Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

MANAJEMEN LAYER

Oleh :

KELAS F
KELOMPOK 3

DEWI SARAH 200110170005


REYNALDI ANANDA B 200110170056
ANINDA CHIKA LYVIANI 200110170065
ABI WIDYA PRIHANTARA 200110170080
FITRI HANDAYANI 200110170229
TUBAGUS RANA SATRIA 200110170238

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam petelur saat ini adalah salah satu sektor peternakan yang sangat

potensial untukdikembangkan. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya

jumlah populasi pendudukdi Indonesia maka semakin meningkatnya kebutuhan

pangan yang murah dan bergizi bagi tubuh. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi

dengan mengkonsumsi telur karena telur termasuk kedalam pangan yang murah dan

mempunyai gizi tinggi bagi tubuh. Oleh karena itu pengembangan bisnis ayam

petelur ini mempunyai prospek yang menguntungkan diakarenakan permintaan yang

selalu meningkat.

Dalam pengembangan usaha peternakan ayam petelur ini diperlukan

manajemen pemeliharaan yang baik karena kesalahan pada saat pemeliharaan dapat

menyebabkan kerugian seperti pertumbuhan ayam yang buruk dan hasil produksi

yang menurun. Oleh karena itu, usaha peternakan ayam petelur ini memerlukan

penanganan dan perhatian khusus sehingga pemeliharaan dapat berjalan baik dan

mengahasilkan perumbuhan ayam yang baik, kondisi ayam yang sehat,produksi yang
telur yang tinggi serta angka mortalitas yang rendah. Pertanyaan-pertanyaan

mengenai manajemen pemeliharan ayam petelur sangat sering ditemukan dilapangan

dikarena para pelaku usaha peternakan ayam petelur yang sering dihadapkan pada

situasi dimana ayam yang dipelihari tidakdapat berproduksi secara optimal, karena

kunci untuk mencapai produksi yang optimal adalah manajemen pemeliharaan yang

baik dimulai dari fase starter,grower, dan layer yang baik serta biosecurity yang baik

untuk menunjangan proses pemeliharaan.


1.2 Rumusan Masalah

(1) Bagaimana persiapan kandang dan peralatan nya pada pemeliharaan ayam

layer.

(2) Bagaimana starting management pada ayam layer.

(3) Bagaimana growing management pada ayam layer.

(4) Bagaimana laying management pada ayam layer.

(5) Bagaima seleksi, culling, dan program force molting pada ayam layer.

(6) Bagaimana tata laksana pemanenan telur konsumsi.

(7) Bagaimana penanganan limbah pada peternakan ayam layer.

(8) Bagaimana biosecurity operasional pada peternakan ayam layer.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Untuk mengetahui persiapan kandang dan peralatan nya pada pemeliharaan

ayam layer.

(2) Untuk mengetahui starting management pada ayam layer.

(3) Untuk mengetahui growing management pada ayam layer.

(4) Untuk mengetahui laying management pada ayam layer.


(5) Untuk mengetahui seleksi, culling, dan program force molting pada ayam

layer.

(6) Untuk mengetahui tata laksana pemanenan telur konsumsi.

(7) Untuk mengetahui penanganan limbah pada peternakan ayam layer.

(8) Untuk mengetahui biosecurity operasional pada peternakan ayam layer.


II

PEMBAHASAN

2.1 Persiapan Kandang dan Peralatan

2.1.1 Masa Starter (0-8 Minggu)

Persiapan kandang dan peralatan pada ayam layer prinsipnya sama seperti

persiapan pada ayam broiler. Tidak jauh berbeda yang di mulai dari:

1) Pemasangan pembatas

Pembatas berfungsi sebagai pelindung bagi anak ayam agar tidak bergerak

terlalu jauh dari pemanas serta tempat pakan/minum. Pembatas dapat

berbentuk lingkaran atau persegi dengan ketinggian ± 45 cm, terbuat dari seng

atau papan. Setiap minggu pembatas diperlebar. Pembatas hanya digunakan

sampai anak ayam berumur 4 minggu.

2) Pemberian litter

Litter dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji. Pada minggu pertama,

litter yang berada di dalam pembatas ditutup koran sebanyak 7 lapis. Setiap

hari koran diambil 1 lembar pada bagian paling atas. Tujuan pemakaian koran

ini adalah agar anak ayam tidak mematuk sekam karena daya pengenalan
terhadap makanan masih terbatas.

3) Persiapan pemanas

Pemanas hanya digunakan selama 4 minggu. Biasanya pemanas yang dipakai

adalah lampu pijar 60-75 watt untuk kandang box. Pemanas dinyalakan 2-3

jam sebelum DOC tiba agar suhu ruangan sudah menjadi stabil ketika DOC
masuk.
Pemanas diatur sebagai berikut:

a) Minggu I : 95° F atau 35°C

b) Minggu II : 90° F atau 32°C

c) Minggu III : 85° F atau 29°C

d) Minggu IV : 80° F atau 27°C

4) Pengaturan Tempat Pakan/Minum


Tabel 1. Pengaturan Tempat Pakan/Minum

Jenis Umur Perbuah


Untuk

Feeder tray (nampan) 0 – 10 hari 100 ekor

Tempat pakan gantung 1 kg 10 – 30 hari 50 ekor

Tempat pakan gantung 3 kg 30 – 60 hari 30 ekor

Tempat minum 1 liter 0 – 10 hari 20 ekor

Tempat minum 1 galon 0 – 10 hari 100 ekor

5) Pengaturan Ventilasi

Kandang harus mendapatkan udara segar agar kesehatan DOC tidak

terganggu. Ventilasi kandang dapat diatur sebagai berikut:

a) Minggu I : Terpal tertutup rapat

b) Minggu II : Terpal terbuka sepertiga

c) Minggu III : Terpal terbuka duapertiga


d) Minggu IV : Terpal terbuka penuh
6) Pengaturan pencahayaan

Lampu digunakan pada anak ayam umur 0 hingga 8 minggu. Anak ayam yang

dibesarkan menggunakan pemanas lampu pijar tidak perlu diberi penerangan

tambahan. Namun untuk anak ayam yang dibesarkan menggunakan pemanas gas atau

batu bara, setelah lepas dari pemanas (4 minggu) harus diberi penerangan tambahan

hingga umur 8 minggu.

7) Pengaturan kepadatan DOC

Kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan:

a) Pertumbuhan tidak seragam

b) Kanibalisme (menyerang/mematuk ayam yang lain)


c) Kadar ammonia dan kelembaban tinggi

Tabel 2. Kepadatan DOC

Umur DOC Kepadatan

0 – 1 minggu 50 ekor per m2

1 – 2 minggu 40 ekor per m2

2 – 3 minggu 30 ekor per m2

3 – 4 minggu 20 ekor per m2

8) Pemberian pakan dan minum

Anak ayam yang baru menetas bisa bertahan tanpa makan dan minum sekitar

48-72 jam. Oleh karena itu DOC yang baru tiba tidak harus cepat-cepat diberi

pakan atau air minum. Akan lebih baik jika DOC ditenangkan terlebih dahulu.
Setelah tenang baru diberi air minum larutan gula 2%. Pakan tidak boleh diberikan

sebelum DOC diberi air minum. Pakan pertama diberikan 2 jam setelah pemberian

air minum. Pakan disebarkan di atas koran atau diletakan pada feeding plate.

Kadang anak ayam harus dirangsang untuk makan dengan mengetuk tempat pakan

seolah induk memanggil anaknya untuk makan.

Tabel 3. Kebutuhan Pakan

Umur Kebutuhan Pakan (gram)

(minggu)
Per Per Komulatif Jenis

Hari Minggu Pakan

1 8 56 56 511

2 16 112 168 511

3 19 133 301 511

4 23 161 462 511

5 25 175 637 512

6 29 203 840 512

7 33 231 1071 512

8 36 252 1323 512


Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Periode Starter

Zat makanan Periode starter

Protein (%) 19-21

Lemak (%) 3-5

Serat kasar (%) 3-4

Garam (%) 2

Kalsium (%) 1

Phospor (%) 0.6

Kalori (Kcal/kg) 2850

2.1.2 Masa Grower (8-18 Minggu)

Pada periode ini pemanas sudah tidak digunakan, pemisahan antara jantan dan

betina juga dilakukan pada periode ini.

1) Persiapan kandang

Kandang yang digunakan merupakan kelanjutan dari kandang koloni pada


masa starter. Namun jika DOC dipelihara dalam kandang box, pada periode

ini ayam harus dipindahkan ke kandang koloni yang lebih besar.

Persiapan kandang (kepadatan 14-15 ekor/m2) :

a) Kandang litter: kandang dibuat langsung menempel pada lantai dan di

atasnya diberi sekam padi atau serbuk kayu setebal 5-10 cm.

b) Kandang panggung (slat): kandang yang lantainya terbuat dari bambu

bercelah sehingga kotoran dapat langsung jatuh ke tanah.


Persiapan peralatan kandang :

a) Untuk 100 ekor dibutuhkan 4 tempat pakan 5 kg dan 4 tempat minum 1

galon.
b) Tinggi tempat pakan dan minum diatur setinggi punggung ayam.

Pada periode grower tirai sudah dibuka penuh, kecuali jika hujan deras

atau angin yang masuk ke dalam kandang terlalu besar (ayam bergerombol di
sudut ruangan) ada baiknya tirai dipasang sebagian.

2) Seleksi dan pindah kandang

Proses seleksi dan pindah kandang sebaiknya dilakukan pada saat

udara tidak terlalu panas yaitu pagi atau sore hari agar ayam tidak stres.

Seleksi ayam jantan :

a) Kepadatan ayam jantan adalah 8-10 ekor/m2.

b) Ayam jantan dibesarkan sebagai ayam potong, untuk itu diberi pakan

dengan kadar protein 19-20% secara tidak terbatas.

Seleksi ayam betina :

a) Ayam betina yang dibesarkan haruslah sehat dan memiliki pertumbuhan

yang baik. Oleh karena itu ayam yang tidak memenuhi persyaratan harus
disingkirkan.

2.2 Starting Management


Periode starter adalah anak ayam yang berumur 0 sampai 6 atau 7 minggu,

dimana tingkat pertumbuhannya relatif cepat dan merupakan masa yang menentukan

bagi kehidupan selanjutnya (Rasyaf, 1997). Pertumbuhan periode starter dipengaruhi

seleksi ketat yang meliputi keaktifan gerak, nafsu makan baik, pertumbuhan cepat,

bobot badan seragam, tingkat kematian rendah, kaki kuat dan mata cerah (Siregar dan
Sabrani, 1986).
Manajemen pemeliharaan ayam petelur meliputi pemilihan bibit,

pemeliharaan starter-grower, pemeliharaan pullet, pemeliharan ayam petelur periode

layer , pemberian pakan dan minum, pemantauan produksi baik hen-day maupun egg

mass ,biosecurity dan vaksinasi (Rasyaf, 2008). Hal yang perlu diperhatikan pada

pemeliharaan periode indukan adalah persiapan sebelum pemeliharaan anak ayam.

Pemeliharaan periode indukan yaitu pemberian pakan, pengaturan alat pemanas,

pengontrolan kesehatan sanitasi dan program vaksinasi (Suprijatna, 2005).

Kuantitas pakan digolongkan menjadi empat golongan yaitu :

a) minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor

b) minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor

c) minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor

d) minggu ke- 4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor

Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu

sebesar 1.520 gram.

Kebutuhan air minum fase starter terbagi lagi pada masing-masing minggu yaitu:

a) minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor

b) minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor


c) minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor

d) minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor

Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah

sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya

diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula

yang diberikan adalah 50 gram/liter air.


2.3 Growing Management

Periode grower adalah ayam yang berumur 7 sampai 13 minggu, pada fase ini

kontrol pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan, hal ini berhubungan dengan

sistem reproduksi dan produksi ayam tersebut (Rasyaf,1997).

Pada periode grower sistem produksi ayam mulai tumbuh dan sistem hormon

reproduksi mulai berkembang dengan baik, berkaitan dengan berkembangnya sistem

reproduksi ada faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor ransum dan cahaya, karena

kegagalan dalam memperhatikan keduanya akan berakibat fatal terhadap produksi

dimasa bertelur kelak (Siregar dan Sabrani, 1986).

Fase grower antara umur 14 – 20 minggu disebut fase developer

(pengembangan). Pemeliharaan fase grower, fase produksi dan program peremajaan

dengan melalui force molting. Fase developer merupakan fase pertumbuhan yang

sudah menurun, sedangkan konsumsi ransum terus bertambah. Sehingga jika ransum

yang diberikan adlibitum maka akan terjadi kegemukan dan pada saat akan

berproduksi telur pertama yang dihasilkan kecil-kecil sehingga penggunaan energi

tidak efisien.

Pengelolaan Fase Grower Fase grower pada ayam petelur, terbagi ke dalam
dua kelompok umur yaitu 6 – 14 minggu dan umur 14 – 20 minggu sering disebut

dengan fase developer. Ada beberapa cara pemeliharaan untuk mengurangi

terjadinya stress akibat pemindahan kandang, yaitu :

1) Brooding House

Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam (DOC), dilanjutkan

pemeliharaan sampai mencapai umur 6 – 14 minggu. Kandang yang digunakan

kandang sistem litter. Dipindahakan dari kandang grower sekitar 14 minggu.


2) Grow - Lay – House

Kandang yang digunakan pada fase pertumbuhan, juga digunakan sampai akhir

bertelur yaitu sejak umur 6 minggu.

3) Brood – Grow – Lay – House

Ayam dipelihara dalam kandang yang sama, sejak ayam dipelihara umur satu

hari sampai akhir bertelur. Kepadatan kandang dapat mempengaruhi

pertumbuhan yang baik. Bila kandang terlalu padat, umumnya menyebabkan

pertumbuhan yang lambat, kanibalisme, efisiensi penggunaan ransum rendah.

Luas tempat pakan, tempat air minum, luas lantai perelor dipengaruhi oleh tipe

lantai kandang, besar badan ayam, temperatur lingkungan, ventilasi kandang

dan perlengkapan kandang.

Tahap pemeliharaan lebih lanjut yang harus dilakukan untuk mempertahankan

populasi ayam ras petelur, yaitu:

1) pemberian pakan dan minum, bertambahny/a umur akan semakin

meningkatkan kuantitas (jumlah) pakan yang dikonsumsi

2) pengendalian suhu kandang, ayam ras petelur memiliki kebutuhan suhu

kandang yang berbeda untuk setiap periode kehidupannya


3) pengendalian kepadatan kandang

4) penyinaran

5) pengontrolan pertumbuhan ayam

6) pemindahan ke kandang baterai (Rasyaf, 1997).

2.4 Laying Manajemen


Manajemen layer diperlukan untuk meningkatkan produktivitas layer dalam

menghasilkan telur. Semakin tinggi persentase jumlah telur yang dihasilkan per ayam
layer yang dipelihara akan semakin baik dan semakin menguntungkan bagi peternak.
Jumlah pakan yang diberikan sangat mempengaruhi kemampuan bertelur ayam layer.

Jumlah yang diberikan sekitar 80-85 gr/ekor/hari (tergantung jenis ayam). Beberapa

pakar juga menyebutkan pemberian pakan 110 – 120 gram/ekor/hari. Jika jumlah

pakan yang diberikan kurang akan berdampak buruk pada jumlah telur yang

dihasilkan.

Kandungan serat, protein, lemak dan karbohidrat bahan pakan. Protein yang

terkandung dalam konsentrat sangat bervariasi tergantung dari pabriknya (gunakan

ataurai pakai sesuai rekomendasi pabrik pakan). Jumlah protein yang diberikan

berpengaruh terhadap kemampuan bertelur ayam layer. Minimal kandungan protein

yang ada dalam pakan adalah 18%.

Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi Pada Periode Layer

Zat Makanan Periode Grower

Protein % 17 – 18

Lemak % 2–3

Serat Kasar % 3 – 3,5

Garam % 0,25

Kalsium % 2–4
Phospor % 0,6

Kalori (Kcal/kg) 2800

Perlu untuk diketahui bahwa penggantian konsentrat dapat menyebabkan

ayam menjadi stress. Catatan penting yang harus diperhatikan adalah jangan

mengganti konsentrat secara langsung. Jika hal ini dilakukan akan terjadi penurunan

produksi yang signifikan.

Panjang gelombang atau warna cahaya juga sangat penting. Ayam mengenali

adanya cahaya melalui mata (retinal photoreceptors) dan melalui photosensitive cells
di otak (extra-retinal photoreceptors). Cahaya dengan gelombang cahaya yang

panjang lebih mudah penetrasi memalui kulit dan batok kepala dibandingkan cahaya

dengan panjang gelombang yang pendek. Dengan demikian, pertumbuhan dan

perilaku ayam berhubungan dengan retinal photoreception (gelombang cahaya

pendek) sedangkan reproduksi berhubungan dengan extra-retinal photoreceptors.

Melalui penelitian tersebut didapatkan cahaya berwarna biru membuat ayam menjadi

lebih tenang, merah mengurangi kanibalisme dan pencabutan bulu oleh ayam lain,

cahaya berwarna hijau-biru menstimulasi pertumbuhan sedangkan orange-merah

menstimulasi reproduksi.

Pada saat ini tersedia beberapa macam lampu yang digunakan dalam bisnis

poultry yaitu Incandescent, Fluorescent, Metal Halide dan High-Pressure.

a) Incandescent bulb lamp

b) Lampu standart yang sering digunakan dalam peternakan.

c) Fluorescent lamp

d) Lampu jenis ini lebih baik daripada lampu incandescent bulb untuk digunakan

pada Leghorn layers.

e) High Pressure Sodium (HPS)


f) Lampu ini terbukti sukses digunakan sebagai fasilitas dalam dunia poultry,

terutama pada breeder houses dan turkey

g) Metal Halide (MH)

h) Karena lampu ini harus dihitung orientasi spesifiknya (vertical atau

horizontal) maka lampu ini jarang digunakan pada chicken house, tetapi

digunakan pada area warehouse dan egg handling rooms.

Intensitas cahaya diukur dengan alat photometer dan mempunyai satuan

footcandle atau lux. Untuk mudahnya dapat diterangkan bahwa penggunaan lampu 25
watt tipe pijar (polos, bukan warna susu) adalah mencukupi untuk luasan kandang 16

m2. Penempatannya dengan mengatur jarak antar lampu sejauh 4 m dengan

ketinggian 2,5 – 3 meter.

Ada 2 aturan dalam stimulasi pencahayaan :

1) Jangan menaikkan lama pencayaan dan intensitasnya selama peride

pembesaran.

2) Jangan mengurangi lama pencayaan dan intensitasnya selama peride produksi.

