Peran Media Massa Dalam Perubahan Sosial PDF
Peran Media Massa Dalam Perubahan Sosial PDF
Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Politik
Dosen Pengampu:
WIKE, S.Sos., MAP
Oleh:
Ria Isdiana
Ina Kurniasari
Astari Lutviana Devi
Hamidah Condrowati J
Nur Lailatul Fitri
Aulia Septiana
Media massa dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan dan memiliki
pengaruh satu sama lain. Pada hakikatnya masyarakat adalah pencipta kebudayaan tetapi juga
bisa sebaliknya bahwa masyarakat dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga
ditentukan oleh kebudayaan. Media massa berperan sebagai tumbuh dan berkembangnya
sebuah budaya karena media massa sebuah budaya nasional dapat tetap bertahan dan karena
media massa juga budaya nasional dapat telindas oleh eksistensi budaya lain. Media massa
memiliki kemampuan untuk mempopulerkan sebuah budaya sehingga diapresiasi, dicintai
dan digunakan sebagai pegangan dan pedoman dalam bertindak dan perilaku serta sebaliknya
budya yang tidak dipopulerkan oleh media massa perlahan-lahan dapat menghilang dan
punah.Peran media massa dalam perubahan budaya sebagai peran transkulturasi, pribumisasi
dan hibridasi. Transkulturasi mengacu pada suatu proses ketika suatu budaya berinteraksi
dengan budaya lain untuk membentuk suatu budaya baru, seperti media massa yang
menayangkan tayangan negatif (pornografi). Sedangkan pribumisasi berarti bentuk budaya
impor yang menerima unsur-unsur lokal yang menonjol serta hibridasi menghasilkan hibrida
budaya (penyatuann bentuk-bentuk budaya) seperti budaya populer. Penyesuaian sikap
masyarakat terhadap budaya populer ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam
seluruh dimensi kehidupan masyarakat dan menuntut masyarakat untuk beralih dari
masyarakat tradisional ke masyarakat dengan pola hidup modern.
Media massa menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat yang cenderung
mengalami perubahan. Urgensi keberadaan media massa ini dapat dilihat dari segi
pengawasan. Adanya media massa maka masyarakat dapat dengan mudah melihat
perkembangan sosial yang terjadi di Indonesia maupun seluruh dunia. Selain itu, melalui
pengawasan tersebut masyarakat juga dapat melihat upaya Negara dalam mempertahankan
budaya lokal yang ada di Indonesia karena bagaimana pun juga mempertahankan budaya
lokal tidak mudah apalagi melihat generasi muda yang mudah terpengaruhi oleh budaya asing
melalui media massa. Tetapi jika peran media massa sebagai hiburan ditiadakan maka juga
akan berpengaruh pada budaya di Indonesia karena budaya lokal tersebut akan menjadi kaku
dan sulit menerima perubahan sosial. Urgensi media massa juga dapat dilihat dari segi
pencerah pengetahuan masyarakat, artinya dengan keberadaan media massa tersebut
masyarakat dapat memperoleh informasi terkini dan aktual dengan kata lain memperluas
cakrawala pengetahuan dunia. Informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan sebagai
sumber pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui kini dapat diketahui melalui media.
Media massa juga sebagai sarana sosialisasi dengan diharapkannya dapat digunakan untuk
menyebarkan ide, kebijakan dan aturan-aturan baru yang ada di masyarakat sehingga pola
pikir masyarakat akan mengalami perkembangan. Secara umum, media massa sangat
berpengaruh pada perubahan sosial karena media massa adalah pelopor perubahan sosial dan
perubahan sosial tersebut adalah salah satu sumber informasi yang diperoleh media massa.
Pendekatan Teori
Ada beberapa teori yang menjelaskan adanya hubungan antara media dan budaya.
Hubungan yang terdapat dalam media dan budaya digambarkan sebagai hubungan yang
saling mempengaruhi. Diantara teori-teori yang menjelaskan hubungan antara media dan
budaya adalah teori semiotics dan teori technological determination. Ronald Barthes sebagai
penggagas teori semiotics mengatakan bahwa gambar-gambar dalam media memiliki arti
tertentu selain dirinya sendiri. Teori semiotics juga menyebutkan bahwa manusia dikatakan
sebagai spesies yang dapat di dorong keinginannya untuk membentuk makna dari gambar-
gambar tersebut. Garis besar dari pemahaman teori tersebut adalah sebuah konsep peryataan
terkait konten media yang berpotensi melahirkan pemaknaan sesuai dengan perbedaan
interpretasi dari masing-masing individu.
Sementara itu, teori technological determinism oleh Marshall McLuhan melihat
perubahan budaya manusia terjadi seiring dengan perubahan teknologi dalam bidang
komunikasi. Alat-alat komunikasi yang diciptakan oleh manusia dikatakan akan kembali
membentuk cara manusia berfikir, merasa, serta berperilaku. Oleh sebab itu teori ini mencoba
untuk menjustifikasi bahwa media sebagai perwujudan dari teknologi turut menentukan
bagaimana manusia berfikir dan bertingkah laku. Media pada akhirnya mempengaruhi
dinamika peradaban dan kebudayaan masyarakat.
Paul, dkk (2013) menawarkan sebuah beberapa pendekatan kontemporer yang dapat
menjelaskan hubungan antara media massa dan perubahan sosial. Salah satu pendekatan
tersebut kemudian mencoba menghubungkan keberadaan media massa dengan perubahan
sosial dalam konteks budaya. Pendekatan tersebut selanjutnya dikenal dengan pendekatan
norma budaya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pesan atau informasi yang
disampaikan oleh media massa dengan cara tertentu dapat menyebabkan interpretasi yang
berbeda oleh masyarakat sesuai dengan budaya. Ini berarti bahwa media mempengaruhi sikap
individu. Ada beberapa cara oleh media massa dalam mempengaruhi norma-norma budaya,
diantaranya adalah :
1. Media massa menyampaikan untuk memperkuat pola budaya yang berlaku dan
meyakinkan orang bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus ditaati.
2. Media massa untuk menciptakan budaya baru yang dapat melengkapi atau memperbaiki
budaya lama yang tidak bertentangan.
3. Media massa dapat mengubah norma-norma budaya yang sudah ada dan berlaku untuk
waktu yang lama dan perubahan sikap dari masyarakat itu sendiri.
Melvi DeFleur menambahakan bahwa norma budaya pada hakikatnya adalah bahwa
media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada tema-tema tertentu,
menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana norma-norma budaya umum mengenai topik
yang diberi bobot itu dibentuk dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual
biasanya dipandu oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu. Media komunikasi
secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.
Asumsi teori ini adalah media massa melalui informasi yang disampaikannya dengan
cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-
norma dan nilai-nilai budayanya. Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya
dengan cara: Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada.
Bentuk hubungan selanjutnya, media massa dapat menciptakan pola baru tetapi tidak
bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama. Bentuk hubungan ketiga, media massa
mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan budaya lama. Selain itu
terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin lambat laun akan menumbuhkan
budaya baru.
Berdasarkan tabel tersebut jelas terlihat bahwa masyarakat cenderung generasi muda
cenderung merespon positif budaya populer yang disajikan oleh televisi. Bahkan tayangan
budaya pop telah mendominasi sebagain besar acara program televisi di Indonesia. hal
tersebut menunjukkan bahwa media televisi sangat berperan dalam menyebarkan budaya
populer di tengah-tengah masyarakat.
Berbicara konteks di Indonesia, media massa Indonesia juga tidak terlepas dari pesona
budaya populer yang kebanyakaan diimpor dari asing. Media massa di Indonesia seakan latah
untuk membuat konten acara atau pemberitaan yang cenderung mengadopsi trend di negara
barat. Contohnya dapat terlihat dalam beberapa program televisi, apabila di Amerika terdapat
acara American Idol, di Indonesia terdapat acara Indonesian Idol. Contoh lain, program
televisi Indonesia secara massive mengimpor drama berseri dari luar negeri seperti drama
Korea. Belum lagi konten-konten acara hiburan reality show yang lebih banyak mengekspose
budaya “hura-hura”. Secara garis besar, memang pemberitaan, tayangan serta konten yang
dimuat di media massa di Indonesia memang di dominasi oleh budaya-budaya populer.
Apabila dilihat dari aspek ekonomi memang acara-acara televisi yang menyajikan
tayangan budaya populer lebih digemari oleh masyarakat dan mendatangkan
profitabilitassayang lebih besar bagi perusahaan. Selain berasal dari media televisi, beberapa
portal berita online atau internet saat ini juga memperbanyak pemberitaan akses terkait
informasi budaya populer. Terbukanya akses masyarakat untuk menjamah budaya populer
tersebut dapat menyeret masyarakat untuk mengintimidasi budaya tersebut ke dalam
kehidupan sehari-hari dan mulai melunturkan budaya lokal yang menjadi kepribadian asli
dari masyarakat.
Lunturnya Budaya dalam Dimensi Sosial Masyarakat Jawa
Satu kepastian yang sifatnya tak terbantahkan dan tak terbendung adalah perubahan.
Perubahan terjadi disegala aspek kehidupan, termasuk perubahan kebudayaan. Pada
hakikatnya perubahan budaya adalah suatu hal yang wajar terjadi.Kebudayaan dari waktu ke
waktu mengalami pergeseran nilai, seperti yang diperkenalkan Koentjaraningrat,
bahwakebudayaan dapat berubah atau bergeser, juga disebakan oleh proses internalisasi,
sosialisasi dan enkulturasi sebagai wujud evolusi kebudayaan. Namun akan menjadi sebuah
ironi tersendiri apabila konteks perubahan yang terjadi bersifat menghilangkan budaya-
budaya yang seharusnya dilestarikan dan dijaga.
Fenomena perubahan budaya yang memprihatinkan dapat dilihat dari tergilasnya
nilai, norma dan seperangkat falsafah hidup orang Jawa, terutama yang terindikasikan pada
sikap para generasi muda. Hilangnya wujud ideal budaya Jawa serta wujud sistem sosial
budaya Jawa banyak dipengaruhi oleh penetrasi budaya populer yang secara massive dibawa
oleh media massa. Wujud ideal budaya jawa yang tercemin dalam tingkah laku dan cara
berfikir orang Jawa seperti andhap asor (merendahkan diri), tepa selira (tahu diri), empan
papan (bisa menyesuaikan diri), senang menghormati orang lain, rasa malu dan berbudi
pekerti luhur kian jarang ditemui dalam kepribadian pemuda-pemudi Jawa. Terpaan tayangan
sinetron yang memuat esensi trend gaya hidup modern yang serba glamour kemudian
mendistorsi falsafah hidup orang Jawa tersebut. Kepribadian andhap asor, tepa selira, empan
papan, senang menghormati orang lain, hidup guyup rukun dan budi pekerti luhur terganti
dengan gaya hidup hedonisme, suka foya-foya, konsumerisme serta individualis.
Konteks perubahan sistem sosial budaya masyarakat Jawa dapat diamati dari
lunturnya budaya sopan santun, berkurangnya sikap menghargai orang lain, merebaknya
kekerasan dan anakhisme yang kian menjauh dari budaya guyup rukun. Dalam proses
interaksi dengan sesama, berubah menjadi perilaku kasar dan anarkis. Sepanjang sejarah
selepas orde baru, selalu kita saksikan betapa pemilihan pemimpin daerah banyak yang
diwarnai oleh aksi kekerasan, sulit untuk melakukannya dengan cara yang lebih santun.
Budaya mengasihi sesama juga mulai hilang dari kepribadian orang-orang Jawa.
Para pelajar juga turut mengambil peran dengan melakukan tindak kekerasan di sekolah
(bullying). Survei yang dilakukan oleh LSM Plan Indonesia dan Yayasan Sejiwa pada 2008
di tiga kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, dan termasuk Yogyakarta menemukan sekitar
67% dari 1.500 pelajar pernah mengalami bullying di sekolah. Pelakunya mulai dari teman,
kakak kelas, adik kelas, guru, hingga preman yang ada di sekitar sekolah.
Fenomena bullying tersebut telah melunturkan ajaran untuk mengasihi sesama (asih
ingsapadha-padha). Perilaku mengejek, menghina, mengintimidasi yang marak dilakukan
oleh pelajar tersebut salah satunya diakibatkan oleh tayangan-tayangan televisi yang kurang
mendidik. Sinetron masa kini adalah wujud nyata sallah satu kemasan budaya. Gaya hidup
yang ditayangkan dalam kemasan sinetron televisi banyak mempertontonkan adegan “si
culun” yang diejek-ejek oleh senior atau teman-temannya yang dianggap lebih modis dan
populer disekolah. Walaupun tayangan tersebut hanyalah bersifat fiktif belaka, namun
kesalahpahaman seorang individu dalam memaknai sebuah tayangan, maka perilaku bullying
tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Kontribusi media dalam memberikan hiburan
berupa sinetron yang seharusnya mendidik masyarakat justru membawa efek negatif bagi
penotonnya.
Selanjutnya, hilangnya budaya santun, juga diikuti dengan hilangnya budaya malu.
Maraknya fenomena pornografi dan pornoaksi menjadi bukti betapa masyarakat telah
kehilangan rasa malu. Situs pornografi dapat dengan mudah diakses oleh siapapun,
dimanapun dan kapanpun. Selain itu, masyarakat Jawa yang dikenal menjaga tinggi unggah-
ungguh utamnya terkait norma asusila saat ini sudah tidak tercermin dalam tingkah laku
generasi mudanya. Perilaku tersebut tentu menjauhi kaidah falsafah orang Jawa yang
mengajarkan untuk menghargai diri sendiri.
Beberapa media online juga meberitakan nasib bahasa jawa yang kian terpinggirkan.
Secara kualitas memang bahasa Jawa masih terjaga, namun secara kuantitas pengguna bahasa
jawa semakin sedikit (kompas online, edisi 31 Januari 2012). Sekali lagi salah satu
penyebabnya adalah media dan budaya populer. Banyak genrasi muda dan keluarga Jawa
yang tidak bisa bahkan tidak memahami bahasa Jawa. Bahasa Jawa sebagai bahasa
percakapan sehari-hari dan sebagai bahasa ibu dalam kehidupan rumah tangga telah banyak
ditinggalkan (kompas online, edisi 31 Januari 2012).
Telah dipahami pada penjelasan sebelumnya bahwa bahasa Jawa adalah bahasa budi
yang menyiratkan ajaran moral mengenai unggah-ungguh yakni budi pekerti luhur dan
merupakan cerminan dari tata krama serta cara berinteraksi dengan orang lain. Melalui
penggunaan bahasa jawa, seseorang dapat membedakan cara bertutur kepada orang yang
lebih muda, orang yang sebaya dan orang yang lebih tua. Bahasa jawa bukan hanya sekedar
bahasa, namun di dalamnya terkandung tradisi ketentuan dalam berperilaku secara halus,
sopan dan luhur. Apabila orang-orang Jawa sendiri, terutama generasi muda telah banyak
yang mengabaikan penggunaan bahasa Jawa, maka tak dapat dihindarkan bahwa banyak
diantara pemuda tersebut yang juga mengacuhkan pelajaran mengenai tata krama dan budi
pekerti.
Apabila diamati lebih lanjut, media massa di Indonesia saat ini kurang memberikan
tempat bagi eksistensi budaya lokal. Acara seperti ludruk, wayang, kisah-kisah legenda Jawa
dianggap tidak cukup menarik untuk ditayangkan sebagai acara program televisi. Padahal
melalui media-media tersebutlah ajaran falsafah kehidupan masyarakat jawa dan bahasa lokal
dapat dilestarikan. Kisah-kisah pewayangan, ludruk, cerita-cerita rakyat Jawa banyak
menyimpan pesan moral, pelajaran hidup dan wejangan yang bersifat positif dalam
membentuk kepribadian seseorang. Namun kini seakan tidak ada media yang bersedia
memfasilitasi eksistensi dari kebudayaan Jawa tersebut.
Kebudayaan Jawa hanya hidup di kalangan orang-orang tua memegang kuat tradisi
tersebut. Namun kenyataan bahwa generasi tua akan hilang dan rantai budaya tersebut akan
putus hilang ditelkan waktu seakan tidak mendapat perhatian sama sekali. Pepatah Wong
Jawa ning ora njawani akan terasa semakin nyata terjadi dalam beberapa waktu kedepan
apabila situasi seperti ini cenderung dipelihara. Kepribadian dan ajaran moral orang jawa
apabila tidak diinternalisasikan sejak kepada generasi muda, maka akan dipastikan luntur
tergerus jaman. Terlebih kondisi saat ini mengisyaratkan generasi muda yang dihadapkan
pada terpaan budaya populer yang tidak semua esensi dari budaya tersebut sesuai dengan
kepribadian orang-orang Jawa.
Media massa memegang kunci penting dalam menyetir perubahan budaya yang
terjadi, dalam konteks analisa paper ini lebih ditekankan pada perubahan sosial budaya
masyarakat Jawa. Teori norma budaya telah menyebutkan bahwa informasi yang diberikan
oleh media massa dapat mempengaruhi sikap individu. Informasi mengenai trend gaya hidup
cermin budaya populer yang dikemas dalam program acara televisi, siaran-siaran di radio,
bacaan di media cetak seperti majalah, koran, tabloid dan media internet sedikit banyak telah
mempengaruhi masyarakat yang mengonsumsi informasi tersebut.
Berdasarkan tiga asumsi yang diajukan oleh pendekatan teori norma budaya, asumsi
ketiga adalah asumsi yang paling menjelaskan fenomena perubahan wujud ideal dan sistem
sosial budaya masyarakat Jawa. Asumsi tersebut menjelaskan bahwa media massa dapat
mengubah norma-norma budaya yang sudah ada dan berlaku untuk waktu yang lama dan
perubahan sikap dari masyarakat itu sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari perubahan pola
pikir orang jawa yang kian menjauhi ajaran budaya lokal Jawa yang sesungguhnya.
Walaupun sudah terbentuk dalam waktu yang relatif lama, namun kehadiran media massa
yang banyak mengekspos budaya populer dapat melunturkan ajaran budaya lokal jawa.
Perubahan tersebut yang kemudian dimaknai sebagai dampak negatif dari kehadiran budaya
populer yang disebarluaskan oleh media massa.
Adanya konten media yang ditafsirkan secara pragmatis oleh khayalak juga menjadi
gambaran nyata lunturnya budaya Jawa.Terkait argumen teori norma budaya yang
menyebutkan bahwa pesan atau informasi yang disampaikan oleh media massa dengan cara
tertentu dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda oleh masyarakat sesuai dengan
budayanya. Adopsi gaya hidup konsumtif, hedonisme bahkan kasus bullying adalah bentuk
nyata dari masyarakat yang begitu saja “menelan” sajian dari tayangan-tayangan media
massa. Walaupun di era global seperti saat ini persinggungan dan evolusi budaya tidak dapat
dihindari, namun tidak berarti pergeseran budaya lokal yang luhur oleh budaya populer dapat
ditoleransi begitu saja.
Peran Media massa juga menyentuh perubahan dalam segi wujud ideal budaya
masyarakat Jawa lainnya, yakni berupa adat kepercayaan masyarakat. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa masyarakat jawa adalah masyarakat yang memiliki kedekatan dengan
cara pandang magis yang bersifat sakral. Cara pandang tersebut menyebakan masyarakat
jawa terkadang bersikap kurang rasional dalam menyikapi suatu hal. Masyarakat Jawa yang
tradisioanl, misalnya orang-orang Yogyakarta menganggap peristiwa-peristiwa yang adala
dialam ada kaitannya dengan hal-hal magis dan ghaib. Cara pandang seperti demikian telah
berlangsung secara turun temurun dan menjadi tradisi pemikiran orang jawa. Kehadiran
media massa di era modern kemudian membawa pengaruh terhadap pola pemikiran tersebut.
Dalam hal ini media membawa pencerahan dan pengetahuan baru bagi masyarakat.
Proses pemudaran cara berfikir lama ke logika yang lebih rasional terus berlangsung
seiring dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat. Pencerahan tersebut memang tidak
bisa dilepaskan dari peran media massa yang turut menyadarkan masyarakat Jawa untuk
membuang tradisi yang mengarahkan pada tindakan yang kurang rasional. Seiring
berjalannya waktu, kontsruksi pemikiran kolot yang irasional tersebut memang sedikit demi
sedikit berkurang. Pada konteks inilah kemudian perubahan yang dibawa oleh media massa
dimakanai sebagai perubahan positif yang mencerahkan masyarakat.
Terpaan budaya populer yang berujung perubahan budaya tentu tidak hanya menimpa
masyarakat Jawa saja, namun kian mengancam eksistensi budaya lokal Indonesia lainnya.
Andil media massa sebagai media hiburan saat ini lebih banyak berkiblat pada budaya
populer, telah menggoyahkan jati diri Bangsa Indonesia. Di era modern yang serba dinamis
seperti sekarang, media massa adalah agen dari perubahan.Sehingga jelas media massa
adalah salah satu pihak yang berada dibalik layar perubahan termasuk dalam konteks
perubahan budaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara media massa dan perubahan sosial. Hubungan antara peran media massa dan
perubahan dalam konteks budaya dapat dilihat dari kacamata pendekatan teori norma budaya.
Media massa melalui konten, rubrik atau tayangan yang dimuat dapat mempengaruhi sikap
seseorang, yang pada akhirnya dapat mengubah norma-norma budaya yang sudah ada dan
berlaku untuk waktu yang lama. Hal tersebut dapat dibuktikan dari perubahan pada dimensi
sosial budaya masyarakat Jawa. Perubahan yang terjadi difokuskan pada perubahan wujud
ideal budaya yang menyangkut adat, sikap dan perilaku orang Jawa serta wujud sistem sosial
budaya jawa yang menyangkut tata pergaulan masyarakat Jawa. Perubahan tersebut terjadi
seiring dengan penguasaan budaya populer yang mendominasi konten penyiaran media
massa.
Terpaan budaya populer yang dibawa oleh media massa berimplikasi pada terkikisnya
perilaku andhap asor,tepa selira, empan papan, sopan santun, budi pekerti luhur dan
penggunaan bahasa Jawa. Perilaku senang menghormati orang lain serta pola pergaulan
guyup rukun juga mulai luntur. Budaya populer lebih banyak mengekspose pergaulan ala
barat yang cenderung konsumtif, individualis, dan hedon. Budaya populer tersebut lah yang
banyak menempati ruang media massa. Di satu sisimedia massa modern sangata minim
mengeksplor nilai-nilai budaya lokal. Hal tersebut kemudian menggiring perubahan budaya
perilaku yang kemudian melahirkan istilah Wong Jowo ning Ora Njawani. Terlepas dari
fenomena lunturnya nilai-nilai budaya Jawa, peran media massa juga ternyata menyentuh
tradisi kepercayaan Jawa. Media massa juga berpengaruh dalam mencerahkan masyarakat
untuk menghapus adat istiadat masyarakat Jawa yang dinilai kurang rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Idrus, Muhammad. 2012. Pendidikan karakter pada Keluarga Jawa, Junal Pendidikan
Karakter Vol: 2, hal: 118-120.
Jaya, Panjar Hatma. 2012 Dinamika Pola Pikir Orang Jawa di tengah Arus Modernisasi,
Jurnal Humaniora, Vol : 24 hal:133-140).
Koentjoroningrat. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Kompas (online). Bahasa jawa mulai Ditinggalkan, edisi 31 Januari 2012.
(www.kompas.com)
Paul, Virginia. Singh, Priyanka & John, Sunit B. 2013. Role of Mass Media In Social
Awreness.
Rachim, Ryan Listiawan & Nashori, Fuad. 2007. Hubungan Antara Nilai Budaya Jawa
dengan Perilaku Nakal Pada Remaja. (Naskah Publikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Isalam Indonesia Yogyakarta)
Rachmawati, Diah 2009. Studi Korelasi Terpaan Media Televisi, Status Ekonomi Dan
Tingkat Religiusitas Dengan Persepsi Terhadap Budaya Pop. (Skripsi). Jurusan Ilmu
Komunikasi fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
Rini. 2011. Peran media Massa dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat, Jurnal
Ilmiah Orasi Bisnis-ISSN: 2085-1375 Edisi Ke-VI, hal: 46-58.
Setiawan, Rudy. 2013. Kekuatan New media dalam Membentuk Budaya Populer di
Indonesia, e- Journal Ilmu Komunikasi, Vol: 1(2), hal: 355-374 ISSN 0000-000.
Tulasi, Dominikus. 2012. Terpaan Media massa dan Turbulensi Budaya Lokal, Jurnal
Humaniora Vol.3 (1), hal: 135-144.