S1 KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya. Khususnya kepada dosen kami ibu Desak Nyoman Sithi,Skp,
MARS
Dan harapan kami semoga makalah “Budaya Keselamatan Pasien ” dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..................................................................................... 3
A. KESIMPULAN .................................................................................................... 13
B. SARAN .............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam
pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan
keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming
& Wentzel, 2008). Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali dengan
penerapan budaya keselamatan pasien (KKPRS, 2008). Hal tersebut dikarenakan
berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan
pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan
pasien saja (El- Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya
keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien
yang merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, Dreher,
Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009). Pondasi keselamatan pasien
yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan
keperawatan.Penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan
pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak
cukup dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas
kesehatan yang profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan
yang diberikan (Ilyas, 2004). Rumah sakit harus bisa memastikan penerima
pelayanan kesehatan terbebas dari resiko pada proses pemberian layanan kesehatan
(Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien di rumah
sakit dapat mendeteksi resiko yang akan di mIchigan didapatkan data bahwa dimensi
dominan adalah dimensi kerja sama tim di dalam unit sebanyak 59,9% (McGuire et
al.,2013). Penelitian pada rumah sakit di Swedia didapatkan bahwa dimensi yang
tertinggi adalah komunikasi terbuka yaitu 67,8% (Goras, Wallentin, Nilsson, & Ehrenberg,
2013).Budaya keselamatan pasien yang baik dapat memperkecil insiden yang
berhubungan dengan keselamatan pasien. Penelitian Harvard School of Public Health
(HSPH) (2011) menyebutkan bahwa dari seluruh dunia 43 juta orang dirugikan
setiap tahun akibat perawatan yang tidak aman. Sekitar 70% dari pasien yang
mengalami kesalahan medis menderita cacat ringan atau sementara, 7% pasien cacat
permanen dan 13,6% kasus berakibat fatal(Collinson, Throne, Dee, MacIntyre, &
Pidgeon, 2013). Data dari National Patient Safety Agency, menyebutkan dari kurun
waktu April-September 2012 di London Inggris pada pelayanan kesehatan akut
spesialis terjadi insiden yang tidak diinginkan sebanyak 56.1%. Persentase insiden
tersebut menimbulkan kerugian ringan sebanyak 34.3 %, kerugian sedang sebanyak
21.1%, kerugian berat sebanyak 0.5% dan sebanyak 0.2% berkibat fatal.
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safety
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safety
c. Menganalisis pelaksanaan patient safety
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetty
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BUDAYA KERJA
Schein (1992) mendefinisikan budaya kerja sebagai kebiasaan orang bekerja
dalam suatu kelompok, nilai, filosofi dan aturan-aturan dalam kelompok yang
membuat mereka bisa bekerjasama. Karakteristiknya antara lain: budaya kerja sebagai
suatu pola yang dibentuk berdasarkan asumsi-asumsi dasar; dibentuk oleh kelompok
sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam lingkungan
kerja dan untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal; mencerminkan tradisi yang
dianggap berjalan dengan baik, diajarkan kepada anggota-anggota baru dalam
organisasi, dianggap sebagai cara terbaik untuk berfikir, berperilaku dan berfikir.[2]
Secara singkat budaya kerja adalah bagaimana kita menyelesaikan pekerjaan ditempat
kerja. Budaya kerja berperan penting dalam keberhasilan atau kegagalan suatu
organisasi pelayanan kesehatan dan juga dalam konteks patient safety.
5
eksternal, efektifitasnya bisa
menurun.
Budaya kerja ini berada dalam tiga level, level inti, strategis, dan manifestasi. Di
tingkat inti, budaya kerja ini dipegang kuat dan seringkali berupa ideologi, nilai, dan
asumsi yang tidak tertulis. Di tingkat strategis, nilai-nilai dan pemahaman yang ada
dalam organisasi diekspresik
an untuk mencerminkan budaya yang diharapkan organisasi itu. Di tingkat
manifestasi, budaya organisasi ditunjukkan dalam perilaku dan kondisi organisasi
sehari-haro yang seringkali merupakan kompromi antara budaya organisasi ditingkat
inti dan strategis, dan mencerminkan situasi terkini.
Berdasarkan tipenya, budaya kerja dibedakan menjadi 3, yaitu budaya yang
konstruktif, pasif-defensif, dan agresif-defensif. Budaya yang konstruktif
mengutamakan interaksi antar individu dalam organisasi, saling membantu, memiliki
norma afiliasi, bisa mencapai tujuannya atau memenuhi kebutuhan organisasi, bisa
mengaktualisasi diri, humanistik, dan saling mendorong untuk menjadi lebih baik.
Individu dalam lingkungan organisasi yang berbudaya pasif- defensif akan saling
berinteraksi dengan cara yang tidak mengancam dirinya sendiri. Umumnya
konvensional, menghindari masalah, dan cenderung mudah menyetujui keputusan
pihak lain. Sebaliknya, individu dengan budaya kerja yang agresif-defensif akan
memaksakan kehendaknya untuk melindungi statusnya, bersikap oposisi,
mengutamakan kekuasaan, sangat kompetitif dan perfeksionis.
6
- Training mendapatkan prioritas yang tinggi. Kompetensi staf secara rutin
dievaluasi , seringkali dengan melakukan simulasi-simulasi.
- Untuk situasi beresiko tinggi digunakan pendekatan kolaborasi. Pada
situasi yang beresiko tinggi, garis hirarki formal ditinggalkan dahulu, semua
anggota tim meningkatkan kewaspadaan, dan masing-masing anggota tim ikut
memonitor perkembangan situasi dan aktifitas anggota tim yang lain. Umpan
balik terhadap performa setiap anggota tim diberikan secara langsung dan
bebas. Tujuan utamanya adalah keselamatan.
7
Tabel 3. Pergeseran paradigma dalam patient safety
8
Paradigma lama Paradigma baru
Siapa yang melakukannya? Mengapa bisa terjadi?
Berfokus pada bad events Berfokus pada near miss
Top down Bottom up
Yang salah dihukum Memperbaiki sistem supaya tidak
terulang
2. Edukasi
a. Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
b. Pendidikan dan pelatihan patient safety
c. Melatih kerjasama antar tim
d. Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin
membingungkan
3. Akuntabilitas
a. Melaporkan kejadian error
b. Meminta maaf
c. Melakukan remedial care
d. Melakukan root cause analysis
e. Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya.
9
Table 4. Level kematangan budaya patient safety
Patologis Tidak ada sistem untuk pengembangan budaya patient
Safety
Reaktif Sistemnya masih terpecah-pecah, dikembangkan
sebagai bagian dari regulasi atau permintaan akreditasi atau
untuk merespon insiden yang terjadi.
Kalkulatif Terdapat pendekatan sistematis terhadap patient safety,
tetapi implementasinya masih terkotak-kotak, dan analisis
terhadap insiden masih terbatas pada situasi ketika insiden
terjadi.
Proaktif Terdapat pendekatan komprehensif terhadap budaya
patient safety, intervensi yang evidence-based sudah
diimplementasikan.
Generative Pembentukan dan maintenance budaya patient safety
adalah bagian sentral dari misi organisasi, efektifitas
intervensi selalu dievaluasi, selalu belajar dari pengalaman
yang salah maupun yang berhasil, dan mengambil tindakan-
tindakan yang berarti untuk memperbaiki situasi.
11
G. Crew Resource Management (CRM)
Investigasi terhadap beberapa kecelakaan pesawat terbang menunjukkan bahwa
cockpit-error masih tetap terjadi meskipun berbagai macam prosedur keselamatan
telah diterapkan, seperti penggunaan checklist. Faktor utama yang berhubungan
dengan cockpit-error ini adalah tidak adekuatnya komunikasi antara anggota crew,
khususnya perhatian atau pemahaman terhadap situasi.
Crew resource management (CRM) adalah salah satu teknik pelatihan komunikasi
yang tidak berfokus pada keahlian teknik, melainkan pada keahlian kognitif dan
interpersonal yang dibutuhkan untuk tindakan yang aman.
Aspek utama dari CRM adalah:
Perhatian terhadap situasi. Ini membutuhkan perhatian yang konstan terhadap
berbagai macam faktor, antara lain faktor operasional, teknikal dan manusia, yang
mempengaruhi safe-operation. Setiap individu harus meningkatkan perhatiannya, bahwa
pada kondisi-kondisi tertentu, error lebih mudah terjadi, seperti bekerja di lingkungan
kerja yang berbeda, ketika beban kerja meningkat, dll.
- Perencanaan dan pengambilan keputusan. Dalam aspek ini, peran dan
tanggung jawab masing-masing anggota tim didefinisikan secara jelas,
termasuk potensi situasi beresiko tinggi yang mungkin dihadapi.
- Komunikasi. Komunikasi antara anggota tim yang efektif sangat esensial.
Tidak hanya bertujuan untuk melatih individu menyampaikan pesan dengan
jelas dan tidak ambigu, melainkan juga memahami bahwa cara menerima dan
menyampaikan pesan tersebut tergantung pada kemauan untuk melakukan
tindakan.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
2. Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun 2005
dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
3. Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum
terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu pasien itu
sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan mengenai
keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan memberikan kejelasan atas
tanggung jawab hukum bagi semua komponen tersebut.
B. Saran
1. Agar pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya keselamatan pasien
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan aman dengan
mengeluarkan dan memperbaiki aturan mengenai keselamatan pasien yang mengacu pada
perkembangan keselamatan pasien (patient safety) internasional yang disesuaikan dengan
kondisi yang ada di Indonesia.
2. Agar setiap rumah sakit menerapkan sistem keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan peraturan
perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu.
3. Agar seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan bekerja sama dalam upaya
mewujudkan patient safety karena upaya keselamatan pasien hanya bisa bisa dicapai
dengan baik dengan kerjasama semua pihak.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. After Kirk, S., et al., Evaluating safety cultures, in Patient safety - Research
into practice, B. WK, Editor. 2006, Open University Press: Maidenhead.
2. Schein, E.H., Organizational culture and leadership. 2nd ed. ed. 1992, San
Fransisco: Jossey-Bass.
3. Sandars, J. and G. Cook, ABC of patient safety. 2007, Massachusets:
Blackwell Publishing.
4. Institute of Medicine, To Err Is Human: Building a Safer Health System.
2000, Institute of Medicine: Washington DC.
5. Nieva, V. and J. Sorra, Safety Culture Assessment: A Tool for Improving
Patient Safety in Healthcare Organizations. Quality and Safety in Health
Care, 2003. 12: p. 7-23.
6. Vincent, C., Patient Safety. 2005, Edinburgh: Churchill Livingsto
14