Lama pencahayaan berhubungan dengan umur ayam dan tipe kandang yang

digunakan. DOC memerlukan 21 – 23 jam penerangan secara terus menerus. Hal ini

dimaksudkan untuk membantu memperkenalkan ayam pada lingkungan yang baru.

Penerangan dapat diturunkan secara bertahap dan menjadi 15 – 16 jam perhari. Pada

usia 3 minggu, penerangan dapat mengikuti penerangan alamiah yaitu selama 12 jam

sehari. Bila berat badan sudah mencukupi atau ayam memasuki usia pre-layer (16

minggu), stimulasi penerangan dapat mulai diterapkan dengan 13 jam pencahayaan

per hari dan setiap minggunya ditambah 30 menit sampai pencahayaan mencapai 16

jam perhari (puncak produksi).

Bentuk kandang untuk layer adalah kandang terbuka tanpa dinding. Arah
kandang adalah arah Utara ke Selatan agar kandang mendapatkan sinar matahari pagi

dan sore. Kandang utama berukuran 5×15 meter dengan tinggi sekitar 3.5 m (1000

ekor ayam). Masing-masing ayam dimasukkan dalam kandang baterai. Panjang

kandang baterai adalah 110 cm yang dibagi menjadi 4 ruangan yang sama luas.

Masing-masing kandang baterai dapat memuat maksimal 2 ekor ayam layer yang siap

bertelur.

Dalam laying manajemen ada beberapa yang yang harus diperhatikan

diantaranya pengelolaan nest,penumpulan dan pewarnaan telur tetas. Pada umur 19


minggu nest sudah siap dengan tenggeran bagian atas terbuka dan tenggeran bagian

bawah tertutup. Tenggeran bagian bawah di buka saat produksi 15%. Jumlah sangkar

yang disediaakan harus cukup, 1 nest terdapat 20 kotak untuk 96 ekor atau 4 ekor per

kotak dan tinggi sangkar tidak lebih dari 45 cm dari litter.Alas sangkar dialasi sekam

atau serutan kayu yang bersih dan sudah tersedia sejak permulaan produksi dan untuk

mencegah kasus floor eggs. Atap nest setiap hari dibersihkan dan sekam atau serutan

kayu di nest setiap harinya harus dalam kondisi cukup atau setiap 15 hari ditambah

atau diganti bila kotor. Penempatan sangkar harus ditata dengan merata pada setiap

ruangan sehingga ayam mudah mencapainya biasanya sangkar yang digunakan

perkotak mempunyai ukuran 30 cm x 35 cm x 25 cm.

Pengumpulan telur minimal 4 kali sehari adapun jam pengambilan telur untuk

collecting 1 pukul 07.00 collecting 2 pukul 09.30 collecting 3 pukul 13.00 dan

collecting 4 pukul 15.00 dan pada puncak produksi ditingkatkan 5-6 kali sehari.

Pengambilan telur dalam sangkar dilakukan menggunakan egg tray plastik, isi 30

ukuran besar. Telur lantai dan telur-telur yang kotor dikumpulkan dan disimpan

terpisah dari telur yang bersih. Pengambilan telur dilakukan dari telur yang berada di

sangkar kemudian baru telur yang dilantai (floor eggs). sebelum dan sesudah
menangani telur tangan harus dicuci dengan desinfektan (ammonium quartener dosis

1cc/ 2 liter air). Setelah pengambilan telur lakukan grading telur di kandang setiap

kalim pengambilan telur dilakuakan. Pisahkan telur tetas dari telur dengan kriteria

sebagai berikut :

a) Telur kotor, telur retak, telur yang beratnya < 50gr.

b) Telur jumbo (double yolk)

c) Telur abnormal
Telur tetas diletakan di egg tray plastik isi 36 dengan ujung telur yang runcung

menghadap ke bawah, sedangkan telur yang lain(grade out) diletakan di egg tray

plastik isi 30. Lakukan fumigasi telur tetas dengan formalin dan sento Selama 15

menit di dalam ruang fumigasi. Dosis fumigasi perkubik adalah:

a) Formalin 30cc

b) Formasan 5cc

c) Cento 11cc

Cara fumigasi, formalin dicampur dengan formasan ke dalam kaleng,

kemudian cento dimasukan ke dalam campuran tersebut. Timbang telur sebanyak

150 butir sebagai sampel data berat telur setiap hari mulai produksi 10%.

Penimbangan dilakukan pada penimbangan telur ke dua, tidak remasuk telur jumbo,

telur sangat kecil,dan retak. Data berat telur dapat dipakai sebagai acuan atau melihat

apakah ayam cukup pakan atau kurang.

2.5 Seleksi, Culling dan Program Force Molting

2.5.1 Seleksi

Seleksi merupakan tindakan untuk memilih ayam layer yang memiliki mutu
yang baik, dengan produksi yang baik untuk di pelihara untuk menghasilkan telur,

dan untuk mutu yang kurang baik bisa di afkir. Pengertian seleksi dalam dunia

peternakan ayam petelur adalah memilih ayam yang berkualitas bagus dalam suatu

kelompok ayam dan memisahkan dengan ayam-ayam yang kurang bagus kualitasnya.

Seleksi pada ayam petelur biasanya didasarkan pada kriteria- kriteria tertentu, antara

lain : kecepatan dan pemerataan pertumbuhan, jumlah produksi, konversi makanan,

masa bertelur atau long lay (Kaderi, 2013).


Seleksi pada ayam petelur biasanya dilakukan dari saat penerimaan pullet

faktor- faktor yang diperhatikan seperti, ukuran tubuh, berat tubuh,kerangka tubuh,

status kesehatan. Salah satu faktor yang kurang diperhatikan oleh peternak adalah

pengontrolan bobot badan dan seleksi (Rahmawati,2006). Peternak jarang yang

memperhatikan bobot badan awal pemeliharaan. Untuk mengetahui tingkat

pertumbuhan dari unggas apakah sudah sesuaidengan standar dari strain-nya atau

tidak, maka perlu dilakukan penimbangan secara rutin.

Bobot ayan juga diperhatikan dalam seleksi ayam petelur, biasanya kenaikan

produksi telur tidak sesuai dengan standar yang ada, hal ini disebabkan karena faktor

ketidakseragaman berat badan ayam (Syamsuharlin,2011). Jika berat badan ayam

seragam, maka pertumbuhan dan dewasa kelaminnya akan seragam, sehingga

nantinya ayamn akan seragam bertelur. Seleksi Dilakukan minimum sebanyak dua

kali yaitu 7 hari dan 35 hari, dengan berat yang masuk kisaran plus minus 10%

termasuk grade B pada masa produksi telur justru lebih tepat dewasa kelaminnya dan

produksi telurnya lebih tinggi secara persentase dan kualitas.

Dengan seleksi potensi di dalam tubuh ayam muncul dengan optimal yaitu

tumbuh lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2 minggu sehingga lebih
cepat berproduksi (Medion,2009).

Metode seleksi ayam setelah melewati masa produksi:

1) Metode Absensi

Metode Absensi ini merpakan metode yang paling sederhana dan paling

banyak dilakukan oleh peternak. Metode ini dilakukan dengan memberi tanda di

batteray pada ayam yang bertelur, setelah waktu tertentu akan terlihat ayam yang

memeiliki tanda sedikiti memiliki produksi telur yang kurang, dan tidak produktif

dan dapat dilakukan culling. Namun metode ini memiliki kelemahan:


a) Apabila dalam satu batteray berisi dua ekor atau lebih akan kesulitan

menentukan ayam mana yang produktif dan yang tidak produktif

b) bisa terjadi kesalahan seleksi, apabila ayam yang sebetulnya produktif, tetapi

pada saat dilakukah seleksi ayam masih dalam keadaan istirahat.

Dibawah ini Karakteristik Ayam yang produktif dan tidak produktif

Tabel 6. Karakteristik Ayam Petelur

Karakter Lama Produktif Layer Kurang Produktif

Jengger dan Pial Besar, Merah Menyala, Kecil, Kusam, Keriput

Mengkilat

Kepala Ramping, Halus, Cerah Gemuk, Lemah

Mata Cerah, Menonjol Redup, Cekung

Lingkar Mata Putih, Pucat Kuning

Paruh Putih pucat Kuning

Perut Dalam, Lembut, Lentur Dangkal, keras, Kencang

Tulang Pubis Fleksibel, Lebar Kaku Rapat

Anus Besar, Basah, Pucat Kering, Kecil, Berkerut


Kuning

2.5.2 Culling

Culling adalah pemisahan atau pengafkiran ayam yang dilihat secara eskterior

dan dinilai potensinya yang mungkin berpengaruh terhadap produksinya.Pengafkiran

ialah menyisihkan ayam-ayam yang buruk dan tidak produktif darikawanan satu

kelompok (satu kelompok ayam) (yuwanta,2004) Culling kemungkinan dilakukan

sepanjang tahun yaitu mulai dari masa starter sampai tidak berproduksi lagi.
Setelah masa produksi culling diperlukan bila produksi turun drastis dan perlu

juga dicari permasalahannya. Menurut Muljowati, S (1999), culling dilakukan juga

pada ayam betina muda menjelang bertelur dan pada ayam dewasa menjelang

produksi menurun. Khusus untuk breeding farm perlu dilakukan culling pada

pejantan untuk menghindari bibit yang kurang baik seperti sifat kebetina-betinaan

yang dimiliki ayam jantan. Sifat kejantanan juga terdapat pada ayam betina, biasanya

bentuk tubuh seperti jantan dan berkokok serta agresif .

Pelaksanaan culling didasarkan atas tanda-tanda kelainan atau cacat yang

diderita ayam. Culling ini dilakukan terus menerus sejak ayam diterima sampai tidak

berproduksi lagi. Ayam yang harus di culling sewaktu DOC baru tiba dari Farm:

a) Anak ayam yang dalam keadaan lemah.

b) Bentuk fisik abnormal, seperti: paruh silang, mata cuma satu, kaki semperdan

Iain-lain

c) Badan telalu kecil dengan kaki yang kering.

d) Selama masa pertumbuhan:

e) Ayam tumbuh kerdil.

f) Kaki bengkok, aayap menggantung lemah.


g) Tulang punggung bengkok dll

h) Sesudah masa dewasa (masa produksi):Ayam-ayam yang sudah waktunya

produksi tetap tidak lagi produktifakibat pernah sakit atau memang umurnya tua

segera diafkir / culling.

2.5.3 Program Force Molting

Force molting adalah untuk mendapatkan masa peneluran kedua yang serasi.

Selama masa meranggas (moulting) berat badan layer akan berkurang sekitar 400-600
gram yaitu dengan cara mengatur makanannya. Banyak metode yang dilakukan

dalam memberikan pakan kepada ayam yang sedang moulting,umumnya yaitu selama

6 minggu diberikan makanan dengan kadar protein rendahtetapi ditambah trace

mineral dan vitamin, sesudah 6 minggu diberikan makananyang normal dan unggas

akan berproduksi secara normal selama 4 minggu berikutnya.Ayam petelur mulai

berproduksi sekitar umur 22-24 minggu dan produksinya akan terus meningkat serta

mencapai puncaknya pada umur 34-36minggu. Setelah itu, produksinya akan terus

menurun sesuai dengan bertambahnya umur dan pada umur sekitar 18 bulan (72

minggu) secara alamiayam akan mengalami proses ganti bulu yang lazim disebut

moulting (Kartasudjana, 2006).

Akibatnya, setalah terjadi proses alamiah tersebut maka produksi akan turun

dan terhenti sehingga peternak tidak akan mendapatkan telur(keuntungan), tetapi

setelah terjadi proses tersebut maka ayam akan kembali berproduksi lagi (tidak

maksiamal). Untuk menjaga kesinambungan ayam, makaharus diganti dengan ayam

dara (pullet), akan tetapi harga ayam dara dari hari kehari semakin meningkat

sehingga proses gugur bulu tersebut dapat dipersingkatselama sekitar 2 bulan, dengan

menerapkan proses gugur bulu paksa (forcemoulting), maka setelah itu, produksi
akan meningkat dengan presentase tinggi. Secara normal rontok bulu terjadi setelah

ayam berumur lebih dari 80 minggu. Pada umur inimerupakan saat yang tepat bagi

ayam untuk diapkir. Proses perontokan bulu biasanya terjadi selama 2-4 minggu

(Mulyono,2004).

Menurut Kartasudjana (2006), bahwa hal-hal yang menjadi pertimbangan

perlu tidaknya dilakukan force moulting untuk menjaga performa pada siklus

produksi tahun kedua yaitu :


a) Biaya produksi, biaya pada pelaksanaan force moulting lebih murah dari pada

biaya untuk membesarkan doc, sehingga pelaksanaan force moultinglebih baik.

b) Angka kematian, angka kematinan pada siklus pada produksi kedua lebih rendah

dari pada siklus produksi tahun pertama.

c) Konsumsi ransum, konsumsi ransum pada siklus produksi tahun pertamalebih

tinggi dari pada tahun kedua.

d) Masa berproduksi, masa produksi pada tahun pertama lebih lamadibandingkan

dengansiklus produksi kedua.

e) Produksi telur, puncak produksi tahun kedua 7-10 % lebih rendah daritahun

pertama dan terus menurun secara perlahan setelah mencapai puncak produksi.

f) Kualitas kulit telur, kualitas telur pada siklus kedua lebih rendah

jikadibandingkan dengan tahun pertama

g) Berat telur, berat telur pada tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun

pertama.Ada dua cara force moulting, yaitu cara konvensional

dannonkonvensional. Cara konvensional dilakukan dengan menggunakan

perlakuansederhana melalui pambatasan ransom, air minum, dan cahaya.

Caranonkonvensional dengan menggunakan obat-obatan yang disuntikkan.


Metode force moulting yang sederhana melalui pembatasan pemberian, yaitu :

a) Pembatasan pemberian ransom, ayam puasa dalam waktu tertentu danmakan

sedikit untuk 1 hari lalu puasa lagi.

b) Pembatasan pemberian air minum, cara ini sulit diterapkan diIndonesia karena

iklim tropis yang panas.

c) Pembatasan pemberian cahaya, cahaya mempengaruhi produksi telur bila cahaya

dibatasi akan menghentikan produksi telur.


Tujuan force moulting adalah agar ayam berhenti bertelur dan memberiwaktu

istirahat bertelur agar siap bertelur lagi. Bila selama 2 bulan force moulting benar-

benar terjadi dan ayam berhenti bertelur maka dapat diduga di tahun keduaayam akan

bertelur banyak dan besar-besar. Ada dua program yang baik melakukan force

moulting, yaitu two-cycle molting dan three-cycle molting program.

a) Two-cycle molting program meliputi satu kali rontok bulu dengan duasiklus

produksi telur2.

b) three-cycle molting program meliputi 2 kali rontok bulu dan 3 siklus produksi

telur.

Keuntungan dari program force moulting adalah biaya pemeliharaan

lebihmurah dari pada membeli ayam pengganti (DOC, pullet), ayam setelah

mengalamiforce moulting lebih resisten terhadzap penyakit, dan biaya pembelian

pullet dapat dialihkan dengan menabung uang serta tidak menyita waktu yang

banyak.Sedangkan kerugian dari program force moulting adalah selama proses

moultingterjadi ayam terus makan dan tidak berproduksi, bila ayam disembelih

setelah duatahun bertelur tidak empuk (Ellis M.R., 2007).

Perlakuan force molting terhada ayam afkir mampu meningkatkan ayam


harian dan menurunkan konversi pakan (Mulyono dkk,2008). Produksi telur ayam

yang diberi perlakuan menurun sampai dengan 0% pada saat perlakuan force molting

diterapkan. Pada minggu ke 7, ketika pakan diberikan normal kembali maka

produksi telur mulai ada peningkatan. Mulai minggu ke 8 terjadi peningkatan

produksi yang sangat cepat sampai dengan tercapainya puncak produksi pada minggu

ke 10. Pada minggu-minggu berikutnya produksi telur sedikit demi sedikit menurun

hingga pada minggu ke 16 produksi berada pada tingkat 69%. Pada ayam petelur

afkir yang tidak diberi perlakuan force molting, produksi telur harian cenderung
konstan pada kisaran 48-68% dengan rerata 59,4%.Teknologi force molting pada

ayam petelur afkir dapat mengaktifkan kembali produksi telur tanpa mempengaruhi

bagian- bagian organ pencernaan dan reproduksi, dan pertahanan tubuh.

2.6 Tatalaksana Pemanenam Telur Konsumsi

Pada saat pemanenan sebaiknya sekaligus dilakukan sortasi telur. Artinya,saat

panen hanya telur yang kualitasnya baik dan bersih serta tidak pecah atauretak yang

diambil terlebih dahulu. Sementara itu, teluryang tampilan fisiknyatidak normal,

seperti kulitnya terlalu tipis, telur yang retak, atau terlalu kotor,dibiarkan dalam

kandang. Telur-telur ini diambil belakangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah

tersendiri. Proses sortasi yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan telur

sepertiini dapat menghemat waktu dibandingkan dengan mengambil semua telur yang

ada tanpa melihat kondisinya, lalu melakukan sortasi setelah semua telur selesai

dipanen. Dapat dibayangkan jika dalam satu hari memanen telur sebanyak eggtray

tanpa sortasi. Pekerjaan menjadi tidak efisien, karena setelah semua telurdipanen

harus dilakukan sortasi ulang dengan mengeluarkan kembali telur dariegg ray.

Tata laksana pemanenan telur terdiri dari beberapa tahap yaitu :


1) Pengambilan Telur di Kandang

Pengumpulan atau pengambilan telur di dalam kandang minimal dilakukan

2—3 kali sehari yaitu pukul 09.00, pukul 11.00, dan pukul 15.00. Telur

kemudian diletakkan di dalam tray. Penumpukan tray telur jangan terlalu

tinggi. Untuk pengaman, sebaiknya ketika mengangkat tray di bawahnya

diberi alas kayu yang ringan. Dari kandang semua telur dibawa ke gudang

telur untuk dilakukan seleksi dan packing.

2) Seleksi Telur
Setelah berada di gudang telur, telur diseleksi berdasarkan hal-hal berikut ini:

a) Berdasarkan besarnya, telur dapat dikelompokkan ke dalam 6 kelas yaitu

jumbo (> 70 g), ekstra besar (65—70 g), besar (58—65 g), medium (50—

57 g), kecil (40—50 g) dan sangat kecil (< 40 g). Di Indonesia, normalnya

1 kg telur berisi 16—18 butir. Selain itu, biasanya telur dari ayam yang

masih muda akan lebih kecil daripada telur dari ayam yang lebih tua. Hal

tersebut perlu diperhatikan, khususnya bagi para konsumen. Oleh karena

ukurannya yang lebih kecil, telur dari ayam muda ini sering dijadikan

sebagai sarana penipuan. Telur tersebut diberi cat kimia sehingga warna

kulitnya berubah menjadi agak keputihan dan menyerupai telur ayam

kampung. Kemudian telur tersebut dijual sebagai ayam kampung.

b) Telur yang retak/pecah harus dikeluarkan dan dijual secepatnya dengan

harga yang lebih rendah.

c) Bentuk telur dilihat normal/tidaknya, kadang-kadang dijumpai telur jumbo

atau dobel kuningnya. Telur ini jugaharus di-packing dan dijual sendiri.

d) Untuk ayam yang dipelihara di kandang litter, banyak dijumpai telur yang

kulitnya kotor karena ayam bertelur di lantai dan bukan disangkar. Untuk
itu, telur yang kotor harus dipisahkan walaupun telah dicuci. Telur yang

kotor atau yang telah dicuci akan memiliki daya tahan yang lebih pendek

ketika berada di pedagang pengecer.

3) Packing

Setelah diseleksi, telur di-packing menggunakan beberapa pilihan tempat

(wadah), yaitu sebagai berikut.


a) Peti yang di bawahnya telah diberi serutan kayu/kulit padi. Sebaiknya peti

dan kulit padi ditimbang terlebih dahulu baru diisi telur. Telur disetiap

peti ditimbang dengan berat tertentu (15—20 kg setiap peti),

b) Tray yang terbuat dari karton. Sebelumnya tray ditimbang terlebih

dahulu, kemudian diisi telur dan ditimbang ulang.

4) Penyimpanan Telur

Setelah di-packing, telur disimpan di gudang telur sebelum dikirim atau

diambil pedagang. Telur sebaiknya tidak disimpan terlalu lama sebab kualitas telur

akan turun dengan bertambahnya lama penyimpanan. Untuk mengurangi penurunan

kualitas, gudang telur sebaiknya diberi pendingin udara.

2.7 Penanganan Limbah


Kotoran ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan baik ayam

petelur maupun ayam pedaging yang memiliki potensi yang besar sebagai pupuk

organik. Komposisi kotoran sangat bervariasi tergantung pada sifat fisiologis ayam,

ransum yang dimakan, lingkungan kandang termasuk suhu dan kelembaban. Kotoran

ayam merupakan salah satu bahan organik yang berpengaruh terhadap sifat fisik,

kimia dan pertumbuhan tanaman. Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara dan

bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah. Setiap ekor ayam kurang lebih

menghasilkan ekskreta per hari sebesar 6,6% dari bobot hidup (Taiganides, 1977).

Kotoran ayam dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk berbagai

komoditas tanaman. Salah satunya adalah tanaman jagung manis karena dapat

merangsang pertumbuhan tanaman jagung manis serta menambah kesuburan tanah

yang akan berdampak pada kesuburan tanaman itu sendiri (Harsono,2009). Kotoran

ayam merupakan kotoran yang di keluarkan oleh ayam sebagai proses makanan yang
disertai urine dan sisa-sisa makanan lainya (Ali,2001). Pupuk merupakan kunci dari
kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih dari unsur untuk menggantikan unsur

yang habis diserap tanaman (Marsono,2001).

Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam adalah kotoran ayam dan

bau yang kurang sedap serta. air buangan. Air buangan berasal dari cucian tempat

makan dan minum ayam dan keperluan domestik lainnya. Jumlah air buangan ini

sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak berpengaruh besar terhadap

lingkungan sekitar.

Arah kemiringan diatur agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan mudah limbah

mengalir menuju ke parit. Limbah ternak berbentuk cair tersebut dikumpulkan

diujung parit dan kemudian dibuang. Pada kandang sistem terbuka, sebagian besar

limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka di depan kandang. Agar

pengumpulan limbah lebih dipermudah, lantai pada lokasi ini biasanya ditutup

dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan

limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai dapat menggunakan pipa semprot yang

kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat penampungan.

ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah, yang disebut :


1) Scraping

Scraping merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh

para petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun

mekanik. Pada intinya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat

logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai

dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan

2) Free-fall
Pengumpulan limbah peternakan dengan system free-fall ini dilakukan dengan

membiarkan limbah melewati penyaring atau penyekat lantai dan masuk ke dalam

lubang penampung. Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau

untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis lain.

Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi dan sapi. Pada

dasarnya ada dua sistem free-fall, yaitu sistem kandang yang lantainya menggunakan

(1) penyaring lantai (screened floor) dan (2) penyekat lantai (slotled floor).

3) Flushing

Flushing adalah pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut

limbah tersebut dalam bentuk cair. Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-

an dan menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk

pengumpulan limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari

pemindahan bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan

dan mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama.

2.8 Biosekuriti Operasional

Penerapan biosekuriti di peternakan petelur dapat dibedakan menjadi tiga

bagian utama, yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas dan sanitasi (Jeffrey,1997).

1) Isolasi

Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan hewan di

dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang akan

menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke dalam

kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam berdasarkan kelompok
umur.penerapan manajemen all-in/all-out pada peternakan besar mempraktekan

depopulasi secara berkesinambungan, serta memberi kesempatan pelaksanaan

pembersihan dan disinfeksi seluruh kandang dan peralatan untuk memutus siklus

penyakit.

2) Pengendalian lalu lintas

Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu lintas ke peternakan dan

lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu lintas ini diterapkan pada manusia,

peralatan, barang, dan bahan. Pengendalian ini berupa penyediaan fasilitas kolam

dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan , penyemprotan desinfektan

terhadap peralatan dan kandang, sopir, penjual, dan petugas lainnya dengan

mengganti pakaian ganti dengan yang pakaian khusus. Pemerikasaan kesehatan

hewan yang datang serta adanya Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).

3) Sanitasi

Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang

masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan. Sanitasi

meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan – bahan dan

peralatan yang masuk ke dalam peternakan. Pengertian disinfeksi adalah upaya yang
dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara fisik

atau kimia, antara lain seperti pembersihan disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain.

Sanitasi peternakan antara lain kebersihan sampah, feses dan air yang

digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya harus

memenuhi persyaratan air bersih (Depkes, 2001). Jika digunakan air tanah atau dari

sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi

persyaratan air bersih.


Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan menambahkan

klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi syarat air bersih, maka

perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali.

Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber

air. Air merupakan media pembersih selama proses sanitasi serta merupakan

bahanbakupada proses pengolahan pangan (Depkes, 2001). Air juga dapat sebagai

sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari alternatif sumber air lain atau air

tersebut harus diolah dengan metode kimia atau metode lainnya. Sumber pencemar

lain adalah udara di sekitarnya (Marriott, 1999).

Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses,

pengemasan, penyimpanan dan penyiapan. Cara yang efektif untuk dapat mengurangi

pencemaran mikroorganisme dari udara adalah praktek higiene, penyaringan udara

yang masuk ke ruang proses, dan penerapan metode pengemasan yang baik (Marriott,

1999).

Menurut PCFS (1999), pada saat telur dikumpulkan di kandang, telur yang

utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik (egg tray) yang

dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk mencegah telur
yang terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak.

Perlakuan yang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap,

tanpa dicuci terlebih dahulu. Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada

egg tray yang terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika

tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah

didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera

digunakan. Baki telur disimpan di atas palet plastik setinggi minimum 15 cm dari

permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding. Menurut McSwane et


al.(2000) pada saat penyimpanan pangan di area gudang kering yang permukaan datar

yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan dinding. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan dinding, mencegah

seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara yang baik terhadap produk.

Intensitas pengambilan sampah dan juga limbah peternakan (kotoran ayam)

dilakukan pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau

insekta lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan

(Jeffrey, 1997).
III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

(1) Persiapan kandang dan peralatan yang harus dilakukan pada adalah

pemasangan pembatas, pemberian litter,persiapan pemanas, pengaturan

tempat makan dan ventilasi, serta pengaturan pencahayaandan kepadatan

DOC

(2) Starting management pada ayam layer yang perlu diperhatikan adalah

persiapan sebelum pemeliharaan anak ayam seperti pemberian pakan,

pengaturan alat pemanas, pengontrolan kesehatan dan sanitasi serta program

vaksinasi.

(3) Growing management pada ayam layer yang perlu diperhatikan adalah faktor

ransum dan pencahayaan yang berhubungan langsung dengan sistem hormon

dan reproduksi dimana keduanya berpengaruh terhadap produksi dimasa

bertelur kelak.

(4) Laying management pada ayam layer yang perlu diperhatikan adalah

pemberian pakan yang akan mempengaruhi kemampuan bertelur ayam layer.


Kandungan protein pada pakan yang diberikan minimal 18%

(5) Seleksi pada ayam layer didasarkan pada beberapa kriteria diantaranya

kecepatan dan pemerataan pertumbuhan, jumlah produksi, konversi makanan,

masa bertelur atau long lay. Culling pada ayam layer didasarkan pada atas

tanda-tanda kelainan atau cacat yang diderita ayam, culling dilakukan terus

menerus dimulai sejak ayam diterima sampai tidak berproduksi lagi. Program

force molting dilakukan untuk mendapatkan masa peneluran kedua yang


serasi dengan cara pengaturan pemberian pakan.
(6) Tata laksana pemanenan telur konsumsi terdiri dari beberapa tahap yaitu

pengambilan telur dikandang, seleksi telur, packing, dan penyimpanan telur

(7) Penanganan limbah pada peternakan ayam layer dilakukan pengumpulan

limbah dengan beberapa cara yaitu scrapping, free-fall, dan flushing.

(8) Biosecurity operasional pada peternakan ayam layer dibagi menjadi 3 bagian

utama yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas, dan sanitasi.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus


Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan Minuman.Yayasan
Pesan. Jakarta.

Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi.Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26). [terhubung
berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html [diakses pada 05 Oktober 2019].

Kaderi, I.S. 2013. Apa yang dimaksud dengan seleksi dan culling pada ayam petelur
http://www.centralunggas.com/2013/05/apa-yang-dimaksud dengan-seleksi-
dan.html. [diakses pada 05 october 2019].

Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Malik, A dan Rahmawati, T. 2006. Pengaruh Seleksi Bobot Badan Terhadap Umur Puncak
Produksi Ayam Petelur. Jurnal Protein, Vol.13 No 2.

Mujlowati.S. 1999. Dasar Ternak Unggas. Unsoed. Purwokerto

Mulyono, A.M. dan W.T. Husodo. 2004. Variasi Puasa Pakan pada Perlakuan Force
Molting untuk Pengaktifan Kembali Produksi Ayam Petelur Afkir. Laporan
Penelitian, Proyek Peningkatan Kopertis Wilayah VI. Fakultas Pertanian,
Universitas Veteran Bangun Nusantara. Sukoharjo.

McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation. 2nd
Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.

Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland:


Aspen.

Pertanian.com 2016 Teknik Tepat Pengambilan ,Packing, dan Penyimpanan Telur


Ayam. https:/www.pertanianku.com/teknik-tepat-pengambilan-packing-dan-
penyimpanan- telur-ayam/

Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.


Rasyaf. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Edisi ke-1. Penebar Swadaya
Jakarta.

Siregar, A.P, Sabrani, M. H. dan Sutomoprawiro, P., 1986. Teknik Beternak Ayam
Pedaging di Indonesia. cetakan ke-2 Margie Group.Jakarta.

Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Syamsuharlin, E. 2011. Produksi dan berat telur pada awal siklus pertama.
http://bloggerboegist.blogspot.com/2011/12/produksi-dan-berat-telur-pada
awal.html.[diakses pada 05 oktober 2019].

Taiganides, R. E. 1977. Animal Waste. Applied Science publisherLtd. London

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.


LAMPIRAN JURNAL
TABEL DISTRIBUSI TUGAS

Nama NPM Tugas

Dewi Sarah 200110170005 Pembahasan growing

management,dan laying

management

Reynaldi Ananda B. 200110170056 Pemabahasan persiapan

kandang dan peralatan,

starting management

Aninda Chika L. 200110170065 Pembahasan Seleksi,

culling,dan program force

mortem, tata laksana

pemanenan

Abi Widya P. 200110170080 Editor dan PPT

Fitri Handayani 200110170229 Cover, Pendahuluan,

Penutup, Tabel Distribusi

Tb. Rana Satria 200110170238 Pembahasan penanganan


limbah,dan Biosecurity

operasional layer

Anda mungkin juga menyukai