Anda di halaman 1dari 9

INFLASI TRIWULAN 2

APRIL

Masih turunnya harga-harga barang bergejolak pada bulan Maret membuat inflasi umum
turun sedikit di bawah batas bawah Bank Indonesia ke level 2,48% (y.o.y). Penurunan inflasi
bulan lalu cukup banyak disumbang oleh penurunan harga energi dan bahan makanan (lihat
Tabel 1) selama musim panen. Meskipun inflasi umum terus turun, kami melihat bahwa
fundamental inflasi masih relatif stabil dan baik, yang terlihat dari inflasi inti yang tetap berada
di atas level 3%. Membaiknya harga perdagangan besar, relatif stabilnya kondisi politik
menjelang Pemilu, dan sinyal Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneter di 2019
membuat kami tetap mempertahankan outlook inflasi di kisaran 3.4-3.6% di akhir tahun 2019.

Penurunan Inflasi Masih Didorong Efek Panen, Harga Energi

Seperti tren di bulan Februari, faktor utama dan terbesar yang menyebabkan inflasi bulan
Maret tetap rendah di 0,11% secara month-to-month adalah masih terasanya penurunan harga
selama musim panen, yang membuat harga bahan makanan tetap rendah. Hal ini terlihat dari
jenis kelompok yang tercatat memberi andil cukup besar dalam deflasi, seperti beras, daging,
ayam, dan ikan segar (deflasi 0,03% mtm). Kami melihat teredamnya tingkat inflasi akibat efek
musim panen hanya akan berlangsung sementara, mengingat sebagian besar masyarakat Muslim
di Indonesia akan memulai persiapan bulan Ramadhan pada akhir April. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan selesainya musim politik 2019 berpotensi berdampak positif terhadap
permintaan bahan makanan dan makanan jadi, yang pada akhirnya akan menjadi pendorong
inflasi di bulan April.

Komponen energi juga tetap berkontribusi pada turunnya tingkat inflasi di bulan Maret,
meskipun tren harga energi cukup beragam. Di satu sisi, harga minyak mentah acuan West Texas
Intermediate sudah naik lebih dari 36% sejak awal tahun dan memberikan tekanan pada harga
BBM, terutama BBM non-subsidi. Di sisi lain, harga batu bara acuan Newcastle, yang menjadi
komponen utama pembangkitan listrik, turun hampir 27% dari posisi tertinggi selama setahun
terakhir. Selain itu, menguatnya nilai tukar USD/IDR sebesar 1,5% dari awal tahun juga turut
meredam harga impor BBM dalam Rupiah. Efek akhir dari pergerakan harga batu bara, minyak
mentah, dan nilai tukar membuat harga energi tetap tercatat deflasi.
Kami tetap berpandangan bahwa pelemahan inflasi hanya bersifat sementara, terutama
dengan tren inflasi inti yang stabil di atas 3,0%. Kami melihat bahwa permintaan dalam negeri
masih menunjukkan tren yang baik, yang ditopang oleh ekspektasi inflasi yang relatif sehat, dan
selesainya masa Pemilu akan meningkatkan keyakinan konsumen untuk berbelanja. Tingkat
keyakinan konsumen sesuai survei konsumen Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki ekspektasi kondisi ekonomi mendatang yang jauh lebih tinggi
dibandingkan Februari tahun lalu. Selain itu, indeks harga perdagangan besar secara month-to-
month juga kembali melanjutkan penguatan di atas 0,2% pada bulan Februari, yang menyiratkan
bahwa inflasi di tingkat ritel akan beranjak naik dalam beberap bulan ke depan.

Di akhir paruh pertama 2019 dan paruh kedua 2019, terdapat beberapa faktor yang akan
memengaruhi dinamika inflasi. Pertama, apabila sinyal pelemahan ekonomi global makin kuat,
inflasi akan kembali turun akibat potensi pelemahan harga komoditas impor utama, meskipun
peluang terjadinya resesi di Amerika Serikat saat ini masih rendah. Selain itu, relatif stabilnya
nilai tukar Rupiah memberikan kelonggaran bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan
tingkat suku bunga secara signifikan. Hal ini akan mendongkrak permintaan bahan-bahan tahan
lama, terutama bertepatan dengan masuknya musim Ramadhan dan Idul Fitri di bulan Mei dan
Juni. Dengan faktor-faktor tersebut, kami melihat bahwa inflasi umum di bulan April (mtm) akan
lebih tinggi dibandingkan bulan Maret. Inflasi umum (yoy) akan tetap berada di tingkat 2,6-
2,8%, dan inflasi di akhir tahun 2018 akan tetap berada di kisaran 3,4-3,6%.

MEI

Menjelang bulan Ramadan, inflasi umum mengalami peningkatan yang cukup tajam ke
level 2,83% (y.o.y). Kenaikan inflasi umum yang tajam disumbang sebagian besar oleh harga
bahan makanan, yang meningkat 1,45% dari bulan Maret (lihat Tabel 1) akibat meningkatnya
permintaan musiman bahan-bahan makanan selama Ramadan hingga Idul Fitri. Di sisi lain, tidak
banyak terjadi perubahan pada fundamental inflasi, yang terlihat dari inflasi inti yang stabil di
level 3,05%, yang menunjukkan bahwa kenaikan inflasi bersifat temporer. Terus membaiknya
harga perdagangan besar dan sinyal Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneter di
2019 membuat kami tetap mempertahankan outlook inflasi di kisaran 3.4-3.6% hingga akhir
tahun 2019. Terdapat risiko kenaikan inflasi hingga akhir 2019 apabila harga minyak mentah
terus naik akibat sanksi Iran dan turunnya produksi dari Venezuela, serta apabila gugatan hasil
pemilu berdampak pada kericuhan.

Kenaikan Inflasi Musiman Didorong Faktor Ramadan, Idul Fitri

Apabila harga bahan makanan secara agregat tercatat turun di bulan Februari dan Maret
akibat musim panen, kenaikan yang tajam terlihat selama bulan April lebih banyak didorong
permintaan bahan makanan yang meningkat selama periode Ramadan dan Idul Fitri. Secara year-
on-year, inflasi bahan bergejolak masih sangat rendah (2,05% y.o.y), meskipun inflasi bahan
makanan meningkat 1,45% selama bulan April. Hal yang menarik adalah bahwa meskipun harga
bahan makanan meningkat signifikan di bulan April, harga makanan jadi terpantau relatif stabil
selama bulan April, meskipun konsumsi makanan jadi umumnya juga meningkat tajam selama
musim Ramadan dan Idul Fitri. Kami melihat bahwa inflasi barang bergejolak akan tetap tinggi
selama bulan Mei hingga awal Juni dan akan turun setelah bulan Juli.
Salah satu potensi penentu dinamika inflasi utama selama 8 bulan ke depan adalah
komponen energi dari inflasi. Kami berpandangan bahwa kebijakan pemerintah untuk menahan
harga BBM merupakan antisipasi Pemilu 2019. Dengan terpilihnya kembali petahana sesuai
dengan hasil hitung cepat, terdapat kemungkinan yang tidak kecil bahwa harga minyak mentah
akan disesuaikan di paruh kedua 2019, terutama setelah hasil Pemilu diumumkan dan melewati
Idul Fitri. Penyesuaian harga minyak menjadi penting mengingat harga minyak mentah acuan
West Texas Intermediate sudah naik lebih dari 33% sejak awal tahun dan berlanjutnya subsidi
BBM akan berdampak negatif pada kemampuan pemerintah untuk mencapai keseimbangan
primer APBN 2019. Kami melihat bahwa kenaikan harga BBM akan berpotensi meningkatkan
inflasi hingga ke batas atas BI, tergantung pada besaran kenaikan BBM yang akan diambil
pemerintah dan arah harga minyak mentah dunia hingga akhir 2019.
Dengan faktor domestik yang relatif stabil hingga akhir paruh pertama 2019, faktor-
faktoreksternal akan banyak memengaruhi capaian inflasi hingga akhir tahun 2019. Pertama,
penyesuaian harga BBM pada periode ke-2 Presiden Joko Widodo akan sangat dipengaruhi
faktor-faktor yang mendorong harga minyak. Di satu sisi, kolapsnya Venezuela, sanksi
administrasi Trump bagi Iran yang berkelanjutan, serta kenaikan suku bunga bagi penambang
shale gas di Amerika Serikat akan mengurangi pasokan minyak dan mendorong harga minyak
mentah dunia. Di sisi lain, memburuknya negosiasi dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat
dan keputusan administrasi Trump untuk secara sepihak menaikkan tarif bagi Tiongkok
berpotensi mendorong pelemahan ekonomi global, yang akan berpengaruh bukan hanya ke harga
minyak, namun juga ke semua komoditas utama. Pergerakan harga minyak, langkah penyesuaian
harga BBM ritel oleh pemerintah, serta tingkat inflasi akan sangat bergantung pada kedua faktor
ini. Dengan faktor-faktor tersebut, kami melihat bahwa akan terjadi inflasi umum (mtm) yang
sedikit lebih rendah di bulan Mei dibandingkan bulan April. Tingkat inflasi umum (yoy) akan
tetap berada di tingkat 2,8-3,0%, dan inflasi di akhir tahun 2018 akan tetap berada di kisaran 3,4-
3,6%.

JUNI

Kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang stabil di triwulan-I, ekspektasi harga yang
meningkat, dan masa Ramadan dan Idul Fitri mendorong kenaikan inflasi umum yang tajam, dari
2,83% (y.o.y) di bulan April menjadi 3.32% di bulan Mei. Kenaikan inflasi umum yang tajam
disumbang sebagian besar oleh harga bahan makanan, yang meningkat 2,02% dari bulan April
(lihat Tabel 1) sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi bahan-bahan makanan selama bulan
Ramadan dan Idul Fitri. Salah satu perkembangan yang cukup menarik untuk diperhatikan
adalah kenaikan inflasi inti, dari 3,05% di bulan April menjadi 3,12% di bulan Mei, serta tren
harga perdagangan besar, yang menjadi indikasi awal adanya peningkatan optimism konsumen
pasca pemilu 2019. Kami tetap mempertahankan outlook inflasi di kisaran 3.4-3.6% di akhir
tahun 2019, terutama karena tekanan terhadap inflasi dari faktor domestik akan cukup ditekan
oleh ketidakpastian eksternal dan dampaknya terhadai harga-harga komoditas utama.

Kenaikan Inflasi Didominasi Faktor Ramadan dan Idul Fitri, Inflasi Inti Turut Meningkat

Periode Ramadan dan Idul Fitri serta selesainya periode pemilu dengan hasil yang cukup
terprediksi sangat mungkin menjadi faktor yang mendorong optimisme konsumen dan
peningkatan inflasi di hampir semua jenis komponen inflasi. Secara year-on-year, inflasi bahan
bergejolak naik signifikan (4,08% y.o.y), yang disumbang inflasi bahan makanan sebesar 2,02%
selama bulan Mei. Kenaikan harga bahan makanan yang cukup tinggi selama bulan April dan
Mei turut mendorong kenaikan harga makanan jadi ke level 3,79% (y.o.y). Terdapat
kemungkinan bahwa harga makanan akan tetap tinggi hingga akhir Juni sebagai dampak dari
libur panjang Idul Fitri selama dua minggu pertama di bulan Juni, yang cenderung mendorong
peningkatan konsumsi rumah tangga.
Walaupun secara sekilas kenaikan inflasi didorong oleh faktor-faktor yang bersifat
musiman, terdapat tanda-tanda bahwa tren inflasi perlahan meningkat ke dalam target Bank
Indonesia. Inflasi inti cenderung stabil di bawah 3,0% hingga pertengahan 2019 dan baru
melewati angka 3,1% di bulan Mei. Tren kenaikan inflasi inti, yang banyak disumbang oleh
barang-barang tahan lama, juga didukung oleh kenaikan inflasi harga perdagangan besar bulanan
yang mulai meningkat sejak Januari 2019. Meningkatnya harga dari tingkat pedagang besar dan
di tingkat konsumen, yang ditopang oleh meningkatnya indeks keyakinan konsumen Bank
Indonesia di bulan April yang cukup tajam dan defisit transaksi berjalan, menjadi indikasi bahwa
kenaikan inflasi turut didorong oleh peningkatan konsumsi dalam negeri. Kami melihat bahwa
kenaikan pertumbuhan hingga akhir 2019 akan mendorong inflasi inti untuk terus meningkat
mendekati tengah Bank Indonesia di 3,5%.
Faktor domestik yang masih stabil hingga akhir paruh pertama 2019 membuat
perkembangan faktor-faktor eksternal akan sangat memengaruhi capaian inflasi hingga akhir
tahun 2019. Dinamika harga minyak dan perang dagang akan menjadi dua faktor yang perlu
diperhatikan dalam melihat perkembangan arah inflasi domestik. Dengan OPEC yang mulai
mengkompensasi penurunan produksi minyak di Venezuela dan ketakutan penurunan
pertumbuhan ekonomi global akibat makin tingginya risiko perang dagang atas prakarsa
administrasi presiden Trump membuat harga minyak kembali turun. Hal ini terlihat dari tetap
negatifnya inflasi dari sector energi pada bulan Mei. Selain itu, faktor perang dagang dapat
mengurangi permintaan terhadap komoditas ekspor utama Indonesia ke Tiongkok dan India,
terutama kelapa sawit dan batu bara. Dengan kombinasi membaiknya prospek pertumbuhan
dalam negeri dan gejolak eksternal, dan normalisasi kenaikan harga kami melihat bahwa terjadi
penurunan timngkat inflasi umum (mtm) di bulan Juni dengan tingkat inflasi umum (yoy) akan
berada pada tingkat 2,8-3,0%, dengan inflasi di akhir tahun 2019 akan tetap berada di kisaran
3,4-3,6%.

Anda mungkin juga menyukai