Anda di halaman 1dari 9

https://www.academia.

edu/11882236/STRUKTUR_EKONOMI_INDONESIA-Mutia_Farida_Hudaya

Perubahan paradigma perekonomian indonesia

Pembangunan ekonomi jangka panjang merubah struktur ekonomi dari pertanian


menuju industri (sektor non primer) terutama industri manufaktur dengan increasing return to
scale. Semakin cepat pertumbuhan ekonomi, semakin meningkat pendapatan perkapita,
semakin cepat perubahan paradigma perekonomian.

Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama (1945-1966)

Pada masa orde lama perekonomian Indonesia masih dalam keadaan terpuruk
dikarenakan Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya sehingga kondisi
perekonomiannya masih mewarisi masalah-masalah ekonomi dari peninggalan penjajahan.
Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi.
Sektor formal seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang
memiliki kontribusi lebih besar daripada sector informal terhadap output nasional atau PDB
didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya
kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relatif lebih
padat capital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha
pribumi dan perusahaan-perusahaan asing tersebut beralokasi di kota-kota besar, seperti
Jakarta dan Surabaya.

Disamping itu,kondisi politik keamanan yang belum mantap,menyebabkan tingkat


perkembangan ekonomi menjadi terhambat. Inilah yang menjadikan kondisi perekonomian
Indonesia pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai suatu masa suram.

Tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan kemunduran semenjak
tahun 1950.Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih rendah dari pada tahun 1938.
Sektor industri yang menyumbangkan hanya 10 %dari GDPdihadapkan padamasalah
pengangguran kapasitas yang serius. Pada masa ini defisit anggaran belanja negara mencapai
50 % dari pengeluaran total negara, ditambah lagi dengan penerimaan ekspor yang sangat
menurun serta hiperinflasi periode 1964-1966, menjadikan Indonesia mengalami kelumpuhan
perekonomian.
Selain tu, selama periode orde lama, kegiatan paroduksi di sektor pertanian dan sektor industri
manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan
infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nonfisik seperti pendanaan dari bank. Akibat
rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya
uang beredar di masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai
lebih dari 300% menjelang akhir periode orde lama.

a. Dilihat dari Tinjauan Makro-Sektoral

Dilihat dari tinjauan makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor


produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto Indonesia. Pada saat orde
lama perekonomian Indonesia bercorak pertanian hal tersebut dapat dilihat dari peran nilai rata-
rata yang diberikan sektor petanian terhadap PDB Indonesia pada tahun 1939 adalah sebesar
61% sedangkan peran atau kontribusi ketiga sektor lainnya (industri, perdagangan dan
jasa) hanya berperan sebanyak 39%.

b. Dari Tinjauan Keruangan

Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia memiliki struktur kedesaan


atau tradisional, dikarenakan pada masa orde lama perekonomian Indonesia masih berada pada
sistem agraris yang masih terbawa masa-masa kolonialisme.

c. Dari Tinjauan Penyelenggaraan

Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia pada tahun 1945-
1966, perekonomian Indonesia masih berstruktur etatis, dimana pemerintah yang berperan
dominan sebagai pelaku utama perekonomian.

d. Dari Tinjauan Birokrasi

Berdasarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur sentralis. Dalam struktur


ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih banyak ditetapkan oleh pemrintah
pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan
dibawah, beserta masyarakat dan mereka yang tidak memiliki akses ke pemrintahan pusat,
cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan perencanaan hanya
sekedar sebagai pendengar.
Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998)

Menjelang tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan struktural yang
cukup menyolok,sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah yang ditunjang oleh naiknya harga
minyak bumi. Selama dasawarsa setelah tahun 1965,bagian GDP atau PDB yang berasal dari
sektor pertanian turun dari 52 % menjadi 35 %, sedangkan bagian GDP yang berasal dari sektor
pertambangan telah melonjak dari 3,7 % menjadi 12 %.

Selanjutnya dalam sektor pertambangan, sampai dengan tahun 1985 masih memegang peran
yang penting dalam pemasukan PDB bagi negara, meskipun sudah mulai mengalami
penurunan. Memudarnya oil boom di pasaran dunia ini, oleh karenanya harus dicara
kompensasinya dari sektor lain, baik industri dan jasa-jasa. Dan memang kedua sektor terakhir
ini menunjukkan kemajuan yang progresif, dalam arti tidak pernah mengalami penurunan
sedikitpun.

Sektor industri disini diartikan sebagai industri pengolahan (manufaktur ringan, manufaktur
padat pemrosesan dan manufaktur padat engineering) dan industri pertanian, yang dibedakan
dengan industri pertambangan. Meskipun industrialisasi di Indonesia bisa dikatakan baru
mulai (dibandingkan negara berkembang lainnya seperti India dan Cina), namun telah
memperlihatkan kemajuan yang menggembirakan.

Jika tolok ukur proses industrialisasi adalah sumbangan sektor manufaktur terhadap PDB,
maka Indonesia baru memasuki industrialisasi tahap kedua pada akhir Repelita I (1974-1978).
Hal tersebut ditunjukkan oleh bagian nilai tambah sub sektor manufaktur terhadap PDB baru
mampu melampaui ambang batas 10 %pada tahun 1974,yaitu 10,4 %.

Tetapi jika tolok ukurnya adalah sektor-sektor komoditi,maka indeks industrialisasi di


Indonesia baru berhasil melampaui ambang batas 20 % pada tahun 1978. Yang perlu
diperhatikan disini adalah bahwa proses industrialisasi haruslah diikuti dengan penyiapan
keterampilan dan keahlian bagi sumber daya manusia pendukungnya,serta diarahkan kepada
perlakuan yang samaantara industri besar dengan industri kecil dan menengah.

Adapun pada sektor jasa, sudah menjadi kecenderungan global bahwa produk-produk jasa
unggulan sangat dipengaruhi oleh revolusi yang mencakup bidang yakni transprotasi,
telekomunikasi dan travel. Inilah yang disebut dengan triple T revolution. Dorodjatun Kuntjoro
Jakti menjelaskan bahwa revolusi teknologi di tiga bidang itu telah menciptakan wahana bagi
pergerakan barang,jasa (services), uang dan modal, teknologi, informasi dan pergerakan
penduduk semakin cepat.

a. Dari Tinjauan Makro-Sektoral

Dilihat dari makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor produksi(lapangan usaha)


dalam membentuk produk domestik bruto Indonesia. Pada saat orde baru perekonomian
Indonesia bercorak pertanian hal tersebut dapat dilihat dari sumbangan nilai rata-rata yang
diberikan sektor petanian sebesar 12.725 milyar atau 26% terhadap PDB Indonesia. Hal ini di
tunjang oleh kebijakan pemerintah yaitu tertuang dalam Repelita I (1969-1974)mulai
dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Repelita I ini merupakan
landasan awal pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah
pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan,
cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan
diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Titik
berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas
penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Kemudian dalam Repelita II (1974-
1979)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor
pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang
di rehabilitasi dan di bangun. Dan perlahan mulai melakukan pergeseran pada sektor industri
hal ini diperkuat oleh kebijakan pemerintah yang tertuang pada Repelita III (1979-1984) mulai
dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita III lebih menekankan pada
Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah
pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Dan Repelita IV (1984-1989)mulai
dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita IV adalah peningkatan dari
Repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong
pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Prioritasnya
untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara
lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak
25,8 ton. Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan
penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini
merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga
dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

b. Dari Tinjauan Keruangan

Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia telah bergeser dari semula
berstruktur kedesaan atau tradisional perlahan mulai beralih pada struktur kekotaan atau
modern.

c. Dari Tinjauan Penyelenggaraan

Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia pada masa orde
baru hingga pertengahan dasawarsa 1988- perekonomian Indonesia masih berstruktur borjuis,
belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan pemodal dan
usahawanlah yang dapat cepat menanggapi undangan pemerintah untuk berperan lebih besar
dalam perekonomian nasional.

d. Dari Tinjauan Birokrasi

Berdsarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur etatis, yaitu pemerintah atau
negarra merupakan pelaku utama ekonomi.pengambilan keputusannya,struktur perekonomian
Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralis. Pembuatan
keputusan lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintahan.
Namun sejak awal era pembangunan jangka panjang tahap ke dua struktur ekonomi sentralis
mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan demokrasi ekonomi kian besar.

Struktur Ekonomi Indonesia Masa Reformasi sampai SBY (1998-2013)


Pada masa reformasi pemerintahan Indonesia dibawah kendali persiden BJ. Habibie, dan pada
masa pemerintah B.J. Habibie Indonesia berhasil mengatasi permasalah ekonomi yang
disebabkan karena krisis ekonomi dunia yang berimbas pula pada perekonomian Indonesia.

Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh presiden Abdurahman Wahid yang tidak lama
diturunkan dari kursi jabatannya yang kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri, ia
merupakan presiden pertama wanita Indonesia.

Dan kemudian dilanjutkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. SBY nama panggikan akrabnya,
memerintah Indonesia selama 10 tahun, perekonomian Indonesia dibawah kepemimpinan SBY
dan berada pada masa keemasannya. Terbukti dengan saat terjadi krisis dunia pada tahun 2008
perekonomian Indonesia tetap tangguh, gemilangnya perekonomian Indonesia ini
menyebabkan investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

a. Dari Tinjauan Makro-Sektoral

Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris,


industri, atau jasa. Hal ini tergantung pada sektor apa yang dapat menjadi tulang punggung
perekonomian negara yang bersangkutan. Dilihat secara makro sektoral dalam bentuk produk
domestik bruto pada tahun 1991 struktur perekonomian Indonesia bercorak industri dan pada
tahun ini steruktur ekonomia industri Indonesia sudah mulai stabil. Hal ini diperkuat dengan
kebijakan pemerintahan B.J Habibie yang memprioritaskan pengembangan industri
berkeunggulan kompetitif dalam rangka memulihkan perekonomian yang pada tahun 1997
terkena krisis.

b. Dari Tinjauan Keruangan

Pergeseran sturktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya dengan


keruangan, ditinjau dari sudut pandang keruangan, struktur perekonomian telah bergeser dari
struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan. Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan sejak
Pelita III hingga era reformasi sekarang ini. Kemajuan perekonomian di kota-kota jauh lebih
besar dibandingkan dengan di pedesaan, hal ini disebabkan pembangunan industri-industri
pengolahan di daerah perkotaan dan juga makin berkembangnya sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi.

Dengan demikian jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan menjadi lebih sedikit,
hal ini bukan semata-mata karena perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota untuk bekerja
di pabrik-pabrik tetapi juga karena mekar dan berkembangnya kota-kota khusunya di pulau
Jawa sehingga terjadi penumpukan penduduk disini. Disamping itu juga kehidupan masyarakat
sehari-hari semakin modern yang tercermin dari perilaku konsumtif masyarakat dan juga
penerapan teknologi modern untuk proses produksi oleh perusahaan-perusahaan.

c. dari Tinjauan Penyelenggaraan Kenegaraan

Struktur ekonomi dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggraan kenegaraan. Ditinjau
dari sini maka struktur perekonomian dapat dibedakan menjadi struktur etatis, egaliter dan
borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama
dalam perekonomian. Egaliter ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan
lebih banyak dalam suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan
usahawan yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian. Predikat ini bergantung
pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeranm utama dalam perekonomian yang
berangkutan, yaitu bisa pemerintah/negara, bisa rakyat kebanyakan atau kalangan pemodal dan
usahawan.

Struktur ekonomi Indonesia sejak awal Orde Baru hingga pertengahan dasawarsa 1980-an
berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai
kepanjangan tangannya, merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai
pertengahan dasawarsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur
dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang
kalangan swasta untuk berperan lebih besar dlam perekonomian nasional.

Struktur ekonomi ini arahnya untuk sementara adalah ke perekonomian yang berstruktur
borjuis, dan belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan
pemodal dan usahawan kuatlah yang dapat dengan cepat menanggapi undangan dari
pemerintah tersebut. Maka akibatnya terjadi ekonomi konglomerasi dimana hanya beberapa
orang pemodal kuat yang mengendalikan sektor-sektor ekonomi di Indonesia, yang dampaknya
kita rasakan sekarang yaitu ambruknya perekonomian Indonesia karena tidak terkendalinya
investasi-investasi yang dananya berupa pinjaman dari luar negeri.

Pada era reformasi ini struktur ekonomi Indonesia diarahkana pada struktur ekonomi egaliter
dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam membangun perekonomian
Indonesia. Misalnya dengan memperkuat peran usaha-usaha koperasi, pengusaha mikro, kecil
dan menengah karena mereka dianggap pelaku-pelaku ekonomi yang tahan menghadapai krisis
ekonomi, dan dianggap sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang mampu menjadi penyangga
perekonomian Indonesia.
d. dari Tinjauan Birokrasi Pengambilan Keputusan

Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambila keputusan.
Dilihat dari sudut tinjauan ini, struktur ekonomi dapat dibedakan menjadi struktur ekonomi
yang terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi.

Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, dapat dikatakan bahwa struktur


perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah
sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih banyak
ditetapkan oleh pemrintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau
kalangan pemerintahan dibawah, beserta masyarakat dan mereka yang tidak memiliki akses ke
pemrintahan pusat, cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan
perencanaan hanya sekedar sebagai pendengar.

Struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara rapi selama
pemerintahan orde baru, hal ini disebabkan oleh budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang
paternalistik. Walaupun Indonesia sudah merdeka stengah abad dan menuju era globalisasi
namun budaya ini masih sulit untuk ditngalkan, dan bahkan cenderung dipertahankan.

Struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis berkaitan erat. Pemerintah Pusat
menganggap bahwa Pemerintah Daerah belum cukup mampu untuk diserahi tugas untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi. Argumentasi yang sering dijadikan legitimasi adalah
karena sebagai negara sedang berkembang yang barau mulai melakukan proses pembangunan.
Sehingga dalam kondisi yang demikian diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah
sebagai agen pembangunan, sehingga menjadikannya etatis, dan sekaligus dibutuhkan
pemerintahan yang kuat. Namun demikian sejak awal pembangunan jangka panjang tahap
kedua (PJP II) struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis tersebut secara berangsur
mulai berkurang kadarnya.

Keinginan untuk melakukan desentralisasi dan demokratisasi ekonomi makin besar. Perubahan
rezim pemerintahan dari orde baru ke rezim pemerintahan era reformasi telah membawa angin
segar bagi pemerintahan di daerah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini seiring
dengan mulai diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan telah diubah menjadi UU Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan struktur perekonomian
yang etatis menjadi egaliter, yang tadinya sentralistis menjadi desentralistis.

Struktur ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan suatu struktur
yang tradisional. Kita sedang beralih dari struktur yang agraris ke industrial, dari struktur yang
etatis ke borjuis, dari struktur yang kedesaan atau tradisional ke kekotaan atau modern.
Sementara dalam hal birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentalistis.

Dampak positif dan negatif perubahan struktur ekonomi

1. Peningkatan produksi pertanian yang dirangsang oleh perubahan sistem pertanian ke


sistem pertanian modern.

2. Penyerapan tenaga kerja di perkotaan pada industri-industri baru.

3. Percepatan arus uang dan barang yang merangsang percepatan pendapatan perkapita
masyarakat pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Dampak negatif

1. Hilangnya lahan pertanian mengakibatkan para petani dan buruh penggarap kehilangan
mata pencahariaannya.

2. Munculnya pengangguran struktural yang mungkin tidak tertampung oeleh sektro


industri dan jasa

3. Tingginya laju urbanisasi yang menjadikan beban kota semakin berat serta
menimbulkan masalah sosial lainnya.

Anda mungkin juga menyukai