Anda di halaman 1dari 62

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Gigi Skripsi Sarjana

2017

Gambaran Skala Nyeri Pasca


Odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara Periode Februari-Maret 2017

Sugianto, Hera Ismayani


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/19228
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
GAMBARAN SKALA NYERI PASCA ODONTEKTOMI DI
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA PERIODE FEBRUARI-MARET 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :
HERA ISMAYANI SUGIANTO
NIM : 130600066

Pembimbing :
Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2017

Hera Ismayani Sugianto


Gambaran Skala Nyeri Pasca Odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara Periode Februari-Maret 2017
x + 40
Odontektomi merupakan salah satu jenis bedah minor yang paling sering
dilakukan di dalam ilmu kedokteran gigi dan dilakukan apabila pencabutan dengan tang
tidak memungkinkan, gagal atau apabila gigi impaksi. Pasca dilakukannya odontektomi,
pasien akan merasakan nyeri. Nyeri bersifat subjektif, dimana persepsi nyeri antara satu
pasien dan pasien lainnya akan berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran skala nyeri pasien pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi seluruh pasien
odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dari tanggal 6 Februari sampai
dengan 6 Maret 2017. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling
dimana seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 61 orang. Penelitian dilakukan
dengan cara menanyakan rasa nyeri yang sedang dirasakan pasien pada saat kontrol hari
ketujuh pasca odontektomi. Hasil penelitian menunjukkan 48% pasien merasakan nyeri
sedang dan 52% pasien tidak merasakan nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi.
Dari seluruh pasien yang merasakan nyeri, didapati hasil bahwa pasien wanita lebih
banyak mengeluhkan rasa nyeri jika dibandingkan dengan pasien laki-laki. Pasien yang
masih merasakan nyeri pada hari ketujuh mengaku bahwa mereka tidak berani
membersihkan gigi sampai ke daerah bekas pencabutan sehingga terjadi penumpukan
plak dan bakteri. Nyeri yang dirasakan pasien pada hari ketujuh pasca odontektomi
diakibatkan oleh proses penyembuhan soket pencabutan yang tidak berjalan dengan
semestinya sehingga rasa nyeri pun masih dapat dirasakan oleh pasien.
Daftar Rujukan : 29 (2005-2016)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 April 2017


Pembimbing Tanda Tangan

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM ……………………


NIP. 19840724 200801 2 006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan penguji


Pada tanggal 28 April 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Ahyar Riza, drg., Sp.BM


ANGGOTA : 1. Isnandar, drg., Sp.BM
2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, doa serta arahan dari berbagai pihak, Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalamnya kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran dan dukungan yang sangat berharga
untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
3. Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp.KG , selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
5. Sake Juli Martina, dr., Sp.FK selaku Direktur Diklat, Penelitian dan
Kerjasama Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan penelitian.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Ayahanda H. Agus Sugianto, SE.,
Mba dan Ibunda Hj. Mawarni yang dengan penuh kesabaran, ketulusan dan kasih
sayangnya memberikan dukungan, doa serta semangat tiada hentinya kepada penulis.
7. Saudara-saudaraku, Bustanul Arifin, SH., M.Hum, Adisti Eka Ismayani
Sugianto, SH., M.Kn, Dedi Irawan, SE, dan Fitri Yanti Sugianto, SE yang selalu
memberi dukungan dan semangat. Terima kasih juga kepada Abangda Raja Arif
Rahman Siregar, drg yang telah banyak membantu serta memberi motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Liza, Tasya, Iik, Syafura, Dheyna, Vivi,
Melani, Lupi, Amel, Bela, Kak Dara, Kak Rica, Mas Indra, Teguh, Fauzan, Tari,
Nahrira, Ayu, Taska, Alwi, Ari atas dukungan dan bantuannya dalam penyusunan
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Bedah Mulut dan
teman-teman FKG USU angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan, dan
kebutuhan klinis.

Medan, 27 Maret 2017


Penulis,

Hera Ismayani Sugianto


130600066

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI .................................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Nyeri................................................................................................ 5
2.1.1 Patofisiologi Nyeri ........................................................................ 5
2.1.2 Mekanisme Nyeri .......................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Nyeri ........................................................................... 8
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri .................................... 8
2.2 Pengkajian Nyeri ............................................................................. 10
2.3 Odontektomi.................................................................................... 12
2.3.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Odontektomi ................................... 13
2.3.2 Klasifikasi Gigi Impaksi ............................................................... 14
2.3.3 Penyembuhan Luka Pasca Odontektomi ....................................... 16
2.4 Nyeri Pasca Odontektomi ............................................................... 18
2.5 Kerangka Teori ............................................................................... 21
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................ 22

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................ 23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 23
3.3.1 Populasi ......................................................................................... 23
3.3.2 Sampel........................................................................................... 23
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................. 24
3.5 Metode Pengambilan Data .............................................................. 24
3.6 Pengolahan Data .............................................................................. 24
3.7 Analisis Data .................................................................................... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Distribusi Karakteristik Pasien ....................................................... 26
4.2 Distribusi Gigi Impaksi Pasien Odontektomi ................................. 27
4.3 Gambaran Skala Nyeri Pasca Odontektomi .................................... 28
4.4 Keluhan Pasien Pada Saat Palpasi .................................................. 29
4.5 Keluhan Pasien Pada Saat Membuka dan Menutup Mulut ............. 31

BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 37
6.2 Saran ............................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

LAMPIRAN

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Distribusi pasien odontektomi berdasarkan kelompok usia .................... 25


2 Distribusi pasien odontektomi berdasarkan jenis kelamin ...................... 26
3 Distribusi molar tiga impaksi pada rahang atas dan rahang bawah ........ 26
4 Distribusi molar tiga berdasarkan klasifikasi impaksi ............................ 27
5 Skala nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi ................................... 28
6 Skala nyeri berdasarkan jenis kelamin .................................................... 28
7 Keluhan pasien saat palpasi pasca odontektomi ..................................... 29
8 Keluhan pasien saat palpasi berdasarkan jenis kelamin .......................... 29
9 Keluhan pasien saat membuka dan menutup mulut ................................ 30
10 Keluhan membuka dan menutup mulut berdasarkan jenis kelamin ........ 30

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Patofisiologi nyeri ................................................................................... 6


2 Verbal descriptor scale ........................................................................... 10
3 Numeric rating scale ............................................................................... 11
4 Visual analogue scale ............................................................................. 11
5 Faces pain rating scale ........................................................................... 12
6 Klasifikasi gigi impaksi menurut winter ................................................. 14
7 Klasifikasi berdasarkan jarak antara molar dua dan ramus .................... 15
8 Klasifikasi berdasarkan letak kedalaman molar tiga .............................. 16

