Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Kesalahan di dalam praktek keperawatan maupun kedokteran sangat membahayakan


kemanan pasien (Henneman, et al., 2010). Khususnya di Indonesia masih sedikit sekali bahkan
peneliti belum pernah menemukan penelitian yang membahas tentang jenisjenis kesalahan
atau error yang dilakukan oleh perawat, terlebih yang dilakukan oleh mahasiswa yang sedang
praktek di klinik, baik itu rumah sakit, klinik, maupun puskesmas. Rothschild et al. (2005) sangat
sedikitnya publikasi terkait error yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sering kali terkendala
karena kurang baiknya dokumentasi terkait error dan membutuhkan multi pendekatan dalam
pengambilan data serta membutuhkan observasi yang juga tidak mudah.

Perawat mempunyai posisi yang sangat strategis terhadap outcome perawatan atau
pelayanan yang akan diterima pasien, sebagai contohnya adalah dalam mengidentifikasi
komplikasi yang dapat saja terjadi pada pasien (Needleman, 2002).

NURSING ERRORS
Ada 8 faktor utama penyebab Nursing errors:
- Kurangnya perhatian
- Kurangnya empati
- Tindakan keperawatan yang tidak tepat
- Kurangnya informed consent
- Kesalahan pengobatan
- Kurangnya tindakan pencegahan
- Kesalahan membaca/melakukan tindakan dari kolaborasi dokter
- Kesalahan melakukan dokumentasi
Pertanyaan:
1. Mengapa perawat melakukan kesalahan sebagaimana yang diungkap dari faktor tersebut? Jelaskan
argumentasi saudara untuk masing-masing faktor yang dilengkapi dengan fakta dan referensi.
2. Berikan contoh permasalahan patient safety yang muncul untuk masing-masing faktor tersebut.
3. Jelaskan bagaimana peran perawat dalam mendukung patient safety dan meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan.
Jawab :
1. Alasan perawat melakukan kesalahan dari beberapa faktor:
 Kurangnya perhatian
Kompleksitas kerja bidang kesehatan menambah resiko, mereka dilatih untuk bekerja di pekerjaan
beresiko tinggi, dokter dan perawat yang diprogram untuk melakukan tugas-tugas begitu banyak
dan seolah-olah di bawah tekanan serta membutuhkan tingkat akurasi tinggi. Tidak seperti
kebanyakan profesi lain, pekerjaan medis biasanya menggabungkan tiga jenis yang sangat berbeda
dari tugasnya yaitu; membutuhkan banyak pemikiran dan perilaku yang kompleks (keputusan serta
pertimbangan yang kompleks); banyak konsumen yang berinteraksi dan perilaku yang tidak
disengaja dengaja yang begitu banyaknya. Kurangnya perhatian bisa disebabkan oleh hal-hal
tersebut, terjadi kesalahan oleh perawat adalah rentan.(understanding_patient_safety.pdf)
 Kurangnya empati
Semakin tinggi kemampuan koping terhadap stres maka semakin tinggi pula kemampuan
empati perawat, dan sebaliknya semakin rendah kemampuan koping terhadap stres maka
semakin rendah pula kemampuan empati perawat.
Eisenberg dan Damon (1998, hal. 275) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan empati adalah temperamen dan kepribadian, termasuk di dalamnya adalah pengaturan
emosi yang merupakan bagian dari kemampuan
koping terhadap stres. Individu yang mampu mengatur emosi dengan baik cenderung
memiliki kemampuan empati yang
baik. Stresor yang tidak segera teratasi pada perawat akan mengganggu
keseimbangan psikisnya. Stresor yang berkaitan dengan tugas, serta masalah
pribadi dan sosial dapat menyebabkan stres pada perawat.
 Tindakan keperawatan yang tidak tepat
Gagal mengikuti standard operational prosedure (SOP) dan proses-proses keperawatan
dikarenakan karena salah satunya adalah kesalahan berbasis pengetahuan, staf tidak punya
pengetahuan yang adekuat, untuk setiap pasien pada saat diperlukan hal-hal yang berhubungan
dengan peningkatan kesehatan pasien. Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat
pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya dan pengawasan/supervisi yang tidak adekuat.
 Kurangnya informed consent
Pada dasarnya perawat tidak atau kurang melakukan informed consentadalah karena perawat tidak
menaruh porsi lebih dalam hal persetujuan atas tindakan yang akan dilakukannya serta faktor
terburu-buru. Kembali lagi pada tindakan keperawatan yang tidak tepat, ini salah satunya adalah
tidak melakukan informed consent.
 Kesalahan pengobatan
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh pasien dalam organisasi
perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan. Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi
yang menyebakan luka melalui penyalahgunaan (meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan
elektrolit, heparin, IV digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal sebagai “high-alert drugs”.
Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan obat-obatan tersebut
dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan dapat juga lebih menghancurkan atau
memperburuk. Kesalahan ini dapat juga muncul ketika anggota staf tidak dengan benar
mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat tidak berorientasi dengan benar, atau
selama keadaan gawat darurat. Sehingga perawat tidak melakukan enam tahapan untuk mengambil
keputusan dalam pemberian pengobatan.
 Kurangnya tindakan pencegahan
Jatuh dapat dikarenakan faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik (jatuh yang pernah terjadi
sebelumnya, menurunnya pandangan, sistem muskuloskeletal, status mental, penyakit akut).
Faktor ekstrinsik (obat-obatan, desain alat-alat furniture, tidak adekuatnya perlengkapan,
toilet/lantai kamar mandi yang licin (Potter and Perry, 1997).
 Kesalahan membaca/melakukan tindakan dari kolaborasi dokter
Kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi/kegagalan
mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter. Termasuk kesalahan pada tindakan keperawatan yang
sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca/pesan/order. Oleh karena itu, harus ada
komunikasi yang baik antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
 Kesalahan melakukan dokumentasi
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors. Kegagalan komunikasi: verbal/tertulis,
miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi tidak didokumentasikan dengan baik/hilang,
masalah-masalah komunikasi: tim layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim
layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien. Arus informasi yang tidak
adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat akan merumuskan keputusan penting, komunikasi
tepat waktu dan dapat diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi
instruksi obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak disertakan saat pasien ditransfer ke
unit lain/dirujuk ke RS lain.

2. Contoh kasus dari beberapa faktor:


 Faktor kurangnya perhatian
Seorang perempuan berusia 65 tahun, telah mendapatkan perawatan rawat inap selama 6 hari akan
direncanakan untuk pulang. Dokter meminta petugas lab. Untuk dilakukan pemeriksaan darah
pada pasien tersebut. Pengambilan darah dilakukan di tangan kanan pasien. Perawat memeriksa
pasien sekitar 30 menit kemudian dan menemukan bahwa pasien sudah kembali tidur, berbaring
ke sisi kanannya. Perawat merencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan istirahat tidur
pasien tersebut sehingga untuk pemeriksaan TTV telah dilakukan sebelum pengambilan darah.
Ketika pergantian shift malam, perawat shift malam diam-diam mengobservasi pasien dengan hati-
hati. Pada jam 5 pagi, perawat shift malam membangunkan pasien untuk diperiksa TTV. Pada saat
itu perawat menemukan bahwa petugas lab. Telah mengabaikan untuk melepaskan tourniquet
ketika ia mengambil darah malam sebelumnya. Lengan pasien bengkak, teraba dingin, pucat, dan
mati rasa. Lengan pasien menderita kerusakan jaringan cukup serius dan memerlukan pembedahan
serta terapi rehabilitasi beberapa kali. Demikianlah contoh kurangnya perhatian yang
menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan.
 Faktor kurangnya empati
Berikut ini merupakan contoh terhadap sikap empati : Di Rumah Sakit HarapanSehat, ada seorang
pasien dengan keadan kritis, semua keluarga berkumpul dengan penuh kecemasan, di sisi lain
dokter menyatakan bahwa pasien tidak memiliki harapan hidup lagi jika kakinya tidak diamputasi.
Suasana sedihpun menyelimuti keluarga pasien, ibu pasien menangis histeris, seakan tidak percaya
bahwa anaknya harus diamputasi. Sesaat kemudian perawat memeriksa keadaan pasien dan
mengatakan bahwa “mau digimanakan lagi bu yaudah amputasi aja”. Kesedihan semakin
bertambah pasca lontaran yang diucapkan perawat tersebut. Pasien semakin gelisah dan melemah.
Dari contoh kasus diatas, sudah sepatutnya kita sebagai perawat menunjukkan sikap empati pada
pasien. Sikap empati sendiri pada dasarnya ikut mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan
orang lain.

 Faktor tindakan keperawatan yang tidak tepat


Di perawatan inap perawat bekerja 24 jam dalam memantau kondisi pasien. Pemasangan infus
tentu saja dilakukan oleh perawat profesional namun tidak menutup kemungkinan tidak akan
terjadi kelalaian akibat dari kesalahan prosedur tindakan yang telah ditetapkan karena kurang
keterampilan dan kompetensinya. Di ruang pediatri seorang anak usia 6 tahun dilakukan
pemasangan infus di tangan kanan, namun sesaat kemudian tanganya membengkak, dan pembuluh
darahnya bulbur serta berubah warna. Di-Up lah infus ditangan kanan dan pindah ke tangan kiri
anak tersebut. Diketahui penyebab tersebut karena perawat tidak bertindak sesuai dgn SOP
pemasangan infus.
 Faktor kurangnya informed consent
Dalam praktek keperawatan inform consent merupakan hal yang tidak boleh dilupakan. Sebelum
melakukan tindakan apapun meminta persetujuan pasien atas tindakan yang akan kita lakukan
harus memerlukan informasi yang jelas baik itu secara tersirat maupun tersurat. Sebuah kasus
terjadi di RS Harapan Bangsa, seorang laki-laki usia 50 th menderita luka post-Op karena gangren
di kaki kananya. Perawat menghampiri pasien dan hendak akan mengganti balutan. Perawat hanya
menyapa pasien dan mengatakan akan mengganti balutan. Perawat tidak melakukan inform
consent yg seharusnya dilakukan. Disaat ganti balutan berlangsung, pasien menjerit kesakitan, ia
tidak tahu kalau ganti balutan sesakit itu. Beberapa saat setelah ganti balutan perawat lain
melakukan observasi TTV. Didapatkan Suhu tubuhnya meningkat diikuti dengan nadi meningkat.
 Faktor kesalahan pengobatan
KTD (kejadian yang tidak diharapkan) di salah satu RS di Jakarta yakni ada salah satu perawat
yang salah menyuntikkan obat kepada pasien. Obat yang disuntikkan tersebut adalah antibiotik,
padahal anak/pasien tersebut mempunyai alergi terhadap bermacam-macam antibiotik. Saat itu ibu
pasien melapor karena sebenarnya anaknya tidak mendapatkan obat injeksi. Setelah ditelusuri
diketahuilah bahwa obat yang disuntikkan tersebut bukan untuk anaknya tetapi untuk teman
sekamar pasien. Ibu pasien sangat khawatir namun alhamdulillah tidak terjadi reaksi anafilaksis
pada pasien tersebut.
 Faktor kurangnya tindakan pencegahan
Keamanan fisik (Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan
dan cedera (injury) baik secara mekanis, termis, elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik
merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik. Contoh
kasusnya adalah perawat tidak memberikan orientasi kepada klien pada saat masuk rumah sakit dan
penjelasan sistem komunikasi yang ada, supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari tidak
diindahkan perawat, anjuran kepada klien untuk menggunakan bel bila membutuhkan bantuan bertolak
belakang dengan fungsi bel yang sudah tidak baik/rusak, mengabaikan pemasangan pengaman tempat tidur
terutama pada klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, lantai kamar mandi yang licin
salah satu penyebab tersering pasien mengalami cedera akibat terjatuh.
 Faktor kesalahan membaca/melakukan tindakan dari kolaborasi dokter
Kesalahan membaca kolaborasi dokter misalnya saat pemberian obat tidak tepat waktu dan dosis.
Dikarenakan tulisan dokter yang pada umumnya sulit untuk ‘diterjemahkan’ selain itu juga tidak
ada follow-up dari sesama petugas kesehatan. Nama obat banyak yang serupa sehingga seharusnya untuk
menghindari kesalahan dilakukan Look-Alike, Sound Alike Errors.
 Kesalahan melakukan dokumentasi
Seorang pasien di RS Garuda menderita glomerulonefritis akut dan terpasang cateter folley. Warna, volume
Urine setiap 3 jam harus di kaji. Pada 3 jam pertama didapatkan urine berwarna kuning pekat sebanyak 50
ml. 3 jam kemudian perawat lain mengkaji dan didapatkan urine sebanyak 100 ml. Saat pergantian shift
sore perawat diam-diam menulis jumlah urine sebanyak 500 ml. Waktu dokter visit ia melihat
pendokumentasian berdasarkan hasil pengkajian urine serta merekomendasikan pemberian salah satu obat
dihentikan karena pasien urinenya sudah cukup banyak. Padahal dalam hal ini seorang perawat salah
melakukan pendokumentasian yg salah.

3. Peran perawat dalam mendukung Patient Safety diantaranya,


 Mengadakan promosi pada tingkat yang sesuai, pendidikan dan pelatihan kesehatan pekerja (perawat) pada
keselamatan pasien dengan mendorong multidisiplin pendidikan profesional kesehatan, manajemen yang
relevan dan administrasi staf dalam pengaturan kesehatan.
 Melaksanakan penyediaan dan penyebarluasan informasi kepada seluruh tenaga kesehatan terhadap pasien
yang memiliki resiko keselamatan untuk mengurangi atau mencegah kesalahan dan kerusakan, termasuk
praktek-praktek keperawatan yang terbaik dan bagaiamana keterlibatan mereka.
(WHO: World Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Enam tujuan penanganan patient
safety menurut Joint Commission International antara lain:
 Mengidentifikasi pasien dengan benar,
 Meningkatkan komunikasi secara efektif,
 Meningkatkan keamanan dari high-alert medications,
 Memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien,
 Mengurangi risiko infeksi dari pekerja kesehatan,
 Mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.
Kegiatan menjaga serta meningkatkan kualitas/mutu pelayanan keperawatan dapat menyangkut dalam
beberapa dimensi:
a. Kompetensi teknis, yang terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas keperawatan.
Kompetensi teknis berhubungan dengan standar pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan. Kompetensi
teknis yang tidak sesuai standar dapat merugikan pasien.
b. Akses terhadap pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial dan ekonomi, budaya
atau hambatan bahasa. Transcultural Nursing telah memberikan penjelasan penuh mengenai budaya
pasien.
c. Efektifitas, kualitas pelayanan keperawatan tergantung dari efektifitas pelayanan keperawatan itu sendiri
dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
d. Hubungan antar manusia, berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan/perawat dan pasien, manajer,
petugas serta antar tim kesehatan. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif , dan memberikan perhatian.
e. Efisiensi, pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya pelayanan kesehatan.
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan
pasien dan masyarakat.
f. Kelangsungan pelayanan, klien menerima pelayanan keperawatan yang lengkap sesuai yang dibutuhkan.
Klien hendaknya mempunyai terhadap pelayanan rutin dan preventif.
g. Keamanan dan kenyamanan klien, mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang
berkaitan dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien.
h. Keramahan/kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan
efektifitas klinik tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedia untuk kembali ke fasilitas
kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai