Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

UROLITHIASIS (Batu Saluran Kemih)


Oleh : Mila Charonika (1706107421)

A. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan
uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas di sepanjang kolumna vertebra. Pada posisi supine ginjal terletak antara
vertebra thorakal XII – vertebra lumbal III, pada saat posisi trendelenberg posisinya bisa
naik ke atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada saat berdiri letak ginjal bisa turun
sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena adanya hepar, ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri. Bentuk ginjal menyerupai kacang mente dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial dan disebut sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur – struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta
ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan
mengkilat yang disebut true capsule (kapsula fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat
jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau
glandula adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama
ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai
barier yang berfungsi menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
menghambat ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior,
ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk XI dan XII,
sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ – organ intraperitoneal. Ginjal kanan
di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien,
lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
Secara anatomik jaringan parenkim ginjal terdiri atas Korteks dan Medula. Bagian korteks
merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan kapsul, sedang medula
merupakan bagian dalam yang berada di bawah korteks. Medula ginjal terbagi menjadi
beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, terdapat 12
sampai 18 piramida tiap ginjal. Kolumna dari Bertin merupakan tonjolan korteks ke dalam
medula dan memisahkan medula. Ujung atau bagian akhir piramida disebut papila yang
menyalurkan urine yang terbentuk ke dalam ‘collecting system’ dan berhubungan dengan
kaliks minor. Beberapa kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dimana kaliks
mayor akan bergabung lagi membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter.
Filtrasi glomerulus merupakan proses penting dalam pembentukan urine. Sewaktu darah
mengalir dari arteriole afferen masuk glomerulus, sejumlah air, elektrolit dan zat terlarut
(seperti creatinin, urea nitrogen dan glukosa) difiltrasi melewati membran glomerular
masuk kapsul bowman’s membentuk filtrat. Substansi dan berat molekul lebih dari 69.000
terlalu besar untuk melewati membran dan merupakan subyek terjadinya ’penolakan
elektrostasis’ pada membran kapiler glomerulus, sehingga substansi seperti protein-
albumin, globulin dan SDM normalnya tidak terdapat dalam filtrat. Adanya tekanan positif
memungkinkan terjadinya filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik merupakan tekanan
utama yang mendukung terjadinya ultrafiltrasi darah dimana ada tekanan yang melawan
filtrasi glomerulus, yaitu tekanan onkotik plasma dari darah di dalam glomerulus dan
tekanan filtrat tubular dari filtrat di dalam kapsul bowman’s. Filtrat glomerulus terjadi
apabila tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan oposisinya (tekanan onkotik plasma
dan filtrat tubular). Ginjal mempunyai kemampuan autoregulasi untuk mempertahankan
atau mengatur tekanan dan aliran darah ginjal, sehingga memungkinan Glomerular
Filtration Rate (GFR) berjalan relatif konstan dimana otot polos arteriole afferen dan
efferen bertanggung jawab dalam proses ini. Hal ini dapat kita lihat, meskipun tekanan
darah sistemik darah meningkat dan dapat meningkatkan GFR, namun vasodilatasi dari
arteriole afferen akan menurunkan tekanan darah ke ginjal, sehingga GFR berlangsung
konstan. Hal yang sama juga terjadi apabila tekanan darah sistemik menurun, maka akan
terjadi vasokonstriksi arteriole afferen, sehingga tekanan darah ke ginjal naik, akibatnya
filtrasi tetap berlangsung tanpa perubahan yang besar. Autoregulasi akan terjadi selama
tekanan sistolik dipertahankan antara 75 sampai 160 mmHg (Guyton, 1991). Setiap hari
sekitar 180 liter terbentuk filtrat dari glomerulus atau normalnya GFR berkisar 125
ml/menit, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 1 sampai 2 liter yang dikeluarkan sebagai
urine.
Reabsorpsi tubular merupakan proses kedua yang juga ikut mempertahankan konsentrasi
plasma normal dan pengeluaran cairan serta solut melalui urine secara tepat. Sewaktu filtrat
mengalir melalui komponen tubular dari nefron, sejumlah air, elektrolit dan solut lain
direabsorpsi oleh tubuh. Reabsorpsi terjadi dari filtrat yang berada dalam lumen tubular
masuk ke dalam kapilar peritubuler atau vasa rekta. Di dalam tubulus proksimal
direabsorpsi sekitar 65 % dari filtrat.
Reabsorpsi air : lebih dari 99 % filtrat air direabsorpsi kembali oleh tubulus ke dalam tubuh.
Beberapa proses juga membantu ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan
antara lain kemampuan mempertahankan interstisial medula hipertonik dan kemampuan
memproduksi variasi dalam volume urine. Sebagian besar air direabsorpsi dari filtrat ke
dalam plasma saat melewati tubulus proksimal, saat filtrat berada pada pars desenden air
juga direabsorpsi. Pada pars asenden yang berdinding berdinding tipis, sodium dan klorida
secara aktif direabsorpsi, akan tetapi dindingnya tidak permeabel terhadap air, sehingga
cairan jaringan interstisial medula menjadi hipertonik. Pada saat filtrat melewati tubulus
distal reabsorpsi air juga terjadi karena dindingnya permeabel terhadap air. Dinding
membran tubulus distal dapat menjadi lebih permeabel terhadap air atas pengaruh
vasopresin (ADH). ADH meningkatkan permeabilitas membran terhadap air dan
meningkatkan reabsorpsi air. Aldosteron juga mengubah permeabilitas membran,
aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium dalam tubulus distal; sedangkan reabsorpsi air
terjadi sebagai hasil perpindahan sodium.
Reabsorpsi solut : sebagian besar sodium, clorida dan air direabsorpsi sewaktu di tubulus
proksimal dan reabsorpsi yang sama juga terjadi pada tubulus koligentes dan biasa terjadi
atas pengaruh aldosteron. Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus proksimal
dimana 20 % sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang berdinding
tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga direabsorpsi pada tubulus proksimal
dan sebagian pada pars asenden dan tubulus distal. Reabsorpsi bikarbonat menjadi dasar
penetralan asam dalam plasma dan membantu mempertahankan pH serum normal.
Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga mempengaruhi reabsorpsi dan sekresi
kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi pada pars asenden dinding tebal dan sebagian
kecil pada tubulus proksimal. Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada
tingkat kadar glukosa serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua glukosa dan
beberapa asam amino atau protein yang difiltrasi kemudian direabsorpsi kembali, sekitar
50 % dari urea yang ada difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.

B. Definisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju
kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars abdominalis,
pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2010).
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal)
pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran
perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus
larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa
centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit
yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh
seperti teh atau merah.

C. Faktor Penyebab
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu :
1. Faktor Endogen. Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen. Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan
mineral dalam air minum.
3. Faktor lain
a. Infeksi. Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi
alkali.
b. Stasis dan Obstruksi Urine. Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah
Infeksi Saluran Kencing.
c. Jenis Kelamin. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3 : 1
d. Air Minum. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum
menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
e. Pekerjaan. Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
f. Suhu. Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.
g. Makanan. Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas
Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan
putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).

D. Tanda Gejala
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri
kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya
di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut
menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin
menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan
infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di
dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika
penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam
ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis).
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi
batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar
testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.

E. Patofisiologi
1. Teori Intimatriks. Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi
organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi. Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti
sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi. Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas
substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan
garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat. Berkurangnya Faktor Penghambat seperti
peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

F. Komplikasi
1. Obstruksi Ginjal
2. Perdarahan
3. Infeksi
4. Hidronefrosis

G. Penatalaksanaan
1. Menghilangkan Obstruksi
2. Mengobati Infeksi
3. Menghilangkan rasa nyeri
4. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan
hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH
: normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam
: Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur
urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat
dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik
(cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl
perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
2. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
3. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
4. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang uriter.
5. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
6. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau
efek ebstruksi.
7. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas penderita. Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada
usia 30 sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan
perbandingan 3 kali lebih banyak dari wanita), alamat, agama/kepercayaan,
pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang
lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life)
b. Riwayat penyakit sekarang. Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal
adalah nyeri pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung
lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke
testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga mengalami
gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine.
c. Riwayat penyakit dahulu. Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih,
hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang
mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi.
d. Riwayat penyakit keluarga. Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter
dapat menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan
renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria.
e. Riwayat psikososial. Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang
dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah
tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas harian lainnya.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan. Klien biasanya tinggal pada lingkungan
dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang
tinggi pada air. Terdapat riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti
antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas
olah raga biasanya tidak pernah dilakukan.
2) Pola nutrisi dan metabolism. Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium
oksalat dan fosfat. Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat
mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
3) Pola eliminasi. Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya
obstruksi sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine,
kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan
adanya diare
4) Pola istirahat – tidur. Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila
nyeri timbul pada malam hari atau saat istirahat.
5) Pola aktifitas. Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun
immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis).
6) Pola hubungan dan peran. Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga
dan masyarakat, interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja,
adakah perubahan atau gangguan
7) Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau
kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi,
diagnosa dan tindakan/operasi.
8) Pola reproduksi seksual. Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah
perubahan dalam hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami.
9) Pola koping dan penanganan stress. Dikaji tentang mekanisme klien terhadap
stress, penyebab stress yang mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan. Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi),
dengan apa (siapa) klien mendapat sumber kekuatan atau makna.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum. Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat
kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan. Tanda vital
dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi
serta tekanan darah dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock
b. Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah
pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna kulit.
Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada
retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri
renal untuk memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan
oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai
dua tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke
atas sedangkan tangan kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke bawah
(pada ginjal kanan), bagian bawah dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya
pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba dan terasa
nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya akan
menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke skrotum atau
labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas simphisis atau setinggi
umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya
pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada
buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat
diketahui batas atas buli-buli serta adanya tumor/massa.
Uretra
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah;
mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash atau
kelainan pada penis atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya
dilaporkan dengan adanya rasa tidak nyaman saat klien miksi.
c. Sistem integument
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia
defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene – like
substance akibat kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan adanya
gagal ginjal kronik atau kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya
perdarahan, adanya deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang
berlangsung lama.

d. Sistem Respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan klien
atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau urine atau
'fruit-flavored gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah.
e. Sistem Kardivaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status
keseimbangan cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah
pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal
dan mungkin adanya overload cairan atau gangguan sistem renin-angiotensin
f. Sistem muskuloskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot
tubuh secara keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi
urine, otot yang spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien
dianjurkan untuk mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan
cara palpasi.
g. Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal
kronik peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan
menyebabkan kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan spinkter
urinari berasal dari cabang persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah
satu utuh maka spinkter yang lain juga demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa terjepit pada saat diberikan rangsangan
nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani eksterna dan otot bulbokavernosa,
hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak.
J. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot
polos
1). Tujuan : mendemonstrasikan rasa nyeri hilang
2). Kriteria hasil : tak ada nyeri, ekspresi wajah rileks, tak ada mengerang dan perilaku
melindungi bagian yang nyeri, frekwensi nadi 60-100 kali/menit, frekwensi nafas 12-
24 kali/menit
3). Rencana tindakan :
a). Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya. Perhatikan tanda-
tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri panggul sering menyebar, nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan
ketakutan, gelisah dan ansietas sampai tingkat berat/panik
b). Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri
Rasional :
c). Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan punggung,
lingkungan nyaman, istirahat
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan
koping
d). Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktifitas
terapeutik
Rasional : Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot
e). Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan
sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung
Rasional : Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan
membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya
f). Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi : narkotik, antispasmmodik, kortikosteroid
Rasional : Narkotik Biasanya diberikan pada episode akut untuk menurunkan kolik
ureteral dan meningkatkan relaksasi otot/mental. Antispasmodic Menurunkan
refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri. Kortikostreorid Mungkin
digunakan untuk menurunkan edema jaringan dan untuk membantu gerakan
batu
g). Berikan kompres hangat pada punggung
Rasional : Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme
h). Pertahankan patensi kateter bila digunakan
Rasional : Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan
ginjal dan infeksi
2. Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi
1). Tujuan : klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak ada
gangguan
2). Kriteria hasil : jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa, tidak ada distensi
kandung kemih dan oedema
3). Rencana tindakan
a). Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
b). Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi
c). Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan
d). Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium
untuk analisa
e). Selidiki keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik.
Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung
f). Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
g). Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin
h). Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas
i). Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
- asetazolamid, alupurinol
- HCT, klortaridon
- amonium klorida : kalium fosfat/natrium fosfat
- agen antigout
- antibiotik
- natrium bikarbonat
- asam askorbat
j). Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan
k). Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi
4). Rasional
a). Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi (infeksi dan
perdarahan). Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi/iritasi
b). Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi
kebutuhan berkemih segera
c). Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris serta dapat membantu
lewatnya batu
d). Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan
terapi
e). Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung
kemih/ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
f). Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik
pada SSP
g). Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal
h). Menentukan adanya ISK, yang menjadi penyebab/gejala komplikasi
i). Obat-obat tersebut :
- Meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu asam
- Mungkin digunakan untuk mencegah stasis urine dan menurunkan
pembentukan batu kalsium tertentu
- Menurunkan pembentukan batu fosfat
- Menurunkan produksi asam urat/potensial pembentukan batu
- Adanya ISK/alkaline urine potensial pembentukan batu
- Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama pembuangan
bikarbonat dan atau alkalinisasi urine dapat menurunkan/mencegah
pembentukan beberapa kalkuli
- Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu
alkalin
j). Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi dan
komplikasi
k). Mengubah pH urine dapat membantu pelarutan batu dan mencegah
pembentukan batu selanjutnya
3. Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik dan rencana tindakan
1). Tujuan : klien mendemonstrasikan ansietas berkurang
2). Kriteria hasil : mengungkapkan pemahamana tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik dan rencana terapeutik; keluhan berkurang tentang cemas atau gugup;
ekspresi wajah rileks.
3). Rencana tindakan :
a). Berikan kesempatan pada klien dan orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan dan harapannya. Perbaiki konsep yang salah.
b). Berikan informasi tentang :
- Sifat penyakit
- Tujuan tindakan yang diprogramkan
- Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
 tujuan
 deskripsi singkat tentang prosedur
 pemeriksaan setelah perawatan
Bila informasi harus diberikan selama episode nyeri, pertahankan instruksi dan
penjelasan singkat dan sederhana. Berikan informasi lebih detil bila nyeri
terkontrol.
4). Rasional
a). Kemampuan pemecahan masalah klien ditingkatkan bila lingkungan nyaman
dan mendukung diberikan.
b). Pengetahuan apa yang akan dirasakan membantu mengurangi ansietas. Nyeri
mempengaruhi proses belajar.
4. Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, hasil yang dapat diperkirakan dan
ketidakcukupan pengetahuan tentang rutinitas preoperasi, latihan dan aktifitas pascaoperasi.
1). Tujuan : klien akan menunjukkan perasaan dan pemahaman tentang rutinitas
pembedahan
2). Kriteria hasil : klien akan :
- mengkomunikasikan perasaan mengenai pengalaman bedah
- mengungkapkan, bila ditanya, apa yang diharapkan mengenai rutinitas, lingkungan
dan sensasi
- memperagakan latihan, pembebatan dan regimen pernafasan pascaoperasi
3). Rencana tindakan
a). Berikan jaminan dan kenyamanan; tinggal dengan klien, berikan dorongan pada
klien untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya, dengarkan dengan
penuh perhatian dan tunjukkan empati serta pengertian.
b). Perbaiki miskonsepsi dan ketidakakuratan informasi yang dimiliki klien tentang
prosedur
c). Tentukan apakah klien menginginkan dukungan spiritual ( misalnya kunjungan
rohaniawan atau pemimpin agama lain;artikel keagamaan atau ritual). Atur
untuk dukungan ini bila diperlukan.
d). Izinkan dan dorong anggota keluarga dan orang terdekat untuk saling berbagi
rasa takut dan kekhawatirannya. Sebutkan dukungan mereka untuk klien, tetapi
hanya bila bermakna dan produktif
e). Evaluasi tingkat ansietas klien dan keluarga (Willard, 1995) :
- Rendah (diperkirakan)
- Sedang (persepsi menyempit, kesulitan untuk konsentrasi, akan mempunyai
kesulitan menganalisa, gemetar)
- Tinggi (persepsi sangat menurun, perhatian sangat mudah dialihkan, tak
mampu berkonsentrasi, belajarsangat terganggu)
f). Beri tahu dokter bila klien menunjukkan ansieas berat atau panik
g). Bila ansietas sedang, bantu klien untuk mendapatkan pemahaman ke dalam
ansietas mereka dan alasan mengapa timbul ansietas. Bantu untuk menilai
kembali ancaman dan belajar cara baru untuk menerimanya (Tarsitono, 1992).
h). Beri tahu dokter jika klien memerlukan penjelasan lanjut tentang prosedur,
sebelumnya dokter harus menjelaskan tentang sifat pembedahan, alasan untuk
pembedahan dan hasil yang diperkirakan, setiap resiko yang termasuk, jenis
anastesi yang akan digunakan, lama pemulihan yang diperkirakan dan setiap
pembatasan dan instruksi pasca operasi
i). Libatkan anggota keluarga dan orang terdekat dalam penyuluhan klien, setiap
saat bila memungkinkan.
j). Berikan instruksi (di tempat tidur atau kelompok) tentang informasi umum yang
berkaitan dengan pentingnya partisipasi aktif, rutinitas pra operasi, lingkungan,
petugas dan latihan pascaoperasi.
k). Berikan informasi atau pertegas belajar menggunakan materi tertulis (misalnya
buku, panflet, lembar instruksi) atau alat audiovisual (misalnya videotape,
slide, poster)
l). Jelaskan pentingnya dan tujuan dari semua prosedur pascaoperasi
(1) enema
(2) status puasa
(3) pemeriksaan laboratorium
(4) obat-obatan praoperasi
m). Diskusikan prosedur intraoperasi dan sensasi yang diperkirakan :
(1) Penampilan ruangan dan peralatan operasi
(2) Kehadiran staf pembedahan
(3) Pemberian anestesi
(4) Penampilan ruang pemulihan
(5) Pemulihan dari anestesi
n). Jelaskan semua rutinitas dan sensasi pascaoperasi yang diperkirakan
(1) Pemberian cairan parenteral
(2) Pemantauan tanda vital
(3) Pemeriksaan dan penggantian balutan
(4) Pemasangan dan perawatan selang nasogastrik (NG)
(5) Pemasangan dan perawatan kateter indwelling (Foley)
(6) Alat lain, seperti jalur intravena (IV), pompa dan drain
(7) Gejala-gejala termasuk mual, muntah dan nyeri
(8) Ketersediaan analgesik dan antiemetik, jika diperlukan
o). Jelaskan rasional nafas dalam, peragakan dan minta klien memperagakan ulang
(Tarsitano, 1992)
(1) Letakkan tangan di atas abdomen dan tangan lainnya di tempat insisi akan
dilakukan
(2) Inspirasi dan kembangkan abdomen
(3) Ekspirasi dengan lambat dan dalam
p). Jelaskan rasional batuk, peragakan dan minta klien memperagakan ulang
(1) Batuk hanya saat ekspirasi
q). Jelaskan rasional untuk latihan kaki, peragakan dan minta klien memperagakan
ulang (Tarsitano, 1992)
(1) Dengan tumit di tempat tidur, dorong ibu jari kaki kedua kaki searah tempat
tidur sampai otot betis kaki mengencang. Rileks kedua kaki. Tarik ibu jari
ke arah dagu sampai otot betis mengencang. Rilekskan kaki.
(2) Dengan tumit di tempat tidur, putar kedua pergelangan kaki, pertama ke
kanan dan kemudian ke kir. Ulangi tiga kali. Rileks.
(3) Tekuk setiap lutut secara bergantian, luncurkan kaki sepanjang di tempat
tidur. Rileks.
r). Bila dapat dilakukan, ajarkan klien (menggunakan peragaan ulang untuk
memastikan pemahaman dan kemampuan) cara melakukan hal berikut:
(1) Berbalik, batuk atau nafas dalam
(2) Menyangga insisi saat batuk
(3) Mengubah posisi di tempat tidur setiap 1 sampai 2 jam
(4) Duduk, turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegara mungkin setelah
pembedahan (duduk lama harus dihindari)
s). Jelaskan pentingnya aktivitas progressif pascaoperasi termasuk ambulasi setelah
pembedahan dan perawatan diri sesegera mungkin klien mampu
t). Jelaskan pentingnya kebijakan rumah sakit untuk anggota keluarga/orang
terdekat, misalnya jam berkunjung, jumlah pengunjung, lokasi ruang tunggu
dan bagaimana dokter akan menghubungi mereka setelah pembedahan
u). Evaluasi kemampuan klien dan keluarga atau orang terdekat untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang direncanakan secara mutual dan telah ditetapkan
sebelumnya.
4). Rasional
a). Memberikan dukungan emosional dan dorongan pada klien untuk berbagi
memungkinkan klien untuk mengklarifikasi rasa takutnya dan memberi
kesempatan pada perawat untuk memberikan umpan balik positif dan
penenangan
b). Faktor penunjang ansietas yang dapat diubah termasuk ketidaklengkapan dan
ketidakakuratan informasi. Pemberian informasi yang akurat dan meluruskan
kesalahan konsep dapat membantu menghilangkan rasa takut dan mengurangi
ansietas (Redman, 1992)
c). Banyak klien memerlukan dukungan spiritual untuk meningkatkan kemampuan
koping
d). Penelitian telah menunjukkan bahwa anggota keluarga yang terlibat dalam
perawatan mengakibatkan peningkatan kerjasama klien dan penyesuaian positif
pada pengalaman (Leske, 1993)
e). Strategi keperawatan akan berbeda tergantung pada tingkat ansietas (Tarsitono,
1992)
f). Pemberitahuan segera memungkinkan pengkajian segera dan kemungkinan
intervensi farmakologis
g). Dengan membantu klien untuk memahami ansietas dan sumbernya
memungkinkan kesempatan untuk dapat mengatasinya (Tarsitano, 1992)
h). Dokter bertanggungjawab untuk memberitahukan pembedahan pada klien,
keluarga dan perawat, untuk menentukan tingkat pemahaman dan kemudian
memberitahu dokter tentang kebutuhan akan pemberian informasi lebih banyak
(Douglas, 1986)
i). Anggota keluarga atau orang terdekat yang mempunyai pengetahuan yang cukup
dapat berfungsi sebagai ‘pelatih’ untuk mengingatkan klien tentang instruksi
dan larangan
j). Penyuluhan praoperasi memberikan klien informasi, yang dapat membantu
menurunkan ansietas dan takut berkenaan dengan ketidaktahuan dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi
k). Stimulasi berbagai pengindera secara simultan meluaskan proses belajar. Materi
tertulis dapat disimpan dan digunakan sebagai referensi setelah pulang. Materi
ini secara khusus sangat berguna untuk untuk pemberi perawatan yang tidak
berpartisipasi pada sesi penyuluhan klien (Redman, 1992)
l). Informasi ini dapat membantu menghilangkan ansietas dan takut yang berkaitan
dengan kurang pengetahuan tentang pentingnya aktivitas dan rutinitas
praoperasi
(1) Enema kadang dilakukan untuk mengosongkan usus dari materi fekal yang
dapat membantu mengurangi resiko obstruksi usus pascaoperasi karena
peristaltik usus tak ada
(2) Menghindari cairan per oral praoperasi akan mengurangi resiko aspirasi
pascaoperasi
(3) Tes dan pemeriksaan menetapkan nilai data dasar dan membantu
mendeteksi adanya abonormalitas sebelum pembedahan
(4) Sedatif praoperasi mengurangi ansietas dan emningkatkan relaksasi yang
meningkatkan efektifitas anestesia dan menurunkan sekresi dalam berespon
terhadap intubasi
m). Menjelaskan apa yang dapat diperkirakan klien, mengapa prosedur dilakukan
dan mengapa sensasi tertentu dapat terjadi membantu mengurangi takut
yang berkaitan dengan ketidaktahuan dan hal-hal yang tidak diperkirakan
(Christman, 1992)
(n). (1) Cairan perenteral menggantikan cairan yang hilang akibat puasa dan
kehilangan darah
(2) Pemantauan yang cermat diperlukan untuk menentukan status dan melacak
setiap perubahan
(3) Sampai tepi luka membaik, luka harus dilindungi dari kontaminan
(4) Selang nasogastrik meningkatkan drainase dan mengurangi distensi
abdominal dan tegangan pada jahitan
(5) Kateter Folley mengalirkan kandung kemih sampai tonus otot kembali saat
anestesi diekskresi
(6) Mual dan muntah adalah efek samping umum dari obat-obat praoperasi
dan anestesi; faktor penunjang lain termasuk jenis pembedahan tertentu,
obesitas, ketidakseimbangan cairan, perubahan posisi yang cepat dan
faktor-faktor psikologis serta lingkungan. Nyeri biasanya terjadi bila obat-
obat sudah tidak efektif lagi
o). Latihan dan gerakan meningkatkan ekspansi paru dam memobilisasi sekret.
Spirometri insentif meningkatkan nafas dalam dengan memberikan indikator
visual dari efektifitas upaya bernafas (Litwack, 1991)
p). Menghembuskan nafas kuat saat glotis tertutup dapat menaikkan tekanan
pleural di atas tekanan alveolar, menyebabkan kolaps alveolar (Huddleston,
1990)
q). Latihan ini akan meningkatkan aliran balik vena dan mencegah stasis (
Caswell, 1993)
r). Pengertian klien tentang tindakan perawatan pascaoperasi dapat membantu
mengurangi ansietas berkenaan dengan ketidaktahuan dan ini dapat
meningkatkan kepatuhan. Penyuluhan klien tentang rutinitas pascaoperasi
sebelum pembedahan memastikan bahwa pengertiannya tidak rusak oleh
kontinuitas efek sedasi pascaoperasi (Tarsitano, 1992)
s). Aktifitas memperbaiki sirkulasi dan membantu mencegah pengumpulan
sekresi pernafasan. Perawatan diri meningkatkan harga diri dan dapat
memantau meningkatkan pemulihan
t). Memberikan informasi pada anggota keluarga dan orang terdekat tentang
informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas mereka dan
memungkinkan mereka untuk mendukung klien lebih baik (Leske, 1993)
u). Pengkajian ini mengidentifikasi kebutuhan akan penyuluhan dan dukungan
tambahan
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan mual/muntah
1). Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
2). Kriteria hasil :
- tekanan darah 120/85 mm Hg
- nadi 60 –100 kali/menit
- berat badan dalam rentang normal
- membran mukosa lembab
- turgor kulit baik
3). Rencana tindakan
a). Monitor pemasukan dan pengeluaran
b). Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekwensi muntah/diare,
jaga kejadian yang menyertai atau mencetuskan
c). Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung
d). Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
e). Timbang BB tiap hari
Kolaborasi :
f). Awasi Hb/Ht, elektrolit
g). Berikan cairan intra vena
h). Berikan diet tepat, cairan jernih dan makanan lembut sesuai toleransi
i). Berikan obat sesuai indikasi : antiemetik, contoh : proklorperazin (compazin)
4). Rasional
a). Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi
adanya/derajat stasis/kerusakan ginjal
b). Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena
saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat
membantu mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan nyeri
atau menunjukkan kalkulus
c). Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan
“mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah
dan diare)
d). Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
e). Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi
f). Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
g). Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup)
meningkatkan fungsi ginjal
h). Makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
i). Menurunkan mual/muntah
6. Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adannya batu pada saluran ginjal
1). Tujuan : klien mendemonstrasikan fungsi ginjal normal
2). Kriteria hasil :
- urine berwarna kuning atau kuning jernih
- BUN 10 - 20 mg/dl
- Kreatinin <1,5 - <2 mg/dl
- tidak nyeri waktu berkemih
3). Rencana tindakan
a). Pantau :
- urine (warna, bau) setiap 8 jam
- masukan dan haluaran setiap 8 jam
- pH urine setiap 8 jam
- tanda vital setiap 4 jam
b). Saring semua urine. Observasi terhadap kristal untuk dilihat dokter, kemudian
kirim ke laboratorium untuk analisa komposisi
c). Kolaborasi : konsul dokter bila :
- klien sering berkemih, jumlah sedikit dan terus-menerus terasa ada
dorongan untuk berkemih
- BUN - kreatinin abnormal
- perubahan warna urine dari jernih sampai keruh (kemerahan, kecoklatan
atau merah terang) dan tercium bau busuk
- oliguria (haluaran kurang dari 30 ml/jam) atau anuria (tidak ada urine)
terjadi
- nyeri menetap tidak hilang dengan analgesia
Siapkan penderita untuk intervensi pembedahan sesuai protokol dan prosedur
fasilitas
d). Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan pH
4). Rasional
a). Untuk deteksi dini terrhadap masalah
b). Untuk mendapatkan data-data keluarnya batu. Perubahan diet yang didasari oleh
komposisi batu
c). Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan kebutuhan
intervensi agresif (bedah atau lithotripsi)
d). Dengan perubahan pH urine (peningkatan keasaman atau alkalinitas), faktor
solubilitas untuk batu dapat dikontrol. Batu kalsium dan oksalat sedikit
kemungkinan untuk mencetuskan urine asam karena kimia alkalin. Pencetus
asam urat dan batu sistin dapat dikontrol dengan mempertahankan urine alkalin
7. Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi sehubungan dengan tindakan/prosedur
1). Tujuan : klien menunjukkan peningkatan pengetahuan dan persiapan untuk
dilaksanakan operasi
2). Kriteria hasil :
- mengungkapkan pemahaman tentang rutinitas/prosedur preoperasi
- mengungkapkan pembedahan dipersilahkan untuk dilaksanakan dan
menandatangani informed consent
3). Rencana tindakan
a). Jelaskan dan diskusikan tentang rutinitas/prosedur praoperasi dan pascaoperasi
b). Ajarkan dan usahakan klien untuk :
- bernafas dalam dan latihan batuk
- latihan kaki
- latihan mobilitas
c). Fasilitasi klien dalam memberikan informed consent, sebelumnya dokter harus
menjelaskan tentang : sifat pembedahan, alasan untuk pembedahan dan hasil yang
diperkirakan, setiap resiko yang termasuk, jenis anestesi yang akan digunakan,
lama pemulihan yang diperkirakan dan setiap pembatasan dan instruksi
paskaoperasi
d). Kolaborasi : laksanakan prosedur/rutinitas sesuai pesanan pra operasi :
- pembatasan nutrisi/cairan (puasa)
- persiapan perut (enema)
- persiapan kulit
- berikan obat pra operasi/premedikasi, jika diberikan :
(1). barbiturat/tranquillizer : pentobarbital, benzodiazepines
(2). opoids : morphine, meperidine
(3). anticholinergies : atropine
(4). antibiotics sesuai kultur
e). Pantau tanda vital, antarkan dan temani klien ke kamar operasi
4). Rasional
a). Memberikan pengetahuan dimana dapat meningkatkan kerja sama klien selama
prosedur dilaksanakan
b). Mendorong keterlibatan klien dalam perawatan dan pemulihan pasca operasi
c). Perawat mengemban tanggung jawab memfasilitasi informed consent sebagai
aspek legal dan perlindungan hukum bagi klien dan ahli bedah. Surat persetujuan
berarti klien telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sifat pembedahan,
alasan dan resiko yang mungkin terjadi, jenis anesthesi, serta tindakan-tindakan
guna mempertahankan hidup
d). - menghindari cairan per oral pra operasi akan mengurangi resiko aspirasi pasca
operasi
- enema kadang dilakukan untuk mengosongkan usus dari materi fekal, yang
dapat membantu mengurangi resiko obstruksi usus pasca operasi karena
peristaltik usus tidak ada
- membebaskan/mengurangi sedapat mungkin area operasi dari mikroorganisme
- (1). mempunyai efek sedasi dan meningkatkan relaksasi
(2). dapat mengurangi jumlah general anesthesi yang diperlukan
(3). mengurangi sekresi traktus respiratori
(4). mencegah kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan
e). Penyimpangan yang signifikan dari nilai normal berpengaruh dalam
pemberian/tindakan anesthesi, memberikan rasa aman dan dukungan emosional
akan meningkatkan koping
Referensi :
1. Brunner & Sudarth. (2010). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
2. Carpenito, Linda Jual. (2014). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan). Jakarta : EGC
3. Doenges, et al. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). Jakarta : EGC
4. Engram, Barbara. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). Jakarta : EGC
5. Ganong, W. (2007). Review of Medical Physiology. Fisiologi Kedokteran. . Jakarta: EGC
6. Long, Barbara C. (2007). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
7. Sherwood, Lauralee. (2001). Human Physiology:From Cells to System. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai