Disusun Oleh :
1. Latar Belakang
Data Kemenkes RI tahun 2017 menyatakan bahwa lansia di Indonesia
pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 23,66 juta lansia dan di prediksi
pada tahun 2020 akan bertambah menjadi 27,08 juta lansia. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 menyatakan bahwa lansia
merupakan individu dengan usia lebih dari 60 tahun. Lansia adalah
tahapan akhir dari perkembangan kehidupan setelah melewati masa bayi,
anak-anak, remaja hingga dewasa. Lansia dikelompokkan ke dalam empat
jenis yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-
74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) > 90
tahun (WHO dalam Azizah, 2011).
Lansia identik dengan masalah kondisi fisiologisnya yang ditandai
dengan menurunnya kemampuan dalam beradaptasi pada keadaan maupun
lingkungan (Efendi, 2009). Secara biologis, lansia akan mengalami
perubahan fisik dan mental. Perubahan fungsi pada tubuh lansia yang
sering terjadi adalah menurunnya penglihatan, pendengaran, kekuatan otot,
daya ingat yang juga menurun (Maryati & Suyami 2015).
Demensia merupakan sebuah gangguan penurunan fisik otak yang
mempengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan (pikun)
(Wisyastuti dkk, 2019). Lansia-lansia yang sudah mengalami demensia
harus dilatih agar kerusakan intelektualnya tidak semakin memburuk.
Menurut kuesioner SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire),
yaitu sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur status kognitif
pada lansia, kerusakan intelektual dapat digolongkan menjadi 3 tipe. Tipe
ringan, sedang dan berat.
Berdasarkan hasil pengkajian awal yang dilakukan pada tanggal 23
September 2019 – 24 September 2019 terhadap 20 lansia di panti Wredha
Harapan Ibu menggunakan alat ukur SPMSQ (Short Portable Mental
Status Quesionnaire) yang terdiri dari 10 pertanyaan menunjukkan hasil
bahwa fungsi kognitif sebanyak 4 lansia (28,6%) dalam kategori gangguan
ringan, 9 lansia (44,3%) dalam kategori gangguan sedang dan 1 lansia
(7,1%) dalam kategori gangguan berat.
Berdasarkan pernyataan diatas, kelompok akan melakukan gardening
therapy pada lansia. Terapi tersebut adalah kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan fungsi kognitif lansia di panti wredha Harapan Ibu
Ngaliyan.
2. Topik
Gardening therapy terhadap demensia pada lansia
3. Tujuan TAK
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan status kognitif lansia yang tinggal di Panti
Wredha Harapan Ibu Ngaliyan Semarang
b. Tujuan Khusus
1) Lansia mengetahui manfaat gardening therapy
2) Lansia mampu melakukan gardening therapy secara mandiri
3) Lansia berkomitmen merawat tanaman yang telah ditanam dalam
setiap hari
4. Kriteria Peserta
Peserta gardening therapy adalah sebagai berikut:
a. Lansia di Ruang Mawar dan Aggrek Panti Wredha Harapan Ibu
Semarang
b. Lansia dengan status hemodinamika stabil
c. Lanisa dengan kesadaran komposmentis
d. Lansia yang mampu menggerakkan anggota tubuhnya
e. Lansia dengan masalah fungsi kognitif (diutamakan)
5. Proses Seleksi Peserta
a. Lansia dilakukan pengkajian status hemodinamika, lansia dengan
status hemodinamika stabil dapat diikutsertakan dalam terapi.
b. Lansia dilakukan pengkajian tingkat kesadaran, lansia dengan
kesadaran komposmentis dapat diikutsertakan dalam terapi
c. Pengkajian kepada lansia terkait kemampuan gerak lansia. Apabila
lansia mampu menggerakkan anggota tubuh ekstremitas dengan baik
maka lansia dapat diikutsertakan dalam terapi.
d. Lansia dilakukan pengkajian dengan kuesioner SPMSQ, apabila terjadi
gangguan fungsi kognitif, lansia diutamakan mengikuti terapi
e. Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada lansia terkait tindakan
terapi yang akan dilakukan. Lansia yang bersedia maka dapat
dilakukan terapi.
: Observer
: Fasilitator
: Pemateri
: Penerima manfaat
8. Susunan Acara
Senin, 30 September 2019 (Edukasi Berkebun)
No Kegiatan Waktu
1 Salam Pembuka 09.00 WIB
2 Pertanyaan SPMSQ 09.05 WIB
2 Penjelasan Tujuan dan Manfaat TAK(berkebun) 09.20 WIB
3 Penjelasan Alat, Bahan dan Prosedur 09.45 WIB
TAK(berkebun)
4 Evaluasi dan Terminasi 10.05 WIB
9. Metode TAK
a. Melakukan pengkajian menggunakan SPMSQ sebelum melakukan
aktivitas berkebun untuk mengetahui skala fungsi kognitif.
b. Dilakukan terapi berkebun. Lansia dikumpulkan di halaman depan
panti, kemudian dibentuk menjadi tiga regu yang didampingi 2
fasilitator dimasing-masing regu dan 1 observer.
c. Setelah dilakukan terapi berkebun, skala fungsi kognitif lansia diukur
kembali untuk mengetahui keefektifan terapi bekebun dalam
penurunan skala fungsi kognitif.
10. Pengorganisasian
Leader : Putwi Marinesia Nur
Co Leader : Yoka Natalia Matau
Fasilitator : Nur Holiza, Feranika Putri Pratiwi, Gasik Prawestri,
Fransisca C.K. Hadjon, Ika Setyorini dan Tiffany Erlita Sari
Observer : Muliawati
Keterangan:
0-2 kesalahan : Baik
3-4 kesalahan : gangguan ringan
5-7 kesalahan : gangguan sedang
8-10 kesalahan : gangguan berat