Anda di halaman 1dari 3

RHINOSINUSITIS

3.1 Definisi Rhinosinusitis


Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik sehari-
hari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut American Academy of Otolaryngology
– Head & Neck Surgery 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rhinosinusitis karena
dianggap lebih akurat dengan alasan:

(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,

(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan

(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. 3(a)

Sinusitis diartikan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai
dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai
semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu
sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi)
dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis selalu melibatkan mukosa pada hidung
dan jarang terjadi tanpa disertai dengan rhinitis maka sering juga disebut rhinosinusitis.
Berdasarkan definisi, gejala akut rhinosinusitis terjadi kurang dari 3 minngu, gejala subakut
rhinosinusitis terjadi paling tidak 21-60 hari dan gejala kronik rhinosinusitis terjadi lebih dari 60
hari. Rhinosinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat anatomi (maxillary, ethmoidal,
frontal, sphenoidal), organisme (viral, bacterial, fungi), adanya komplikasi (orbital, intracranial)
dan dihubungkan dengan beberapa faktor (nasal polyposis, immunosuppression, anatomic
variants).

Johnson dan Ferguson (1998) menyatakan bahwa karena mukosa kavum nasi dan sinus
paranasal saling berhubungan sebagai satu kesatuan maka inflamasi yang terjadi pada kavum nasi
biasanya berhubungan dengan inflamasi dalam sinus paranasal.7(b) Secara histologi, mukosa
kavum nasi dan mukosa sinus mempunyai sejumlah kesamaan; mucous blanket sinus senantiasa
berhubungan dengan kavum nasi dan pada studi dengan CT-Scan untuk common cold ditunjukkan
bahwa mukosa kavum nasi dan sinus secara simultan mengalami proses inflamasi bersama-
sama.8(c) Alasan lainnya karena sebagian besar penderita sinusitis juga menderita rinitis, jarang
sinusitis tanpa disertai rinitis, gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan
baik pada sinusitis maupun rinitis.9(d) Fakta tersebut menunjukkan bahwa sinusitis merupakan
kelanjutan dari rinitis, yang mendukung konsep “one airway disease” yaitu bahwa penyakit di
salah satu bagian saluran napas akan cenderung berkembang ke bagian yang lain. 9(d) Sejumlah
kelompok konsensus menyetujui pernyataan tersebut sehingga terminologi yang lebih diterima
hingga kini adalah rinosinusitis daripada sinusitis.7-11(b,c,d,e,f) Hubungan antara sinus paranasal dan
kavum nasi secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 : Hubungan antara sinus paranasal dan kavum nasi dan struktur

yang terdapat pada kompleks ostiomeatal meatus medius.12(g)

3.2
Daftar pustaka

a) J. David Osguthorpe M.D., Adult Rhinosinusitis: Diagnosis and Management. Medical


University of South Carolina, Charleston, South Carolina. Am Fam Physician. 2001 Jan
1;63(1):69-77.diunduh dari http://www.aafp.org/afp/2001/0101/p69.html pada 4
Augustus 2017

b) Clement PAR. Classification of rhinosinusitis. In Brook I, eds. Sinusitis from


microbiology to management. New York: Taylor & Francis, 2006; 15-34.

c) Pawankar R, Nonaka M, Yamagishi S, et al. Pathophysiologic mechanisms of chronic


rhinosinusitis. Immunol Allergy Clin N Am, 2004; 24:75-85.
d) Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi dan patofisiologi. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah lengkap perkembangan terkini
diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 1-16.
e) Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis : diagnosis and management. American Family
Physician, 2001; 63:69-74.
f) Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis pattern of illness. In Hamilos DL, Baroody FM, eds.
Chronis rhinosinusitis pathogenesis and medical management. New York: Informa,
2007;1-12.
g) Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Acute & chronic rhinosinusitis. In Lalwani AK, eds.
Current diagnosis and treatment in otolaryngology – head and neck surgery. New York:
Mc Graw Hill, 2008; 273-281.
h)

Anda mungkin juga menyukai