Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkotaan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat di segala sektor,
yang mengimbas pula pada pertumbuhan kendaraan terutama kendaraan pribadi.
Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi membutuhkan ruang parkir yang cukup
dan berpotensi menimbulkan persoalan besar dengan penataan parkir yang
semakin tidak terkendali. Limpahan parkir kendaraan bermotor terjadi bukan saja
di dalam gedung atau ruang parkir melainkan juga sampai ke badan jalan hingga
gang-gang sempit perkotaan. Limpahan parkir ini mengakibatkan gangguan
berupa terhalangnya lajur lalu-lintas dan akses keluar masuk (blocked lanes and
accesses), termasuk bagi angkutan umum, ambulans, taksi dan pejalan kaki.
Kondisi ini menjadikan keselamatan lalu-lintas berkurang, polusi udara
meningkat, public space menghilang, dan potensi ekonomi menurun.
Pada dasarnya parkir adalah kebutuhan umum yang awalnya berfungsi
melayani. Sesuai dengan fungsi tersebut, ruang parkir disesuaikan dengan
permintaan seiring dengan kebutuhan orang yang berkendaraan untuk berada atau
mengakses suatu tempat. Pada kondisi tertentu kemudian akan terjadi pertambahan
permintaan yang apabila tidak diikuti dengan penambahan ruang parkir dapat
menimbulkan masalah. Hal ini harus diatasi dengan menerapkan konsep
manajemen parkir secara lebih baik. Pada kenyataannya masalah parkir kini telah
tumbuh menjadi isu yang serius, yang terjadi karena dorongan urbanisasi, pesatnya
tingkat pertumbuhan kendaraan, dan tekanan dari pabrikasi produsen kendaraan
bermotor. Kondisi parkir diperparah dengan masalah parkir ilegal yang masih
muncul di banyak tempat.Kebijakan manajemen parkir harus berperan kuat dalam
menyusun strategi untuk memberbaiki mobilitas perkotaan di Indonesia.
Kebijakan parkir di kota-kota Indonesia seringkali membingungkan. Misalnya,
terdapat terdapat banyak kota yang memandang pendapatan dari parkir sebagai
revenue (penerimaan) sebagai tujuan utama. Padahal, bila dibiarkan demikian, hal

1|Page
ini justru menjadi bumerang. Penerimaan memang merupakan manfaat dari
pengelolaan parkir yang baik, namun menjadikannya sebagai fokus secara sempit
justru akan dukungan politik terhadap pengelolaan parkir yang baik.

B. RUMUSAN BELAKANG
1. Pengertian Cirkulation dan Parking
2. Jenis jenis parkir
3. Konsep parkir
4. Kebijakan kebijakan parkir
5. Pengendalian parkir
6. Implementasi manajemen parkir di beberapa kota di Indonesia
7. Masalah parkiran dan penanganannya

2|Page
BAB III
ANALISI

A. PENGERTIAN CIRCULATION DAN PARKING


1. Circulation
Sirkulasi merupakan salah satu elemen pembentuk struktur lingkungan
kota. Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat
membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan
keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, jalur pedestrian, dan tempat-
tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk,
mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu
sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain
sebagainya.
2. Parking

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat


sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Secara hukum dilarang
untuk parkir. Setiap pengendara kendaraan bermotor memiliki kecendrungan
untuk mencari tempat untuk memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan
tempat kegiatan atau aktifitasnya. Sehingga tempat-tempat terjadinya suatu
kegiatan misalnya seperti tempat kawasan pariwisata diperlukan areal parkir.
Pembangunan sejumlah gedung atau tempat-tempat kegiatan umum sering kali
tidak menyediakan areal parkir yang cukup sehingga berakibat penggunaan
sebagian lebar badan jalan untuk parkir kendaraan.

Menurut Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian Fasilitas Parkir,


Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998 parkir adalah keadaan tidak
bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara. Termasuk dalam pengertian
parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat- tempat tertentu baik

3|Page
yang dinyatakan dengan rambu ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk
kepentingan menaikkan dan menurunkan orang atau barang. PP No.43 tahun
1993 menjelaskan definisi parkir adalah suatu keadaan dimana kendaraan tidak
bergerak dalam jangka waktu tertentu atau tidak bersifat sementara.

3. Pengertian dari beberapa ahli


a. Menurut Fumihiko Maki (dalam Trancik, 1986) sistem sirkulasi dan parkir
adalah karakteristik yang sangat penting dari eksterior ruang kota. Selain
itu juga merupakan perekat bagi kota. Ia adalah tindakan dimana kita
menyatukan seluruh lapisan aktifitas dan menghasilkan bentuk fisik dari
kota
b. Dalam teori ini Maki menyebutkan bahwa sistem sirkulasi dan parkir
merupakan bagian karakteristik terpenting dari ruang luar yang membentuk
kerangka/jaringan hubungan ruang (spatial datum). Maki membedakan
bentuk/tipe ruang kota sebagai sistem sirkulasi dan parkir menjadi tiga
tipologi yaitu: Compositional form, Megaform dan Groupform.
c. Menurut Danisworo (1992) sistem sirkulasi dan parkir merupakan sistem
yang menghubungkan berbagai jenis peruntukkan lahan baik secara makro
maupun mikro. Sistem ini sangat vital dan membuat fungsi kawasan
bekerja secara efisien. Dalam sistem ini jalur-jalur sirkulasi baik kendaraan
bermotor maupun pejalan kaki diwadahi. Dengan demikian semua aktifitas
masyarakat dapat berlangsung dengan baik.
d. Menurut Shirvani (1985)Circulation and parking: merupakan alat paling
kuat dalam menyusun lingkungan kota. Sistem ini dapat berupa bentuk,
petunjuk atau pola0pola yang mengontrol aktivita seperti jalan umum, jalur
pedestrian, sistem transit dan pusat-pusat pergerakan.

B. JENIS JENIS PARKIR


Fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan dapat berupa taman parkir dan atau
gedung parkir. Di luar badan jalan antara lain pada kawasan- kawasan tertentu

4|Page
seperti pusat-pusat perbelanjaan, bisnis maupun perkantoran yang menyediakan
fasilitas parkir untuk umum (Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian Fasilitas
Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998). Berdasarkan cara
penempatannya dan dalam operasional sehari-hari fasilitas parkir terdiri dari:

1. Parkir Pada Badan Jalan (on street parking) Parkir di badan jalan (on street
parking) dilakukan di atas badan jalan dengan menggunakan sebagian badan
jalan. Walaupun parkir jenis ini diminati, tetapi akan menimbulkan kerugian
bagi pengguna transportasi yang lain. Hal ini disebabkan karena parkir
memanfaatkan badan jalan akan mengurangi lebar manfaat jalan sehingga dapat
mengurangi arus lalu lintas dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan
pada fungsi jalan tersebut. Walaupun hanya beberapa kendaraan saja yang
parkir di badan jalan tetapi kendaraan tersebut secara efektif telah mengurangi
badan jalan. Kendaraan yang parkir di sisi jalan merupakan faktor utama dari
50% kecelakaan yang terjadi ditengah ruas jalan didaerah pertokoan. Hal ini
terutama disebabkan karena berkurangnya kebebasan pandangan, kendaraan
berhenti dan atau keluar dari tempat parkir di depan kendaraankendaraan yang
lewat secara mendadak.

5|Page
2. Parkir di Luar Badan Jalan (off street parking) Parkir di luar badan jalan (off
street parking) yaitu parkir yang lokasi
penempatan kendaraannya tidak
berada di badan jalan. Parkir jenis ini
mengambil tempat di pelataran parkir
umum, tempat parkir khusus yang juga
terbuka untuk umum dan tempat parkir
khusus yang terbatas untuk keperluan
sendiri seperti : kantor, pusat
perbelanjaan, dan sebagainya.
Sistemnya dapat berupa
pelataran/taman parkir dan bangunan
bertingkat khusus parkir. Secara ideal lokasi yang dibutuhkan untuk parkir di
luar badan jalan (off street parking) harus dibangun tidak terlalu jauh dari
tempat yang dituju oleh pemarkir. Jarak parkir terjauh ke tempat tujuan tidak
lebih dari 300-400 meter. Bila lebih dari itu pemarkir akan mencari tempat
parkir lain sebab keberatan untuk berjalan jauh. Dapat berupa Gedung parkir
atau suatu taman parkir.

C. JENIS JENIS KEGIATAN PARKIR


a. Parkir tetap
1. Pusat Perdagangan Parkir di pusat perdagangan dikelompokkan menjadi
dua macam pekerjaan dan pengunjung. Pekerjaan umumnya parkir untuk
jangka panjang, sedangkan pengunjung parkir untuk jangka pendek/hanya
sebentar.
2. Pusat Perkantoran Swasta dan Pemerintah Parkir di pusat perkantoran
mempunyai ciri parkir jangka panjang, oleh karena itu penentuan luas
parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan yang bekerja di kawasan
perkantoran tersebut.

6|Page
3. Pusat Perdagangan Eceran atau Swalayan Seperti halnya di pusat
perdagangan, pasar swalayan mempunyai karakteristik kebutuhan ruang
parkir yang sama.
4. Pasar Pasar juga mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan pusat
perdagangan ataupun pasar swalayan, kalaupun kalangan yang
mengunjungi pasar lebih banyak dari golongan dengan pendapatan
menengah kebawah.
5. Sekolah Parkir sekolah dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu
pekerja/guru/dosen dan siswa/mahasiswa parkir untuk jangka pendek bagi
mereka yang diantar jemput dan jangka panjang bagi mereka yang
memakai kendaraannya sendiri.
6. Tempat Rekreasi Kebutuhan ruang parkir di tempat rekreasi dipengaruhi
oleh daya tarik tempat tersebut. Biasanya pada hari minggu atau hari libur
kebutuhan parkir meningkat dibanding hari biasa.
7. Hotel dan Tempat Penginapan Kebutuhan ruang parkir di hotel dan
penginapan tergantung dari tariff sewa kamar yang diberlakukan dan
jumlah kamar serta kegiatan-kegiatan lain seperti seminar dan pesta
perkawinan yang diadakan di hotel tersebut.
8. Rumah Sakit Seperti halnya hotel, kebutuhan ruang parkir di rumah sakit
tergantung dari tarif rumah sakit yang diberlakukan dan jumlah kamar.
b. Parkir sementara
1. Bioskop dan Tempat Pertunjukan Ruang parkir di bioskop sifatnya
sementara dengan durasi antara1,5 sampai 2 jam saja dan keluarnya
bersamaan sehingga perlu kapasitas pintu keluar yang besar.
2. Tempat Pertandingan Olahraga Ruang parkir di gelanggang olah raga
sifatnya sementara dengan durasi antara 1,5 sampai 2 jam saja

7|Page
D. KONSEP KONSEP PARKIR
1. Parkir dalam kategori ruang parkir; terdiri atas parkir badan jalan dan
parkir di luar badan jalan.
2. Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Penyelenggaraan parkir yang terbagi
dalam tiga tahap; pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan.
a) Pihak penyelenggara dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Hukum dan
Perseorangan.
b) Penyelenggaraan parkir badan jalan harus bekerjasama dengan pemerintah.

3. Parkir di luar badan jalan dapat dikategorikan sesuai dengan


karakteristik fisik.
a) Taman parkir (bangunan luar di permukaan tanah
b) Menempati ruang terbuka, atau
c) Berada dalam kompleks bangunan
d) Multi-level
e) Sebagai fasilitas yang berdiri sendiri parkir (gedung parkir, garasi parkir)
f) Melekat atau berada dalam bangunan
g) Parkir Bawah Tanah (basement)

E. KEBIJAKAN KEBIJAKAN PARKIR


Kebijakan Parkir Perparkiran merupakan bagian penting dalam manajemen
lalu lintas, untuk itu dibutuhkan dukungan kebijakan perparkiran yang harus
dilaksanakan secara konsisten dan teratur. Sasaran utama kebijakan itu adalah

8|Page
pengendalian wilayah, meningkatkan fungsi dan peranan jalan serta keselamatan
lalu lintas. Bila permintaan terhadap parkir meningkat dan tidak mungkin untuk
memenuhinya, maka sudah tentu mempertimbangkan penerapan suatu
kebijaksanaan cara lain untuk mengendalikannya. Adapun kebijakan parkir
tersebut antara lain :
1. Kebijakan melarang parkir

Ada dua macam larangan parkir yaitu larangan berdasarkan tempat dan
larangan berdasarkan waktu. Larangan berdasarkan tempat biasanya berlaku
di tempat-tempat yang rawan kecelakaan. Sedangkan untuk larangan
berdasarkan waktu diterapkan pada daerah-daerah yang terjadi kemacetan
hanya pada jam-jam tertentu, sehingga pada jam-jam tersebut larangan parkir
diberlakukan untuk mengurangi kemacetan arus lalu lintas. Adapun tempat-
tempat tertentu tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pada daerah dimana kapasitas lalu lintas diperlukan, dimana lebar jalan
secara keseluruhan diperlukan untuk dilalui lalu lintas secara lancar.
b) Pada daerah dimana akses jalan masuk ke lahan sekitarnya diperlukan.
c) Di daerah persimpangan dengan jarak minimum absolut 10 meter.
Jarakjarak ini dikombinasikan dengan pertimbangan terhadap keselamatan
(jarak pandangan), pembatasan kapasitas (pengurangan lebar jalan), dan
lintasan membelok dari kendaraan-kendaraan besar.
d) Pada jalan yang lebarnya kurang dari 6 meter, dan mengijinkan parkir
hanya pada 1 sisi jalan saja untuk jalan-jalan dengan lebar 6-9 meter.
e) Dalam jarak 6 meter dari penyebrangan pejalan kaki.
f) Pada jembatan dan terowongan.
g) Dalam jarak 5 meter dari sumber air (hidrant) pemadam kebakaran.
h) Parkir ganda atau parkir di atas trotoar.

9|Page
2. Kebijakan membatasi parkir
Salah satu kebijakan parkir adalah menerapkan pembatasan wilayah parkir.
Pembatasan wilayah parkir tidak hanya berlaku untuk parkir di badan jalan
(on street parking) tetapi juga berlaku untuk parkir di luar badan jalan (of
street parking) terutama di jalan-jalan utama dan di pusat-pusat kota.
Kebijakan ini akan sangat efektif untuk meningkatkan tingkat pelayanan jalan.
Wilayah-wilayah yang dilayani dengan jalan utama perlu dipikirkan untuk
suatu penerapan kebijakan parkir dengan pembatasan wilayah. Kebijakan
parkir dengan pembatasan wilayah memiliki keuntungan-keuntungan sebagai
berikut :
a) Mampu mendistribusikan volume lalu lintas secara merata
b) Pemakai jalan cenderung akan menggunakan angkutan umum
c) Meningkatkan tingkat pelayanan jaringan jalan
d) Mengurangi tingkat penggunaan angkutan pribadi

3. Manajemen parkir
Kebijakan ini diberlakukan pada parkir di badan jalan (on street parking) dan
parkir di luar badan jalan (of street parking). Manajemen parkir dilakukan
dengan menerapkan kebijakan tarif parkir. Penerapan kebijakan ini
dimaksudkan untuk menentukan tarif parkir yang tepat, sehingga retribusi
parkir merupakan alat untuk pengendalian pemakaian kendaraan pribadi serta
mengurangi kemacetan lalu lintas, misalnya dengan menerapkan kebijakan
sebagai berikut :

10 | P a g e
a) Level tarif parkir pada jaringan jalan yang rawan macet lebih tinggi dari
jaringan jalan lain yang tidak rawan macet.
b) Penerapan level tarif parkir didasarkan pada zona, artinya tarif parkir di
pusat kota lebih besar daripada zona wilayah antara dan luar kota

F. PENGENDALIAN PARKIR
Pengendalian parkir bertujuan untuk mengurangi masalah parkir seperti
kemacetan serta berkurangnya sistem jaringan jalan. Pada jaringan jalan menuju
pusat kota akan lebih besar hambatannya akibat parkir dan kebutuhan parkir
(supply), maka peranan ruang, waktu dan ongkos parkir (tarif) sebagai wacana
pengendalian parkir sangat berpengaruh. Kebijaksanaan ini sangat efektif untuk
meningkatkan pelayanan jaringan jalan, meliputi :
a) Pembatasan lokasi/ ruang parkir, dimaksudkan untuk mengendalikan arus lalu
lintas kendaraan pribadi ke suatu daerah tertentu, atau untuk membebaskan
koridor/ kawasan tertentu dari pengaruh parkir untuk tujuan kelancaran arus
lalu lintas.

11 | P a g e
b) Pembatasan dan pengendalian waktu parkir dilakukan pada jam-jam sibuk.

c) Penetapan tarif parkir optimal yaitu dengan menaikkan tarif parkir.

12 | P a g e
d) Pembatasan wilayah parkir pada sistem jaringan jalan.

G. HUBUNGAN PARKIR DENGAN TATA GUNA LAHAN


Tata guna lahan dalam masyarakat yang berorientasi pada kendaraan pada saat ini
membutuhkan suatu tempat untuk menyimpan kendaraan. Standar kebutuhan luas
area kebutuhan parkir berbeda antara yang satu dengan yang lain, tergantung kepada
beberapa hal antara lain : pelayanan, tarif yang diberlakukan, ketersediaan ruang
parkir, tingkat kepemilikan kendaraan bermotor, dan tingkat pendapatan
masyarakat.

H. IMPLEMENTASI MANAJEMEN PARKIR DI BEBERAPA KOTA


INDONESIA

1. Bandung : Penerapan parkir meter


Kota Bandung secara resmi telah memperkenalkan sistem parking meter pada
tanggal 24 Desember 2013 di Jalan Braga. Penerapan sistem parking meter
ini bertolak dari isu kebocoran pendapatan dari sektor parkir. Selain itu
sistem ini juga akan mendukung kebijakan tarif per jam yang kurang efektif
yang berlaku saat ini.

13 | P a g e
2. Sidoarjo : Parkir berlangganan
Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur) memiliki 236 titik parkir dan
diperkirakan akan terus bertambah. Jumlah kendaraan di Kabupaten Sidoarjo
mencapai 1.011.855 (2013) terdiri dari semua jenis, dengan dominasi jumlah
sepeda motor 75% atau sekitar 765.300 unit. Sejak tahun 2008 Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo menerapkan manajemen parkir dengan menggunakan
pendekatan pricing, sebagai salah satu dari lima instrumen pengendalian parkir
yang dikenal dalam PP 32/2011 tentang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas,
Analisis Dampak Lalu Lintas dan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Implementasi manajemen parkir di kota ini adalah dengan model karcis
berlangganan. Bagi Pemkab Sidoarjo, model karcis berlangganan ini efektif
dan menguntungkan.
Selain Sidoarjo, pendekatan model ini juga dilakukan oleh 33 kota dan
kabupaten di Jawa Timur. Terdapat empat daerah yang tidak ikut menerapkan,
yakni Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Kota
Surabaya sempat hendak menerapkan model ini, tapi gagal karena protes para
juru parkir. Kota Malang dan Batu sengaja menghindari parkir berlangganan

14 | P a g e
dengan alasan tidak menguntungkan masyarakat. Sistem parkir berlangganan
tidak menjamin masyarakat untuk selalu mendapatkan ruang parkir setiap kali
mereka membutuhkan, mengingat jumlah kendaraan jauh lebih banyak
daripada SRP yang tersedia
3. Bogor : Penerapan system tarif berdasarkan lokasi
Titik perhatian pelaksanaan penerapan manajemen parkir di kota ini
adalah ruas Jalan Suryakancana dan Jalan Pengadilan. Jalan Suryakancana
masuk ke dalam kategori jalan provinsi, sedangkan Jalan Pengadilan masuk
kategori jalan kota. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2011 menetapkan
bahwa parkir di badan jalan hanya untuk kategori jalan kabupaten atau jalan
kota, tidak berlaku untuk kategori jalan nasional dan jalan provinsi. Pada
kenyataannya, konteks lokal jalan nasional dan jalan provinsi bervariasi
sehingga aturan kerap menjadi tidak tepat dan menimbulkan dilema, terutama
ketika jalan nasional tersebut melewati pusat-pusat kota, seperti pada kasus
Jalan Suryakancana.
Dilema muncul antara lain pada saat Pemerintah Kota Bogor
menerbitkan Perda No. 4 tahun 2012 yang menetapkan kenaikan tarif parkir
untuk lokasi rawan macet, yang berlaku juga pada Jalan Suryakancana.
Sementara itu, tingkat kepadatan lalu lintas dan kemacetan terjadi juga di Jalan
Pengadilan. Meskipun memiliki potensi kemacetan dan tingkat volume lalu
lintas yang tinggi, ruas jalan ini mempunyai karakteristik berbeda
dibandingkan dengan Jalan Suryakancana. Keberadaan komplek sekolah di
ruas jalan ini memberikan kontribusi kemacetan lalu lintas pada pagi hari saat
jam sekolah dimulai hingga siang hari saat jam sekolah usai, atau sekitar pukul
14.00. Kemacetan terjadi karena angkot dan kendaraan pribadi yang mengantar
dan menjemput anak sekolah memenuhi ruas jalan secara bersamaan.
Kontribusi kemacetan lainnya adalah parkir kendaraan siswa senior yang
membawa mobil ke sekolah dan pengunjung sebuah rumah sakit di kawasan
tersebut.
4. Palembang : Reposisi Parkir Badan Jalan Pusat kota

15 | P a g e
Palembang dengan sistem parkir yang berlaku selama ini dan volume
kendaraan yang terus meningkat memiliki sejumlah kawasan rawan macet.
Salah satu di antaranya adalah kawasan Jalan Sudirman yang merupakan
kawasan Central Business District (CBD). Kemacetan di ruas jalan ini terjadi
selain karena meningkatnya volume kendaraan juga karena sebagian badan
jalan dijadikan ruang parkir. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melarang bahu jalan dan trotoar
dijadikan tempat parkir, maka Dinas Perhubungan Kota merencanakan untuk
melakukan penataan parkir di ruas jalan tersebut.
Langkah awal adalah dengan penerapan pola parkir paralel, yang akan
mengurangi ruang parkir, mengganti pola parkir serong yang diterapkan
sebelumnya. Pengurangan SRP ini mengarah pada upaya peniadaan parkir di
badan jalan sesuai amanat UU tersebut. Pelaksanaan penerapan manajemen
parkir dilakukan dengan memanfaatkan penyelenggaraan SEA Games 2011.
Momen internasional yang berlangsung di kota ini menjadi kesempatan
berharga untuk mengeluarkan kebijakan larangan parkir di ruas Jalan
Sudirman tersebut.
Sepanjang kegiatan tersebut berlangsung, diberlakukan larangan parkir
selama 30 hari mencakup area sekitar 1,5km, dari segmen Bundaran Air
Mancur sampai Simpang Charitas. Pada pelaksanaannya timbul hal menarik
yang harus diperhatikan, karena sekalipun membuat arus lalu lintas menjadi
lebih lancar (travel speed meningkat), namun para pemilik ruko setempat
menderita kerugian akibat omset turun hampir 50%. Fakta ini memberikan
masukan bahwa diperlukan strategi khusus yang mempertimbangkan beragam
faktor dalam penataan parkir badan jalan di Jalan Sudirman tersebut.

I. PENANGANAN MASALAH PARKIR


Dalam melakukan penanganan masalah perparkiran di perkotaan
khususnya di kawasan pusat bisnis, dibutuhkan adanya lahan parkir agar

16 | P a g e
tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Beberapa cara untuk
menangani masalah perparkiran tersebut antara lain
Membuat Bangunan Parkir
Yaitu membuat lahan parkir dengan menggabungkannya dengan
bangunan perdagangan eceran agar mendapatkan kesinambungan visual
dengan jalan.

Program Multiguna
Yaitu program untuk memaksimalkan lahan parkir yang telah ada
dengan membuat program yang membuat lahan parkir tersebut dapat
digunakan berbagai pengguna dan menarik orang-orang untuk parkir
pada saat yang berlainan.

Package-plan Parking

Yaitu program kerjasama antara beberapa bisnis untuk membangun


districts perparkiran atau blok terpisah untuk area parkir yang dapat
digunakan sepanjang hari.

17 | P a g e
Urban-edge Parking
Yaitu area parkir yang dibuat di tepi suatu wilayah kota.

18 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN

Parkir hendaknya menjadi alat untuk menekan kemacetan, meningkatkan


kelancaran lalu-intas dan mengurangi tingkat kecelakaan di jalan, sehingga perlu
diatur dengan regulasi yang jelas, terarah, konsisten dan mengikat. Sejumlah upaya
sebenarnya telah dilakukan pemerintah untuk mulai menerapkan konsep manajemen
parkir di antaranya dengan menyediakan landasan hukumnya. Seperti penerapan
konsep TMD yaitu sebagai berikut :

19 | P a g e
Daftar pustaka

Barter, P; Prayudyanto, MN; Jinca, A; (2012). Palembang City Center Parking


Management Study, GIZ-SUTIP, Palembang, 16 April 2012.

Barter, P, (2012). Preliminary Suggestions on Parking Management in Jl. Otista and


Jl. Pengadilan, GIZ SUTIP, Bogor, 23 October 2012.

Broaddus, A; Litman, T; and Menon, G; (2009), Transportation Demand


Management, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH,
Jerman.

Jester, FS (2010), What Is Parking Management About?, GIZ SUTIP- Koalisi TDM
Jakarta, 30 November 2010.

Jester, FS, (2011), Report on Jl. Surya Kencana Bogor, GIZ-SUTIP, Bogor, 6 June
2011.

Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 272 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Peraturan Daerah No, 2 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012


tentang Retribusi Jasa Umum.

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1999 DKI Jakarta tentang Perparkiran di DKI Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 tentang tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai