat hidrostatik, lengan
lurus diproduksi dan stabilitas kapal dapat ditentukan. Biasanya, lengan lurus diplot untuk
berbagai sudut tumit, dimana tumit diasumsikan oleh sumbu longitudinal. Sebuah momen tertentu,
seperti yang disebabkan oleh angin dengan kecepatan tertentu, juga dapat dikenakan.Analisis lebih
lanjut dari sifat-sifat kurva lengan lurus yang menyebabkan penilaian formal stabilitas kapal.
Kemampuan untuk mendapatkan kecenderungan ke arah yang lain juga berguna untuk beberapa
jenis kapal.
Kurva stabilitas statis ditentukan dengan memilih nilai-nilai lengan lurus dari kurva silang
pada perpindahan yang tepat dan memperbaiki nilai-nilai yang diperoleh untuk mencerminkan
posisi aktual dari pusat gravitasi. Dua koreksi mungkin diperlukan, satu untuk ketinggian di atas G
keel (KG) dan satu untuk jarak G off centreline (TCG). Koreksi vertikal hampir selalu diperlukan,
karena itu hanya secara kebetulan bahwa KG sebuah kapal dalam kondisi pembebanan yang
diberikan akan tepat pada titik tiang yang dipilih secara sewenang-wenang ketika kurva silang
disiapkan. Lateral koreksi, sebaliknya, jarang diperlukan dalam pemuatan rutin.
Kondisi karena praktek yang baik dalam pemuatan kapal mensyaratkan bahwa pusat
gravitasi berada di centreline sehingga kapal akan mengapung tegak.
Jelas bahwa semua lengan tegak akan lebih kecil dari pada yang diplot dalam kurva lintas,
karena pusat gravitasi yang sebenarnya lebih tinggi dari pusat gravitasi yang diasumsikan, keel, K.
Dengan demikian stabilitas pada sudut besar berkurang sebagai G naik, seperti stabilitas awal
diukur dengan GM tidak.
Karena pusat gravitasi pada centreline, arah diasumsikan tumit (staboard atau port) tidak
material, karena simetri centreline lambung akan menyebabkan pusat apung untuk mengambil
posisi simetris yang sesuai di kedua sisi pada setiap sudut tertentu. Meskipun kurva dapat diplot
untuk semua sudut tumit yang kurva lintas telah ditentukan, itu biasanya diakhiri mana GZs
menjadi negatif, yaitu, di mana lengan tegak berubah terbalik.
Untuk memiliki pemahaman penuh stabilitas kapal utuh, kita harus mengetahui tidak
hanya bagaimana kurva stabilitas statis ditentukan, tetapi juga mengapa dibentuk seperti yang
ditunjukkan, dan apa signifikansi yang harus terpasang ke fitur khas.
Bagian awal dari kurva stabilitas statis (pertama 7-10 derajat) harus konsisten dengan
ukuran stabilitas awal, yaitu, ketinggian metasentrik (GM).
GZ  GMsin 

Sebagai sudut tumit mendekati nol, . Dengan demikian untuk sudut kecil tumit kita dapat
menulis
GZ  GM 
Oleh karena ketinggian metasentrik (GM) adalah ukuran kemiringan kurva stabilitas
statis di titik asal dan harus selalu digunakan sebagai bantuan untuk merencanakan kurva, dengan
menjalankan kurva dalam bersinggungan dengan garis lurus pada titik asal. Pada sudut 1 radian
(sama dengan 180 /  , Atau 57,3 derajat) garis lurus melewati nilai GZ = GM. Dengan demikian,
Jika GM ditata sebagai koordinat pada 57,3 derajat dan titik yang terhubung ke asal dengan suatu
garis lurus, kurva stabilitas statis akan mendekati garis yang asimtotik saat mendekati asal.

Gambar 2.10.Khas kurva stabilitas statis


Untuk sebagian besar bentuk lambung kapal, kurva stabilitas satis dari jalan awal dengan
meningkatnya kemiringan sehingga naik di atas garis singgung sebagai sudut tumit meningkat.
Akhirnya, sebagai sudut kenaikan tumit, tercapai suatu titik di mana dek tepi perendaman
berlangsung. Bahkan, sejak bentuk bagian kapal yang bervariasi dari haluan ke buritan, dek tepi
perendaman bukan kejadian tiba-tiba di sepanjang kapal, tetapi berlangsung secara bertahap
selama berbagai sudut tumit. Tapi kecenderungan umum disertai dengan penurunan pertumbuhan
banyak GZ, dan dengan demikian titik perubahan dalam kurva stabilitas statis. Kemiringan ini
terus berkurang dari kurva stabilitas statis di luar dek tepi perendaman mengarah ke puncak kurva,
dan akhirnya terjun cepat melampaui puncak.
Ini efek dek tepi perendaman pada stabilitas sudut besar memiliki konsekuensi penting bagi
arsitek kapal dan operator kapal. Implikasi desain bahwa sebuah kapal yang dirancang untuk
memiliki freeboard kecil dapat mengembangkan lengan tegak yang memadai dan saat-saat di
sudut besar karena dek tepi perendaman dan puncak kurva GZ akan terjadi pada sudut yang relatif
kecil.
Untuk menghindari masalah ini, kapal freeboard rendah harus dirancang dengan ketinggian
metasentrik relatif besar, karena kemiringan awal yang besar dari kurva stabilitas statis akan
cenderung untuk memastikan bahwa saat meluruskan akan dicapai sudut kecil di mana kurva
mencapai puncaknya.
Puncak kurva stabilitas statis mengidentifikasi dua kuantitas yang penting dalam
mengevaluasi stabilitas keseluruhan kapal. Itu adalah lengan tegak maksimum dan sudut stabilitas
maksimum. Pentingnya lengan tegak maksimum (GZmax) adalah bahwa produk dari perpindahan
dan GZmax adalah saat kecondongan stabil maksimum, kapal dapat mengalami tanpa terbalik.
Di luar sudut stabilitas maksimum, lengan tegak menurun, seringkali lebih cepat daripada
mereka telah meningkat sampai ke titik itu. Penurunan cepat akhirnya mengarah ke titik di mana
GZ menjadi nol, dan kurva recrosses sumbu. Sudut ini terjadi adalah sudut hilang stabilitas, karena
setelah itu GZs negatif. Artinya, kapal terbalik atau menjahui lengan, daripada lengan tegak.
Setiap kapal yang condong melampaui sudut atas stabilitas maksimum akan terbalik, terlepas dari
penyebab kemiringan atau durasinya. Khas statis kurva stabilitas seperti itu di Gambar 2.10
memotong sumbu horizontal pada dua sudut kemiringan, yang masing-masing mewakili kondisi
kesetimbangan statis, karena GZ sama dengan nol. Persimpangan pertama (nol sudut tumit) adalah
kondisi ekuilibrium stabil, karena kecenderungan sementara untuk sudut yang lebih besar buat
momen tegak yang akan mengembalikan kapal ke sudut keseimbangan ketika penyebab
kecenderungan dihapus. Persimpangan kedua adalah di sudut hilangnya stabilitas dan merupakan
kondisi ekuilibrium stabil, karena kecenderungan sementara untuk sudut yang lebih besar buat
menjahui saat-saat yang akan menyebabkan kapal miring jauh dari kondisi ekuilibrium ketika
penyebab kecenderungan dihilangkan. Berbagai sudut tumit antara dua penyeberangan disebut
rentang stabilitas.
Sebagai masalah praktis, kita harus berhati-hati untuk tidak terlalu banyak bergantung pada
kemampuan setiap kapal untuk pulih dari sudut kemiringan luar sudut atas stabilitas maksimum
karena kurva silang stabilitas ditentukan pada asumsi sempurna integritas kedap air dari deck.
Asumsi ini tidak benar untuk sebagian besar kapal. Semua kapal yang disediakan dalam dek untuk
menyimpan kargo, akses ke ruang bawah dek, ventilasi, pipa, dll Benar dirancang penetrasi dek
dibuat weathertight, tetapi beberapa dapat dibuat benar-benar kedap air, dan selalu ada possibilty
kesalahan manusia , yaitu, meninggalkan pintu dan membiarkan terbuka yang harus tertutup rapat.
Pada sudut tumit bagian membenamkan dek, kemungkinan selalu ada air yang akan dikirim
melalui lubang tersebut.

2.4 HYDROSTATIC CURVES


Kurva Hidrostatik adalah gambar garis lengkung yang merupakan karakteristik dari
bagian badan kapal yang tercelup di dalam air. Umumnya terdiri dari 19 macam kurva. Masing-
masing kurva diperoleh dari perhitungan pada beberapa sarat mulai dari sarat paling bawah sampai
sarat kapal muatan penuh. Sedangkan untuk kurva Bonjean mulai dari sarat paling bawah sampai
pada geladak kapal.

Pada prinsipnya kurva adalah kumpulan dari beberapa titik. Semakin bayak titik semakin
streamline kurva tersebut. Tetapi konsekuensinya perhitungan jadi semakin lama. Sebaliknya
semakin sedikit jumlah titik kurva semakin mendekati garis lurus. Dalam hal ini pembagian sarat
minimal 10 sarat agar diperoleh bentuk kurva yang wajar. Agar hasil kurva lebih akurat, pada
bagian setengah sarat kebawah pembagian sarat lebih kecil dari setengah sarat diatasnya. Karena
pada bagian setengah sarat ke bawah terdapat perubahan bentuk sangat drastis. Sedangkan
setengah sarat keatas bentuk kapal cenderung lurus.

Fungsi dari kurva Hidrostatik atau Bonjean adalah untuk mengetahui besaran kurva pada
sembarang sarat mulai dari paling bawah sampai sarat muatan penuh atau geladak kapal tanpa
harus menghitung lagi sebagaimana pada saat pembuatan kurva.

Dari ke 19 kurva yang ada pada gambar Hidrostatik dapat dikelompokan menjadi 4
kelompok yaitu :
Kelompok koefisien :
 Koefisien Volume yaitu : Coefficient Block (cb)
 Coefficient Luasan yaitu : Coeffient Midship (cm) atau dinotasikan β dan Coefficient Waterline
(cw) atau dinotasikan α
Kelompok Luasan yaitu :
 Midship Section Area (MSA)
 Water Plane Area (WPA)
 Wetted Surface Area (WSA)
Kelompok Jarak antar titik yaitu :
 Longitudinal Centre Floatation (LCF) yang dinotasikan ¤F
 Longitudinal Centre of Bouyancy (LCB) yang dinotasikan ¤B
 Bouyancy above Keel (KB)
 Transversal Metacentre Bouyancy (TBM)
Displacement dan moment yaitu
 Displacement (D)
 Tonne per Centimeter Immersion (TPC)
 Moment To Change One Centimeter (MTC)

1. Water Plane Area (WPA)


Luas bidang garis air kapal yang merupakan potongan horisontal kapal dalam satuan meter
persegi.

WPA bisa dihitung dengan cara mengukur masing-masing Vi lebar kapal untuk tiap-tiap
station pada sarat tertentu. Sama seperti MSA jumlah station sebaiknya merupakan kelipatan 3.
Dari hasil pengukuran tersebut kemudian diintegralkan kearah horisontal, maka akan diperoleh
hasil luas WPA.

Dimana : WPA = 2x1/3xhx Σ YS

h = jarak antar station ( m)

Σ YS = jumlah perkalian ½ lebar kapal dengan faktor Simpson kearah horisontal.

Untuk kapal yang tidak menggunakan rise of floor (bagian bawah / alas kapal datar), maka
harga WPA tidak sama dengan nol, karena ½ lebar kapal pada sarat nol ada harganya. Sebalilknya
jika kapal menggunakan rise of floor (bagian bawah / alas pada posisi melintang dimiringkan),
maka WPA berharga nol

2. Coeffisient Water Line (Cw)


Perbandingan antara WPA (item 8) dengan bidang segi empat yang mengelilinginya
diperoleh dari perkalian antara panjang dan lebar kapal.

Cw juga perbandingan antara luas dengan luas, maka Cw juga tidak mempunyai satuan dan
besarnya selalu lebih kecil atau maksimal satu. Perhitungannya sebagai berikut

WPA
Dimana : CWL 
L  B 

WPA = luas garis air ( m2)

L = panjang ( m)

B = lebar (m )

Harga Cw pada sarat nol tergantung dari harga WPA. Jika WPA nol maka, Cw berharga nol.
Sebaliknya bila WPA tidak sama dengan nol, maka WPA harganya lebih besar dari nol.

3. Ton Per Centimetre Immersion ( TPC )


TPC adalah jumlah ton yang diperlukan untuk mengadakan perubahan sarat kapal sebesar 1
cm. Bila kita menganggap tidak ada perubahan luas garis air pada perubahan sarat sebesar 1 cm,
atau pada perubahan 1 cm tersebut dinding kapal dianggap vertikal. Jadi kalau kapal
ditenggelamkan sebesar 1 cm, maka perubahan volume adalah hasil kali luas garis air dengan tebal
pelat pada garis air tersebut. Dengan demikian penambahan volume dan berat dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Penambahan volume = t x WPA m3
Penambahan berat = t x WPA x 1.025 ton
Dimana t adalah tebal pelat pada tiap WL dan 1,025 adalah berat jenis air laut.

4. Midship Section Area (MSA)


Luas bidang tengah kapal yang dipotong vertikal melintang kapal (station tengah) dalam
satuan meter persegi.
Besarnya MSA bisa dihitung dengan cara mengukur masing-masing ^ lebar kapal untuk
beberapa sarat. Dari hasil pengukuran tersebut kemudian diintegralkan kearah vertikal.

Dimana : MSA = 2x1/3xh'x Σ YS' (m 2 )

h' = jarak antar sarat ( m )

Σ YS' = jumlah perkalian ½ lebar kapal dengan faktor Simpson kearah vertikal

Pada sarat nol MSA berharga nol, karena h' berharga nol.

5. Midship Coefficient (CM)


CM adalah perbandingan luas penampang midship kapal dengan luas suatu penampang
dengan lebar B dan tinggi T untuk tiap water line.
MSA
CM 
B  T 

6. Buoyancy Above Keel (KB)


Jarak titik pusat gaya tekan keatas air terhadap garis dasar atau sarat kapal paling bawah
dalam satuan meter.

Untuk menghitung KB caranya hampir sama dengan menghitung LCB sebagai berikut:

KB =. Σ momen statis tiap-tiap garis air terhadap keel


Σ luas tiap-tiap garis air
Atau

KB = h' x £(YS)S'n' / £(YS)S'

Dimana :

h' = jarak antar sarat ( m)

Σ (YS)S'n' = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah horisontal
maupun vetikal dan jarak tiap-tiap garis air terhadap keel.

Σ (YS)S' = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah horisontal
maupun vetikal (fungsi sarat).
KB pada sarat nol akan berharga nol, karena jarak garis air terhadap keel nol, sehingga
momen statisnya jadi noljuga. .

Gambar 2.11. Posisi titik bouyancy thd midship dan titik bouyancy thd keel

7. Transverse Center of Bouyancy to Metacenter ( TBM )


TBM adalah jarak titik tekan bouyancy ( gaya tekan ke atas air ) secara melintang terhadap
titik metasentra. Satuannya dalam meter (m).

IT
TBM 

8. Transverse of Keel to Metacenter (TKM)
TKM adalah letak titik metasentra melintang terhadap lunas kapal untuk tiap-tiap water line-
nya. Satuannya dalam meter (m).
TKM=KB+TBM

9. Longitudinal Centre Of Buoyancy (LCB)


Jarak titik pusat gaya tekan keatas air terhadap midship kearah memajang kapal dalam
satuan meter. Gaya tekan keatas ini merupakan titik berat volume carene. Karena midship kapal
dipakai sebagai acuan, maka LCB bisa berharga positip atau negatip tergantung posisi titik pusat
gaya tekan keatas airnya didepan atau dibelakang midship.

Harga LCB diperoleh dengan rumus debagai berikut:

LCB = Σ momen statis tiap-tiap station terhadap midship


Σ luas tiap-tiap station

( YSn) x
Atau B 
 YS
Dimana:

α = jarak antar station (m)


Σ (YS')Sn = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah vertikal maupun
horisontal dan jarak tiap-tiap staion terhadap midship.

Σ YS' = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah vetikal (fungsi
sarat).

Harga LCB tergantung dari luas station sedangkan luas station pada sarat nol berharga nol.
Jadi LCB pada sarat nol menjadi tak terdefinisikan (tak berhingga ) sehingga ujung kurva LCB
terputus sebelum sarat nol.

10. Longitudinal Centre Floation (LCF)


Jarak titik pusat atau titik berat luasan bidang garis air (WPA) terhadap midship
(bidang tengah kapal) kearah memanjang kapal dalam satuan meter. Titik berat ini merupakan
sumbu putar bila kapal mengalami trim, baik trim haluan maupun trim buritan.

Bila letak titik tekan berada didepan midship biasanya LCF berharga positip dan
sebaliknya bila titik tekan berada dibelakang midship maka LCF berharga negatip. Harga positip
dan negatip ini merupakan kesepakatan saja, karena diambil garis referensinya pada bagian tengah
kapal.

Gambar 2.12. Posisi titik tekan bidang garis air terhadap midship

Untuk memperoleh harga LCF dapat dihitung sebagai berikut:

LCF = momen statis bidang garis air terhadap midship


WSA
( YSn) x
Atau F 
 YS
Dimana :

α = jarak antar station ( m)

ΣYSn = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah horisontal
(memanjang kapal) dan jarak tiap-tiap staion terhadap midship.

Σ YS = jumlah perkalian ½ lebar kapal tiap-tiap station dengan faktor Simpson kearah horisontal
(memanjang kapal).

Karena LCF tergantung dari harga bidang garis air, maka LCF pada sarat nol juga
tergantung dari rise of floor nya kapal. Jika tidak ada maka LCF tidak berharga nol dan begitu
juga sebaliknya.

11. Longitudinal Center of Bouyancy to Metacenter (LBM)


LBM adalah jarak titik tekan bouyancy secara memanjang terhadap titik metasentra.
Satuannya dalam meter (m).

IL
LBM 

12. Longitudinal of Keel to Metacenter (LKM)


LKM adalah letak metasentra memanjang terhadap lunas kapal untuk tiap-tiap sarat kapal.
Satuannya dalam meter(m). LKM didapat dari penjumlahan LBM dengan KB.
LKM=LBM+KB

13. Coeffisient Block (Cb)


Perbandingan antara volume displacement dengan volume prismatik kapal yang
mengelilinginya hasil kali antara panjang, lebar dan sarat kapal.

Oleh karena Cb merupakan perbandingan volume dengan volume sedangkan volume


displacement besarnya selalu lebih kecil atau maksima! sama dengan volume prismatik yang
mengelilinginya, maka Cb tidak punya satuan dan besarnya tidak pernah lebih dari satu. Besarnya
Coeffiisient Block ( Cb) sebagai berikut:

Dimana : CB 
L  B  T 

V = volume carene ( m3)

L = panjang ( m)

B = lebar ( m)

T = sarat ( m )
Harga Cb pada sarat nol menjadi tak berhingga, karena volume displacement dan sarat
berharga nol. Karena itu pada ujung kurva Cb tidak boleh menyentuh sarat nol.

14. Coeffisient Prismatic (Cp)


Perbandingan antara volume displacement dengan volume prismatik memanjang kapal yang
merupakan hasil kali antara luas midship dengan panjang kapal. Coeffisient Prismatic ini bisa juga
diperoleh dari perbandingan antara Cb dengan Cm.

Seperti halnya Cb, maka Cp tidak mempunyai satuan dan besarnya selalu lebih kecil atau
maksimal satu.

 C
Dimana :   B
MSA L  CM

V = volume displacement ( m3)

MSA = luas station tengah (m2)

L = panjang ( m)

Harga Cp pada sarat nol menjadi tak berhingga, karena V dan MSA berharga nol, sehingga
ujung kurva tidak pernah ketemu pada sarat nol.

15. Wetted Surface Area (WSA)


Luas seluruh bidang permukaan kulit kapal yang terceiup didalam air dalam satuan meter
persegi. Biasanya WSA digunakan untuk menentukan jumlah kebutuhan cat yang diperlukan
untuk mengecat bagian bawah badan kapal. Bila bisa diprediksi satu liter / kaleng cat bisa dipakai
dalam satuam m2, maka bisa dihitung kebutuhan cat dalam satuan liter/ kaleng.

Untuk menghitung WSA sebagai berikut:

Dimana: WSA = 2 x 1/3 x h x Σ HG

h = jarak antar station (m)

Σ HG = jumlah perkalian panjang bentangan station dengan faktor Simpson

Pada sarat nol maka harga WSA menjadi sama dengan harga WPA. Jadi WSA dan WPA
berada pada satu titik. Sedangkan untuk kapal yang menggunakan rise of floor, maka harga WSA
tidak sama dengan nol, karena ½ lebar kapal pada sarat nol ada harganya. Sebaliknya jika kapal
menggunakan rise of floor, maka WSA tentu berharga nol pula.

16. Displacement Moulded ( mld )


Displacement moulded adalah berat air laut yang dipindahkan karena adanya volume karene
tanpa kulit. Nilai ini didapat dari perkalian volume karene dengan berat jenis air laut yaitu 1,025.
  1.025 x (ton)

17. Shell Displacement


Shell Displacement adalah berat air laut yang dipindahkan karena adanya kulit/pelat pada
karene. Semua satuan displacement dalam ton.
'  xShellDisplacement (ton)

18. Moment to change Trim one Centimeter (MTC)


MTC adalah momen yang diperlukan untuk mengadakan trim sebesar 1 cm. Satuannya
dalam Ton meter. Secara matematis MTC dirumuskan sebagai berikut:

MTC 
LBM   
100 L PP 

19. Displacement Due to one centimeter of Trim by stern (DDT)


DDT adalah besarnya perubahan displacement kapal yang diakibatkan oleh perubahan trim
kapal sebesar 1 cm. Perumusan DDT adalah sebagai berikut:

DDT 
F  TPC 
LPP

2.5 PERHITUNGAN STABILITAS PADA KAPAL TANKER


Data ukuran kapal Tanker
 Length Overall : 108 metres
 Length B.P : 103.8 metres
 Breadth mld. : 19.2 metres
 Depth mld. : 9.3 metres
 Design Draft (mouded) :6 metres
 Service speed : 12.00 Knots
 Complement : 26 Persons

Gambar 2.13. Bentuk lambung kapal pada Maxsurf.

Dari running software Maxsurf didapatkan data hidrostatik sebagai berikut :


Tabel 2.1. Nilai hidrostatis
Nilai Hidrostatis
Displacement 9163tonne LCF from Amidsh -4,030m
Volume 8939m^3 KB 3,212m
Draft to Baseline 6m KG 2,200m
Immersed depth 6m BMt 5,663m
Lwl 104,742m BMl 160,804m
Beam wl 19,200m GMt 6,676m
WSA 2722,727m^2 GMl 161,816m
KMt 8,876m
Water plane area 1819,814m^2 KMl 164,016m
Cp 0,746 Immersion (TPc) 18,657tonne/cm
Cb 0,741 MTc 141,558tonne.m
Cm 0,993 RM at 1deg =
1067,530 tonne.mm
Cwp 0,905 GMt.Disp.sin(1)
LCB from Amidsh 1,440m
Tabel 2.2. Kondisi Kapal Muatan Penuh
Item Name Quantity Weight
Long.Arm Vert.Arm mTrans.ArmFS Mom.FSM Type
tonne m m tonne.m
HULL 1 2800 -10,000 3,710 0,000 0,000
Engine 1 400,0 -43,000 2,000 0,000 0,000
Cargo Oil 1 P 1 515,0 32,000 5,000 -3,000 0,000
Cargo Oil 1 S 1 515,0 32,000 5,000 3,000 0,000
Cargo Oil 2 P 1 645,0 18,900 5,000 -4,100 0,000
Cargo Oil 2 S 1 645,0 18,900 5,000 4,100 0,000
Cargo Oil 3 P 1 660,0 6,300 5,000 -4,300 0,000
Cargo Oil 3 S 1 660,0 6,300 5,000 4,300 0,000
Cargo Oil 4 P 1 660,0 -6,300 5,000 -4,300 0,000
Cargo Oil 4 S 1 660,0 -6,300 5,000 4,300 0,000
Cargo Oil 5 P 1 530,0 -19,400 5,000 -4,300 0,000
Cargo Oil 5 S 1 530,0 -19,400 5,000 4,300 0,000
Fresh water 2 90,00 -47,000 6,700 0,000 0,000
Fuel Oil 2 150,0 -30,000 4,000 0,000 0,000
Total 9700 LCG=-- VCG=4,505 TCG=0,00 0
Weight= 1,4 0
FS corr.=0
VCG fluid=4,505

Dari hasil running Hydromax didapatkan kondisi spesifik kapal dan grafik stabilitas sebagai
berikut :

4 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0,0 deg = 4,295 m

3
Max GZ = 2,432 m at 47 deg.

2
GZ m

-1

-2

-3
0 40 80 120 160
Heel to Starboard deg.

Gambar 2.14. Kurva stabilitas pada kondisi kapal penuh


Tabel 2.3. Hasil perhitungan maxsurf menurut standar IMO A. 749 (18) Ch.3
Heel to Stbd Trim angle Immersed
GZ (m) GM (m)
(deg) (+ve by stern) Depth m

-30 -2,01 4,020 -0,4 9,747


-20 -1,474 4,310 -0,1 8,710
-10 -0,739 4,256 0 7,586
0 0 4,295 0 6,301
10 0,739 4,256 0 7,586
20 1,474 4,310 -0,1 8,711
30 2,01 4,020 -0,4 9,748
40 2,365 3,679 -0,9 10,633
50 2,423 3,163 -1,4 11,251
60 2,265 2,615 -2,1 11,566
70 1,965 2,091 -3,4 11,565
80 1,571 1,595 -7,3 11,250
90 1,115 1,115 -90 11,207
100 0,624 0,634 -8 12,132
110 0,129 0,137 -4,2 12,914
120 -0,339 -0,391 -3 13,348
130 -0,742 -0,969 -2,5 13,509

Kesimpulan grafik :

Tabel 2.4. Kesimpulan Grafik Stabilitas Kapal Muatan Penuh


Code Criteria Value
Units Actual
Status
A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.1: Area 0 to 30 Pass
criteria applicable to all
ships
from the greater of
spec. heel angle 0,0
deg 0,0
to the lesser of
spec. heel angle 30,0
deg 30,0
angle of vanishing 112,7
deg
stability
shall not be less than 0,055
m.rad 0,571
Pass
(>=)

A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.1: Area 0 to 40 Pass


criteria applicable to all
ships
from the greater of
spec. heel angle 0,0
deg 0,0
to the lesser of
spec. heel angle 40,0
deg 40,0
first downflooding n/a
deg
angle
angle of vanishing 112,7
deg
stability
shall not be less than 0,090
m.rad 0,960
Pass
(>=)

A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.1: Area 30 to 40 Pass


criteria applicable to all
ships
from the greater of
spec. heel angle 30,0
deg 30,0
to the lesser of
spec. heel angle 40,0
deg 40,0
first downflooding n/a
deg
angle
angle of vanishing 112,7
deg
stability
shall not be less than 0,030
m.rad 0,389
Pass
(>=)

A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.2: Max GZ at 30 Pass


criteria applicable to all or greater
ships
in the range from the
greater of
spec. heel angle 30,0
deg 30,0
to the lesser of
spec. heel angle 90,0
deg
angle of max. GZ 47,0
deg 47,0
shall not be less than 0,200
m 2,446
Pass
(>=)
Intermediate values
angle at which this GZ deg 47,0
occurs

A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.3: Angle of Pass


criteria applicable to all maximum GZ
ships
shall not be less than 25,0
deg 47,0
Pass
(>=)

A.749(18) Ch3 - Design 3.1.2.4: Initial GMt Pass


criteria applicable to all
ships
spec. heel angle 0,0
deg
shall not be less than 0,150
m 4,283
Pass
(>=)

• Area 0 s/d 30° adalah 0,571 m-radian. (memenuhi IMO A749-18 yaitu tidak boleh kurang dari
0,055).
• Area 0 s/d 40° adalah 0,960 m-radian. (memenuhi IMO A749-18 yaitu tidak boleh kurang dari
0.09).
• Area 30°s/d 40° adalah 0,389 m-radian. (memenuhi IMO A749-18 yaitu tidak boleh kurang dari
0.03).
• Lengan stabilitas maksimum (GZ maksimum pada sudut 30°) 2.446 meter. (memenuhi IMO yaitu
tidak boleh kurang dari 0.2 meter)
• Lengan stabilitas maksimum terjadi pada sudut oleng 47°.(memenuhi IMO yaitu Maksimum harga
kurva GZ harus terjadi pada sudut lebih dari 30° tetapi tidak boleh kurang dari 25°. Tetapi sesuai
peraturan Bureau Veritas untuk kapal tertentu harga maksimum kurva GZ boleh kurang dari 25°
tetapi harus mendapatkan persetujuan dari Flag Authorithies tetapi bagaimanapun juga tidak boleh
dari 20°)
• Tinggi MGo adalah 4.283 meter. (memenuhi IMO A749-18 yaitu tidak boleh kurang dari 0.15m).
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Dalam merencanakan sebuah kapalyangmempunyai perbandingan ukuran utamayang kurang ideal
harus memperhitungkansecara matang penempatan tangki-tangkidengan memperhitungkan luas
permukaancairan seminimal mungkin sehingga efekpermukaan bebas tidak terlalu besar.
2. Dalam melakukan manajemen pengaturanmuatan konsumabel, agar selaludiperhatikan isi dari
masing-masing tangkicairan pada masing-masing tangki. Untukmengurangi efek muatan bebas
kondisikanisi tangki selalu pada kondisi penuh ataumuatan seminimal mungkin dimanabiasanya
pada stabilitas kapal minimal isitangki adalah 10%.
3. Perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan tentang studi pengaruh permukaan bebas terhadap
stabilitas kapal, dan direkomendasikan agar efek permukaan bebas perlu dimasukkan kedalam
perhitungan stabilitas kapal.
4. Penggunaan bantuan software maxsurf dapat digunakan sebagai alat untukmenghitung stabilitas
kapal.
5. Sebab-sebab yang terjadi masalah mengenai kesetabilan kapal
- Kurangnya pengetahuan tentang kriteria kestabilan
- Kegagalan dalam mematuhi prinsip-prinsip dasar
- Kesalahan perhitungan

Anda mungkin juga menyukai