1
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
2
A. Teori
Pelayanan penunjang medik / pelayanan penunjang klinis ( Clinical Support
Services / CSS ) di puskesmas menurut John R. Griffith meliputi pelayanan diagnostik,
terapeutik dan kegiatan di masyarakat umum. Pelayanan yang dimaksud juga meliputi
tes laboratorium, pengobatan, prosedur pembedahan, dan terapi fisik. Banyak juga
pasien yang memerlukan pelayanan sosial dan edukasi kesehatan. Pelayanan
penunjang medik ini dilakukan oleh unit – unit atau petugas profesional yang ditunjuk
untuk melakukan tugas tersebut di masing – masing center kesehatan seperti
puskesmas (Griffith, 2006).
Kebanyakan pelayanan penunjang medik merupakan rujukan dari dokter. Dokter
memerlukan pelayanan penunjang medik untuk melakukan pencegahan, diagnosis,
terapi, dan rehabilitasi pada pasien baik itu pasien rawat jalan maupun pasien rawat
inap. Pelayanan penunjang medik juga dilakukan pada pasien pasien dalam masa
perawatan akut di puskesmas, pasien dengan pengobatan jangka panjang dan pasien
kunjungan rumah (Griffith, 2006).
Organisasi penyelenggara kesehatan ( Healthcare organizations / HCO ) harus
menyediakan pelayanan penunjang medik secara tepat, cepat dan biaya yang efektif.
Organisasi penyelenggara kesehatan harus mengusahakan jumlah dan jenis
pelayanan penunjang medik untuk pelayanan pada pasien. Pelayanan penunjang
medik yang terlalu banyak, terlalu sedikit, kesalahan atau kualitas yang buruk pada
piranti penunjang medik akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan secara umum
dan mengakibatkan peningkatan biaya yang dikeluarkan. Optimalisasi pelayanan
penunjang dilakukan dengan menyediakan kombinasi dan waktu pemeriksaan yang
tepat, dan juga harus mempunyai kualitas yang bermutu dan biaya yang murah
(Griffith, 2006).
Pelayanan penunjang medis di organisasi penyelenggara kesehatan meliputi
pelayanan diagnostik, pelayanan terapetik, dan pelayanan komunitas. Pelayanan
Penunjang Medik diagnostik meliputi :
Laboraturium : kimiawi, hematologi, histopologi, bakteriologi, virologi
Lain-lain : EKG
Pelayanan Penunjang Medik terapeutik meliputi :
Obat
unit gawat darurat
terapi di rumah penderita : homecare
Pelayanan Penunjang Medik di Masyarakat umum meliputi :
Imunisasi
Program skrining berbagai penyakit tertentu
3
Keluarga berencana dan KIA
Program kebugaran jasmani dan pengendalian berat badan (Griffith, 2006).
4
puskesmas, maka puskesmas harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya
adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik.
Peraturan terbaru yang mendasari tentang penunjang medik diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010.
Menurut peraturan tersebut, penunjang medik adalah suatu peralatan yang dimiliki
Puskesmas dimana harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Seorang manajer di dalam kegiatan penunjang medik di puskesmas punya dua
fungsi, yaitu fungsi klinik dan fungsi manajerial. Fungsi seorang manajer penunjang
medik di bidang klinik utamanya adalah menjamin mutu pelayanan yang baik. Produk
pelayanan penunjang medik harus dapat memuaskan pasien dan juga memuaskan
dokter yang meminta tindakan itu dilakukan pada pasiennya. Kunci keberhasilan
pelayanan dengan kualitas teknis yang baik adalah dengan melakukannya secara baik,
secara terus menerus dalam berbagai keadaan dan sedapat mungkin mencapai hasil
seperti yang diharapkan. sedangkan sebagai fungsi klinik adalah harus bisa melakukan
semua pelayanan yang berhubungan dengan pelayanan medis fungsional (Griffith,
2006).
2. Pelayanan Obat
Pelayanan obat di puskesmas bertanggung jawab terhadap semua barang obat
yang beredar di puskesmas tersebut. Pelayanan obat meliputi penyediaan dan
distribusi semua perbekalan obat, pelayanan obat klinik, serta membuat informasi dan
menjamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan pengunaan obat. Instalasi
obat puskesmas dipimpin oleh seorang apoteker penuh waktu yang mempunyai
pengalaman 2 tahun di bagian obat puskesmas, telah terdaftar di Depatermen
Kesehatan dan mempunai ijin kerja (Dirjen Yanmed, 2008).
Rasio jumlah apoteker dibanding jumlah TT minimal adalah 1:50 . rasio apoteker
dengan assisten apoteker minimal 1:2. Harus tersedia ruangan dan fasilitas yang
digunakan untuk penyimpanan barang obat yang menjamin semua barang obat tetap
dalam kondisi baik dan dapat dipertanggungjawabkan dengan spesifikasi masing-
masing barang obat sesuai dengan peraturan. Semua kebijakan dan prosedur yang
ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut.
Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan obat
mutahir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dalam pelayanan obat itu sendiri .
kebijakan dan prosedur dibuat oleh Kepala Instalasi dan Komite Obat dan Terapi serta
para apoteker (Dirjen Yanmed, 2008).
Pelayanan obat harus mencerminkan kualitas pelayanan keobatan yang
bermutu tinggi , melalui cara pelayanan obat puskesmas yang baik.
Tugas Instalasi Obat:
1. Menyusun bahan rancangan awal rencana strategis RS di lingkup instalasi obat
2. Menyusun bahan rancangan kebijakan instalasi obat
3. Menyusun bahan usulan program instalasi obat
4. Menyusun rencana kerja/ kegiatan instalasi obat
5. Menyusun rencana pelaksanaan kerja/ kegiatan instalasi obat
6. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja instalasi obat (Dirjen Yanmed, 2008).
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manajemen pelayanan penunjang medis, sesuai dengan pasal 29 PERMENKES
983/1992 tentang reformasi bidang kesehatan.
7
Pelayanan penunjang medis merupakan peralatan yang dimiliki Puskesmas
dimana harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pedoman sesuai dengan fungsi klinis dan fungsi manajerial untuk menjamin
mutu pelayanan yang baik.
Masing-masing instalasi mempunyai tugas dan tanggung jawab
Pelayananan penunjang medis merupakan bagian integral yang penting dan
menentukan dalam pelayanan puskesmas.
B. SARAN
Optimalisasi Fungsi dan Peran tiap Instalasi penunjang Medik
Menjadi tim yang solid.
Memperluas jangkauan pelayanan yang bersifat : promotif dan preventif kepada
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Griffith JR, White KR. 2006. Clinical Support Services. The Well-Managed Healthcare
Organization 6th edition. Chicago : Health Administration Press. Halaman 293 – 340
8
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Puskesmas, Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.2008. Jakarta