PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
1
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra
Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli
(Poernomo, 2000, hal 74).
BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel prostat yang timbul di zona
periuretra dan transisi dari kelenjar. Hiperplasia menyebabkan pembesaran prostat
yang dapat menyumbat aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai
bagian normal dari proses penuaan pada pria yang tergantung pada hormon
testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% pria menunjukkan
histopatologis BPH pada usia 60 tahun. Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada
usia 85 tahun. (Detters, 2011).
2
Volume prostat dapat meningkat dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH. Selain itu gejala dapat memburuk dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH yang tidak diobati dan risiko AUR sehingga kebutuhan untuk operasi
korektif meningkat. (Detters, 2011).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
3
C. MANFAAT PENULISAN
D. METODE PENULISAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
5
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Uretra
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra
diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-
buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan
terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang
disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris
yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior
dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna.
Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm.
Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra
pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan
uretra pars membranasea.
6
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang
berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam
diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre
yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2. Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher
kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson,
2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm
dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang
oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi
dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional,
preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc
Neal, 1970)
7
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin
melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan
mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-
laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70
tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang
dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga
mengganggu perkemihan.
C. ETIOLOGI
8
medius) hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia.
(Hardjowidjoto,2000).
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu
sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus
lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengancepat, sehingga terjadi hiperplasi
kelenjar periuretral.
9
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20gram. Menurut Mc Neal
(1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000), membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000). Sjamsuhidajat (2005),
menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000)
menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.
10
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter danginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinariamenjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluksmenyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
11
E. TANDA DAN GEJALA
1. Stadium I
2. Stadium II
3. Stadium III
12
4. Stadium IV
1. Rectal Gradding
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
13
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1. Sedimen Urin
2. Kultur Urin
14
3. IVP ( Intra Vena Pielografi)
5. Systocopy
1. Labolatorium
a. Sedimen Urin
b. Kultur Urin
2. Pencitraan
15
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
d. Systocopy
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Watchfull Waiting
Tatalaksana pada penderita BPH saat ini tergantung pada LUTS yang
diukur dengan sistem skor IPSS. Pada pasien dengan skor ringan (IPSS ≤ 7
atau Madsen Iversen ≤ 9), dilakukan watchful waiting atau observasi yang
mencakup edukasi, reasuransi, kontrol periodik, dan pengaturan gaya hidup.
Bahkan bagi pasien dengan LUTS sedang yang tidak terlalu terganggu
dengan gejala LUTS yang dirasakan juga dapat memulai terapi dengan
malakukan watchful waiting. Saran yang diberikan antara lain :
16
2. Tatalaksanan invasif
c. Batu vesika
d. Hematuria makroskopil
Bila alat yang tersedia tidak memadai, maka dapat dilakukan operasi
terbuka dengan teknik transvesikal atau retropubik. Karena morbiditas dan
mortalitas yang tinggi yang ditimbulkannya, operasi sejenis ini hanya
dilakukan apabila ditemukan pula batu vesika yang tidak bisa dipecah dengan
litotriptor / divertikel yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat
lebih dari 100cc. (Sjamsuhidajat, 2004)
17
I. TERAPI OBAT DAN IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Medical Treatment
c. Phytoterapi
18
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP
adalah nyeri yang berhubungan dengan spasme buli–buli. Pada saat
mengkaji keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat
atau meringankan nyeri (provokative/paliative), rasa nyeri yang
dirasakan (quality), keganasan/ intensitas (saverity) dan waktu serangan,
lama, kekerapan (time).
19
Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal
yang dapat menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya
gejala untuk pertama kali atau berulang.
f. Riwayat psikososial
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum
sebelum flatus.
20
3) Pola eliminasi
21
10) Pola penanggulangan stress
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Sistem pernafasan
3) Sistem sirkulasi
22
4) Sistem neurologi
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem urogenital
7) Sistem muskuloskaletal
i. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
23
TURP. Bila terdapat tanda septisemia harus diperiksa kultur urin dan
kultur darah (Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21).
2) Uroflowmetri
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli : agent injuri
fisik (spasme kandung kemih)
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih: Benigna Prostatatic Hyperplasia
3. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan darah
berlebihan .
4. Resiko tinggi kelebihan cairan yang berhubungan dengan absorbsi cairan
irigasi (TURP).
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kateter di buli – buli.
6. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas yang berhubungan
anastesi.( Marilynn, E.D, 2000 : 683 )
7. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan
pembedahan
24
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
25
kemih: Benigna Prostatatic - Intake cairan dalam - Monitor tingkat distensi kandung kemih
Hyperplasia rentang normal dengan palpasi dan perkusi
- Bebas dari ISK M : - Lakukan penilaian kemih yang komprehensif
- Balance cairan seimbang berfokus pada inkontinensia
E : - Instruksikan cara-cara untuk menghindari
konstipasi dan impaksi tinja
3. Resiko tinggi kekurangan cairan - Mempertahankan urine O : - Monitor status hidrasi (kelembaban membran
berhubungan dengan kehilangan output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
darah berlebihan . dan BB, urine normal, HT ortostatik)
normal - Monitor vital sign
- Tekanan darah, nadi suhu - Monitor masukan makanan/cairan dan hitung
tubuh dalam batas normal intake kalori harian
- Tidak ada tanda-tanda - Monitor status nutrisi
dehidrasi, elastisitas - Monitor status cairan termasuk intake dan
turgor kulit baik, output cairan
membran mukosa - Monitor tingkat HB dan HT
lembab, tidak ada rasa - Monitor respon pasien terhadap penambahan
haus yang berlebihan cairan
- Monitor berat badan
26
M : - Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
- Dorong masukan oral
- Dorong pasien untuk menambah intake oral
E : - Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
C : - Kolaborasi pemberian cairan IV
4. Resiko tinggi kelebihan cairan - Terbebas dari edema, O : - Monitor hasil HB yang sesuai dengan retensi
yang berhubungan dengan efusi, anaskara cairan
absorbsi cairan irigasi (TURP). - Terbebas dari distensi - Monitor vital sign
vena jugularis - Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan
- Terbebas dari kelelahan, - Monitor masukan makanan/cairan dan hitung
kecemasan, atau intake kalori
kebingungan - Monitor status nutrisi
- Monitor berat badan
M : - Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
- Pasang urin kateter jika diperlukan
C : - Kolaborasi pemberian diuretik sesuai interuksi
27
- Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
5. Resiko tinggi terhadap infeksi - Klien bebas dari tanda O : - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
berhubungan dengan kateter di dan gejala infeksi lokal
buli – buli. - Menunjukkan - Monitor hitung granulosit, WBC
kemampuan untuk - Monitor kerentanan terhadap infeksi
mencegah timbulnya M : - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
infeksi tindakan keperawatan
- Jumlah leukosit dalam - Tingkatkan intake nutrisi
batas normal - Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Menunjukkan perilaku - Dorong masukkan cairan
hidup sehat - Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang cukup
E : - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
C : - Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
yang cukup
28
6. Resiko tinggi terhadap - Menunjukkan jalan nafas O : - Monitor respirasi dan status oksigen
ketidakefektifan pola napas yang yang paten - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, RR
berhubungan anastesi. - Tanda-tanda vital dalam - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
rentang normal (tekanan sebelum, selama dan setelah beraktivitas
darah, nadi, pernafasan) - Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
M : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
7. Ansietas berhubungan dengan - Klien mampu O : - Monitor tingkat kecemasan pasien
perasaan takut terhadap tindakan mengidentifikasi dan M : - Gunakan pendekatan yang menenangkan
pembedahan mengungkapkan gejala - Bantu pasien mengenal situasi yang
29
cemas menimbulkan kecemasan
- Mengidentifikasi, - Dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan, dan - Dorong pasien untuk mengungkapkan
menunjukkan teknik perasaan, ketakutan, dan persepsi
untuk mengontrol cemas E : - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
- Vital sign dalam batas dirasakan selama prosedur
normal - Instruksikan pasien menggunakan teknik
- Postur tubuh, ekspresi relaksasi
wajah, bahasa tubuh dan C : - Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi
tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
30
D. IMPLEMENTASI
31
berfokus pada inkontinensia
- Menginstruksikan cara-cara untuk menghindari
konstipasi dan impaksi tinja
3. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan - Memonitor status hidrasi (kelembaban membran
dengan kehilangan darah berlebihan mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik)
- Memonitor vital sign
- Memonitor masukan makanan/cairan dan hitung
intake kalori harian
- Memonitor status nutrisi
- Memonitor status cairan termasuk intake dan output
cairan
- Memonitor tingkat HB dan HT
- Memonitor respon pasien terhadap penambahan cairan
- Memonitor berat badan
- Mempertahankan catatan intake dan output yang
akurat
- Mendorong masukan oral
- Mendorong pasien untuk menambah intake oral
- Mendorong keluarga untuk membantu pasien makan
32
- Mengkolaborasikan pemberian cairan IV
4. Resiko tinggi kelebihan cairan yang berhubungan - Memonitor hasil HB yang sesuai dengan retensi cairan
dengan absorbsi cairan irigasi (TURP) - Memonitor vital sign
- Memonitor indikasi retensi/ kelebihan cairan
- Memonitor masukan makanan/cairan dan hitung
intake kalori
- Memonitor status nutrisi
- Memonitor berat badan
- Mempertahankan catatan intake dan output yang
akurat
- Memasang urin kateter jika diperlukan
- Mengkolaborasikan pemberian diuretik sesuai
interuksi
- Mengkolaborasikan dengan dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan - Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
kateter di buli – buli - Memonitor hitung granulosit, WBC
- Memonitor kerentanan terhadap infeksi
- Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
33
keperawatan
- Meningkatkan intake nutrisi
- Mendorong masukkan nutrisi yang cukup
- Mendorong masukkan cairan
- Mendorong istirahat
- Menginstruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang cukup
- Mengajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Mengajarkan cara menghindari infeksi
- Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian
antibiotik yang cukup
6. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas - Monitor respirasi dan status oksigen
yang berhubungan anastesi - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, RR
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR sebelum,
selama dan setelah beraktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
34
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Melakukan auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Mencatat adanya fluktuasi tekanan darah
- Mengidentifikasi penyebab dari perubahan vital sign
7. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut - Memonitor tingkat kecemasan pasien
terhadap tindakan pembedahan - Mengunakan pendekatan yang menenangkan
- Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
- Mendengarkan dengan penuh perhatian
- Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
- Menginstruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
- Mengkolaborasikan pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan
35
E. EVALUASI
36
BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Klien
Umur : 58 Tahun
Suku/Bangsa : Sumatera/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
No. MR : 01175903
b. Penanggung jawab
Nama : Nurmi
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
37
Pekerjaan : Swasta
2. Riwayat perawatan
a. Keluhan utama :
b. Riwayat penyakit
Pasien datang dengan keluhan tidak mampu BAK sejak 6 bulan sebelum
masuk Rumah Sakit. Pada awalnya pasien mengeluh susah BAK, disertai
nyeri pada perut dan tidak mampu duduk. Pasien juga terkadang demam.
Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dipasang selang kateter agar BAK
lancar.
a. Keadaan umum
Pasien tampak lemah. Nyeri sedang (skala 5 dari 1 – 10), komunikasi baik,
terpasang infus di lengan kanan. Terpasang selang kateter.
b. Tanda-tanda vital
TD : 160/80 mmHg
38
N : 88x/menit
SB : 36,8°C
RR : 22x/menit
c. Body system
1) Pernapasan
2) Pengindraan
a) Mata
- Penglihatan : normal
- Gerakan bola mata : mata kanan dan kiri mampu bergerak normal
- Sklera : normal
b) Nyeri
- Pendengaran : normal
- Keseimbangan : normal
c) Penghidu
- Bentuk : simetris
39
- Obstruksi : tidak ada
4) Persyarafan
b) GCS :
E :6
V :5
M :4
Total nilai : 15
40
- Syaraf cranial VIII : Vestibulochoclearis. Pasien tidak mampu
mendengar dengan baik/pendengaran berkurang.
- Syaraf cranial IX : Glosofaringeus. Refleks pasien dalam
membedakan rasa baik.
- Syaraf cranial X : Vagus. Refleks menelan pasien normal.
- Syaraf cranial XI : Asesoris. Refleks bahu pasien terhadap
tahanan normal.
- Syaraf cranial XII : Hipoglosus. Refleks gerakkan lidah baik.
e) Status refleks
5) Perkemihan
c) Bau : amoniak
6) Pencernaan
a) Mulut dan gigi : Mukosa mulut lembab, bibir kering, gigi tidak
lengkap. Kebersihan kurang
41
c) Abdomen : Abdomen simetris, nyeri seperti ditusuk dan panas saat
hendak dan sedang BAK.
e) BAB : 1x/hari
8) Reproduksi
a) Laki-laki
b. Fungsi kesehatan
42
- Jenis makanan Makanan berlemak Diit bubur
- Jenis minuman Kopi, air putih Air putih, teh
- Jumlah 1-2 porsi/makanan 1 porsi/makanan
makanan
- Jumlah 1,5 liter/hari <1 liter/hari
minuman
- Kebiasaan Harus ada kopi -
minum
- Kebiasaan Makanan berlemak -
makan
- Berat badan 70 kg 68 kg
- Tinggi badan 168 cm 168 cm
- Diit khusus - -
2. Pola Tidur – Istirahat
- Malam 8-9 jam 8-9 jam
- Siang 3 jam 3 jam
- Kebiasaan - -
sebelum tidur
Masalah/ keluhan : Saat sakit pasien menyatakan tidak ada masalah dengan
pola asupan kebutuhan nutrisi. Pasien tidak menyukai makanan yang
disediakan RS.
c. Kognitif
e. Peran/ hubungan
43
f. Koping – toleransi stress
Pasien ramah dan mudah diajak bicara. Pasien banyak tidur dalam
keseharian.
5. Psikososial – spiritual
Berkomunikasi
- Berbicara : Normal
6. Data penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
- Hb : 10,0 g/dL
- Hematokrit : 32,9 %
- Leukosit : 10.000 sel/mm3
- Trombosit : 206.000 sel/mm3
- Eritrosit : 3,5 juta/mm3
Urinalisa
- Bau : Khas
44
- Warna : Kuning
- Kekeruhan : Keruh
- Ph : 7,0
- Protein :+
- Reduksi :-
- Keton :-
- Bilirubin :-
- Urobilin :-
- Nitrit :-
- BJ urin : 1,010
Sedimen
- Eritrosit : 6-8
- Lekosit : 25-30 (ada yang bergelombang)
- Bakteri : positif
- Benang mucus : +
- Kristal : AMORS/+
b) USG
c) Pemeriksaan Radiologi
Cystitis
45
7. Terapi dan implikasi keperawatan
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Ceftriaxon 1 x 2 gr
- Ketorolac 1 x 1 amp
- Infus NaCl : RL 30 tpm
- Parasetamol 500 mg 1 x1
8. Analisa data
46
menggunakan kateter untuk pajanan tindakan
BAK selama 6 bulan medis.
DO :
- Terpasang selang kateter.
- Urine tampung 150 CC
- Tampak kemerahan pada
glan penis.
3. DS : Cemas terhadap Ansietas
Klien mengatakan cemas penyakitnya
tentang penyakit yang
dideritanya
DO :
Klien tampak cemas dan
gelisah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Iritasi mukosa buli – buli : agent injuri fisik
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pemakaian kateter secara
berkelanjutan, pajanan tindakan medis.
3. Ansietas berhubungan dengan cemas terhadap penyakitnya
47
C. NURSING CARE PLANNING (NCP)
48
P : Nyeri saat akan dan hendak BAK
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Pada bagian abdomen
S : Skala nyeri 7 (1-10)
T : Saat akan dan hendak BAK
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan - Klien bebas dari tanda Observasi
dengan Pemakaian kateter secara dan gejala infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
berkelanjutan, pajanan tindakan - Menunjukkan dan lokal
medis. kemampuan untuk 2. Monitor hitung granulosit, WBC
DS : mencegah timbulnya 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Klien mengatakan sudah infeksi Mandiri
menggunakan kateter untuk BAK - Jumlah leukosit dalam 4. Tingkatkan intake nutrisi
selama 6 bulan batas normal 5. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
DO : - Menunjukkan perilaku 6. Dorong masukkan cairan
- Terpasang selang kateter. hidup sehat 7. Dorong istirahat
- Urine tampung 150 CC Edukasi
- Tampak kemerahan pada glan 8. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
penis. gejala infeksi
9. Ajarkan cara menghindari infeksi
49
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan dokter pemberian
antibiotik yang cukup
3. Ansietas berhubungan dengan - Klien mampu Observasi
cemas terhadap penyakitnya mengidentifikasi dan 1. Monitor tingkat kecemasan pasien
DS : mengungkapkan gejala Mandiri
Klien mengatakan cemas tentang cemas 2. Gunakan pendekatan yang menenangkan
penyakit yang dideritanya - Mengidentifikasi, 3. Dorong pasien untuk mengungkapkan
DO : mengungkapkan, dan perasaan, ketakutan, dan persepsi
Klien tampak cemas dan gelisah menunjukkan teknik Edukasi
untuk mengontrol cemas 4. Instruksikan pasien menggunakan teknik
- Vital sign dalam batas relaksasi
normal Kolaborasi
- Postur tubuh, ekspresi 5. Kolaborasi pemberian obat untuk
wajah, bahasa tubuh dan mengurangi kecemasan (jika perlu)
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
50
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
HARI PERTAMA
51
P : Nyeri saat akan dan hendak Q : Nyeri seperti ditusuk-
BAK tusuk
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk R : Pada bagian abdomen
R : Pada bagian abdomen S : Skala nyeri 7 (1-10)
S : Skala nyeri 7 (1-10) T : Saat akan dan hendak
T : Saat akan dan hendak BAK BAK
A:
- Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
6. Mengobservasi TTV
7. Mengkaji skala nyeri
(PQRST)
8. Mengajarkan teknik
non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
9. Mengkolaborasi
dengan dokter dan tim
medis lainnya dalam
52
pemberian obat
analgetik
10. Mengkolaborasi
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri yang tidak
berhasil
2. Resiko tinggi infeksi 3-9-2013 1. Memonitor tanda dan gejala S:
berhubungan dengan Pemakaian infeksi sistemik dan lokal - Klien mengatakan
kateter secara berkelanjutan, 2. Memonitor hitung sudah menggunakan
pajanan tindakan medis. granulosit, WBC kateter untuk BAK
DS : 3. Memonitor kerentanan selama 6 bulan
Klien mengatakan sudah terhadap infeksi O:
menggunakan kateter untuk BAK 4. Meningkatkan intake nutrisi - Klien masih
selama 6 bulan 5. Mendorong masukkan terpasang kateter
DO : nutrisi yang cukup A:
- Terpasang selang kateter. 6. Mendorong masukkan - Masalah belum
- Urine tampung 150 CC cairan teratasi
- Tampak kemerahan pada glan 7. Mendorong istirahat P:
53
penis. 8. Mengjarkan pasien dan Intervensi dilanjutkan
keluarga tanda dan gejala 11. Memonitor tanda dan
infeksi gejala infeksi sistemik
9. Mengajarkan cara dan lokal
menghindari infeksi 12. Memonitor hitung
10. Mengkolaborasi dengan granulosit, WBC
dokter pemberian antibiotik 13. Memonitor kerentanan
yang cukup terhadap infeksi
14. Meningkatkan intake
nutrisi
15. Mendorong masukkan
nutrisi yang cukup
16. Mendorong masukkan
cairan
17. Mendorong istirahat
18. Mengjarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
19. Mengajarkan cara
54
menghindari infeksi
Mengkolaborasi dengan
dokter pemberian
antibiotik yang cukup
3. Ansietas berhubungan dengan 3-9-2013 1. Memonitor tingkat S:
cemas terhadap penyakitnya kecemasan pasien - Klien mengatakan
DS : 2. Mengunakan pendekatan masih cemas sedikit
Klien mengatakan cemas tentang yang menenangkan tentang penyakitnya
penyakit yang dideritanya 3. Mendorong pasien untuk O:
DO : mengungkapkan perasaan, - Klien tampak cemas
Klien tampak cemas dan gelisah ketakutan, dan persepsi dan gelisah
4. Menginstruksikan pasien A:
menggunakan teknik - Masalah belum
relaksasi teratasi
5. Mengkolaborasi pemberian P:
obat untuk mengurangi Intervensi dilanjutkan
kecemasan (jika perlu) 6. Memonitor tingkat
kecemasan pasien
7. Mengunakan pendekatan
55
yang menenangkan
8. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan
persepsi
9. Menginstruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Mengkolaborasi
pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan
(jika perlu)
56
HARI KEDUA
57
BAK tusuk
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk R : Pada bagian abdomen
R : Pada bagian abdomen S : Skala nyeri 7 (1-10)
S : Skala nyeri 7 (1-10) T : Saat akan dan hendak
T : Saat akan dan hendak BAK BAK
A:
- Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
16. Mengobservasi TTV
17. Mengkaji skala nyeri
(PQRST)
18. Mengajarkan teknik
non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
19. Mengkolaborasi
dengan dokter dan tim
medis lainnya dalam
pemberian obat
58
analgetik
20. Mengkolaborasi
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri yang tidak
berhasil
2. Resiko tinggi infeksi 4-9-2013 20. Memonitor tanda dan gejala S:
berhubungan dengan Pemakaian infeksi sistemik dan lokal - Klien mengatakan
kateter secara berkelanjutan, 21. Memonitor hitung sudah menggunakan
pajanan tindakan medis. granulosit, WBC kateter untuk BAK
DS : 22. Memonitor kerentanan selama 6 bulan
Klien mengatakan sudah terhadap infeksi O:
menggunakan kateter untuk BAK 23. Meningkatkan intake nutrisi - Klien masih
selama 6 bulan 24. Mendorong masukkan terpasang kateter
DO : nutrisi yang cukup A:
- Terpasang selang kateter. 25. Mendorong masukkan - Masalah belum
- Urine tampung 150 CC cairan teratasi
- Tampak kemerahan pada glan 26. Mendorong istirahat P:
penis. 27. Mengjarkan pasien dan Intervensi dilanjutkan
59
keluarga tanda dan gejala 30. Memonitor tanda dan
infeksi gejala infeksi sistemik
28. Mengajarkan cara dan lokal
menghindari infeksi 31. Memonitor hitung
29. Mengkolaborasi dengan granulosit, WBC
dokter pemberian antibiotik 32. Memonitor kerentanan
yang cukup terhadap infeksi
33. Meningkatkan intake
nutrisi
34. Mendorong masukkan
nutrisi yang cukup
35. Mendorong masukkan
cairan
36. Mendorong istirahat
37. Mengjarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
38. Mengajarkan cara
menghindari infeksi
60
Mengkolaborasi dengan
dokter pemberian
antibiotik yang cukup
3. Ansietas berhubungan dengan 4-9-2013 10. Memonitor tingkat S:
cemas terhadap penyakitnya kecemasan pasien - Klien mengatakan
DS : 11. Mengunakan pendekatan sudah tidak cemas
Klien mengatakan cemas tentang yang menenangkan terhadap penyakitnya
penyakit yang dideritanya 12. Mendorong pasien untuk O:
DO : mengungkapkan perasaan, - Klien sudah terlihat
Klien tampak cemas dan gelisah ketakutan, dan persepsi biasa-biasa saja
13. Menginstruksikan pasien A:
menggunakan teknik - Masalah teratasi
relaksasi P:
14. Mengkolaborasi pemberian Intervensi dihentikan
obat untuk mengurangi
kecemasan (jika perlu)
61
HARI KETIGA
62
BAK tusuk
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk R : Pada bagian abdomen
R : Pada bagian abdomen S : Skala nyeri 7 (1-10)
S : Skala nyeri 7 (1-10) T : Saat akan dan hendak
T : Saat akan dan hendak BAK BAK
A:
- Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
26. Mengobservasi TTV
27. Mengkaji skala nyeri
(PQRST)
28. Mengajarkan teknik
non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
29. Mengkolaborasi
dengan dokter dan tim
medis lainnya dalam
pemberian obat
63
analgetik
30. Mengkolaborasi
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri yang tidak
berhasil
2. Resiko tinggi infeksi 5-9-2013 39. Memonitor tanda dan gejala S:
berhubungan dengan Pemakaian infeksi sistemik dan lokal - Klien mengatakan
kateter secara berkelanjutan, 40. Memonitor hitung sudah menggunakan
pajanan tindakan medis. granulosit, WBC kateter untuk BAK
DS : 41. Memonitor kerentanan selama 6 bulan
Klien mengatakan sudah terhadap infeksi O:
menggunakan kateter untuk BAK 42. Meningkatkan intake nutrisi - Klien masih
selama 6 bulan 43. Mendorong masukkan terpasang kateter
DO : nutrisi yang cukup A:
- Terpasang selang kateter. 44. Mendorong masukkan - Masalah belum
- Urine tampung 150 CC cairan teratasi
- Tampak kemerahan pada glan 45. Mendorong istirahat P:
penis. 46. Mengjarkan pasien dan Intervensi dilanjutkan
64
keluarga tanda dan gejala 49. Memonitor tanda dan
infeksi gejala infeksi sistemik
47. Mengajarkan cara dan lokal
menghindari infeksi 50. Memonitor hitung
48. Mengkolaborasi dengan granulosit, WBC
dokter pemberian antibiotik 51. Memonitor kerentanan
yang cukup terhadap infeksi
52. Meningkatkan intake
nutrisi
53. Mendorong masukkan
nutrisi yang cukup
54. Mendorong masukkan
cairan
55. Mendorong istirahat
56. Mengjarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
57. Mengajarkan cara
menghindari infeksi
65
Mengkolaborasi dengan
dokter pemberian
antibiotik yang cukup
66
PEMBAHASAN
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada respon manusia, ada hal yang sangat bertumpang tindih untuk
mendiagnosis dan banyak faktor penting, mislanya budaya yang dapat
mengubah perspektif tentang diagnosis telah memverifikasi banyak penelitian
bahwa interpretasi terhadap kasus klinis memiliki potensi kurang akurat dari
yang diindikasikan oleh data (Lunney, 2008). Diagnosa keperawatan adalah
suatu proses dimana semua data yang ada mulai dari tahap pengkajian
kemudian dipilah dan dianalisis kedalam prioritas masalah masing-masing.
(NANDA, 201 ).
Pada kasus Tn. M, penulis mengangkat tiga buah diagnosa yaitu Nyeri
berhubungan dengan Iritasi mukosa buli – buli : agent injuri fisik, Risiko tinggi
67
infeksi berhubungan dengan Pemakaian kateter secara berkelanjutan, pajanan
tindakan medis, serta Ansietas berhubungan dengan cemas terhadap penyakit.
Kesulitan pada tahap ini adalah minimnya waktu yang ada guna mengangkat
data-data lain dari tahap pengkajian yang seharusnya juga dimunculkan.
Kemudahan dalam tahap ini adalah terbinanya kerjasama yang baik terhadap
pembimbing dari Ruang Bedah Campuran dalam mengangkat diagnosa.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
68
Dalam tahap ini kesulitan yang ditemukan adalah rencana yang belum
mampu terlaksana karena keterbatasan waktu yang ada. Kemudahan yang
didapatkan adalah adanya bantuan dari tenaga seprofesi yang membantu dalam
menjalankan tindakan keperawatan.
5. EVALUASI
Pada tahap ini penulis telah melakukan penilaian atas kinerja yang dicapai
selama proses keperawatan berlangsung. Walaupun masih masuk kedalam
kategori belum memuaskan dikemudian hari akan coba ditingkatkan.
69
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selain itu BPH juga terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat dan bersih.
Hal ini menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat sehingga menutupi
saluran kemih yang menghambat proses pengeluaran urine.
Akan tetapi BPH bisa dihindari dengan menjaga pola hidup serta
kebersihan alat kelamin. Terlebih juga dapat dilakukan pembedahan guna
mengembalikan kegunaan dari alat kelamin.
B. SARAN
70
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
71