PENDAHULUAN
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering terjadi pada
anak. Kejang merupakan suatu manifestasi klinis penyakit yang sering dijumpai di
ruang gawat darurat. Kejang merupakan suatu kondisi gawat darurat yang
membutuhkan pertolongan segera. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri,
tidak berulang tetapi dengan factor predisposisi tertentu suatu kejang dapat menjadi
kronis, berulang dan dapat menjadi suatu status epilepticus.
Sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang dalam 16
tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang
dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan
kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.1
Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak perubahan
aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai dengan perubahan perilaku yang
sifatnya sementara yang disebabkan oleh gangguan kelistrikan di otak. Gangguan
tersebut dapat terjadi akibat kelainan fisiologis, anatomic, biokimia ataupun gabungan
diantaranya.
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang
demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis,
ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. Kejang pada anak bentuknya
beragam dan seringkali salah didiagnosis dengan keadaan menyerupai kejang. Pada
keadaan kejang lama dapat menjadi suatu keadaan hipoksia di otak dan apabila tidak
ditatalaksana secara tepat dapat menimbulkan komplikasi. Sehingga cara
mendiagnosis suatu gerakan involunter merupakan kejang atau gerakan menyerupai
kejang sangatlah penting.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG
2.1 Definisi
Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai
dengan perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan
aktivitas elektrik di otak. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat kelainan fisiologis,
anatomis, biokimia ataupun gabungan diantaranya.1
2.2 Epidemiogi
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak.
Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian
kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak
yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000
anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status
epilepsy.1
2.3 Patofisiologi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau
otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Apabila lepasan muatan tersebut terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih
dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran maka dikatakan suatu status
epilepticus.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron tertentu yang kemudian merangsang sel neuron lain
secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan
oleh:
1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan
listrik yang berlebihan
2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat
(GABA)
2
3. Meningkatkan eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui
jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang
berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak
sempurna.2
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi kejang yang dulu umum digunakan adalah berdasarkan
Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure (ILAE) 1981,
yairu membagi kejang menjadi 3 kelompok yaitu: kejang partial, kejang umum, dan
tidak dapat diklasifikasikan.3
Sedangkan klasifikasi yang paling baru saat ini adalah tahun 2017, pada
klasifikasi terbaru ini untuk memudahkan diagnosis tergantung pada sumber daya
untuk diagnosis yang kita miliki. Pada klasifikasi terbaru epilepsy terbagi atas 3 level
yaitu: tipe kejang, tipe epilepsy dan sindrom epilepsy.
3
Level pertama yaitu tipe kejang, dan terbagi atas focal, generalized dan
unknoen. Pada level ini klinisi sudah harus membuat diagnosis untuk membedakan
di algoritma antara kejang dan bukan kejang. Pada beberapa tempat dengan
keterbatasan prasarana, diagnosis dapat ditentukan walaupun tidak ada akses
elektroensefalografi, video dan studi pencitraan.
Level kedua yaitu menentukan tipe epilepsy. Pada level ini yang berbeda
adalah klasifikasi baru “Combined Generalized and Focal Epilepsy” dan
“Unknown”. Untuk diagnosis general epilepsy pasien akan menunjukkan gambaran
4
generalized spike wave pada EEG. Kejang yang terjadi meliputi absence, myoclonic,
atonik, tonik dan tonik klonik. Epilepsi fokal meliputi gangguan unifocal dan
multifocal yang terjadi pada satu hemisfer. Epilepsi fokal termasuk focal awareness
seizure, focal impaired awareness seizure, focal motor seizure, focal non motor
seizures, and focal to bilateral tonic clonic seizures. Diagnosis ditegakkan melalui
klinis dan pemeriksaan EEG dimanana didapatkan generalized epileptiform activity
dan focal epileptiform activity. Level kedua digunakan apabila klinisi belum dapat
menentukan diagnosis sindrom epilepsy pada pasien.
Level ketiga yaitu diagnosis sindrom epilepsy. Sindrom epilepsy merujuk
kepada penampakan gabungan tipe kejang, EEG dan pencitraan yang muncul secara
bersamaan. Beberapa sindome yang sudah diketahui antara lain absence epilepsy,
West dan Dravet syndromes.4
2.5 Etiologi
Kejang dapat disebabkan banyak penyakit, diantaranya yang paling sering
pada anak, ILAE 2017 membagi menjadi:
1. Struktural: Stroke, trauma
2. Genetik : misalnya pada Benign Familial Neonatal Epilepsy dimana terjadi
mutase pada gen yang mengatur potassium channel, KCNQ2 atau KCNQ3
3. Infeksi: meningitis, ensefalitis
4. Metabolik
5. Immune: misalnya anti NMDA reseptor ensefalitis
6. Unknown.4
5
adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan
pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab.
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak,
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal,
elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang
disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan
kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.5
6
berkurangnya aliran darah ke otak karena peningkatan tekanan dalam ronga dada.
Sedangkan serangan napas terhenti sejenak pucat terjadi biasanya akibat
trauma pada daerah kepala. Anak menjadi frustrasi dan marah, kemudian menjadi
tidak sadar, pucatm kaku atau opistotonus, dapat terjadi jerking. Kejadian ini
disebabkan kegagalan sirkulasi yang disebabkan oleh karena asistol oleh reflex
vagal. Serangan ini 75% terjadi pada usia 6-18 bulan dan akan berhenti saat usia
dibawah 5 tahun.6
2.7.2 Tic
Tic merupakan gerakan kepala, kadang disertai gerakan mata berkedip,
kadang disertai gerakan tangan dan pasien tetap sadar. 7
2.7.4 Jitteriness
Jitteriness merupakan salah satu gangguan pergerakan yang sangat sulit
dibedakan dengan kejang. Jitteriness merupakan tremor yang terjadi secara
berulang dan dapat dihentikan dengan stimulasi taktil misalnya dengan memegang
atau memfleksikan bagian tubuh yang terkena. Umumnya tidak mengenai daerah
wajah, dan tidak berhubungan dengan deviasi dari mata ataupun gangguan
otonom.9
7
Jitteriness umumnya terjadi pada neonates dan penyebab tersering adalah
ensefalopati hipoksik iskemik, hipokalsemia, hipoglikemia dan gejala putus
obat.10
2.7.5 Chorea
Chorea merupakan gangguan gerakan involunter pada ekstremitas, leher
ataupun wajah yang dengan cepat berpindah dari regio tubuh yang lain secara
irregular. Gangguan gerakan hiperkinetik ini dibabkan berbagai penyebab
diantaranya adalah genetic, farmakologi, metabolic dan structural. Jenis chorea
yang paling sering terjadi pada anak adalah Sydenham’s chorea. Sydenhams’s
chorea terjadi akibat reaksi silang dari antibody antistreptococcal dengan neuron
basal ganglia, termasuk juga epitops intraselular tubulin dan ekstraseluler
lysoganglioside. Penyakit ini biasanya self limited apabila infeksi streptococcus
sudah ditangani dengan baik. 11
Secara keseluruhan untuk membedakan kejang dan bukan kejang dapat
dibedakan seperti pada tabel dibawah:
8
Fleksi pasif ekstremitas Dapat Gerakan tetap ada Gerakan hilang
diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pasca serangan Hampir selalu Tidak pernah
Iktal EEG abnormal Pasca Selalu Hampir tidak pernah
Iktal EEG abnormal selalu jarang
9
BAB III
KESIMPULAN
Kejang merupakan perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai
dengan perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan
aktivitas elektrik di otak. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat kelainan fisiologis,
anatomis, biokimia ataupun gabungan diantaranya.
Kejang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitatori
dan inhibitori. Klasifikasi epilepsy telah bergeser dari International League Against
Epilepsy of Epileptic Seizure (ILAE) 1981 menjadi ILAE 2017. Kejang pada anak
bentuknya sangat beraneka ragam dan terkadang sulit dibedakan dengan keadaan bukan
kejang. Penanganan yang kurang tepat dapat menggiring pasien mendapatkan terapi yang
kurang tepat.
1
0
DAFTAR PUSTAKA
1
1