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup


2. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian
3. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent)
4. Kuesioner Penelitian
5. Rincian Biaya Penelitian
6. Jadwal Penelitian
7. Ethical Clearance
8. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bedah minor merupakan suatu tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan
dengan anestesi lokal. Di dalam ilmu kedokteran gigi, salah satu jenis bedah minor
yang paling sering dilakukan adalah pencabutan gigi dengan pembedahan atau yang
biasa dikenal sebagai odontektomi. Odontektomi dilakukan apabila pencabutan dengan
tang tidak mungkin dilakukan, gagal atau apabila gigi impaksi. Frekuensi gigi impaksi
terbanyak yaitu pada gigi molar ketiga baik di rahang atas maupun di rahang bawah .1,2
Tindakan pembedahan sangat dibutuhkan karena gigi impaksi yang tidak segera
ditangani dapat menimbulkan beberapa komplikasi.
Pasca dilakukannya odontektomi, pasien akan merasakan efek yang ditimbulkan
dari pembedahan tersebut. Biasanya efek yang ditimbulkan pasca pembedahan dapat
berupa perdarahan, pembengkakan, dan nyeri.1 Salah satu efek yang selalu dirasakan
dan tidak dapat dihindari oleh pasien odontektomi adalah nyeri. Nyeri merupakan
manifestasi tubuh untuk melindungi diri. Berdasarkan International Association for the
Study of Pain, nyeri didefenisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik aktual
maupun potensial, atau menggambarkan keadaan kerusakan seperti tersebut diatas.3
Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan
oleh pasien yang mengalami pembedahan tersebut. Umumnya nyeri akan berangsur
menurun menjadi nyeri ringan sampai dengan tidak nyeri. Tetapi apabila pada hari
ketujuh pasca odontektomi pasien masih merasakan nyeri yang mengganggu, ada
kemungkinan proses penyembuhan dari soket bekas pencabutan mengalami gangguan
sehingga penyembuhan menjadi lambat dan pasien masih merasakan nyeri.3
Tingkat keparahan dari nyeri yang dirasakan pasien dapat berbeda-beda. Dalam
mengkaji nyeri yang dirasakan oleh pasien, biasanya digunakanlah skala nyeri yang
dapat membantu dokter gigi maupun perawat dalam mengetahui tingkatan nyeri yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

dirasakan oleh pasien. Pengkajian skala nyeri merupakan pengkajian untuk menentukan
keparahan atau intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Untuk pengkajian skala
nyeri, dapat digunakan alat ukur nyeri yang bersifat undimensional atau
multidimensional.7
Pengkajian undimensional merupakan alat ukur nyeri yang hanya melihat satu
dimensi nyeri yang dirasakan pasien. Skala nyeri undimensional terdiri dari Numeric
Pain Rating Scale, Verbal Descriptor Scale, Visual Analogue Scale, dan Faces Pain
Rating Scale.8,9 Numeric Pain Rating Scale merupakan alat ukur skala nyeri yang
berbentuk garis horizontal yang menunjukkan angka 0-10 dimana 0 diartikan dengan
“tidak nyeri” dan 10 adalah “nyeri berat”. Verbal Descriptor Scale merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi seperti; tidak nyeri, sedikit
nyeri, nyeri hebat atau sangat nyeri. Visual Analogue Scale merupakan suatu garis lurus
atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Dan Faces Rating Scale merupakan
pengukuran nyeri menggunakan ekspresi wajah.6,10 Dalam praktik klinis, keempat jenis
skala nyeri tersebut cukup akurat dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan oleh
pasien. Berdasarkan beberapa pertimbangan, banyak peneliti dan klinisi lebih memilih
menggunakan skala numerik dan verbal dalam mengukur nyeri yang dirasakan oleh
pasien.11 Kedua skala ini cukup sederhana dan tidak sulit untuk diukur dalam
mendeskripsikan nyeri.12
Pada tahun 2015, Aniseh Farshid dkk melakukan penelitian tentang prevalensi
dan faktor resiko komplikasi dari pembedahan gigi molar tiga mandibula.13 Setelah 24
jam pasca pembedahan, pasien dipanggil kembali untuk mengevaluasi rasa nyeri,
perdarahan, serta parastesi yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi molar tiga
mandibula. Rasa nyeri pasca odontektomi diukur menggunakan skala analog visual
(VAS). Penelitian ini mendapatkan hasil yaitu rata-rata tingkat nyeri yang dirasakan
pasien berkisar pada angka 2-5 pada saat diukur dengan skala analog visual, yang
berarti pasien merasakan nyeri ringan sampai sedang pasca odontektomi. Selain itu,
pada penelitian ini juga didapati kesimpulan bahwa tingkat rasa nyeri lebih rendah pada
pasien pria jika dibandingkan dengan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien wanita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Aniseh dkk ini, dua penelitian lain
sebelumnya juga melaporkan bahwa rasa nyeri pasca pembedahan yang dirasakan oleh
wanita lebih tinggi daripada yang dirasakan oleh pasien pria.
Marcello Carlos dkk melakukan penelitian tentang nyeri yang dirasakan setelah
pencabutan gigi molar tiga dengan pembedahan.14 Tujuan dari penelitian yang
dilakukan oleh Marcello dkk ini adalah untuk menganalisis perbedaan persepsi nyeri
yang dirasakan oleh setiap pasien pasca pencabutan gigi molar tiga dan untuk
mengidentifikasi faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pasca pembedahan. Hasil dari
penelitian ini didapati bahwa tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien pada hari pertama
pembedahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasa nyeri pada hari kedua dan
ketiga. Selain itu, didapati pula hasil bahwa nyeri lebih banyak dirasakan pada pasien
dengan usia 24 tahun kebawah.
Nyeri bersifat subjektif, satu-satunya cara yang tepat dalam menilai nyeri yaitu
dengan percaya pada pernyataan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, untuk itu
diperlukan pengukuran skala nyeri pasca dilakukannya odontektomi agar dapat
mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi.
Perencanaan perawatan dan perawatan pasca bedah yang tepat merupakan hal yang
paling penting untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan setelah odontektomi.13
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dipilih sebagai lokasi penelitian
dikarenakan masih minimnya penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit ini. Pada
penelitian ini, rasa nyeri pasien akan diukur pada hari ketujuh pasca odontektomi
dimana pada saat itu rasa nyeri yang dirasakan pasien akan sangat berhubungan dengan
proses penyembuhan soket pasca odontektomi.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui gambaran skala nyeri pasca dilakukannya odontektomi pada pasien di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran pasien odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

2. Bagaimana skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas


Sumatera Utara.
3. Bagaimana tingkat keparahan nyeri yang dirasakan pasien pasca odontektomi
di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui gambaran pasien odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui gambaran nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dirasakan pasien pasca
odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Dapat mengetahui gambaran skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai informasi data tentang tingkat keparahan nyeri yang dirasakan pasien
pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengidentifikasi
nyeri pasien pasca odontektomi sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
memberikan perawatan bagi pasien odontektomi.
4. Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam meneliti bagi peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri
Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman sensoris atau emosional yang tidak
menyenangkan, yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun
potensial, nyeri bersifat subjektif karena perasaan nyeri berbeda-beda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya.3,6
Nyeri berperan positif pada tubuh yaitu sebagai pertanda adanya kerusakan
jaringan dan sebagai kunci dalam menentukan perawatan yang tepat. Selain peranan
positif, nyeri juga mempunyai dampak negatif terhadap penderitanya.3 Pengkajian dan
penanganan nyeri yang inadekuat dapat menyebabkan dampak tersendiri bagi pasien,
seperti tingkat kecemasan yang meningkat, gangguan tidur, gangguan mobilisasi, stres,
dan rasa menderita. Nyeri juga dapat berdampak bagi psikologis pasien, seperti
peningkatan detak jantung dan tekanan darah. 8

2.1.1 Patofisiologi Nyeri


Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujungujung saraf bebas
yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi,
suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-
reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang
dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah
histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen.
Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel.
Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat
(slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat. Serat-serat C tampak
mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersinaps di korda spinalis. Setelah
di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis,
informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua jaras ke otak - traktus
neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus. Informasi yang di bawa ke korda
spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui serat-serat traktus
neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating system
dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik tempat
lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.4
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-
serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang
disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan
melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik.
Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus dan
menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.4

Gambar 1. Patofisiologi Nyeri29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

2.1.2 Mekanisme Nyeri


Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara umum terdapat dua macam
transmiter impuls nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi
lainnya seperti rasa dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Reseptor berdiameter
kecil (serabut A delta dan serabut C) berfungsi untuk mentransmisikan nyeri yang
sifatnya keras dan reseptor ini biasanya berupa ujung saraf bebas yang terdapat di
seluruh permukaan kulit dan pada struktur tubuh yang lebih dalam. Sedangkan reseptor
berdiameter besar (serabut A-Beta) selain berfungsi sebagai transmisi sensasi nyeri,
juga berfungsi untuk mentransmisikan sensasi lainnya seperti getaran, sentuhan, suhu,
serta tekanan halus.6

Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu: tranduksi,


transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri
dikonfersi ke bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika
nosiseptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nosiseptor) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus
yang datang seperti kerusakan jaringan.15
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls
listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang
terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar.
Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini
dilanjutkan melalui sistem contralateral spinaltalamik melalui ventral lateral dari
thalamus menuju korteks serebral.5,15
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur
transmisi nosiseptor tersebut. Proses modulasi melibatkan sistem neural yang kompleks.
Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh
sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini ke bagian lain dari sistem saraf
seperti bagian korteks. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan ke tulang
belakang untuk memodulasi efektor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan
dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition
(pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional,
dan perilaku juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri
tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena.15

2.1.3 Klasifikasi Nyeri


Secara umum, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis. Nyeri akut terjadi dalam waktu yang singkat dari 1 detik sampai
kurang dari enam bulan. Nyeri akut ini umumnya terjadi pada cidera penyakit akut atau
pada pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan bervariasi pada
setiap pasien. Biasanya nyeri ini hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan
setelah kerusakan jaringan penyembuh. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan. Nyeri akut merupakan gejala dimana tingkat nyeri berkorelasi dengan
beratnya lesi atau stimulus. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Fungsi nyeri akut ialah
memberi peringatan akan cedera atau penyakit yang akan datang.3,6
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama yaitu lebih dari enam bulan. Nyeri ini timbul tidak teratur,
intermitten atau bahkan persisten. Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya
tidak dapat diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditemukan dan sering sulit diobati
karena biasanya nyari ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan kepada penyebabnya. Nyeri kronis biasanya menimbulkan kelelahan mental
dan fisik sehingga pasien dapat merasa putus asa dan frustasi.3,6

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Pengalaman seseorang terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri yaitu :7,16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga klinisi harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa, terkadang nyeri dilaporkan jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Sedangkan pada lansia, mereka cenderung
mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum
melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan.
2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas jika
laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Budaya
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana
mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang
dirasakannya. Seseorang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun.
5. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
6. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

7. Dukungan keluarga dan sosial


Seseorang yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan. Walaupun
nyeri tetap dirasakan oleh pasien, tetapi kehadiran orang yang dicintai dapat
meminimalisir kesepian dan ketakutan.

2.2 Pengkajian Nyeri


Nyeri yang dirasakan oleh setiap pasien dapat diukur dengan menggunakan
skala nyeri. Skala nyeri dapat membantu untuk menentukan intensitas nyeri pasien dan
membantu menentukan perawatan yang tepat untuk setiap pasien.12
Pengkajian terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi :12
1. Tingkat nyeri
Penilaian terhadap tingkat nyeri yang dirasakan pasien dapat dilakukan dengan
menggunakan skala sebagai berikut :
a. Skala deskriptif
Tingkat nyeri yang dirasakan pasien dinilai menggunakan Verbal Descriptor
Scale (VDS) yang merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang disusun dengan jarak sama disepanjang garis. Pasien dapat diminta
untuk membuat tingkat nyeri pada skala verbal seperti; tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri
hebat atau sangat nyeri.11,17

Gambar 2. Verbal Descriptor Scale (VDS)3

b. Skala Numerik
Skala penilaian Numeric Rating Scales (NRS) merupakan pengukuran nyeri
menggunakan angka-angka 0-10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.14,26 Pasien
diminta untuk menunjukkan angka yang sesuai dengan skala nyeri yang dirasakan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

pasien tersebut. Angka 0 menunjukkan tidak adanya nyeri, sedangkan angka 10 berarti
nyeri tidak tertahankan lagi oleh pasien. Kriteria nyeri menurut angka digolongkan
menjadi 4 yaitu ; 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, dan 7-10 =
nyeri berat.

Gambar 3. Numeric Rating Scale (NRS)18

Skala numerik merupakan jenis skala yang sederhana dalam menilai dan
mendeskripsikannya. Tetapi skala numerik ini akan sulit digunakan untuk mengukur
tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien anak yang masih sangat kecil serta pasien
lanjut usia yang mempunyai kesulitan dalam membedakan angka.21
c. Skala Analog Visual
Pengukuran nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) merupakan suatu
garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.14,16,17 Pasien diminta untuk
menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis
tersebut.19 Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada nyeri” atau “tidak nyeri”,
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri tidak tertahankan”.
Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat
pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter.

Gambar 4. Visual Analogue Scale (VAS)18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

d. Skala Nyeri Wajah


Wong-Baker Faces Rating Scale merupakan suatu jenis pengukuran nyeri
menggunakan ekspresi yang terdiri dari 6 ekspresi wajah mulai dari wajah tersenyum
(tidak ada nyeri) hingga wajah tidak bahagia (nyeri tidak tertahankan).8 Jenis skala nyeri
ini biasanya digunakan untuk pengukuran nyeri pada pasien anak-anak. Pasien anak
diminta untuk menunjukkan ekspresi wajah sesuai dengan tingkat nyeri yang
dirasakan.9,24

Gambar 5. Faces Pain Scale (FPS)3

Skala nyeri wajah ini biasa digunakan untuk mengukur nyeri pada pasien anak
karena penggunaannya sangat sederhana, non-verbal, dan hanya membutuhkan sedikit
instruksi sehingga tidak membingungkan anak.18

2. Karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri mencakup letak, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama
(terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau
keberadaan dari nyeri) dan kualitasnya (nyeri seperti ditusuk-tusuk, terbakar, ditekan).
3. Efek nyeri
Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari pasien seperti tidur, makan,
konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas lainnya.

2.3 Odontektomi
Bedah minor merupakan suatu tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan
dengan anestesi lokal. Di dalam ilmu kedokteran gigi, bedah minor mencakup segala
sesuatu yang mengenai pembedahan kecil atau sederhana di dalam mulut. Salah satu
tindakan bedah minor yang paling sering dilakukan dalam kedokteran gigi adalah
odontektomi. Definisi odontektomi yaitu pengeluaran satu atau beberapa gigi secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

bedah dengan cara membuka flap mukoperiostal, kemudian dilakukan pengambilan


tulang yang menghalangi dengan tatah atau bur.19
Odontektomi merupakan pencabutan gigi dengan pembedahan yang harus
dilakukan apabila pencabutan dengan tang tidak mungkin dilakukan, gagal atau apabila
gigi impaksi atau terpendam. Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh
gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi yang letaknya tidak normal
pada lengkung rahang .20 Tindakan pencabutan sangat dibutuhkan karena gigi impaksi
yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Pencabutan
dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan
pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-benar tidak berfungsi. Upaya mengeluarkan
gigi impaksi terutama pada gigi molar dilakukan dengan tindakan pembedahan yang
biasa disebut sebagai odontektomi. Odontektomi sebaiknya dilakukan pada saat pasien
masih muda yaitu pada usia 25-26 tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan
terhadap terjadinya patologi.21
Pasien dengan penyakit akut atau kronis yang parah tidak memungkinkan untuk
dilakukan pembedahan mulut minor, kecuali apabila mereka merupakan pasien rawat
jalan atau pasien yang masih bisa dapat menjalani aktivitasnya sehari-hari secara
normal. Setiap tindakan pembedahan harus mendapat persetujuan dari pasien untuk
menjalani rencana perawatan. Tindakan ini hanya dapat dilakukan jika pasien sudah
menerima penjelasan tentang pembedahan yang akan dilakukan, tujuan dan prosedur
pembedahan, serta dampak dari pembedahan tersebut, termasuk efek berbahaya yang
kemungkinan akan terjadi.

2.3.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Odontektomi


Indikasi dari odontektomi yaitu :1,2
1. Perikoronitis
2. Penyakit periodontal
3. Karies
4. Mencegah terjadinya resorpsi akar
5. Mencegah terjadinya pembentukan kista

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

6. Mencegah timbulnya rasa sakit


7. Perawatan orthodonti dan orthognatik
8. Gigi impaksi terlihat mendesak gigi tetangga
Sedangkan untuk kontra indikasi dari odontektomi yaitu :1
1. Pasien usia lanjut
2. Kondisi fisik atau mental terganggu
3. Kemungkinan besar menyebabkan rusaknya struktur tertentu
4. Tersedianya ruang yang memadai untuk erupsi gigi

2.3.2 Klasifikasi Gigi Impaksi


Gigi impaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan inklinasi, hubungan dengan
ramus mandibula, serta kedalamannya. Adapun klasifikasi dari gigi impaksi yaitu :
A. Klasifikasi menurut George Winter
Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi
impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar tiga terhadap gigi molar dua. Posisi-
posisi tersebut meliputi :1,2
1. Mesioangular (miring ke mesial)
2. Vertikal
3. Distoangular (miring ke distal)
4. Horizontal
5. Bukoangular (miring ke bukal)
6. Linguoangular (miring ke lingual)
7. Inverted (tumbuh terbalik)

Gambar 6. Klasifikasi gigi impaksi menurut Winter1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Klasifikasi Winter ini merupakan jenis klasifikasi yang paling sering digunakan
mengingat pengklasifikasiannya berdasarkan inklinasi dan setiap inklinasi mempunyai
arah pergeseran posisi gigi yang pasti.2

B. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory


Pell dan Gregory mengklasifikasikan gigi impaksi berdasarkan jarak antara
molar dua dan ramus mandibula serta berdasarkan letak kedalaman molar tiga di dalam
rahang.1,2
1. Berdasarkan jarak antara molar dua dan ramus
Kelas I : Jarak antara batas anterior ramus dan distal gigi molar dua cukup untuk
erupsi gigi molar tiga.
Kelas II : Ruangan antara batas anterior ramus dengan distal gigi molar dua kurang
dari ukuran mesio-distal gigi molar tiga.
Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar tiga berada dalam ramus mandibula.

Gambar 7. Klasifikasi berdasarkan jarak antara molar dua dan ramus1

2. Berdasarkan letak kedalaman molar ketiga di dalam rahang.


Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar dua terletak segaris dengan bagian tertinggi gigi
molar tiga.
Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga lebih rendah dari bagian tertinggi gigi molar
dua dan berada antara bidang oklusal gigi molar dua dan diatas garis
servikal dari gigi molar dua.
Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis servikal molar dua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Gambar 8. Klasifikasi berdasarkan letak kedalaman molar tiga1

2.3.3 Penyembuhan Luka Pasca Odontektomi


Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka secara fisiologi terdiri dari tiga
fase yaitu:22
1. Fase inflamasi (fase reaktif)
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan
terdiri atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur
pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya
melalui vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi
homeostasis. Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis.
Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan debris
pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel
polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan setelah 24-48 jam terjadi
transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau makrofag yang merupakan sel paling
dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua
sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat
lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase proliferasi pada proses
penyembuhan luka.
2. Fase proliferasi
Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira
akhir minggu ketiga yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

dan epitelisasi. Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan


fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang
belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin
yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Proses
angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya formasi
pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka. Pada saat ini,
keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk melakukan epitelisasi
menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap kontaminan
dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya
dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling menyentuh
dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan dengan
pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan dimulailah
proses pematangan dalam fase remodeling.
3. Fase remodeling (fase pematangan)
Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan
lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan
bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal
dari luka, terjadi peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan
fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara mikroskopis
terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini
dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang
sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena
adanya proses penyembuhan.
Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan secara
umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan
jaringan lunak. Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah :23,24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan


darah pada soket alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan terjadi dilatasi
pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan lapisan fibrin.
2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk tahanan
sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi melakukan migrasi. Epitel
dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas menumpuk pada puncak tulang alveolar yang
akan menyebabkan resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen
periodontal.
3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru mulai
masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari alveolar ke bekuan darah,
serta resorbsi margin kortikal soket alveolar terlihat lebih jelas.
4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi,
epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terus berlanjut
sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan penyembuhan tulang secara total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan.

2.4 Nyeri Pasca Odontektomi


Pasca dilakukannya odontektomi, pasien akan merasakan efek dari pencabutan
tersebut. Biasanya respons pasien dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari
pencabutan.1 Rata-rata komplikasi setelah odontektomi dilaporkan sebesar 2,6% sampai
30,9%. Komplikasi ini dapat terjadi selama atau setelah pembedahan. Odontektomi
berhubungan erat dengan rasa nyeri, pembengkakan, serta trismus. Komplikasi lainnya
yang dapat terjadi adalah dry socket, infeksi, perdarahan, dan parastesi. Selain itu
terdapat juga komplikasi yang sangat jarang terjadi seperti fraktur dan dislokasi
rahang.13 Efek dari pembedahan yang selalu dirasakan pasien odontektomi salah
satunya yaitu rasa nyeri. Pasien biasanya merasakan nyeri setelah dilakukan
pembedahan sesuai dengan tingkat keparahan dari luka yang disebabkan selama
odontektomi. Semakin sedikit luka yang dihasilkan, semakin rendah tingkat nyeri pasca
pembedahan yang dirasakan oleh pasien.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Nyeri pasca bedah dapat diartikan sebagai trauma fisiologis pada individu yang
terjadi akibat adanya prosedur pembedahan, letak insisi, dan kedalaman nyeri sebagai
suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan trauma
pembedahan. Nyeri pasca odontektomi termasuk ke dalam jenis nyeri akut yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat insisi selama tindakan pembedahan. Nyeri
akut berdurasi singkat yaitu kurang dari 6 bulan.6,16
Penelitian tentang tingkatan rasa nyeri pasca pencabutan gigi molar tiga dengan
pembedahan (odontektomi) menjelaskan bahwa tingkatan rasa nyeri paling tinggi terjadi
selama 24 jam pertama pasca bedah. Menurut literatur yang ada, rasa nyeri lebih akut
selama hari pertama dan kemudian menurun secara bertahap. Nyeri pasca pembedahan
lebih kompleks pada pencabutan gigi mandibular, bahkan pada gigi dengan posisi
distoangular dan mesioangular rasa nyerinya dapat meningkat dari hari pertama sampai
hari kedua. Hal ini dapat disebabkan karena gigi pada posisi ini membutuhkan
pembedahan yang lebih rumit dan dapat menyebabkan luka cukup berat yang kemudian
meningkatkan proses inflamasi.14
Beberapa peneliti menyatakan bahwa nyeri pasca odontektomi akan berangsur
berkurang menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak nyeri lagi pada hari ke-tujuh pasca
odontektomi. Apabila nyeri masih dirasakan pasien seminggu setelah odontektomi,
kemungkinan proses penyembuhan dari soket pencabutan molar tiga tidak berjalan
dengan semestinya.25
Nyeri pasca odontektomi tidak dapat dihindari dan selalu dirasakan oleh pasien
sebagai fase inflamasi dari penyembuhan. Timbulnya rasa nyeri berhubungan langsung
dengan meningkatnya kadar prostagladin, leukotrien, dan thromboxane A2. Rasa nyeri
biasanya mencapai puncaknya 3-5 jam setelah pembedahan. Selama pembedahan,
teknik pembedahan yang baik, irigasi yang maksimal, dan penggunaan anestesi yang
efeknya bertahan lama seperti bupivakain dapat mengurangi rasa nyeri yang akan
dirasakan oleh pasien pasca odontektomi.26 Perencanaan perawatan dan perawatan
pasca bedah yang tepat merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi
komplikasi yang ditimbulkan setelah odontektomi. Akan tetapi, tindakan pembedahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

selalu berhubungan dengan efek yang nantinya akan dirasakan oleh pasien setelah
pembedahan, untuk itu pasien harus terlebih dahulu diberitahukan tentang komplikasi
apa saja yang akan timbul setelah pembedahan.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

2.5 Kerangka Teori

Patofisiologi

Mekanisme

Skala Nyeri Klasifikasi


Faktor yang
Mempengaruhi
Pengkajian Nyeri

Indikasi dan
Kontra Indikasi

Klasifikasi Gigi
Odontektomi Impaksi

Penyembuhan
Luka Pasca
Odontektomi

Nyeri Pasca Odontektomi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

2.6 Kerangka Konsep

Odontektomi Skala Nyeri Pada Hari


Ketujuh

Pengukuran Menggunakan
Skala Undimensional

Skala Numerik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif, yaitu
untuk menggambarkan tentang skala nyeri pasca odontektomi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara pada bulan
Februari 2017 sampai Maret 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien odontektomi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.

3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien tindakan odontektomi yang
memenuhi kriteria inklusi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara selama satu
bulan dimulai dari bulan Februari sampai dengan Maret 2017 (total sampling).
Kriteria Inklusi :
1. Pasien odontektomi molar tiga di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
2. Bersedia ikut serta dalam penelitian
3. Pasien yang tidak mempunyai penyakit sistemik.
Kriteria Eksklusi :
1. Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian
2. Mempunyai penyakit sistemik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional


Variabel Penelitian Defenisi Operasional

1 Nyeri Suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional


yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana
terjadi kerusakan3

2 Odontektomi Pengeluaran satu atau beberapa gigi secara bedah


dengan cara membuka flap mukoperiostal, kemudian
dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi
dengan tatah atau bur19

3 Skala Nyeri Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh pasien12

4 Skala Nyeri Numerik Pengukuran nyeri menggunakan angka 0-10 untuk


menggambarkan tingkat nyeri9

3.5 Metode Pengambilan Data


Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh peneliti dengan cara
mengamati keluhan pasien odontektomi pada saat hari ketujuh pasca pembedahan di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Tingkat rasa nyeri diukur menggunakan skala
nyeri numerik.

3.6 Pengolahan Data


Data diolah secara manual dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam
bentuk tabel dan gambar maupun diagram.

3.7 Analisis Data


Data dianalisis secara deskriptif yaitu data univarian dan dihitung dalam bentuk
persentase. Hasil dari data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk melihat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

gambaran skala nyeri pada pasien pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang
dimulai dari tanggal 6 Februari sampai dengan 6 Maret 2017 diperoleh sampel
penelitian sebanyak 61 pasien yang mendapatkan perawatan odontektomi gigi molar
tiga baik rahang atas maupun rahang bawah.

4.1 Distribusi Pasien Odontektomi

Distribusi pasien dilihat dari kelompok usia didapati pasien dengan kelompok usia
paling banyak adalah kelompok usia 26-30 tahun sebanyak 14 pasien (23%). Selain itu,
distribusi pasien jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 41 pasien berjenis kelamin
perempuan (67%) dan sebanyak 20 pasien berjenis kelamin laki-laki (33%).

Tabel 1. Distribusi pasien yang mendapatkan perawatan odontektomi molar tiga


berdasarkan kelompok usia di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Jumlah
Usia
n %
16-20 13 21
21-25 12 20
26-30 14 23
31-35 9 15
36-40 8 13
41-45 5 8

Total 61 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Tabel 2. Distribusi pasien yang mendapatkan perawatan odontektomi molar tiga


berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Jumlah
Jenis Kelamin
n %
Laki-laki 20 33
Perempuan 41 67

Total 61 100

4.2Distribusi Gigi Impaksi Pasien Odontektomi


Data penelitian menunjukkan bahwa gigi molar tiga impaksi lebih banyak
ditemukan pada rahang bawah yaitu sebanyak 43 gigi (71%) dan pada rahang atas
sebanyak 18 gigi (29%). Pada rahang atas, gigi impaksi yang ditemukan pada molar tiga
kiri atas (gigi 28) lebih banyak daripada gigi impaksi yang ditemukan pada molar tiga
kanan atas (gigi 18). Sedangkan pada rahang bawah, gigi impaksi lebih banyak
ditemukan pada molar tiga kiri bawah (gigi 38) daripada molar tiga kanan bawah (gigi
48).

Tabel 3. Distribusi molar tiga pada rahang atas dan rahang bawah

Jumlah
Gigi
n %

18 8 13
1 Rahang Atas 28 10 16

38 25 41
2 Rahang Bawah 48 18 30

Total 61 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Berdasarkan klasifikasi relasi molar tiga dengan ramus mandibula dan molar dua
didapati hasil yaitu kelas I sebanyak tiga (5%), kelas II sebanyak 56 (92%), dan kelas III
sebanyak 2 (3%). Sedangkan berdasarkan klasifikasi kedalaman molar tiga di dalam
tulang rahang, didapati hasil yaitu posisi A sebanyak 1 (2%), posisi B sebanyak 56
(92%), dan posisi C sebanyak 4 (6%). Kemudian untuk distribusi gigi impaksi
berdasarkan klasifikasi posisi molar tiga terhadap molar dua yaitu mesioangular
sebanyak 39 (64%), vertikal sebanyak 5 (8%), horizontal sebanyak 11 (18%),
bukoangular sebanyak 6 (10%), sedangkan distoangular, linguoangular, dan inverted
tidak dijumpai.
Tabel 4. Distribusi molar tiga berdasarkan klasifikasi impaksi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara

Jumlah
Klasifikasi
n %
1. Berdasarkan relasi molar tiga dengan ramus mandibula dan molar dua
Kelas I 3 5
Kelas II 56 92
Kelas III 2 3

2. Berdasarkan kedalaman molar tiga di dalam tulang rahang


Posisi A 1 2
Posisi B 56 92
Posisi C 4 6

3. Berdasarkan klasifikasi posisi molar tiga terhadap molar dua


Mesioangular 39 64
Vertikal 5 8
Horizontal 11 18
Bukoangular 6 10

4.3 Gambaran Skala Nyeri Pasca Odontektomi

Data penelitian menunjukkan, dari 61 pasien terdapat 29 pasien (48%) yang masih
merasakan nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi. Nyeri yang dirasakan pasien
pada hari ketujuh tersebut termasuk ke dalam klasifikasi nyeri sedang. Pasien yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

lagi merasakan nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi yaitu sebanyak 32 pasien
(52%). Sedangkan untuk nyeri ringan, nyeri berat, dan nyeri sangat berat tidak dijumpai
pada pasien saat kontrol pada hari ketujuh pasca odontektomi.
Nyeri pasca odontektomi lebih banyak dikeluhkan oleh pasien wanita. Hal ini
ditunjukkan oleh data penelitian skala nyeri jika dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin. Sebanyak 21 pasien (51%) dari 41 pasien wanita mengeluhkan nyeri,
sedangkan pada pasien laki-laki hanya 8 pasien (40%) dari 20 pasien laki-laki yang
mengeluhkan adanya nyeri.
Tabel 5. Skala nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi

Jumlah Pasien
Skala Nyeri
n %

1 Tidak Nyeri 32 52

2 Nyeri Ringan - -

3 Nyeri Sedang 29 48

4 Nyeri Berat - -

5 Nyeri Sangat Berat - -

Total 61 100

Tabel 6. Skala nyeri berdasarkan jenis kelamin


Jumlah
Jenis Kelamin Skala Nyeri
n %

Tidak Nyeri 12 20
1 Laki-laki
Nyeri 8 13

Tidak Nyeri 20 33
2 Perempuan
Nyeri 21 34

Total 61 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

4.4 Keluhan Pasien Pada Saat Palpasi

Data penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa pasien yang merasakan


nyeri saat palpasi pada sekitar daerah odontektomi. Sebanyak 28 pasien (46%)
merasakan nyeri pada saat dipalpasi dan 33 pasien (54%) tidak merasakan nyeri pada
saat dipalpasi.

Tabel 7. Keluhan Pasien Saat Palpasi Pasca Odontektomi

Jumlah
Keluhan
n %

1 Tidak Nyeri 33 54
2 Nyeri 28 46

Total 61 100

Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 21 pasien wanita (51%) mengeluhkan nyeri


pada saat dipalpasi pada daerah sekitar odontektomi dan pasien laki-laki hanya
sebanyak 7 pasien (35%) yang merasakan nyeri.

Tabel 8. Keluhan Pasien Saat Palpasi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah
Jenis Kelamin Skala Nyeri
n %

Tidak Nyeri 13 21
1 Laki-laki
Nyeri 7 12

Tidak Nyeri 20 33
2 Perempuan
Nyeri 21 34

Total 61 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

4.5 Keluhan Pasien Pada Saat Membuka dan Menutup Mulut

Data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengeluhkan nyeri pada saat
membuka dan menutup mulut lebih sedikit daripada pasien yang mengeluhkan nyeri
pada saat palpasi. Terdapat 13 pasien (21%) yang mengeluhkan nyeri pada saat
membuka dan menutup mulut, sedangkan sebanyak 48 pasien (79%) tidak mengeluhkan
adanya nyeri pada saat membuka dan menutup mulut.

Tabel 9. Keluhan Pasien Saat Membuka dan Menutup Mulut

Jumlah
Keluhan
n %

1 Tidak Nyeri 48 79
2 Nyeri 13 21

Total 61 100

Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, pasien perempuan cenderung


lebih banyak mengeluhkan adanya nyeri pada saat membuka dan menutup mulut.
Sebanyak 13 pasien dari 41 pasien wanita mengeluhkan adanya nyeri saat membuka dan
menutup mulut. Sedangkan untuk pasien laki-laki tidak dijumpai adanya keluhan nyeri
pada saat membuka dan menutup mulut.

Tabel 10. Keluhan Pasien Saat Membuka dan Menutup Mulut Berdasarkan Jenis
Kelamin

Jumlah
Jenis Kelamin Skala Nyeri
n %
Tidak Nyeri 20 33
1 Laki-laki
Nyeri - -

Tidak Nyeri 28 46
2 Perempuan
Nyeri 13 21
Total 61 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

BAB 5
PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca odontektomi gigi molar tiga di


Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara terdapat 29 pasien (48%) merasakan nyeri
sedang dan 32 pasien (52%) tidak merasakan nyeri setelah hari ketujuh. Hasil ini sejalan
dengan penelitian oleh Caroline yang menunjukkan bahwa 64% pasien merasakan nyeri
pada hari ketujuh pasca odontektomi. Nyeri pasca odontektomi muncul ketika pengaruh
dari anestesi lokal menghilang yaitu pada 6-12 jam pasca operasi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada hari ketujuh pasca odontektomi nyeri akan berkurang
menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak ada lagi rasa nyeri.25 Lain halnya dengan
penelitian oleh Elitsa dan Milena, pada penelitian ini 37,7% pasien merasakan nyeri
ringan pada hari ketiga pasca odontektomi dan 43.4% pasien tidak merasakan nyeri
pada hari ketujuh pasca odontektomi.27 Nyeri yang masih dirasakan pasien pada hari
ketujuh pasca odontektomi dapat menjadi pertanda dari tidak terbentuknya bekuan
darah pada proses penyembuhan soket sehingga proses penyembuhan pada soket
menjadi lebih lama.22,23
Rasa nyeri yang dirasakan pasien pasca odontektomi pada penelitian ini
termasuk kedalam kategori nyeri sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Aniseh
Farshid dkk yang menyatakan bahwa nyeri pasca odontektomi berkisar antara nyeri
ringan sampai dengan nyeri sedang.13 Pada hari ketujuh pasca dilakukannya
odontektomi, keluhan setiap pasien berbeda-beda, ada yang tidak merasakan nyeri lagi
dan ada pula yang masih merasakan nyeri. Hal ini mungkin terjadi karena nyeri bersifat
subjektif dimana persepsi nyeri yang dirasakan setiap pasien berbeda-beda dari satu
pasien dengan pasien lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasien odontektomi molar tiga
cenderung lebih banyak pasien wanita jika dibandingkan dengan jumlah pasien laki-
laki. Pasien wanita lebih menyadari adanya ketidaknyaman yang dirasakannya pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

rongga mulut dan lebih berinisiatif untuk mencari perawatan.26 Dari 41 pasien wanita
yang mendapatkan perawatan odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara,
21 diantaranya mengeluhkan nyeri sedang pada saat kontrol hari ketujuh. Berbeda
dengan wanita, pada pasien laki-laki, hanya 8 pasien dari 20 pasien laki-laki yang masih
merasakan nyeri pada saat kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Grossi yang
menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat memprediksi
ketidaknyamanan pasca odontektomi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan lebih cenderung merasakan dan mengeluhkan nyeri yang dialaminya
dibandingkan dengan laki-laki.26 Lain halnya dengan Capuzzi, penelitiannya
menyatakan bahwa laki-laki lebih merasakan nyeri pada hari pertama dan ketiga pasca
odontektomi.13 Faktor sosial budaya, fisiologis dan biologis memegang peranan penting
dalam hal ini. Seperti yang telah dikatakan bahwa wanita cenderung lebih mengeluhkan
rasa sakitnya dan lebih berinisiatif mencari perawatan terhadap keluhannya tersebut,
sedangkan pada laki-laki, mereka lebih cenderung menahan dan mengabaikan rasa sakit
yang dialaminya.26,27
Pasien odontektomi molar tiga di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara jika
dilihat berdasarkan kelompok usia, didapati kelompok usia terbanyak yaitu 26-30 tahun
sebanyak 23% lalu selanjutnya kelompok usia 16-20 tahun sebanyak 21%. Hasil ini
tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kelompok
usia 16-20 tahun terletak pada urutan pertama yang paling banyak melakukan perawatan
odontektomi yaitu sebanyak 54.1% dan kelompok usia urutan kedua yaitu usia 26-30
tahun sebanyak 21.2%. Hal ini dapat dijelaskan karena biasanya masalah yang muncul
akibat adanya molar tiga dirasakan diantara usia 18-25 tahun seiring dengan erupsinya
gigi molar tiga.26 Odontektomi sebaikya dilakukan pada saat pasien masih muda yaitu
pada usia 25-26 tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan terhadap terjadinya
patologi.27 Pencabutan dapat menimbulkan masalah di kelompok usia yang lebih tua.
Odontektomi dini akan mengurangi morbiditas dan penyembuhan yang terjadi akan
lebih baik. Penyembuhan jaringan periodontal juga lebih baik karena regenerasi tulang
lebih baik dan sempurna dan reattachment gingival terhadap gigi juga lebih baik.
Odontektomi sesudah usia 25-26 tahun mengakibatkan pencabutan lebih sulit dan lebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

traumatik karena terjadi mineralisasi tulang dan celah ligamen periodontium/folikular


mengecil atau tidak ada.27
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya keluhan nyeri lainnya. Beberapa
pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri yang dirasakannya pada saat daerah sekitar
odontektomi dipalpasi. Sekitar 54% pasien merasakan nyeri saat palpasi. Selain itu,
nyeri juga dirasakan sebagian pasien pada saat membuka dan menutup mulut, tetapi
jumlah pasien yang mengeluhkan nyeri pada saat membuka dan menutup mulut tidak
sebanyak pasien yang mengeluh saat dipalpasi yaitu hanya sekitar 21% pasien. Tidak
semua pasien yang mengeluh merasakan nyeri sedang pasca odontektomi merasakan
ketidaknyamanan pula saat membuka dan menutup mulut. Pada pasien berjenis kelamin
laki-laki, tidak dijumpai adanya pasien yang mengeluhkan nyeri saat membuka dan
menutup mulut. Hal ini bisa dikarenakan oleh rasa nyeri yang tidak terlalu mengganggu
sehingga pasien laki-laki cenderung tidak merasakannya. Lain halnya dengan
perempuan, pasien perempuan cenderung lebih sensitif dalam menerjemahkan rasa
nyeri yang dialaminya.27
Beberapa pasien yang merasakan nyeri sedang saat hari ketujuh pasca
odontektomi mengatakan bahwa mereka takut membersihkan gigi sampai ke daerah
bekas pencabutan sehingga pada daerah tersebut banyak ditemukan penumpukan plak.
Penumpukan plak pada daerah odontektomi tersebut dapat memperlambat
penyembuhan soket pasca odontektomi sehingga menyebabkan timbulnya dry socket.
Nyeri yang masih dirasakan oleh pasien berkaitan erat dengan terjadinya dry
socket. Dry socket merupakan suatu gangguan dalam proses penyembuhan pada soket
bekas pencabutan yang disebabkan oleh invasi mikroba pada soket sehingga dinding
soket akan terbuka karena adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang
terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.22 Caroline dalam penelitiannya menyatakan
insidensi dry socket yang terjadi pasca odontektomi mencapai 30%.26 Sedangkan dalam
penelitian oleh Penarrocha, terdapat beberapa pasien pasca odontektomi yang
mengalami dry socket dimana mereka merasakan nyeri meningkat pada hari kelima
sampai ketujuh pasca odontektomi. Hal ini dialami oleh pasien dengan oral hygiene

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

yang buruk. OH yang buruk ini berkaitan dengan peningkatan jumlah plak dan bakteri
yang melekat pada daerah odontektomi. Plak dan bakteri ini berperan dalam munculnya
sel dalam jumlah besar (kuman dan makrofag) pada daerah operasi, berikutnya terjadi
peningkatan produksi toksin dan mediator kemis yang akan menjadi pemicu mekanisme
psikopatologis dari nyeri pasca operasi.22
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan oleh pasien pada
hari ketujuh kemungkinan disebabkan oleh kebersihan dari daerah pencabutan kurang
dijaga dan diperhatikan oleh pasien sehingga terjadilah penumpukan plak. Umumnya
pada hari ketujuh, rasa nyeri akan berkurang menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak
nyeri. Sedangkan skala nyeri sedang yang dirasakan oleh pasien yang masih merasakan
nyeri pada hari ketujuh tersebut dikarenakan proses penyembuhan pada daerah
pencabutan terhambat. Hal ini dapat disebabkan oleh karena rasa takut yang dimiliki
oleh pasien untuk membersihkan daerah tersebut. Banyak pasien yang mempunyai
persepsi bahwa menyikat gigi sampai ke daerah bekas pencabutan tersebut dapat
menyebabkan luka pada daerah pencabutan menjadi lebih parah dan lebih nyeri.
Padahal setiap pasien yang telah mendapatkan perawatan odontektomi telah
diedukasikan oleh dokter gigi untuk tetap membersihkan gigi sampai ke daerah
odontektomi.
Selain kurangnya kesadaran pasien dalam menjaga kebersihan daerah
pencabutan, terdapat beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan soket. Pertama yaitu seringnya pasien menghisap-hisap luka bekas
pencabutan sehingga dapat mengganggu dan merusak bekuan darah dan mengakibatkan
penyembuhan daerah odontektomi tersebut menjadi lebih lama dari seharusnya. Kedua
yaitu faktor usia, dimana proses penyembuhan luka pada orang muda lebih cepat
dibandingkan pada orang tua. Ketiga yaitu faktor jenis kelamin, perempuan cenderung
lebih sering mengalami proses penyembuhan luka yang lama, hal ini disebabkan karena
penggunaan pil kontrasepsi, jika seorang wanita mengkonsumsi pil kontrasepsi dan dia
melakukan pencabutan gigi maka kemungkinan terjadinya dry socket akan meningkat
akibat tingginya level estrogen. Keempat yaitu merokok, dimana merokok dapat
memperlambat proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Produk-produk toksik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

yang dihasilkan oleh rokok dapat menurunkan suplai darah pada area luka sehingga
menyebabkan iskemi jaringan. Kelima yaitu obat-obatan, beberapa obat-obatan seperti
kortikosteroid dan obat-obat imunosupresif lainnya dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.28
Rasa nyeri berperan positif, yaitu sebagai pertanda adanya kerusakan jaringan.
Rasa nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi berkaitan erat dengan penyembuhan
luka pada soket bekas pencabutan, dimana pada umumnya nyeri akan berangsur
mengalami penurunan hingga menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak nyeri lagi.
Sedangkan apabila pasien masih merasakan nyeri setelah 1 minggu pasca odontektomi,
ada kemungkinan terjadinya proses penyembuhan luka tidak berjalan dengan
semestinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Gambaran pasien odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
selama satu bulan adalah sebanyak 61 pasien yang terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 41
pasien perempuan dengan kelompok usia terbanyak yaitu usia 26-30 tahun dan diikuti
oleh kelompok usia 16-20 tahun.
2. Gambaran skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara yaitu sebanyak 29 pasien dari 61 pasien merasakan nyeri pada hari
ketujuh pasca odontektomi molar tiga.
3. Tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara merupakan nyeri sedang dimana rata-rata
pasien yang merasakan nyeri tersebut mengaku bahwa mereka tidak membersihkan
daerah bekas pencabutan sehingga proses penyembuhan pada daerah tersebut menjadi
lebih lama.

6.2 Saran
1. Edukasi terhadap pasien pasca odontektomi tentang kebersihan daerah
pencabutan harus lebih ditingkatkan kembali mengingat masih banyak pasien yang
masih merasa takut untuk membersihkan daerah bekas pencabutan walaupun sudah
diberikan edukasi sebelumnya.
2. Pasien dianjurkan makan makanan berbentuk cair atau lunak, protein tinggi,
dan meningkatkan kebersihan rongga mulut dengan berkumur menggunakan antiseptik
oral klorheksidin 0,2% atau povidone iodine 1% yang akan dapat mempersingkat proses
penyembuhan.
3. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk membandingkan
gambaran skala nyeri pasca odontektomi pada setiap pasien odontektomi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

DAFTAR PUSTAKA

1. Shanghai S, Chatterge P. A concise textbook of oral and maxillofacial


surgery. New Delhi : Jaypee, 2009: 127-137.
2. SM Balaji, Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi :
Elsevier, 2013: 345-382.
3. Andres JD, Fischer HBJ, Ivani Giorgio, Mogensen T, Narchi P, Singelyn
FJ, et al. Postoperative pain management-good clinical practice. Sweden :
European Society of Regional Anaesthesia and Pain Therapy, 2005: 3-14.
4. Potter P.A, Perry A. G, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktek Edisi 4. EGC: Jakarta
5. Sinatra RS, Casasola OA, Ginsberg B, Vincusi ER, McQuay H. eds. Acute
pain management. New York: Cambridge University Press, 2009:147-68.
6. Tamsuri A. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC, 2007: 1-22.
7. Sharav Y, Benoliel R. Orofacial pain and headache. China: Mosby
Elsevier, 2008 : 45-54.
8. Mackintosh C. Assessment and management of patients with post-
operative pain. Nursing Standard. 2007;22(5): 49-55.
9. Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland LA, Romundad L,
Hals B, et al. Assessment of pain. British Journal of Anaesthesia. 2008;
101 (1) : 17-24.
10. Orourke D. The measurement of pain in infants, children, and adolescents:
From policy to practice. Journal of the American Physical Therapy
Association. 2004; 84(6): 560-70.
11. Valente MA, Ribeiro JL, Jensen MP. Validity of four pain intensity rating
scales. International Association for the Study of Pain. 2011: 2399-404.
12. Li L, Liu X, Herr K. Postoperative pain intensity assessment : A
comparison of four scales in chinese adults. American Academy of Pain
Medicine. 2007; 8(3): 223-34.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

13. Farshid A, Mohiti AK, Ghasemadeh O. Prevalence and risk factors for
complications of third molar surgery. American Journal of Oral and
Maxillofacial Surgery. 2014; 2: 43-52.
14. Mortoluzzi MC, Guollo A, Capella DL, Manfro R. Pain levels after third
molar surgical removal : An evaluation of predictive variables. The
Journal of Contemporary Dental Practice. 2011; 12(4) : 239-244.
15. Ardinata D. Multidimensional nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah
Sumatera Utara. 2007; 2(2): 77-81.
16. Prasetyo SN. Konsep dan proses perawatan nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010 : 1-3, 21-29, 33-49.
17. Jaury DF, Kumaat L, Tambajong HF. Gambaran nilai VAS (visual
analogue scale) pasca bedah seksio sesar pada penderita yang diberikan
tramadol. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. 2013: 1-7.
18. Azizah A. Skala nyeri. http://majalah1000guru.net/2015/02/skala-nyeri/
(Februari 2015).
19. Koerner KR. Manual of minor oral surgery for the general dentist. Lowa :
Blackwell Munksgaard, 2006: 49-76.
20. Firmansyah D, Iman T. Fraktur patologis mandibula akibat komplikasi
odontektomi gigi molar 3 bawah. Indonesian J Dent 2008; 15(3) : 192-195.
21. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi
gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Jurnal PDGI 2009; 58(2) : 20-24.
22. Cardoso CS, Rodrigues MTV, Junior OF, Garlet GP, Carvalho PS.
Clinical concepts of dry socket. J Oral Maxillofac Surg 2010; 68: 1922-
1932.
23. Karnure M, Munot N. Review on conventional and novel techniques for
treatment of alveolar osteitis. Asian J Pharm Clin Res 2013; 6(3): 13-17.
24. Agrawal A, Singh N, Singhal A. Oxidized cellulose foam in prevention of
alveolar osteitis. J Den Med Sci 2012; 22(22): 26-28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

25. Mccarthy C. Comparison between local anaesthetic agents, lidocaine, and


bupivacaine, in patients undergoing third molar extractions in terms of
patient satisfaction. Tesis. Ireland: University College Cork, 2016: 26-28,
77-80.
26. Miloro M, Kolokythas A. Management of complications in oral and
maxillofacial surgery. London : Wiley-Blackwell, 2012: 25,33.
27. Deliverska EG. Petkova M. Complications after etraction of impacted third
molars- Literature review. J of IMAB 2016; 22(3): 1202-1211.
28. Larjava H. eds. Oral Wound Healing : Cell biology and clinical
management. Pondicherry: Wiley-Blackwell, 2012: 202-204.
29. Dhani MR, Munjilah. Patofisiologi nyeri, demam, serta obat analgetik.
https://www.slideshare.net/miaramadhini/patofisiologi-nyeri-demam-serta-
obat-analgetik. (1 Mei 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Hera Ismayani Sugianto

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang/ 09 April 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Harmonika Baru No. 80 B Medan

Orangtua

Ayah : H. Agus Sugianto SE.Mba

Ibu : Hj. Mawarni

Riwayat Pendidikan

1. 1999 – 2001 : TK Adhyaksa , Padang


2. 2001 − 2003 : SD Negeri 08, Padang
3. 2003 − 2006 : SD Angkasa I, Padang
4. 2006 − 2007 : SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah, Medan
5. 2007 – 2010 : SMP Negeri 1, Medan
6. 2010 – 2013 : SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah, Medan
7. 2013 − : S1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam hormat,
Saya yang bernama Hera Ismayani Sugianto, mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi USU, ingin melakukan penelitian tentang “GAMBARAN SKALA NYERI
PASCA ODONTEKTOMI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA PERIODE FEBRUARI-MARET 2017”. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui gambaran skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara dan untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang
dirasakan pasien pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
Odontektomi dilakukan apabila pencabutan dengan tang tidak mungkin
dilakukan, gagal atau apabila gigi impaksi. Salah satu efek yang selalu dirasakan oleh
pasien pasca odontektomi adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh setiap pasien
berbeda-beda, untuk itu diperlukan pengukuran skala nyeri pasca dilakukannya
odontektomi agar dapat mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh
pasien pasca odontektomi. Perencanaan perawatan dan perawatan pasca bedah yang
tepat merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan
setelah odontektomi.
Proses penelitian memerlukan kerjasama yang baik dari Bapak/Ibu untuk
meluangkan sedikit waktunya. Saya akan memberikan surat persetujuan yang
menyatakan Bapak/Ibu bersedia ikut serta dalam penelitian. Kemudian setelah
Bapak/Ibu menyetujuinya, saya akan menanyakan beberapa pertanyaan kepada
Bapak/Ibu pada hari pertama dan ketujuh setelah odontektomi. Selain beberapa
pertanyaan, saya juga akan menunjukkan skala nyeri kemudian Bapak/Ibu diminta
untuk menunjuk angka dan gambar ekspresi wajah yang tertera pada skala nyeri
sesuai dengan nyeri yang sedang Bapak/Ibu rasakan. Ini hanya membutuhkan waktu
kira-kira 10 menit mulai dari penjelasan mengenai penelitian sampai dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengisian kuesioner. Jika Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan, maka dapat
menghubungi saya dengan nomor telepon 085276240454.
Jika Bapak/Ibu bersedia, Lembar Persetujuan menjadi Subjek Penelitian
terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat
ketersediaan tersebut tidak mengikat dan Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian berlangsung.
Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan ketersediaan waktu
Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Hera Ismayani Sugianto

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ………………………………
Jenis Kelamin : L / P
Usia : ……………………………….

Menyatakan bersedia untuk menjadi sampel penelitian mengenai Gambaran


Skala Nyeri Pasca Odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Periode
Februari-Maret 2017 dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan di
kemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sehat / sadar dan tanpa
paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan, ……………………………
Pembuat Pernyataan

( ……………………………… )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : ....................

Tanggal : ……………

GAMBARAN SKALA NYERI PASCA ODONTEKTOMI DI

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERIODE FEBRUARI-MARET 2017

A. Data pasien
Nama pasien : ............................................

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

Usia pasien : ............................................

Tindakan odontektomi dilakukan pada gigi :

......................................................................

Klasifikasi gigi impaksi :

......................................................................

B. Data operator
Nama operator : ........................................

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kontrol hari ketujuh

1. Keluhan pasien pasca odontektomi :


a. Nyeri b. Tidak nyeri
2. Palpasi pada daerah odontektomi :
a. Nyeri b. Tidak nyeri
3. Pada saat membuka dan menutup mulut :
a. Nyeri b. Tidak nyeri
4. Lain-lain :

.......................................

Skala Nyeri

Skala Nyeri : .............

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini sebesar Rp. 1.805.000,-
dengan rincian berikut:

1. Biaya pembuatan proposal : Rp. 80.000


2. Biaya print dan fotokopi : Rp. 350.000
3. Biaya transportasi : Rp. 600.000
4. Biaya bahan habis pakai : Rp. 175.000
5. Biaya penjilidan dan penggandaan : Rp. 100.000
6. Biaya seminar proposal : Rp. 250.000
7. Biaya lain-lain : Rp. 700.000
+ _____________

Rp. 1.805.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6

JADWAL KEGIATAN

Waktu Penelitian
September Oktober November Desember Januari Februari Maret April
No Kegiatan 2016 2016 2016 2016 2017 2017 2017 2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulusuran Kepustakaan
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis Data
7 Penulisan Laporan
Penelitian
8 Diskusi Tim
9 Perbaikan dan
Penyerahan Laporan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai