Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH INTERPRETASI DATA KLINIK

(PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI)

OLEH :
ALIFYA OCTARI
ARIEF RAHMAT HIDAYAT
CAHYA PURWANINGSIH
FIONA FITRI A.
HAJRAH MIRANDA
M. HALIM SATRIA
SEPFIRA INDRIANI
SISKA MUHARANI
SYARIFAH LINDRA CITRA
WENI AFRIYANI

Dosen Pengampu : Dr. Meiriza Djohari M.Kes, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat dan karunia-
Nya kita masih diberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan Mikrobiologi”.
Makalah ini dimaksudkan untuk menyelesaikan tugas Interpretasi Data
Klinik serta untuk menambah wawasan dan pengetahuan para penulis dan
pembaca. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.
Meiriza Djohari, M.Kes., Apt selaku dosen Interpretasi Data Klinik dan rekan-
rekan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan
sehingga kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi.

Pekanbaru, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3

2.1 Definisi Mikrobiologi ........................................................................... 3

2.2 Sejarah Perkembangan Mikrobiologi ................................................... 3

2.3 Penggolongan Mikroorganisme ........................................................... 13

2.4 Penyakit yang Disebabkan Mikroorganisme ....................................... 20

2.5 Metode Pemeriksaan Mikrobiologi ..................................................... 22

2.6 Alat-Alat Pada Pemeriksaan Mikrobiologi Secara Molekular ............ 35

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 39

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 39

3.2 Saran .................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang berukuran


sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan harus
menggunakan bantuan mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut
sebagai mikroorganisme, atau sering disebut mikroba ataupun jasad renik. Saat
ini, mikrobiologi sangat berkembang luas pada berbagai bidang ilmu pengetahuan,
misalnya pertanian, industri, kesehatan, lingkungan hidup, bidang pangan, bahkan
bidang antariksa (Waluyo, 2009).
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil
yaitu dalam skala micrometer atau micron (μ) atau sepersejuta meter dan tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Dalam percakapan sehari-hari atau untuk
kepentingan praktis mikroorganisme sering disebut sebagai mikroba atau kuman.
Untuk mempelajarinya diperlukan cara tertentu yaitu observasi mikroskopik dan
biakan atau pure culture. Termasuk dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri (eubactera, archaebacteria), fungi (yeasts, molds), protozoa, microscopic
algae dan virus serta beberapa macam cacing (helmints). Ilmu yang mempelajari
mikroorganisme disebut mikrobiologi. Ilmu mikrobiologi kedokteran mempelajari
mikroorganisme sebagai penyebab penyakit infeksi, cara mendiagnosis,
pengobatan, pencegahan dan pengendalian infeksi (Brooks et al, 2005).

Semua mikroorganisme adalah sel kecuali virus. Teori tentang sel


menyebutkan bahwa makhluk hidup dapat berupa organisme sel tunggal atau
organisme yang tersusun atas berbagai sel (multisel). Sel merupakan unit
kompleks dari suatu sistem kehidupan. Semua makhluk hidup yang ada berasal
dari replikasi atau transformasi dari sel yang ada sebelumnya. Sel adalah struktur
yang dibatasi suatu membran, bermetabolisme secara aktif dan mengandung
materi hereditas. Teori bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit atau
Germ theory of disease yang digagas oleh Louis Pasteur merupakan alasan yang
sangat kuat mengapa semua dokter dan tenaga kesehatan harus mengetahui ilmu

1
mikrobiologi. Anton van Leeuwenhoek (1670-an) adalah first microbiologist yang
pertama kali mengamati mikroorganisme menggunakan mikroskop sederhana
(Brooks et al, 2005).

Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator


pengujian. Dalam hal ini, mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi
komponen tertentu pada campuran kompleks kimia, untuk mendiagnosis penyakit
tertentu, serta untuk menguji nbhan kimia guna menentukan potensi mutagenic
atau karsinogenik suatu bahan (Pratiwi, 2008).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Mikrobiologi


Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme (makhluk) kecil
yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan
mikroskop (bahasa Yunani : mikros = kecil, bios = hidup, dan logos = ilmu).
Organisme kecil itu disebut dengan mikroorganisma, mikroorganisme, mikroba,
mikrobe, protista atau jasad renik. Pada umumnya diambil ketentuan, bahwa
semua makhluk hidup yang berukuran beberapa mikron atau lebih kecil lagi yang
kita sebut mikrobe. Satu (1) mikron disingkat 1 = 0,001 mm. Mata manusia sama
sekali tidak dapat menangkap suatu benda yang berdiameter kurang dari 0,1 mm
dan kurang jelas untuk melihat suatu benda yang berdiameter 1 mm atau kurang
(Waluyo, 2016).
2.2 Sejarah Perkembangan Mikrobiologi
Adanya dunia mikroorganisme belum dapat diketahui samapi
ditemukannya mikroskop. Alat optik ini berguna untuk membesarkan bayangan
benda yang demikian keil sehingga tidak dapat jelas dilihat tanpa bantuan alat itu.
Anthony ban Leeuwenhoek (1632 – 1723), seorang pedagang Belanda iala orang
yang pertama kali mengetahui adanya dunia mikroorganisme itu. Denagn
mikroskop buatannya ia dapat melihat bentuk makhluk – makhluk kecil yang
sebelumnya tidak diduga sama sekali keadaannya. Mikroskop buatan
Leeuwenhoek dapat memberika pembesaran sampa 300 kali. Mikroskop Anthony
van Leeuwenhoek, hanya terdiri dari 1 lensa, tetapi dengan adanya mikroskop
sederhana tersebut, maka rahasia besar tentang bentuk mikroba yang sebelumnya
masih merupakan misteri mulai terbuka dan terungkap (Waluyo, 2016).
Dunia mikroba lebih terbuka lagi ketika Louis Pasteur, seorang ahli kimia
Prancis menemukan prinsip – prinsip dasar yang berkaitan dengan sifat hidup
mikroorganisme, antara lain dalam masalah fermentasi. Sehingga banyak masalah
dan pertanyaan yang tadinya belum terjawab setelah penemuan – penemuan
Pasteur menjadi jelas. Tampil pula peranan penemu lain yang banayk brjasa

3
dalam mikrobiologi seperti Robert Koch, seorang dokte Jerman. Atas penemuan
dan hasil penelitiannya, kemudian kaitan dan peranan mikroba sebagai penyebab
penyakit dapat diterangkan secara jelas. Salah satu postulat ( batasan) yang telah
disusunnya masih berlaku sampai sekarang, yang umum dikenal dengan Postulat
Koch (Waluyo, 2016).
Untuk mempelajari mikrobiologi secara umum perlu diungkapkan terlebih
dahulu perioda perkembangan bidang ilmu tersebut mulai dari perioda yang
paling awal sampai sekarang deangan kemajuan – kemajuan yang telah dicapai.
Perioda perkembangan dan kemajuan di bidang mikrobiologi dimulai sejak awal
(jaman pra sejarah) sampai dengan jaman modren. Paad jaman prasejarah
penemuan – penemuan yang didapatkan berdasarkan penelitian atau percobaan
yang sangat sederhana (Waluyo, 2016).
A. Era Perintisan: Dari Zaman Prasejarah Sampai Tahun 1850
Pada perioda ini timbul fenomena, batasan (postulat) tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan mikrobiologi secara umum maupun secara
khusus, yang berkaitan denagn bidang kesehatan, pertanian, lingkungan, dan lain
sebagainya. Dalam perioda ini para ahli mencoba mencari jawaban dari berbagai
permaslahan yang timbul di lingkungannya yang mungkin berkaitan dengan
peranan mikroba, antara lain dari asal mula kehidupan yang pertama, kenapa
makanan menjadi rusak (membusuk, berlendir), bagaimana suatu penyakit dapat
menular dan menyebar (masalah kontagion), kenapa bila terjadi luka kemudian
membengkak dan mengeluarkan nanah, dan bagaimana proses fermentasi terjadi
(Waluyo, 2016).

1. Penemuan Mikrobe oleh Anthony van Leeuwenhoek


Penemu mikroba pertama adalah Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723).
Penemuan ini diawali oleh penemuan mikroskop. Lensa mikroskop buatannya
masih sangat terbatas pembesarannya (200-300 kali). Mikroskopnya mempunyai
sedikit persamann dengan mikroskop sekarang. Lensa berbentuk bola yang
dipasang diantara dua pelat logam yang kecil. Benda yang diamati diletakkan di
pelat belakang dan difokskan dengan memutar dua sekrup yang dapat mengubah

4
letak jarum terhadap lensa. Meskipun konstruksinya sederhana, mikroskop
Leeuwenhoek dapat menghasilkan bayangan yang jelas dengan pembesaran
maksimal 300 kali. Leeuwenhoek berhasil membuat beratus-ratus mikroskop
semacam itu, sedikit diantaranya masih ada sampai sekarang (Waluyo, 2016).
Anthony van Leeuwenhoek sebenarnya adalah seorang pedagang Belanda,
tidak pernah mengrnyam pendidikan formal, dan hanya tahu tentang bahasa
Belanda saja. Sekalipun demikian, hasil penemuannya membuka cakrawala baru
tentang adanya mikroorganisme. Hal tersebut terbukti dengan diundangnya
Leeuwenhoek untuk mengemukakan hasil-hasil penemuannya kepada para
anggota organisasi “The Royal Society”, suatu lembaga ilmiah yang mengurusi
komunikasi dan publikasi karya-karya ilmiah (kalau di Indonesia seperti LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) (Waluyo, 2016).

Gambar 1.1 Salah Satu Konstruksi Mikroskop Leeuwenhoek


2. Persengketaan Tentang Teori Abiogenesi
Setelah Leeuwenhoek menyingkapkan rajasia alam tentang mikrobe,
timbul rasa ingin tahu para ilmuan tentang asal-usul mikrobe tersebut. Ada dua
kelompok yang berpendapat mengenai hal ini. Beberapa orang percaya bahwa
animalkules timbul dengan sendirinya dari sari bahan-bahan mati, sedangkan yang
lain berpendapat bahwa mereka terbentuk dari “benih” yang selalu ada di udara.
Pendapat mengenai pembentukan makhluk hidup dari benda tak hidup dikenal
sebagai doktrin generasio spontanea atau abiogenesis. Teori ini dianut begitu saja
sampai zaman Renaissance (Waluyo, 2016).

5
Sebenarnya teori abiogenesis sudah sejak lama ada, hal ini terbukti Aritoteles
(300 SM) telah berpendapat, bahwa makhluk-makhluk kecil terjadinya begitu saja
dari benda mati. Pendapat ini juga dianut oleh Needham, seorang bangsa Polandia
selama 5 tahun mengadakan eksperimen-eksperimen dengan berbagai rebusan
padi-padian, daging, dan lain sebagainya. Meskipun air rebusan tersebut disimpan
rapat-rapat dalam botol tertutup, namun masih timbul mikroorganisme; dengan
perkataan lain dikehidupan baru dapat timbul barang mati (Waluyo, 2016).
Pengetahuan tentang mikroorganisme semakin bertambah, sedikit semi
sedikit bahwa generasio spontanea pada makhluk hidup sama sekali todaka da.
Hal ini dibuktikan pada tahun 1655 oleh Francesco Redi, seorang dokter bangsa
Italia dari hasil percobaannya. Ditunjukkan bahwa ulat berkembang biak dalam
daging busuk tidak akan terjadi bila daging disimpan disuatu tempat ditutup
dengan kasa halus sehingga lalat tidak dapat menaruh telurnya pada daging itu
(Waluyo, 2016).
Orang yang juga membantah pendapat Aritoteles dan Needham adalah
Lazzaro Spallanzani pada tahun 1768. Dia mengatakan bahwa perebusan dan
penutupan botol-botol berisi air rebusan yang dilakukan oleh Needham tidak
sempurna. Spallanzani sendiri merebus sepotong daging sampai berjam-jam
lamanya, kemudian air daging tersebut ditutupnya rapat-rapat di dalam botol.
Dengan perlakuan demikian dia tidak memperoleh mikroorganisme baru. Hasil
eksperimen Spallanzani ini belum meyakinkan benar, setengah orang pada waktu
itu berpendapat bahwa tutup botol yang rapat itu tidak memungkinkan masuknya
udara yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (Waluyo, 2016).
Schultze pada tahun 1836 memperbaiki eksperimen Spallanzani dengan
mengalirkan udara lewat suatu asam atau basa yang keras kedalam botol berisi
kaldu yang telah direbus dengan baik terlebih dahulu. Schwann dalam tahun 1837
membuat percobaan serupa itu juga dengan mengalirkan udara lewat pipa yang
dipanasi menuju kepada botol yang berisi kaldu yang telah dipanasi berjam-jam
lamanya. Maka baik Schultze dan Schwann tidak dapat menemukan mikro
organisme di dalam kaldunya. Namun orang masih menaruh keberatan terhadap
eksperimen kedua sarjana tersebut dengan mengemukakan, bahwa udara yang

6
lewat asam atau basa ataupun lewat pipa panas itu telah mengalami perubahan
demikian rupa sehingga tidak memungkinkan timbulnya kehidupan makhluk-
makhluk baru. (Waluyo, 2016)
Schroeder dan Th. von Dusch tahun 1854 menemukan suatu akal untuk
menyaring udara yang menuju ke dalam botol berisi kaldu; udara itu dilewatkan
suatu pipa berisi kapas yang steril. Dengan cara demikian, ia dapat mendapatkan
mikro organisme baru di dalam kaldu, dan dengan demikian tumbanglah teori
abiogenesis. Hal ini dapat diyakinkan oleh percobaan Louis Pasteur pada tahun
1865, dimana ia menggunakan suatu botol berisi kaldu dengan ditutup oleh pipa
yang melengkung seperti leher angsa. Dengan akal yang istimewa ini Pasteur
dapat menyakinkan kepadak halayak, bahwa tidak ada kehidupan baru yang
timbul dari barang mati. Maka disimpulkanlah pendapat itu dengan ucapan
"Omne vivumex ovo ,omne ovumex vivo ", yang berarti semua kehidupan berasal
dari telur dan semua telur itu berasal dari sesuatu yang hidup. (Waluyo, 2016)
Serangkaian percobaan lain berusaha membuktikan bahwa teori
abiogenesis tidak benar adalah percobaan John Tyndall. Ia seorang ahlifisika
Inggris dan merupakan seorang pendukung Pasteur. Tyndall melakukan
serangkaian percobaan dengan kaldu yang terbuat dari daging dan sayuran segar.
Ia memperoleh cara sterilisasi dengan menaruh tabung-tabung kaldu dalam air
garam yang mendidih selama 5 menit. Akan tetapi,ketika ia melakukan percobaan
yang sama dengan menggunakan sari jerami kering, cara sterilisasi ini sama sekali
tidak sempurna. Demikian pula ketika kemudian ia mengulangi percobaan ini
dengan menggunakan bermacam-macamvsari yang lain. (Waluyo, 2016)
Sesudah melakukan bermacam-macam percobaan, akhirnya Tyndall
menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jerami kering mengandung spora bakteri
yang ternyata beberapa kali lebih tahan panas daripada mikrobe apapun yang telah
dijumpainya. Setelah memahami hal penting ini, ia melanjutkan pekerjaannya
untuk meneliti batas daya tahan spora-spora bakteri di jerami itu yang sebenarnya.
Ia menemukan bahwa pemanasansari jerami sampai 5,5 jam pun tidak dapat
menjadi steril. Dari hal tersebut disimpulkan, bahwa pada bakteri ada fase-fase
tertentu, yang satu relatif termolabil (dapat dimusnahkan dengan mendidihkan

7
selama 5 menit) danyang lain termo resisten sampai batas yang tidak masuk akal.
Kesimpulan ini dibenarkan oleh botaniwan Jerman, Ferdinand Cohn, yang
menunjukkan bahwa bakteri jerami dapat membentuk endo spora yang dapat
dibedakan secara mikroskopis dan sangat resisten terhadap panas. (Waluyo, 2016)
Tyndall lalu melanjutkan penelitiannya dengan mengembangkan suatu
cara sterilisasi dengan pemanasan terputus, yang kemudian disebut dengan
Tyndalisasi. Tyndall mendapatkan bahwa dengan pendidihan secara terputus
selama 1 menit, 5 kali berturut-turut akan menghasilkan kaldu yang steril,
sedangkan pendidihan secara terus-menerus selama 1 jam tidak menghasilkan
kaldu yang steril. Dalam hal ini pengenalan spora bakteri yang tahan sekali
terhadap panas sangat penting untuk mendapatkan cara-cara sterilisasi yang
cocok. (Waluyo, 2016)

3. Fermentasi sebagai Proses Mikrobiologis


Pada tahun 1837, C. Cagniard-Latour, Th. Schwann, dan F. Kutzingsecara
terpisah mengemukakan bahwa khamir yang terdapat pada proses fermentasi yang
menghasilkan alkohol (fermentasi alkoholik) adalah tumbuhan renik. Mereka juga
berpendapat bahwa perubahan gula menjadi etil alkohol dan karbon dioksida
adalah fungsi faali dari sel khamir. Tetapi,pendapat itu dibantah oleh para ahli
kimia, seperti J.J.Berzelius, J. Liebig, dan F. Wohler, yang menyatakan bahwa
peragian dan proses pembusukan hanya merupakan proses kimiawi belaka atau
dengan kata lain proses perubahan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida
bukan merupakan hasil kegiatan organisme hidup. (Waluyo, 2016)
Cukup ironis memang, Louis Pasteur, seorang ahli kimia dapat
meyakinkan dunia ilmu pengetahuan bahwa semua proses fermentatif adalah hasil
kegiatan mikro organisme. Karya Pasteur mengenai fermentasi berpangkal dari
hal yang praktis. Pabrik minuman keras di kota Lille, suatu industri lokal yang
menghasilkan gula dan bir meminta pertolongan pada Pasteur. Kesulitan yang
dihadapi adalah fermentasi alkoholik yang terjadi digantikan oleh fermentasi jenis
lain, yang dapat menyebabkan perubahan gula menjadi asam laktat. Ia mendapati
sel-sel khamir digantikan oleh bentukan batang dan bola yang jauh lebih kecil.

8
Jika bahan ini dimasukkan dalam larutan gula yang mengandung kapur, dengan
cepat proses fermentasi yang terjadi adalah menghasilkan laktat. Pemindahan
sedikit bahan itu ke labu yang berisi medium yang baru, selalu berakibat
menambah produksi asam laktat. Pasteur membantah bahwa bahan itu merupakan
"khamir baru".(Waluyo, 2016)
Selama dua puluh tahun berikutnya, Pasteur mempelajari banyak sekali
proses fermentatif dengan menggunakan metode-metode serupa. Ia dapat
memperlihatkan fermentasi selalu diikuti oleh perkembangan mikro organisme.
Kebanyakan macam mikroba dapat dibedakan secara mikroskopis menurut ukuran
dan bentuknya yang khas. Untuk menjelaskan kekhususan faali mikroba, Pasteur
secara dini telah mengamati bahwa perantara fermentasi yang menghasilkan asam
laktat tumbuh baik pada medium yang netral. Akhirnya sekarang diketahui bahwa
perantara yang menghasilkan asam laktat itu sebenarnya adalah bakteri, tetapi di
zaman Pasteur, berbagai kelompok mikroba dalam taksonomi belum dibedakan
dengan jelas. (Waluyo, 2016)
Selama penyelidikannya mengenai fermentasi, Pasteur hanya dapat hidup
tanpa oksigen bebas. Dengan penemuannya ini ia memperkenalkan istilah aerobik
dan anaerobik yang masing-masing menandakan kehidupan dengan atau tanpa
oksigen. (Waluyo, 2016)

4. Peran Mikro organisme sebagai Penyebab Penyakit


Varro , bangsa Romawi pada abad pertama sebelum Masehi mempunyai
pendapat bahwa penyakit tertentu disebabkan oleh sesuatu yang dibawa oleh
udara masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulu tatau hidung. Khalayak pada
waktu itu masih beranggapan bahwa penyakit disebabkan oleh badan halus, dan
pendapat ini sampai sekarang pun masih hidup pada masyarakat modern. Baru
diungkap kan oleh Francastorius (Italia, 1546 ), berkat pengamatannya mengenai
menularnya penyakit seperti pes, cacar, tuberkulosis; karena adanya suatu
"seminaria" (benih) yang tular menular (contagion) dari seorang kepada orang
lain. Kemudian Kircher, 1659 telah mengetahui cara penularan, penyebaran, dan
perpindahan jasad penyebab penyakit, karena ia menemukan "cacing-cacing

9
kecil" di dalam darah penderita pes. Penemuan Kircher dapat memberi jalan
ditemukannya penyakit campak oleh Panum (Ahli Kedokteran Denmark, 1820-
1885) dan penyebab epidemikolera-Asia oleh Snow (1813-1858) dan Budd (1811
-1880). (Waluyo, 2016)
Baru dengan penemuan mikroskop oleh Anthony van Leeuwehoek,1683,
orang mulai tahu bahwa penyakit disebabkan oleh suatu mikroorganisme. Hal ini
karena mikroskop dapat memperlihatkan makhluk-makhluk kecil itu. Pada tahun
1840, Henle, seorang ahli ilmu penyakit bangsa Jerman menyatakan suatu
penyakit tertentu disebabkan oleh suatu kelompok mikroorganisme tertentu pula;
peryataan ini kemudian dianut oleh Robert Koch. Sebenarnya pendapat Henle ini
telah dimiliki oleh von Plencis, 1762 (Austria), ia mengatakan bahwa tiap
penyakit disebabkan oleh berbagai jenis mikro organisme (penyebab yang
berbeda). (Waluyo, 2016)
Bahwa suatu penyakit disebabkan oleh penyebab tertentu, telah dibuktikan
oleh Wollstein, 1787 dengan menggesekkan sesuatu yang diambil dari rongga
hidung kuda yang menderita penyakit pilek kepada rongga hidung kuda yang
sehat, maka dalam selang waktu beberapa lama kuda yang sehat menjadi sakit
pilek juga. Oliver Wendell Holmes, 1843 dan Ignaz Semmelweis (1847), di Wina
secara terpisah bahwa tangan atau alat yang digunakan oleh dokter yang
menolong bayi lahir atau dokter yang mengadakan pembedahan perlu sekali
didesinfeksi dulu agar tidak membawa bibit penyakit kepada pasien (sepsis
puerperalis). Dengan mencuci tangan dengan larutan antiseptik maka hal tersebut
dapat dicegah. (Waluyo, 2016)
Pollender(1849) dan Davaine (1850) menemukan adanya mikro organisme
di dalam darah ternak yang menderita penyakit anthraks, dan darah yang
mengandung mikro organisme tersebut dapat menjangkiti ternak yang sehat.
Secara umum pada periode perintisan ini masalah mikro biologi bidang penyakit
(kedokteran) yang paling banyak diteliti, diamati, dan diungkapkan.(Waluyo,
2016)

10
B. Era Keemasan (1850-1910)
Penemuan, khususnya perintisan dan hasil penelitian selama periode di
atas, dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi perkembangan
mikrobiologi pada masa selanjutnya. Masa antara tahun 1850-1910 dinamakan
periode keemasan. (Waluyo, 2016)
Periode keemasan ini dikaitkan dengan penemuan-penemuan baru
terutama oleh Robert Koch, tentang piaraan murni. Berdasarkan hal tersebut ia
mengemukakan 4 dalil (postulat), yang terkenal dengan "Postulat Koch" (1882).
(Waluyo, 2016)
Keempat postulat itu adalah: Mikro organisme yang dicurigai atau
disangka haruslah selalu kedap atan bila penyakit sedang berjangkit,
Mikroorganisme dapat diambil darisitu untuk diadakan piaraan mumi, Jika jasad
renik itu ditularkan kepada binatang yang sehat, haruslah menimbulkan penyakit
yang sama, Mikroorganisme itu haruslah kedapatan lagi untuk diamb dipiara
secara murni
Meskipun ada kelemahan-kelemahan pada postulat di atas, tetapi postulat-
postulat tersebut tetap merupakan prosedur rutin dalam bakteriologi modern. Oleh
karena itu, pantaslah Robert Koch mendapat sebutan "Bapak Bakteriologi
Modem".
Penyelidikan lebih lanjut menyatakan bahwa, keempat dalil itu tidak selalu
berlaku. Misalnya,, basil tipus Salmonella typhosa dapat dipiara secara murni,
tetapi hasil yang diambil dari piaraan itu tidak mampu lagi menimbulkan penyakit
tipus pada hewan yang sehat. Basil yang telah dipiara murni tersebut telah
kehilangan virulensi (keganasannya). Lagi pula tidak setiap orang atau hewan
mesti jatuh sakit setelah ditulari bakteri patogen. Hal ini karena orang atau hewan
telah mempunyai zat penolak dalam tubuhnya. Sehingga orang atau hewan yang
tidak jatuh sakit tadi mempunyai imunitas atau kekebalan terhadap bakteri
patogen tersebut
Kelemahan lain dari postulat Koch adalah bahwa tidak semua bakteri
patogen dapat dipiara secara murni. Akan tetapi kelemahan ini telah berkurang,

11
karena orang telah menemukan ramuan-ramuan medium yang disukai oleh bakteri
pathogen.
Penelitian penelitian Koch yang lain pembiakkan kuman anthraks (1876).
Koch juga menemukan cara pewarnaan dan cara-cara memperoleh bakteri dalam
biakan murni dengan menggunakan perbenihan padat Di samping itu menemukan
kuman tuberkulosis (1882), Vibrio cholerae (1883), dan menemukan fenomena
hipersensitivitas terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.
Pada periode keemasan juga ditemukannya cawan petri (petri-disk) di
dalam cara teknik mikroba oleh Petri (salah seorang asisten Koch). Penemuan
Gram (1844) untuk sistem pewarnaan bakteri, sehingga bakteri terbagi menjadi
dua kelompok besar, yakni Gram positif dan Gram negatif. Penemuan
Chamberland, yakni bahan dengan sistem saringan atau filter (tahun 1887) secara
fisik. Penemuan-penemuan lainnya antara lain: Spencer (1851) menemukan
penyakit kolera, Lord Lister (1854) menggunakan semprotan asam karbolat pada
luka selama berlangsungnya pembedahan, oleh karena itu maka dikenal sebagai
Bapak Pembedahan Antisepsis.
C. Era Modern (1910-sekarang)
Pada zaman ini ditandai dengan menggunakannya banyak metode dan
peralatan mutakhir, seperti diterbitkan mikroskop elektron, kromatografi, sampai
dengan komputer. Masalah-masalah pelik yang sebelumnya belum terungkap dan
belum dilaporkan antibiotik, vaksin, serum, sekarang telah diketahui. Virus,
misalnya sudah sejak Pasteur dan Koch telah melakukan penelitian. Hanya
publikasi yang lebih jelas mengenai virus yang baru diumumkan oleh Iwanowski,
yaitu sebagai penyebab penyakit aneh pada daun tembakau (TMV = virus mozaic
tembakau) terungkaplah sudah masalah virus itu. Nama-nama ahli seperti
Ricketts, Woodruff & Goodpasture, Stanley banyak penelitian dan pengembangan
virus (Waluyo, 2016).
Herelle (1917) dan Towert (1951) menemukan fenomena lisis biakan
kuman, yang disebabkan oleh bakteriofage (virus yang menyerang bakteri).
Fleming (1925) saat menemukan jamur Penicillium yang dapat membuat zat yang
dapat menghancurkan bakteri stafilokokus. Ruska (1934) memperkenalkan

12
mikroskop elektron , sehingga dapat memungkinkan penelitian tentang morfologi
virus secara rinci . Jerne (1955) mengemukakan teori seleksi alamiah dari sintesis
antibody. Burner (1957) mengemukakan teori seleksi klonal, dan Burnet (1967)
memperkenalkan konsep daya pencegahan imunologis. Periode modem ditandai
masih akan memiliki sejarah panjang di zaman sekarang, kalau dikaitkan dengan
semakin luasnya wawasan mikrobiologi di berbagai bidang ilmu lainnya. Periode
modem perkembangan mikrobiologi ditandai pula dengan diraihnya beberapa
hadiah nobel dalam bidang mikrobiologi. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut
ini (Waluyo,2016).

2.3 Penggolongan Mikroorganisme


A. Morfologi mikroorganisme
Mikroorganisme disini ada yang termasuk dalam golongan prokariot dan
eukariot. Prokariot merupakan organisme uniseluler yang tidak berkembang atau
berdiferensiasi menjadi bentuk multiseluler. Beberapa bakteri tumbuh dalam
filamen atau kumpulan sel, tetapi kumpulan sel dalam koloni tersebut identik dan
mampu memiliki eksistensi independen. Sel-sel dapat berdekatan satu sama lain,
sebab mereka tidak terpisah setelah pembelahan sel. Mereka tetap terbungkus di
dalam membran dengan cairan yang disekresikan sel. Namun, tidak terdapat
hubungan dan komunikasi antar sel. Prokariot dapat ditemuan hampir di seluruh
penjuru bumi, mulai dari laut dalam hingga ke tepian mata air panas, bahkan
diseluruh permukaan tubuh kita (Santoso, 2016).
Sel-sel eukariotik berukuran 10 kali lebih besar daripada sel prokariotik
dan volumenya dapat 1000 kali lipatnya. Perbedaan dasarnya dalah adanya
kompartemen dalam sel berlapis membran, aktivitas metabolisme terjadi. Hal
yang paling penting adalah adanya DNA di dalam nukleus. Berdasarkan struktur
inilah nama eukariot yang berarti inti sebenarnya diberikan Sel eukariot umumnya
berdiameter 10-100 µ. Selain itu, eukariotik bergerak dengan silia atau flagel yang
kompleks, seperti fungi (Santoso, 2016).

13
Pembanding Sel eukariot Sel prokariot
0,2-500µm, max
Ukuran 10-20µm (rata-rata sel hewan)
1-10µm
Tumbuhan: Ada Ada (komposisi
Dinding sel
Hewan : Tidak ada berbeda)
Membran plasma Ada Ada
Tidak
Nukleus Dibagi atas membran
bermembran
Circular, sedikit
Kromosom Linear, protein, ganda
protein, tunggal
Retikulum
Ada Tidak ada
endoplasma
Ribosom Ada, ukuran besar Ada, ukuran kecil
Kompleks golgi Ada Tidak ada
Lisosom Ada Tidak ada
Mitokondria Ada Tidak ada
Ada di banyak tumbuhan dan
Vakuola Tidak ada
beberapa di sel hewan
Flagel dengan tipe
Sentriol, silia, dan Ada di semua, kecuali tumbuhan
berbeda–
flagel tingkat tinggi
beda di bakteri

Dunia mikroorganisme terdiri dari berbagai dari kelompok jasad renik


(makhluk halus). Kebanyakan bersel satu atau uniseluler. Ciri utama yanag
membedakan kelompok mikroorganisme tertentu dari mikroba yang lain adalah
organisasi bahan selulernya. Dunia mikroba terdiri dari monera (virus dan
sianobakteri), Protista, fungi (khamir dan kapang), alga (mikroskopis) dan
protozoa. Perbedaan ini penting untuk memisahkan semua Protista menjadi 2
kategori utama, yakni prokariota dan eukariota (Waluyo, 2016).

14
1. Sel sebagai satuan struktur dasar kehidupan
Sel merupakan satuan structural yang fundamental dan fungsional bagi
kehidupan. Untuk organisme uniseluler, sel bukan saja merupakan satuan
structural kehidupan, tetapi juga merupakan organisme itu sendiri. Sebaiknya,
pada organisme multiseluler adalah merupakan kumpulan sel-sel yang tersusun
menjadi satuan-satuan yang terpadu ke dalam system atau berbagai system yang
secara bersama-sama membentuk organisme hidup.
Kata sel digunakan pertama kali oleh Robert hook (inggris), 1665, ketika
itu secara teliti melaporkan struktur halus dari sel gabus dan bahan-bahan
tumbuhan lainnya. Struktur seperti sarang lebah yang dimatinya pada irisan gabus
disebabkan oleh dinding sel yang masih utuh yang berasal dari sel yang
sebelumnya hidup.
Perkembangan selanjutnya, konsepsi sel sebagai satuan hidup structural,
yang dikenal dengan teori sel. Teori ini diperkenalkan oleh Matthias schleiden dan
Theodore schwann, tahun 1838-1839. Mereka berpendapat bahwa semua sel apa
pun organismenya, sangat serupa strukturnya. Senyampang konsepsi sel sebagai
satuan hidup structural diterima orang, maka peran peneliti berspekulasi
mengenai sifat substansi yang terkandung dalam sel.
Istilah protoplasma (proto:pertama, plasma: substansi yang terbentuk)
(Bahasa yunani), diperkenalkan untuk mencirikan bahan hidup suatu sel. Diduga
protoplasma itu merupakan sumber semua proses kehidupan. Penelitian
selanjutnya sangat berpengaruh terhadap struktur organisme dalam suatu sel
(Waluyo, 2016).
Sebagaimana penelitian schleiden dan schwann, sel semu organisme hidup
memiliki beberapa kesamaan dasar. Setiap sel terbungkus membrane, lapisan
teramat tipis yang melingkupi substansi suatu sel , nucleus, sitoplasma
(sito:sel,plasma: substansi yang terbentuk) (Bahasa yunani) (Waluyo, 2016).
Semua organisme hidup memiliki ciri-ciri berikut yang sama :
1. Kemampuan mengadakan pertukan zat atau metabolisme, yakni mengambil zat
makan dan membuang sisa makanan
2. Kemampuan mengalami pertumbuhan

15
3. Kemampuan mengadakan pembiakan atau reproduksi atau berkembang biak.
4. Kemampuan bereaksi terhadap pengaruh dari luar (lingkungan), tanggapan ini
berguna bagi keselamatan hidupnya (iritabilitas)
5. Kemampuan bergerak, meskipun kadang-kadang sulit untuk diamati.
Banyak mikroorganisme yang sama sekali tidak bergerak, namun mereka
tetap masuk dalam makhluk hidup, karena memenuhi keempat kriteria lainnya
(Waluyo, 2016).
Dalam penelaahan mikrobiologi kita menemuka organisme yang dapat
mewakili perbatasan kehidupan, yakni virus. Virus merupakan organisme yang
sangat menarikdipelajari baik mengenai sifat-sifatnya dan organisasi yang
menjembatani kekosongan antara yang bernyawa dengan yang tidak bernyawa.
(Waluyo, 2016).
Virus adalah organisme parasite obligat, artinya harus hidup di dalam sel
inang yang sesuai tumbuhan,hewan atau mikrooorganismelainnya. Organisme ini
tidak memperbanyakdiri di luar sel inang yang sesuai. Tetapi bila partikel virus
memasuki sel hidup yang cocok, maka akan terbentuk berates-ratus partikel virus
yang identik, dengan memanfaatkan energi serta perlengkapan biokimiawi sel
inangnya. Virus adalah entity yang secara struktural lebih sederhana dari pada sel
tunggal, tetapi dibangun dari zat unik bagi kehidupan, yakni asam nukleat dan
protein (Waluyo, 2016).

2. Bentuk dan susunan mikroorganisme


Bentuk umum mikroorganisme terdiri dari satu sel (uniseluler), seperti
yang umum didapatkan pada bakteri, ragi, dan mikroalga. Bentuk mikroorganisme
dapat juga berbentuk filament atau serat, yakni rangkaian sel ayng terdiri dari 2
sel atau lebih yang berbentuk rantai, seperti yang umum didapatkan pada fungi
dan mikroalga. Bentuk filament pada kenyataannya dapat berupa filamen semu
bila hubungan antara sel satu dengan lainnya tidak nyata atau tidak ada, misalnya
pada beberapa jenis ragi dan fungi. Sedangkan bentuk filamen benar, kalua
hubungan antara satu sel dengan lainnya terdapat hubungan yang jelas, baik

16
hubungan secara morfologis (bentuk) ataupun secara fisiologis (fungsi sel),
misalnya pada beberapa jenis fungi dan mikroalga (Waluyo, 2016).
Bentuk lain mikroorganisme adalah koloni, yakni golongan dua sel atau
lebih di dalam satu ruang seperti yang didapatkan pada mikroalga dan bakteri.
Bentuk jaringan semu bila susunan serat membentuk jaringan seperti yang
diddapatkan pada fungi atau jamur, tetapi jaringan tersebut tidak berfungsi seperti
layanya jaringan yang dimiliki tanaman tinggi atau hewan (Waluyo, 2016).
a. Bentuk umum bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung
struktur yang terbatasi membrane di dalam sitoplasma. Sel-selnya khas, berbentuk
bola, batang, atau spiral. Bakteri rata-rata berdiameter sekitar0,5 sampai 1,0 m,
dan panjangnya 1,5 samapai 2,5 m. cara reproduksi terutama dengan pembelahan
biner sederhana, yakni suatu proes reproduksi aseksual. Beberapa dapat tumbuh
pada suhu 0 C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang
suhunya 90 C, atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantaranya
kedua ekstrim ini (Waluyo, 2016).
Bakteri menimbulkan berbagai perubahan kimiawi pada substansi yang
ditumbuhinya. Mereka mampu menghancurkan banyaka zat. Organismeamat
penting untuk memelihara lingkungan kita, yakni dengan menghancurkan bahan
yang bertumpuk di atau dalam daratan dan alutan. Beberapa macam menimbulkan
penyakit pada binatang, termasuk manusia, tumbuhan, dan Protista lainnya.
Mikroorganisme ini sangat luas penyebarannya dalam dan pada permukaan bumi,
di atmosfir, dan di lingkungan kita sehari-hari (Waluyo, 2016).

b. Sianobakteri
Sianobakteri merupakan organisme prokariotik fotosintetik, artinya
mengandung klorofil dan pigmen-pigmen lainnya yang memungkinkan mereka
melakukan fotosintesis. Sianobakteri berukuran agak lebih besar daripada bakteri.
Bersel satu dan dapat dijumpai secara tunggal atau dalam rantai sel, dan kadang-
kadang bercabang. Perkembangbiakkan dengan pembelahan biner sederhana,

17
pembelahan ganda, atau melalui proses pelepasan sel-sel khusus yang disebut
spora(Waluyo, 2016).

c. Fungi (cendawan)
Organisme ini tidak berklorofil dan tidak mempunyai dinding sel yang
kaku. Beberapa bersel satu, yang lain multiseluler dan sedikit

d. Protozoa
Protozoa adalah Protista eukariotik bersel satu tanpa klorofil pada
beberapa golongan, dan tidak mempunyai dinding sel. Ukurannya berkisar luas,
ada yang besarnya hanya 1 nm; yang lain berukuran ratusan micrometer dan
tampak oleh mata bugil. Bentuknya pun bermacam ragam.

e. Alga
Alga atau ganggang adalah Protista eukariotik uang berklorofil.
Ukurannya berkisar antara bersel satu dengan ukuran 5 sampai 10 nm sampai
kepada yang raksasa yang dapat mencapai panjang 3m atau lebih. Yang menjadi
perhatian ahli mikrobiologi adalah alga yang mikroskopik,yang kebanyak
uniseluler. Perkembangbiakannya terutama dengan cara pembelahan aseksual
sederhana, tetapi cara-cara lain untuk beberapa spesies. Alga secara luas tumbuh
di air segar, air laut, dan tanah.

f. Virus
Organisme ini bersifat uniseluler; struktur dan komposisinya lebih
sederhana dibandingkan dengan yang dijumpai pada sel prokariotik. Mereka tidak
hidup bebas, tetapi merupakan parasite obligat; yakni memerlukan sel hidup lain
untuk perkembang-biakannya. Virus terdiri dari seutas asam nukleat, baik AND
maupun ARN, terbungkus dalam lapisan protein.
Ukuran virus bila dibandingkan dengan organisme lain amat kecil; ukurannya
antara 20-25 nm sampai 200-300 nm. Virus tidak tampak dengan mikroskop

18
cahaya biasa, tetapi hanya dapat dilihat dengan mikroskop electron. Bentuknya
bermacam-macam. Virus juga disebut organisme spesifik inang (khas inang);
artinya hanya berkembang biak di dalam sel hidup jenis tertentu, baik tumbuhan,
binatang atau mikroorganisme yang lain.

g. Chlamydia
Golongan organisme ini termasuk juga bakteri. Perbedaannya dengan
bakteri yang lain adalah ukurannya yang lebih kecil. Ukurannya sekitar 0,2-0,5
um garis tengahnya. Bersifat parasite obligat intraseluler. Karena sifat parasitisme
obligat intraseluler, chlamydia pernah dianggap sebagai virus.
Perbedaan chlamydia dengan virus, antara lain materi genetiknya AND
dan ARN (virus salah satu materi genetic saja, ARN saja atau ADN saja),
pembelahan biner (virus tidak); memiliki dinding sel yang keras mirip dengan
dinding sel bakteri, tetapi tidak ada asam muramat; mempunyai ribosom ( virus
tidak ).

h. Risckettsia
Risckettsia adalah kuman kecil yang merupakan parasite obligat
intraseluler. Bentuknya pleomorfik, tampak sebagai batang pendek ukuran 600 x
300 nm, atau sebagai kokus. Kuman ini terdapat tunggal, berpasangan, dalam
rantai pendek, atau filamen. Dengan perwarnaan giemsa kuman ini berwarna biru;
dengan pewarnaan macchiavello kuman ini berwarna merah. Kuman ini memiliki
dinding sel yang terdiri peptidoglikan yang mengandung asam muramat, mirip
dengan dinding sel gram negative. Pembelahan yang terjadi seperti pada
mikroorganisme yang lain.

i.Mikoplasma
Organisme ini sebelumnya dinamakan PPLO (pleuro pneumo-like or-
ganism). Merupakan organisme yang sangat pleomorfik, karena tidak memiliki
dinding sel yang keras dan sebagai gantinya diliputi oleh unit membrane berlapis

19
tiga. Ukuran mikoplasma sengat berbeda-beda, garis tengahnya berkisar dari 50-
500 nm.

b. Ukuran Mikroorganisme
Ukuran mikroba, terutama untuk bakteri dan virus, tidak lagi
menggunakan besaran yang umum kita kenal seperti millimeter ataupun
sentimeter, mengingat ukuran mikroba yang sangat kecil.didalam praktek sehari-
hari, besaran untuk mengukur mikroba yang paling umum dipergunakan adalah
micron, bahkan pada beberapa jenis mungkin dengan micron-mikron ataupun
sampai angstrom (A).
Pengukuran terhadapat mikroorganisme pada saat sekarang dilakukan
lebih teliti lagi, karena sudah menggunakan mikroskop electron yang
ketetapannya lebih tinggi. Sehingga ukuran dari bagian-bagian sel, seperti
flagella, pili, inti, ataupun bagian-bagian lain yang lebih kecil lagi akan dapat
ditentukan dengan baik.
Kelompok mikroba yang kecil, misalnya pada mycoplasma yang hanya
berdiameter 0,125 mikron saja, sedangkan yang paling besar adalah mikroalga
biru hijau, misalnya oscillatoria dengan ukuran diameter lebih kurang 500 kali
dari mycoplasma. Jenis mikroba lainnya ukurannya sangat bervariasi, tergantung
dari kelompok, jenis, dan lingkungan di mana jasad renik itu hidup dan
berkembang.

2.4 Penyakit yang Disebabkan Mikroorganisme


a. Thypus Abdominalis (Demam Tifoid)
Penyakit infeksi sistemik menular ditandai dengan demam yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Diagnosis penyakit tifus, dilakukan
isolasi Salmonella typhi yg di kultur pada media gal (empedu) dari bahan
pemeriksaan darah, dilakukan dalam minggu pertama hingga 10 hari pertama
demam. Kultur Salmonella dari feses akan menunjukkan hasil positif setelah
hari ke-10 sakit. Kultur Salmonella dari urine hanya dilakukan bila hasil kultur

20
darah negatif, dilakukan pada minggu ke 2-3 sakit, menunjukkan hasil positif
pada 25% penderita.

b. Pertussis
Pertusis merupakan infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular. Ditandai oleh suatu sindrom berupa batuk yang bersifat spasmodik
dan proksimal disertai nada yang meninggi. Pemeriksaan laboratorium
meliputi : Isolasi kuman hapusan sekret di nasofaring posterior atau sputum,
Pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-50.000/mm3) dengan
limfositosis predominan (60%). Khas pada akhir stadium kataral dan selama
stadium paroksismal. Enzyme immunoassays untuk mendeteksi IgA dan IgG
terhadap pertussistoxin, filamentous hemagglutinin, pertactin, dan fimbriae.

c. Malaria
Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan
dengan infeksi sel darah merah oleh protozoa spesies Plasmodium yang
ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk. Pemeriksaan laboratorium
meliputi : Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan adanya parasit
(Plasmodium). Bentuk sel masing-masing parasit berbeda sehingga
pemeriksaan hapusan darah dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis
Plasmodium penyebab infeksi.

d. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


HIV adalah retrovirus (virus RNA), yang menyerang sel sistem imun
terutama CD4+ limfosit T, yang melemahkan pertahanan host, menyebabkan
infeksi oportunistik. HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam family
Retroviridae genus Lentivirus penyebab AIDS, yang terdiri dari 2 spesies yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Gejala mayor infeksi HIV penurunan BB >10% dlm 1
bulan, diare kronis >1 bulan, penurunan kesadaran, gangguan neurologis, dan
demensia. Gejala minor infeksi HIV terdiri dari batuk kronis yang menetap > 1

21
bulan, dermatitis generalisata, Herpes zoster multisegmental, terinfeksi
berbagai MO.

e. Hepatitis
Terdapat 4 jenis virus penyebab hepatitis : HAV , HBV, HCV, HDV.
Pemeriksaan meliputi :
Hepatitis A
HAV-ab/IgM; dideteksi 4 – 6 minggu setelah terinfeksi
HAV-ab/IgG; dideteksi setelah 8 -12 minggu setelah terinfeksi
Hepatitis B
HBs-Ag merupakan antigen permukaan hepatitis B yang ditemukan pada 4-12
minggu setelah infeksi.
Hasil positif antibodi HBs-Ab terhadap antigen permukaan hepatitis B, terjadi
setelah 2-10 bulan infeksi.

2.5 Metode Pemeriksaan Mikrobiologi


A. Pemeriksaan Mikroskopik Langsung
1.Sediaan Basah
Sediaan basah dari specimen segar yang baru diambil dan ditutup dengan
kaca penutup terutama digunakan untuk deteksi parasite. Infestasi parasite usus
dalam jumlah besar dapat diidentifikasi dengan memeriksa sebagian kecil tinja
yang dicampur dengan salin atau pada kasus diare encer. Demikian uga pada
trikomoniasis saluran genital sering didiagnosis dengan menemukan trofozoit
motil dalam suspense vagina dan uretra yang diberi salin. Keuunggulan metode
ini hasilnya cepat mudah mendeteksi MO yang motil dan biaya yang murah.

2. Teknik Pewarnaan
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram mempermudah pemeriksaan mikroskopik apusan untuk
mendeteksi bakteri, pus, basil Vincent, dan Candida albicans. Bakteri komensal,

22
yang selalu ditemukan, tidaklah signifikan. Bakteri komensal ini tidak perlu
diperiksa lebih lanjut ataupun dilaporkan.
Prinsip :Ungu kristal mewarnai semua bakteri menjadi ungu, Larutan iodin
menahan zat warna violet secara lebih kuat atau lemah, tergantung jenis
bakterinya. Etanol 95% memudarkan warna bakteri ketika ungu kristal tidak
terikat kuat oleh larutan iodin. Larutan fuksin karbol, merah netral, atau safranin
(berwarna pink): mewarnai ulang (pink) bakteri yang warnanya dipudarkan oleh
etanol
Organisme positif-Gram
Organisme positif-Gram terwarnai ungu tua (mis., stafilokokus,
streptokokus, mikrokokus, pneumokokus, enterokokus, basil difteri, basil
antraks).
Organisme negatif-Gram
Organisme negatif-Gram terwarnai merah (mis.,gonokokus,
meningokokus, basil koliform, shigella, vibrio kolera).

b. Pewarnaan Oranye Akridin


Zat warna oranye akridin akan diserap oleh mikroorganisme dan sel utuh.
Pada radiasi UV, zat warna mengeluarkan fluoresensi oranye terang dan mudah
dilihat dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x sampai 500x. Karna
lebih kuatnya kontras antara mikroorganisme yang terwarnai dan latar belakang,
pewarnaan oranye akridin merupakan teknik yang lebih sennsitif dari pewarnaan
gram.

c. Pewarnaan Ziehl-Neelsen (untuk pendeteksian basil tahan asam)


Larutan pewarna Ziehl-Neelsen dipakai untuk mengidentifikasi
Mycobacterium spp, ookista Cryptosporidium spp, Nocardia spp, Legionella
micdacei
Prinsip : Mikobakterium dan ookista Cryptosporidium spp., yang diwarnai
dengan larutan fuksin karbol yang pekat dan panas,resisten terhadap pemudaran
warna oleh larutan asam atau asam-etanol sehingga tetap berwarna merah.

23
Jaringan dan organisme lainnya memudar warnanya oleh larutan asam-etanol dan
terwarnai dengan larutan pewarna lain, mis terwarnai biru dengan biru metilen.
Mycobacterium Zeprae dan ookista Cryptosporidium spp. hanya resisten terhadap
pemudaran warna oleh larutan asam atau asam-etanollemah. Spesies-spesies ini
diperlihatkan teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen yang dimodifikasi Mycobacterium
spp. dan ookista Cryptosporidium spp. dikenal sebagai basil "tahan asam" karena
basil-basil ini resisten terhadap pemudaran warna oleh larutan asam. Basil-basil
ini tidak terwarnai dengan baik kalau memakai larutan pewarna Gram atau larutan
pewarna sederhana lainnya, seperti biru metilen.

4. Pewarnaan Giemsa
Pemeriksaan mikroskopik terhadap apusan darah yang diwarnai oleh
giemsa merupakan metode pilihan untuk mengidentifikasi pasien dengan infeksi
parasite darah, termasuk malaria, babesiosis, tripanosomiasis, dan filariasis. Pada
keadaan-keadaan tertentu pemeriksaan apusan yang diwarnai dengan giemsa
dapat disubstitusi. Harus disiapkan apusan tipis maupun tebal dari darah segar
atau yang telah mendapat antikoagulan EDTA. Sebelum diwarnai, apusan tebal
tidak difiksasi dan apusan tipis difiksasi dengan methanol. Apusan tebal harus
diwarnai dengan reagen giemsa, karena reagen pewarna wright mengandung suatu
fiksatif alcohol yang mencegah lisis eritrosit.
Pemeriksaan apusan tebal memungkinkan petugas mikroskop untuk
menyurvei darah dalam jumlah yang lebih besar karena semua eritrosit yang
bertumpuk dalam tetesan darah yang telah mongering akan lisis sewajtu
pewarnaan. Pada kenyataanya, pemeriksaan apusan tebal berfungsi sebagai
penapisan untuk mencari ada tidaknya infeksi. Setiap parasite darah yang ada
tetap utuh dipermukaan kaca objek, tetapi dengan morfologi yang sulit
diidentifikasi pada tingkat spesies. Pemeriksaan apusan tipis memeberi gambaran
morfologi eritrosit dan parasite yang lebih jelas, yaitu persyaratan yang diperlukan
untuk identifikasi akurat parasite darah. Apusan tipis dapat diwarnai dengan
reagen giemsa atau wright.

24
5. Preparat Tinta India
Preparat tinta india adalah suatu teknik pewarnaan negative untuk
identifikasi cpat Cryptococcus neoformans dalam specimen cairan tubuh. Setetes
kecil tinta india diletakkan disamping setetes specimen pada kaca objek. Kedua
tetesan tersebut ditutup dengan kaca penutup sehingga keduanya tercampur. Pada
specimen yang positive partikel-partikel halus tinta india tidak mampu menembus
kapsul polisakarida tebal pada C. neoformans, sehingga terbentuk halo disekitar
organisme (lembar warna 65). Karena beragamnya kemungkinan klinis dari hasil
positif, kita harus hati-hati membedakan antara sel ragi berkapsul dengan sel-sel
radang, yang mungkin dikelilingi oleh yang mirip kapsul tipis. Dianjurkan agar
terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap budding yeast cell berkapsul
disediaan basah sebelum memutuskan bahwa hasil pemeriksa positif.
Seperti pada kasus dengan prosedur sediaan basah mikroskopik lain,
preparat tinta india kemungkinan negative apabila jumlah C neoformans kurang
daro 1000 per mL specimen. Suatu pemeriksaan yang jauh lebih sensitive, dan
hamper sama cepatnya, adalah pemeriksaan aglutinasi partikel latex untuk antigen
kriptokokus .

6. Pewarnaan Biru Toluidine O


Pentingnya identifikasi infeksi paru oleh Pneumocystis carinii pada pasien
dengan sindrom imunodifisiensi didapat (aids) mendorong banyak laboratorium
mikrobiologi untuk mulai memeriksa pathogen ini. Secara historis, deteksi
P.carinii merupakan tanggung jawab laboratorium patologi, dengan menggunakan
metode-metode pewarnaan Giemsa, whrite, gram-weigert, atau perak hitrat
metenamin. Pewarnaan biru toluidine O lebih mudah dilakukan dan dibaca
dibandingkan dengan metode-metode tersebut, dengan hasilnya tersedia dalam
waktu sekitar satu jam.
Jumlah organisme pada pasien aids yang tidak diobati umumnya sangat
tinggi. Specimen lavase bronkoalveolus mudah diperoleh dan cukup adekuat
untuk pemeriksaan. Namun, pada pasien aids yang sudah diobati atau pasien non
aids yang tidak diobati, organisme yang ada mungkin lebih sedikit dan specimen

25
yang memberi hasil negative pada peawrna biru toluidine o mungkin memerlukan
konfirmasi dari pemeriksaan bahan biopsi paru.

7. Pewarnaan Putih Kalkofluor

Zat pemutih di binatu seperti putih kalkofluor (calcofluor white) M2R dan
Tinopal CBS-X ditambahkan ke deterjen oleh produsen untuk meningkatkan
“keputihan” baju. “keputihan” tambahan disebabkan oleh fluoresensi zat warna
yang memancar saat baju terpajan ke sinar ultraviolet matahari dan sinar buatan.
Untungnya zat-zat warna ini juga berikatan dengan baik ke polisakarida di dinding
sel jamur. Apusan specimen dapat diwarnai dengan salah satu zat warna ini
selama 1 menit dan diperiksa secara mikroskopis dibawah pencahayaan
ultraviolet. Jamur memperlihatkan fluorosensi terang putih kebiruan yang tampak
jelas dengan latar yang tidak terwarnai. Seperti disebutkan, zat-zat warna ini harus
ditambahkan ke KOH 10% sampai 20% untuk meningkatkan deteksi elemen
jamur dispesimen rambut, kulit dan kuku.
Baru-baru ini dilaporkan zat warna flourosen serupa yang dikenal sebagai
Uvitex 2B untuk mewarnai lapisan dalam kitinosa spora mikrosporidium di tinja
pengidap HIV-1. Organisme ini memperlihatkan fluorosensi putih terang dengan
latar gelap. Putih kalkofluor juga pernah dicoba untuk memvisualissikan
mikrosporidium dalam tinja tetapi terdapat fluorosensi latar yang mengganggu.

B. Pemeriksaan Mikroskopik Tidak Langsung


1. Uji Kultur
a. Metode difusi
Prinsip : AB akan terdistribusi ke dalam media. Disk AB kemudian
diletakan pada permukaan media agar yang telah diinokulasi, lalu inkubasi dan
amatai Zona hambat. Jenis metode difusi lainnya : Metode E-test Metode
Ditch-plate technique, Metoda Cup-plate technique, Metode Gradient-plate
technique.
b. Metode dilusi

26
Prinsip : Dengan menggunakan seri pegenceran konsentrasi AB.
Diinokulasi suatu seri pengenceran AB dalam tabung berisi media cair dan
bakteri uji, lalu diamati tingkat kekeruhan/ pertumbuhan.
Metode ini dapat digunakan untuk menetukan MIC (KHM) dan MKC
(KBM). Jenis metode : Metoda dilusi cair /broth dilution test (serial dilution)
dan Metoda dilusi padat / solid dilution test.

2. Tes Imunologis
a. Immunofluorosensi
Dalam laboratorium mikrobiologi terdapat dua kategori
pemeriksaan deteksi antigen yang didasarkan pada imunofluorosensi.
Pemeriksaan imunofluorosensi langsung (DFA), yang antigen dan
antibodinya telah dikonjugasi dengan zat warna fluoresen bereaksi,
digunakan secara ekslusif untuk mendeteksi antigen, pemeriksaan
imunofluorosensi tidak langsung (IFA), oada pemeriksaan ini antigen dan
antibody bereaksi, diikuti oleh reaksi dengan konjugat antibody yang
ditujukan terhadap antibody pertama, digunakan untuk deteksi antigen dan
antibody.
Tersedia bermacam-macam DFA untuk mendeteksi antigen-
antigen mikroba. Diantara DFA yang paling populer adalah pemeriksaan
untuk Chlamydia trachomatis, Legionella spp, Bordetella pertussis,
pneumocystis carinii, Cryptosporidium spp., Giardia lamblia, virus herpes
simpleks, virus varisela zoster, respiratory syncytial virus, virus influenza,
virus parainfluenza dan adenovirus. Prosedur pemeriksaan berupa
pembuatan apusan specimen yang difiksasi dengan aeton atau methanol,
perendaman apusan dengan konjugat antibody, pembilasan specimen secara
cermat untuk menghilangkan konjugat antibody yang tidak terikat, dan
pemeriksaan specimen dibawah mikroskop dengan cahay ultraviolet
Keunggulan utama DFA adalah kecepatan hasil pemeriksaan dan
kemampuan melakukan pemeriksaan apusan untuk mencari antigen
sekaligus menilai keadekuatan specimen yang dikirim untuk pemeriksaan.

27
b. Aglutinasi Partikel
Metode popular lain untuk deteksi cepat antigen bakteri dan jamur
dalam specimen adalah aglutinasi partikel (PA), partikel mikroskopik
(missal, lateks, arang, eritrosit, sel staphylococcus aureus) dilapisi
(disensitasi) dengan antibody terhadap antigen yang akan diperiksa. Apabila
ada antigen yang dimaksud, partikel menggumpal (mengalami aglutinasi)
untuk membentuk gumpalan yang dapat dilihat.
Tersedia produk-produk komersial dalam bentuk kit untuk
memeriksa, antara lain, antigen streptococcus grup A dan B, Haemophilus
influenza tipe B, streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides,
Escherichia coli K1, dan Cryptococcus neoformans. Kit PA untuk deteksi
antigen virus seperti rotavirus, juga telah dikembangkan.
Pemeriksaan deteksi antigen PA standar memerlukan dua susoensi
partikel mikroskopik. Salah satu suspensi (suspense uji) disensitasi dengan
antibody spesifik terhadap antigen yang dicari, dan suspensi yang lain
(suspensi control) disensitasi dengan immunoglobulin non spesifik dari
kelas yang sama dengan yang digunakan untuk menyiapkan suspense uji.
Apabila digunakan sel-sel S.aureus strain dengan didning sel yang kaya
protein A (missal, strain Cowan) secara nonspesifik mengikat sebagian
subkelas IgG diujung molekul (region Fc), yang tidak mengikat antigen.
Dengan demikian, bagian dari molekul IgG yang reaktif terhadap antigen
(region Fab) semuanya terorientasi sedemikian sehingga dapat mengikat
antigen.

c. Enzym Immunoassay (EIA)


Enzime immunoassay (EIA) dapat di buat untuk mendeteksi
antigen virus hepatitis b, antigen p-24 IV,virus influenza A, virus herpes,
virus varisela. Juga untuk mendeteksi antigen bakteri seperti Chlamidia
trachomatiiis, Neisseria gonorrhea, Giardia lamblia, Cryptosporydium

28
parvum. Serta dapat mendeteksi toksin mikroba seperti Clostridium
difficile. Prosedur Immunoassay Enzim :
 Campur spesimen dengan fase padat yang mengandung antibodi
penangkap antigen. Bilas dengan bersih.
 Aliri fase padat dengan konjugat enzim-antibodi. Bilas dengan
bersih.
 Aliri fase padat dengan substrat enzim. Bilas dengan bersih.
 Periksa fase padat untuk melihat adanya pembentukan warna.
Hasil Positif : Perubahan substrat yang tidak berwarna menjadi berwarna.
Dapat dideteksi dengan bantuan spektrofotometer.

d. Imunokromatografi
Reaksi antigen mikroba dengan antibodi yang dikonjugasikan ke
partikel berwarna. Kompleks imun yang terbentuk kemudian mengalir
(kromatografi) melalui suatu region reaksi membran yang dilapisi oleh
antibodi penangkap terhadap antigen mikroba yang sama. Hasil positif :
Retensi Partikel Berwarna.

3. Tes Biomolekular/Genetik
Metode diagnosa secara molekular oleh Brooks et al, 2005 :
a. Mengidentifikasi bakteri dengan menggunakan rRNA 16S

RNA 16S dari setiap spesies bakteri mempunyai porsi urutan yang
stabil (terpelihara). Banyak tiruan terdapat dalam setiap organisme . probe
berlabel khusus untuk rRNA 16S dari spesies bertambah, dan jumlah label pada
hibrida untai ganda diukur. Teknik ini digunakan secara luas untuk identifikasi
cepat dari banyak organisme. Contoh-contoh meliputi spesies mycobacterium
yang paling sering dan paling penting, Coccidioides immitis, Histoplasma
capsulatum, dan lain-lain.

Bagian rRNA 16S terpelihara di antara banyak spesies mikroorganisme.


Amplifikasi 16S rRNA menggunakan primer pada daerah terpelihara ini

29
memungkinkan isolasi dan perangkaian berbagai daerah dari malekul-molekul.
Beragam rangkaian ini adalah marker yang spesifik-spesies atau spesifik-genus
yang memungkinkan identifikasi mikroorganisme. Patogen yang sulit atau
tidak mungkin untuk dibiakkan dalam laboratorium telah diidentifikasi
menggunakan teknik ini. Satu contoh adalah Tropheryma whippeli, penyebab
penyakit Whipple yang telah dibiakkan di laboratorium. Pengujian diagnostik
molekuler dengan menggunakan teknik amplifikasi telah dipakai secara luas
dan telah berkembang dengan cepat. Sistem amplifikasi ini terbagi menjadi
beberapa kategori dasar

b. Sistem amplifikasi target

Dalam pergujian ini DNA atau RNA target diamplifikasi menjadi


berkali-kali. PCR yang digunakan untuk mengamplifikasi junlah yang sangat
sedikit dari DNA spesifik yang terdapat dalam spesimen klinis yang
membuatnya mungkin untuk mendeteksi DNA yang dahulunya berjumlah
sangat sedikit. PCR menggunakan polimerase DNA termostabil untuk
menghasilkan amplifikasi dua kali lipat dari DNA target dengan masing-
masing siklus temperatur.

DNA yang diekstraksi dari spesimen klinis bersamaan dengan primer


nukleotida yang spesifik terhadap rangkaian, nukcotida, polimerase DNA
termostabil, dan buffer dipanaskan hingga 90-95 °C untuk denaturasi (separasi)
dua untai dari target DNA. Suhu dalam reakai diturunkan, biasanya hingga 45-
60 °C tergantung pada primernya, untuk memungkinkan meredanya primer
terhadap target DNA. Masing-masing primer kemudian diperluas oleh
polimerase DNA termostabil dengan menambahkan nukleotida pelengkap
untuk DNA target yang menghasilkan amplifikasi dua kali lipat. Siklus ini
kemudian berulang 30-40 kali untuk menghasilkan amplifikasi segmen DNA
target sehanyak 105 sampai 106 kali lipat. Segmen yang diamplifikasi seringkali
dapat dilihat dalam gel elektroforesis dengan analisis Southern Blot dengan
menggunakan probe DNA berlabel yang spesifik untuk segmen tersebut.

30
PCR juga dapat dilakukan pada RNA target, yang disebut reverse
transkriptase PCR. Enzim reverse transkriptase dipakai untuk mentranskrip
RNA menjadi DNA pengkap untuk amplifikasi.

Pengujian PCR secara komersial tersedia di AS untuk identifikasi


Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Mycobacterium tuberculosis
cytomegalovirus dan enterovirus. Suatu pengujian yang juga tersedia untuk
pengujian muatan virus HIV-1. Terdapat banyak PCR “in hause” lainnya yang
telah dikembangkan oleh laboratorium individul untuk mendiagnosis infeksi.
Penguiian demikian merupakan tes-tes terpilih untuk berbagai infeksi-terutama
bila bakan tradisional dan teknikdeteksi antigen tidak bekerja dengan baik.
Contohnya antara lain adalah pengujian cairan spinal untuk virus herpes
simpleks; dalam mendiagnosis ensafilitis herpes dan pengujian cairan bilasan
nasofaring untuk mendiagnosis infeksi Bordetella pertussis (batuk rejan).

Pertimbangan utama bagi laboratorium yang mengerjakan pengujian


PCR adalah mencegah kontaminasi reagen atau specimen oleh DNA target dari
lingkungan yang dapat mengaburkan perbedaan antara hasil positif yang benar
dan false positif disebabkan oleh kontaminasi.

Amplifikasi yang diperantarai transkripsi (TMA) dan system


amplifikasi berdasarkan rangkaian asam nukleat (NASBA) mengamplifikasi
jumlah RNA yang besar dalam pengujian isothermal yang secara teratur
menggunakan enzim-enzim reverse transcriptase, RNase dan polymerase RNA.
Suatu primer oligonukleotida yarkg mengandung promoter polimerase RNA
dimungkinkan untuk berikatan dengan RNA target. Reverse transkriptase
membuat tiruan DNA untai tunggal dari RNA. RNase H menghancurkan RNA
dari hibrida RNA-DNA, dari suatu primer oligonuklectida kedua melebur
dengan segmen DNA. Aktivitas polimerase DNA yang tergantung pada DNA
dari reverse transkriptase meluaskan DNA dari primer kedua, yang
menghasilkan DNA tiruan untai ganda, dengan polimerise RNA intak, dari
RNA target asli (original). Polimerase RNA kemudian menghasilkan banyak

31
tiruan RNA untai tunggal. Deteksi C trachomati dan N gonorhoeae serta
penghirungan muatan HIV-I adalah cortoh-contoh pemakaian jenis pengujian
ini. Pengujian penggantian untaian (SDA) adalah pengujian amplifikasi
isotermal dengan menggunakan endonuklease restriktif dan polimerase DNA.

c. Sistem amplifikasi probe

Reaksi rantai ligase (LCR) adalah suatu system amplifikasi yang berbeda
dari PCR. LCR menggunakan polimerase DNA termostabil. LCR
menggunakan 4 probe oligorukleotida dari masing-masing 20-24 basa. Masing-
masing pasang oligonukleotida dirancang untuk berikatar dengan target DNA
yarg terdenaturasi dengan hanya sedikit basa yang terpisah. Oligonukleotida
tersebut dicampur dengan ekstrak DNA target dari spesimen dan reagen-reagen
lain dan kemudian dipanaskan untuk denaturasi target DNA. Reaksi tersebut
keraudian melakukan nkan sehingga memungkinkan pengikatan probe
oligonukleotida ke DNA target. Celah pendek diantara kedua probe tersebut
diisi oleh polimerase DNA dan disatukan oleh DNA ligase, yang menghasilkan
molekul DNA untai ganda dengan panjang 40-50 bp. Siklus tersebut berulang
30-40 lali, menghasilkan sejumlah besar molekul-molekul DNA. Sistem yang
berlaku secara komersial ini meliputi deteksi otomatis dari DNA teramplifikasi.
Ini bisa digunakan untuk mendeteksi C trachomatis dan N gonorhoeae.

d. Teknik amplifikasi sinyal

Pengujian ini menguatkan sinyal dengan mengamplifikasi labelnya


(misal Fluorochrome, enzim-enzim) yang menempel pada asam nakleat target.
Sistem DNA bercabang (bDNA) yang memiliki seri-seri probe primer dan
probe sekunder bercabang yang berlabel enzim. Probe oligonakicotics multipel
yang khusus untuk RNA (atau DNA) target terfiksasi pada pemukaan padat
seperti cawarn mikrodilusi. Ini merupakan probe penangkapan. Specimen
sediaan dimasukkan, dan molekul RNA menempel pada probe penangkap pada
cavan mikrodilusi. Probe target tambahan berikatan dengan target tetapi tidak
dengan cawan. Probe amplifier bDNA berlabel dimasukkan dan menempel

32
pada probe. Substrat chemiluminesen dimasukkan, dan sinar yang dipancarkan
diukur untuk menghitung jumlah, RNA target yang ada. Contoh-contoh
pemakaian jenis pengujian meliputi pengukuran kuantitatif HIV-1, virus
hepatitis C, dan virus hepathis B.

4. Uji Biokimia
Prinsip : identitifikasi mikrob secara fisiologis berdasarkan reaksi
biokimia. jenis biokimia di pengaruhi oleh faktor mikrob/ sifat mikrob, jenis
media, dan faktor lingkungan. Contoh : UJI MR (METIL RED)
Tujuan : mengetahui terbentuk nya asam hasil fermentasi karbohidrad.
Hasil: uji positif terbentuk warna merah uji negatif terbentuk warna kuning
Reaksi biokimia: Bakteri tertentu dapat menfermentasi karbohidrad (glukosa)
menghasilkan asam ( Pada familia enterobacteriacea melalui jalur asam campur).
Ada nya asam akan menyebabkan pH media 7.0 menjadi 4.4 sehingga
terbentuknya asam dapat diketahui dari warna indikator merah metil (trayek pH
4.2 -6.3) yaitu terbentuk nya warna merah.

Pemeriksaan Virus
Virologi diagnostic memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan
laboratorium serta bergantung kepada kualitas spesimen dan informasi yang
diberikan kepada laboratorium. Uji antibody membutuhkan sampel yang diambil
pada interval yang tepat, dan diagnosis seringkali tidak dapat di pastikan hingga
masa konvalesens. Isolasi virus atau deteksi antigen perlu dikerjakan ketika
1. Timbul epidemic baru, seperti pada kasus influenza
2. Ketika uji serologi tidak bermanfaat
3. Ketika penyakit klinis yang sama dapat disebabkan oleh banyak agen yang
berbeda.
Metode diagnostic berdasarkan teknik amplikasi asam nukleat sebentar
lagi akan menggantikan beberapa, tetapi tidak semua, teknik kultur virus. Akan
tetapi, kebutuhan akan penggumpulan sampel dan interprerasi hasil uji yang baik
tidak akan berubah.

33
Virus dapat di deteksi dengan baik melalui pemeriksaan mikroskopik
langsung terhadap apusan atau meliputi infeksi rabiesdan herpes simpleks serta
infeksi sela – zoster. Pewarnaan antigen virus dengan immunoassay terhadap
apusan otak dan impresi kornea dari luar dan dari kulit bagian belakang leher
manusia dan metode pilihan untuk menegakkan diagnosis secara rutin.

Pemeriksaan Jamur
1. Pemeriksaan Jamur Pada Kulit dan Rambut
Kurap (ringworm) atau tinea adala~ infeksi jamur pada kulit. Tinea dapat
terjadi pada permukaan bad an, kulit kepala, kuku, dan sela-sela jari kaki. Infeksi
silang antar-manusia sering terjadi; hewan atau tanah yang terinfeksi juga dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Pada kulit, infeksi jamur menimbulkan lesi
sirkuler, suatu massa yang tersusun dari hifa-hifa yang bereabang; spora jamur
juga dapat ditemukan pada rambut dan kuku yang terinfeksi.
Pada pemeriksaan ini, mungkin akan terlihat hifa-hifa yang bercabang dan
artrospora-artrospora yang bulat dan anguler (tersusun membentuk rantai). Hifa
jamur dapat dibedakan dengan struktur-struktur jaringan lainnya berdasarkan
adanya percabangan dan sekat (septum). Jamur terwarnai biru dengan lactophenol
cotton blue. Spora-spora (granulaa-granula bulat yang besar dan bermembran
transparan) mungkin terlihat di tepi luar rambut. Spora-spora ini disebut ektotriks.
Spora-spora yang ditemukan di bagian dalam rambut disebut endotriks. Pelaporan
hasilnya: "ditemukan hifa atau spora jamur", atau "tidak ditemukan hifa atau
sporajamur".

2. Pemeriksaan pus untuk diagnosis misetoma


Misetoma adalah penyakit granulomatosa kronis pada jaringan subkutis
dan jaringan-jaringan yang lebih dalam. Kaki merupakan tempat predileksi
tersering, yang disebut sebagai "kaki Madura". Tempat-tempat predileksi lainnya:
tangan, kepala, dan dada. Jamur penyebab misetoma menghasilkan granula-
granula kecil, yang dikeluarkan ke permukaan melalui sinus (rongga). Adanya
granula-granula ini merupakan tanda diagnostik misetoma.

34
3. Pemeriksaan Spesimen Kulit untuk Diagnosis Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis versikolor adalah penyakit kulit yang lazim ditemukan pada
musim panas; penyakit ini disebabkan oleh jamur Pityrosporumfurfur. Pada wajah
dan badan, terdapat makula-makula berwarna: pucat dan memudar, pada pasien
yang berkulit gelap; cokelat-kekuningan, pada pasien yang berkulit putih.

Pemeriksaan Protozoa
Protozoa adalah mikroorganisme bersel-tunggal (uniseluler). Protozoa
usus dapat ditemukan di feses, baik dalam bentuk motil (trofozoit) ataupun bentuk
kista. Beberapa protozoa usus bersifat patogenik (lihat Tabel4.3); protozoa lainnya
tidak merugikan. Semua protozoa ini ditemukan di seluruh dunia.
Identifikasi bentuk motil (trofozoit)
Trofozoit adalah bentuk motil protozoa baik karena pergerakan sel yang
lambat (ameba); ataupun karena protozoa ini memiliki flagel (benang-benang
panjang seperti cambuk) atau silia (rambut-rambut pendek berjumlah banyak).
Trofozoit terutama ditemukan di dalam:
• feses encer
• feses berlendir
• feses lunak.
Berbagai karakteristik berikut berguna untuk pengidentifikasian bentuk
motil protozoa usus: ukuran, sitoplasma, pseudopodia, inti (nuldeus), ektoplasma,
endoplasma, vakuola, badan inklusi berisi eritrosit, bakteri, sel ragi, debris,
membran inti (kromatin), kariosom inti flagel membran bergelombang (undulating
membrane).

2.6 Alat-alat Pada Pemeriksaan Mikrobiologi Secara Molekular

1. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan


amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh

35
Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmenDNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa
jam. Dengan diketemukannyateknik PCR di samping juga teknik-teknik lain
seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya
di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molecular
(Handoyo dkk, 2001).

Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah


templatDNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA
templat;dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida
(MgCl2)dan enzim polimerase DNA. Proses PCR melibatkan beberapa tahap
yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3)
penempelan primer pada templat(annealing); (4) pemanjangan primer
(extension) dan (5) pemantapan (post-extension). Tahap (2) sampai dengan (4)
merupakan tahapan berulang (siklus),di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi
jumlah DNA (Handoyo dkk, 2001).

Metode analisis PCR:

1. Konvensional (elektroforesis gel agarosa)

Contoh pada pemeriksaan bakteri yang menyebabkan penyakit Tifus :


Salmonella sp.

36
2. qPCR/ real time PCR

Contoh pada pemeriksaan bakteri meningitis : N. meningitidis, S.


pneumoniae, dan H. influenza (Wagner et al,2018).

Prinsip PCR adalah terjadinya reaksi akibat adanya sifat komplementasi


(berpadanan) rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga
tahap suhu :
 Denaturasi ( pemisahan rantai) pada suhu 90 C
 Annealing ( penempelan primer) pada suhu 60 C
 Perpanjangan rantai oleh DNA Polimerase pada suhu 75 C
2. Biosensor
Biosensor adalah alat pendeteksi/penyelidik yang menggabungkan
komponen biologis (mis.mikroba, jaringan, sel, bakteri, protein, enzim, antibodi)
dan elektronis untuk menghasilkan sinyal yang terukur, yg dapat mendeteksi,
mencatat, dan mengirimkan informasi secara cepat.
Prinsip kerja alat Biokatalis/bioreseptor adalah senyawa aktif
biologi(mikroorganisme) akan berinteraksi dengan substansi/zat kimia yang akan
dideteksi (sampel analit/molekul target). Hasil interaksi yang berupa besaran fisik
seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh
transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh
hasil yang dapat dipahami pada suatu layar monitor/recorder/computer

37
Biosensor elektrokimia generasi pertama muncul dari penggabungan
imobilisasi enzim pada elektroda konvensional. Berbasis enzim, biosensor
mengeksploitasi spesifisitas enzim terhadap substrat tertentu. Dalam perangkat
tersebut, enzim yang digerakkan berfungsi sebagai mediator, memudahkan
transportasi electron dari situs aktif ke elektroda dan memberikan sinyal yang
jelas untuk pengenalan substrat/ mikroorganisme (Kaisti, 2017).
Biosensor berbasis antibodi bergantung pada transduksi sinyal dari
antibodi amobil pada pengikatan analit tertentu. Jenis biosensor ini dapat
mendeteksi protein khusus untuk penyakit tertentu atau kondisi.
Electroimmunosensor adalah biosensor berbasis antibodi yang menggunakan
elektrokimia transduser untuk mendapatkan respons listrik . Kapasitas transportasi
muatan elektroda digunakan dalam electroimmunosensor dapat diihat melalui
voltametri siklik (CV) atau sebagai listrik perubahan impedansi melalui
spektroskopi impedans elektrokimia (EIS). Dua teknik ini, berfungsi untuk
mendeteksi human papilloma virus (HPV), TBC dan Chagas secara efektif
(Kaisti, 2017).

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil
yaitu dalam skala micrometer atau micron (μ) atau sepersejuta meter dan tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Ilmu yang mempelajari mikroorganisme
disebut mikrobiologi. Ilmu mikrobiologi kedokteran mempelajari mikroorganisme
sebagai penyebab penyakit infeksi, cara mendiagnosis, pengobatan, pencegahan
dan pengendalian infeksi. Dalam pemekriksaan suatu penyakit infeksi oleh
mikroorganisme dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu pemeriksaan
mikroskopik langsung dan mikroskopik tidak langsung. Seiring berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerisaan mikrobiologi sudah menggunakan
alat dengan teknologi tinggi, yang keuntungannya hasil yang lebih akurat, cepat
dan penggunaan yang mudah.

3.2 Saran
Untuk penulisan makalah selanjutnya dapat lebih banyak menambahkan
sumber bacaan tentang mikrobiologi dan dapat mengikuti perkembangan
teknologi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Geo F, Janel S, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba


Medika
Lud Waluyo. 2016. Mikrobiologi Umum Edisi R. Malang: UMM Press
(Universitas Muhammadiyah Malang)
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi
11. Jakarta : EGC

40

Anda mungkin juga menyukai