PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah lingkungan secara nasional tidak jauh berbeda dengan masalah lingkungan secara
global.bedanya terletak pada corak,bobot besaran masalahnya.keadaan dan masalah lingkungan
pada tingkat nasional di dahului oleh uraian mengenai masalah kependudukan yang global
merupakan penyebab utama dari munculnya masalah lingkungan tersebut sehingga terjadinya
bencana alam.
Bencana alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya kejadian pun terus saja
ada. Berbagai usaha tidak jarang dianggap maksimal tetapi kenyataan sering tidak terelakkan.
Masih untung bagi kita yang mengagungkan Tuhan sehingga segala kehendak-Nya bisa
dimengerti, meski itu berarti derita.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang
paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa
harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan
mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit
demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika.
B. RUMUSAN MASALAH
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu bencana
2. Untuk mengetahui tentang penilaian sebelum, saat dan sesudah bencana pada korban
3. Untuk mengetahui tentang penilaian survivor
4. Untuk mengetahui tentang penilaian rentan dan
5. Untuk mengetahui tentang penilaian komunitas
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis serta memerlukan bantuan luar dalam penanganannya.
B. Klasifikasi bencana
Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan
gunung berapi, dan tsunami.
Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor
angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir
bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh
manusia).
Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya
adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi
geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya).
3
Bencana alam Ekstra-Terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa,
contoh : hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai
permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk
bumi.
3. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah goncangan yang mengguncang suatu daerah mulai dari yang
tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang membahayakan. Gempa dengan skala
tinggi dapat membuat luluhlantak apa-apa yang ada di permukaan bumi. Rumah,
gedung, menara, jalan, jembatan, taman, landmark, dan lain sebagainya bisa
hancur rata dengan tanah jika terkena gempa bumi yang besar.
4. Tsunami
Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu daratan akibat adanya
gempa bumi di laut, tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan lain
sebagainya. Sunami sangat berbahaya karena bisa menyapu bersih pemukiman
warga dan menyeret segala isinya ke laut lepas yang dalam. Tsunami yang besar
4
bisa membunuh banyak manusia dan makhluk hidup yang terkena dampak
tsunami.
5. Gunung Meletus
Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-materi dari dalam
bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil, batu-batuan, lahar panas, lahar
dingin, magma, dan lain sebagainya. Gunung meletus biasanya bisa diprediksi
waktunya sehinggi korban jiwa dan harta benda bisa diminimalisir.
6. Angin Puting Beliung/Angin Ribut
Angin puting beliung adalah angin dengan kecepatan tinggi yang berhembus di
suatu daerah yang dapat merusak berbagai benda yang ada di permukaan tanah.
Angin yang sangat besar seperti badai, tornado, dan lain-lain bisa menerbangkan
benda-benda serta merobohkan bangunan yang ada sehingga sangat berbahaya
bagi manusia.
Puting Beliung secara resmi digambarkan secara singkat olehNational Weather
Service Amerika Serikat seperti tornado yang melintasi perairan. Namun, para
peneliti umumnya mencirikan puting beliung “cuaca sedang” berasal dari puting
beliung tornado.
7. Tanah Longsor
Tanah longsor adalah tanah yang turun atau jatuh dari tempat yang tinggi ke
tempat yang lebih rendah. Masalahnya jika ada orang atau pemukiman di atas
tanah yang longsor atau di bawah tanah yang jatuh maka sangat berbahaya.
Tidak hanya tanah saja yang longsor karena batu, pohon, pasir, dan lain
sebagainya bisa ikut longsor menghancurkan apa saja yang ada di bawahnya.
8. Pemanasan global/Global Warning
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratanBumi. Suhu rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir.Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kacaakibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar
5
ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat
beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang
dikemukakan IPCC tersebut.
9. Kekeringan
Perlu dibedakan antara kekeringan (drought) dan kondisi kering (aridity).
Kekeringanadalah kesenjangan antara air yang tersedia dengan air yang
diperlukan, sedangkan ariditas (kondisi kering) diartikan sebagai keadaan jumlah
curah hujan sedikit. Kekeringan (kemarau) dapat timbul karena gejala alam yang
terjadi di bumi ini. Kekeringan terjadi karena adanya pergantian musim.
Pergantian musim merupakan dampak dari iklim. Pergantian musim dibedakan
oleh banyaknya curah hujan. Pengetahuan tentang musim bermanfaat bagi para
petani untuk menentukan waktu tanam dan panen dari hasil pertanian. Pada
musim kemarau, sungai akan mengalami kekeringan. Pada saat kekeringan,sungai
dan waduk tidak dapat berfungsi dengan baik.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta
memiliki kerentanan/kerawanan(vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi
6
dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap
bencana (disaster resilience).
E. Penangulangan Bencana
Secara garis besar, upaya penanggulangan bencana meliputi :
Kesiapsiagaan => keadaan siap setiap saat bagi setiap orang, petugas serta institusi
pelayanan (termasuk pelayanan kesehatan) untuk melakukan tindakan dan cara-cara
menghadapi bencana baik sebelum, sedang, maupun sesudah bencana.
Penanggulangan => upaya untuk menanggulangi bencana, baik yang ditimbulkan oleh
alam maupun ulah manusia, termasuk dampak kerusuhan yang meliputi kegiatan
pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Tujuan dari upaya di atas ialah mengurangi jumlah kesakitan, risiko kecacatan dan
kematian pada saat terjadi bencana; mencegah atau mengurangi risiko munculnya
penyakit menular dan penyebarannya; dan mencegah atau mengurangi risiko dan
mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat bencana.
Penanganan atau penanggulangan bencana meliputi 3 fase yaitu fase sebelum terjadinya
bencana, fase saat terjadinya bencana, dan fase sesudah kejadian bencana.
I. Sebelum Bencana
7
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerugian harta dan korban
manusia yang disebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa kerugian yang ada juga
minimal ketika terjadi bencana. Meliputi kesiapsiagaan dan mitigasi.
Kesiapsiagaan :
-Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan
persediaan dan pelatihan personil.
-Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana
evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
-Langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan
ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat
bencana terjadi.
Mitigasi :
-Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa
mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri .
-Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada bahaya itu sendiri atau unsur-
unsur terkena ancaman tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan
irigasi air pada daerah yang kekeringan.
8
-Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Berikut ini merupakan akibat – akibat bencana yang dapat muncul baik langsung
maupun tidak langsung terhadap bidang kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit ( berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan)
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjdai rentan dan beresiko mengalami
kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
3. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan keterbatasan
air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector penyakit.
4. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, besar kemungkinan
tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan berpotensi
menyebabkan terjadinya KLB.
9
Penyakit penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia tidak lepas
dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain diare, ISPA, campak dan malaria. WHO
mengidentifikasi empat penyakit tersebut sebagai The Big Four. Kejadian penyakit spesifik
sering muncul sesuai dengan bencana yang terjadi. Banjir di Jakarta pada awal tahun 2007
selain menimbulkan peningkatan kasus Diare yang tinggi, juga memunculkan kasus
leptospirosis yang relative besar, yaitu 248 kasus dengan 19 kematian (CFR 7,66 %).
Sedangkan, gempa di DIY dan jateng pada tahun 2006 mengakibatkan 76 penduduk
menderita tetanus dan 29 di antaranya meninggal dunia.
Fase fase ini terjadi secara berurutan sebelum dan sesudah bencana, dan tindakan
terhadap bencana pertama berhubungan dengan kesiapsiagaan untuk bencana selanjutnya,
sehingga hal ini disebut siklus bencana.
10
e. Pengumpulan sumber daya
f. Sistem alarm
g. Mekanisme tindakan
h. Pendidikan dan pelatihan penduduk
i. Gladi resik.
2. Fase tindakan
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri dan harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu:
a. Instruksi pengungsian
b. pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin keamanan dilokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi fase akut dan fase sub akut. Dalam fase akut, 48 jam pertama
sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan / pelayanan medis
darurat terhadap orang orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta
dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan dalam
pengungsian.
3. Fase pemulihan
Fase pemulihan dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat
memulihkan fungsinya seperti sedia kala, ( sebelum terjadi bencana), orang-orang
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah kerumah sementara, mulai
masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya.
11
Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali
usahanya. Institusi pemerintah juga memulai memberikan kembali pelayanan seqqcara
normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus
memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan
fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum
bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat
ke kondisi tenang.
Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak dapat ditentukan, namun ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha menegembalikan fungsi-
fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunaan pengalamannya
tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat
dikembangkan secara progresif.
12
Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan
dalam kondisi korban masalah atau bencan dan diharapkan banyak penderita yang
memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Triage secara umum dibagi menjadi dua
yakni Triage di UGD/IGD Rumah Sakit dan Triage di Bencana.
13
1. Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa menggunakan alat atau melakuakan
tindakan medis.
2. Panggil penderita yang dapat berjalan dan kumpulkan diarea pengumpulan
3. Nilai penderita yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.
4. Inti Penilaian Triage Medis (TRIAGE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita
sudah tidak dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis
sehingga memerlukan penanganan yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak
kritis), Hijau (penanganan pendirita yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar.
Penderita tidak memiliki cedera serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak
menambah korban yang lebih banyak. Penderita yang memiliki hidup lebih banyak harus
diselamatkan terlebih dahulu).
Inti Penilaian Triage Medis (TRIASE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita
sudah tidak dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis
sehingga memerlukan penanganan yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak
kritis), Hijau (penanganan pendirita yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar.
Penderita tidak memiliki cedera serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak
menambah korban yang lebih banyak. Penderita yang memiliki hidup lebih banyak harus
diselamatkan terlebih dahulu).
1) Langkah 1: Respirasi
Tidak bernapas, buka jalan napas, jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM
Pernfasan >30 kali /menit atau <10 kali /meni beri TAG MERAH
Pernafasn 10-30 kali /menit: lanjutkan ke tahap berikut
2) Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir
kebiruan)
Bila CRT > 2 detik: TAG MERAH
Bila CRT < 2 detik: tahap berikutnya
Bila tidak memungkinankan untu CRT (pencahayaan kurang), cek nadi radial, bila
tidak teraba/lemah; TAG MERAH
Bila nadi radial teraba: tahap berikutnya
14
3) Langkah 3: Mental Status
Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG
KUNING
Bila tidak dapat mengikuti perintah: TAG MERAH
Tindakan yang haru CEPAT dilakuakn adalah :
Buka jalan napas, bebaskan benda asing atau darah
Berikan nafas buatan segara jika korban tidak bernafas
Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka/perdarahan
Setelah memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian
triase (hijau, kuning, merah, hitam), setelah itu menuju korban lainya yang belum
dilakukan triase. Triase wajib dilakukan dengan kondisi ketika penderita/korban
melampaui jumlah tenaga kesehatan.
H. Survival
1. Pasca bencana
Bencana sesuatu yang mengakibatkan suatu kerugian baik jiwa,material, maupun
social. Setelah bencana kita diwajibkan untuk bias memepertahankan hidup kita
apabila material dan alam telah rusak.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan pasca bencana yaitu:
1. Aspek psikologis (panik, takut, cemas, sepi, bingun, tertekan, bosan).
Apsek ini bias mengganggu dalam proses kelangsungan hidup mereka. Setidaknya hal
yang bisa dilakukan adalah rasa empati dari masyarakat yang tidak terkena bencana
dari pemerintah sangat penting.
2. Aspek fisiologis ( saki, lapar, haus, luka, lelah).
Suatu upaya untuk bertahan hidup saat bencana pasti memebutuhkan suatu
pengorbanan, kerugian material pasti akan terjadi. Kelaparan, lelah, sakit, luka, haus
pasti akan terjadi disaat pasca bencana karena dampak dari kerusakan yang
ditimbulkan, apabila hal ini tidak bisa diatasi maka akan berdampak pada kejiwaan
seseorang.
3. Asspek lingkungan ( panas, dingin, kering, hujan).
15
Disebut bencana alam karena terjadi dari alam dan menimbulkan kerusukan alam.
Maka dari itu kondisi lingkungan akan berubah setelah terjadi lingkungan begitupula
ada dampak yang akan ditimbulkan oleh alam (perubahan) tergantung dan jenis
sumber bancana tersebut.
Langkah-langkah survival
Jika tersesat lakukan tindakan pedoman STOP (Seating, Thinking,
Observation dan Planning)
Lakukan pembagian tugas kepada anggota kelompok
Tetap berusaha mencari pertolongan
Hemat terhadap penggunaan makanan, minuman dan tenanga
Hindari dan jauhi masalah-masalah yang timbul yaitu dari diri sendiri,
orang lain dan salam
Adapun kebutuhan dasar survival
1. Air
Air merupakan sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup manusia. Dalam
proses survival air merupakan komponen pokok karena tubuh kita
membutuhkan cairan agar tubuh bisa mempertahankan suhu tubuh dan suhu
energy.
2. Shelter
Shelter adalah tempat perlindungan sementara yang dapat memeberikan
kenyamanan dan melindungi dari panas, dingin, hujan dan angin.
3. Makanan
Hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsusmsi tumbuhan
Hindari tumuhan berwarna mencolok
Hindari tumbuhan bergetah putih, kecuali yang sudah dikenal aman
dimakan
Mancoba mencicicpi sedikit atau mengoleskan kekulit.
Variasikan makanan yang dimakan untuk menghindari akumulasi zat
yang mungkin buruk bagi kesehatan
Jangan memakan tumbuhan yang meragukan untuk dimakan
16
4. Api
Api apabila didalam alam bebas, suhu disekita alam bebas akan tersa lebih
dingin, salah satu upaya untuk menghangatkan tubuh adalah dengan cara
membuat api selain untuk memperthankan suhu tubuh tetap hangat api juga
berguna untuk memasak olahan makanan, member tanda adanya kehidupan
disitu, dan mengusir hewan-hewan buas
I. Rentan
Kelompok rentan sering di sebut "kelompok dengna kebutuhan khusus", "kelompok yang
beresiko", "beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau kesehatan social" setelah
bencana. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam persiapan menghadapi bencana,
namun jarang yang memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, adapun orang yang
disebut sebagai kelompok rentan adalah (1) orang dengan kebutuhan khusus baik secara
fisik ataupun psikologis, (2) wanita, (3) anak-anak, (4) orang tua, (5) orang dipenjara, (6)
SES minoritas dan orang yang mengalami kendala bahasa.
Individu yang mengalami bencana bereaksi terhadap bencana sesuai dengan caranya
masing-masing dan antara satu individu dengan yang lainnya sangat berbeda. Setiap
bencana memiliki dampak demografik tertentu, budya, dan riwayat kejadian sebelumnya.
1. Individu dengan kebutuhan khusus
Orang-orang dengan kebutuhan khusus psikologis (mental disabilities) juga
mengalami hal yang sama. Ketika evakuasi berlangsung mungkin para relawan salah
mengartikan perilaku mereka atau orang-orang dekan kebutuhan khusus psikologis
kurang nyaman dengna relawan. Permasalahan lainnya adalah penolakan dari tempat
penampungan dengan alasan tidak kurangnya fasilitas untuk kebutuhan mereka. Ada
juga mendapatkan perlakuan yang kurang tepat karena ketidakmampuan mereka
untuk mengikuti instruksi yang diberikan dan di masukkan ke dalam rumah sakit
sebagai solusi yang lebih gampang. Lebih lanjut, kondisi bencana bisa mengganggu
homeostatis dan coping mereka yang sudah berjalan sesuai dengan polanya. Untuk
individu yang pernah mengalami PTSD, kejadian bencana dapat menjadi trigger akan
peristiwa sebelumnya. Tanpa adanya perencanaan dan antisipasi yang pasti terhadap
kelompok ini maka kelompok ini tidak akan bisa tercover secara baik ketika bencana
sedang berlangsung yang berdampak pada penderitaan.
17
2. Orang tua
Seseorang yang usianya di atas 65 tahun besar kemungkinan untuk mengalami
penyakit kronis, seperti: hipertensi, jantung, diabetes dll. 80 % dari kelompok ini
memiliki penyakit kronis, dan 50% memiliki komplikasi. Orang tua juga mengalami
gangguan gerak, kognisi, sensori, social dan keterbatasan dari segi ekonomi (Massey,
1997). Semuanya dapat mempengaruhi proses adaptasi dan kemampuannya berfungsi
selama bencana. Implikasinya adalah orang tua ini menjadi sangat sensitive,
overwhelming, gangguan tidur, disorientasi, depresi dan trauma. Setelah selesai
bencana bisa saja kondisi fisik mereka menurun karena kurang nutrisi, suhu yang
ekstrim, terpapar dengan infeksi, interupsi dari treatment medis, dan gangguan
emosional.
3. Wanita
Berkurang atau hilangnya dukungan social pada wanita dapat mempengaruhi kondisi
psikologinya. Faktor lainnya yang menyebabkan wanita lebih rentan adalah kondisi
psikologis sebelum bencana seperti: trauma exposure, kondisi kesehatan mental yang
kurang stabil dan rendahnya SES.
Lebih lanjut, wanita hamil di dalamnya. Seperti: bisa terjadi kelahiran premature, bayi
yang kurang berat badan, ataupun bayi yang meninggal. Sebagian wanita harus
melahirkan di rumah sakit yang minim fasilitas kesehatannya, kurangnya vitamin
untuk kehamilan, rekam medis yang tidak tersedia. Relawan yang kurang menyadari
kalau ada wanita hamil di antar kerumunan para penyintas maka bisa diberikan vaksin
sebagaimana orang lainnya.
4. Anak-anak
Anak-anak termasuk kelompok rentan karena kemungkinan mereka untuk cedera
besar dan ketergantungan mereka terhadap kebutuhan sandang, pangan dan emosional
masih sangat besar. Secara psikologis, kondisi kognisi yang belum berkembang
optimal seperti orang dewasa ditambah lagi strategic coping dalam menangani
permasalahan. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang terkena ledakan
cenderung menjadi trauma ketika mereka dewasa. Lebih lanjut, perbedaan fisiologis
antara anak dengan orang dewasa sepeprti: ukuran badan yang lebih kecil, ukuran
18
ketebalan kulit, ventilasi, kebutuhan oksigen dll. Hal ini menyebabkan anak-anak
gampang mengalami dehidrasi, kurang gizi dan lebih cepat lelah dan rentan untuk
terinfeksi kuman dan virus.
5. Narapidana yang dipenjara
Karena status mereka sebagai tahanan, sehingga mereka sangat tergantung dengan
pemerintah sebagai pemegang otoritas. Narapidana tidak dapat melakukan evakuasi
sendiri, mencari pertolongan medis sendiri, ataupun mencari makanan ataupun tempat
penampungan sendiri. Lebih lanjut, dalam situasi bencana yang sanat besar, kalau
narapidana melakukan semuanya sendiri ada kemungkinan penyerangan yang
dilakukan oleh sesama anggota narapida ataupun penyerangan kepada masyarakat.
6. Social Economic Status (SES) minoritas dan orang yang mengalami kendala bahasa
Kelompok dengan SES rendah yang tidak memiliki asuransi untuk mengcover
kondisi mereka setelah bencana sehingga membuat beban psikologis menjadi lebih
berat. Kelompok dengan kendala bahasa juga sangat susah dalam
mengkomunikasikan hal-hal apa yang mereka butuhkan sehingga relawan bisa
membantu secara cepat dan tepat.
Keluarga yang sebelumnya sejahtera dan mengalami kebangkrutan karena kejadian
bencana dan menerima bantuan dari orang lain juga rentan untuk mengalami stress
akibat bencana.
7. Penduduk asli setempat (Indigenous people)
Indigenous people termasuk kelompok rentan karena status mereka sebagai orang
pinggiran yang termarginalkan, kondisi fisik dan rumah yang tidak baik, problem
terkait dengan kehilangan budaya dan kesedihan yang dapat menyebabkan stress dan
trauma. Mereka juga mungkin akan dipindahkan dari “tempat penting” menurut
budaya mereka.
8. Pengungsi dan migrant
Riset sebelumnya menunjukkan bahwa pengungsi yang berasal dari Negara lain
rentan untuk terkena PTSD ketika terjadi bencana. Namun penelitian terbaru
menunjukkan hal yang bertolak belakang bahwa PTSD dikalangan pengungsi rendah
meskipun menghadapi berbagai macam kejadian traumatis. Hal ini karena adanya
dukungan yang tepat membuat mereka bisa settle di Negara baru mereka, dan
19
memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat di Negara baru mereka
(Silove, 1999; Silove et al, 1993). Jadi hanya pengungsi minoritas saja yang
mengalami hal-hal terkait dengan PTSD dan depresi.
20
pengurangan bencana yang menyeluruh. Paradigma penanggulangan bencana ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah untuk mengelola
dan mcnckan risiko terjadinya bencana. Jadi, ada tiga hal penting terkait dengan
perubahan paradigma ini, yaitu sebagai berikut ini, Penanggulangan bencana tidak lagi
berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi
a.pada keseluruhan manajemen risiko
b. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud
pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah
c. Penanggulangan bencana buka lagi hanya urusan pemerintahan tetapi juga menjadi
urusan bersama masyarkat dan lembaga usaha, dimana pemerintah menjadi
penanggungjawab utamanya Seiring berjalannya waktu, konsep penanggulangan bencana
mengalami perkembangan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.6 (lihat halaman 23)
dimana paradigma kebencanaan, pemahaman, dan tujuannya dapat disajikan dalam tabel
tersebut Meminimalisir risiko pada hakekatnya adalah mengurangi ancaman mengurangi
kerentanan, dan meningkatkan kapasitas.
1. Pengurangan ancaman Dalam upaya mengurangi berbagai ancaman perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
a. sebagian besar risiko yang terkait dengan bencana alam, hanya ada sedikit atau bahkan
tidak ada sama sekali kesempatan untuk mengurangi ancaman; oleh karenanya kebijaka
pengurangan ancaman difokuskan pada upaya pencegahan, mitigasi, dan pembangunan
kesiapsiagaan masyarakat,
b. penyediaan peta rawan bencana, baik untuk gunung berapi, tanah longsor banjir, dan
kerawanan lainnya sehingga dapat dilakukan tindakan mitigasi secara dini.
c. penyiapan struktur fisik untuk mengurangi ancaman dan dampak bencana, seperti sabo
untuk menguragi ancaman aliran lahar, dam/bendungan untuk mereduksi banjir,
bangunan tahan gempa, rehabilitasi mangrove untuk pencegahan/pengurangan abrasi dan
lain sebagainya,
d. ancaman bencana nonalam dan bencana sosial, dapat dikurangi dengan penegakan
hukum dan pemberian insentif bagi upaya pelestarian lingkungan (reward and
punishment),
21
e. penyiapan regulasi untuk keselamatan dan kenyamanan yang berkaitan dengan
tindakan yang dapat menimbulkan ancaman bencana
2. Pengurangan kerentanan
Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur) sosial
kependudukan, dan ekonomi. Pengurangan kerentanan masyaraka difokuskan pada hal-
hal sebagai berikut ini. 2/43
a. Perlindungan masyarakat yang rentan (bayi, balita, ib cac dan lansia), mendorong
aktivitas ekonomi produktif dan peningkatan infrastruktur
b. Penalaan fasilitas baru; melalui perencanaan tata ruang yang dapat memberikan rasa
aman dan nyaman.
c. Pendorongan individu atau institusi untuk mengambil tindakan-tindakan mitigasi
bencana.
3. Peningkatan kapasitas
22
utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah penyelenggaraan PRBBK
yang berintikan pemberdaya masyarakat dalam upaya peningkatan ketangguhan
menghadapi bencana. Dalam nomenklatur pemerintahan di tingkat pemerintah pusat,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah menetapkan Peraturan Kepala BNPB
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembentukan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
serta Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Relawan Penanggulangan
Bencana sebagai Instrumen Regulasi dan Kebijakan Untuk Mengakomodasi PRBBK.
Komunitas yang dimaksudkan adalah masyarakat di wilayah itu sendiri.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpilan
1. Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa
fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia.
Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan
darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural,
bahkan sampai kematian.
Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala
alam. Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa
terjadi pada bumi. Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia
(nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru
dapat menyebutnya sebagai bencana.
2. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan
musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang
24
tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena
status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk
triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging
system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid
Transportation).
3. Disebut bencana alam karena terjadi dari alam dan menimbulkan kerusukan alam.
Maka dari itu kondisi lingkungan akan berubah setelah terjadi lingkungan
begitupula ada dampak yang akan ditimbulkan oleh alam (perubahan) tergantung
dan jenis sumber bancana tersebut.
Langkah-langkah survival
Jika tersesat lakukan tindakan pedoman STOP (Seating, Thinking,
Observation dan Planning)
Lakukan pembagian tugas kepada anggota kelompok
Tetap berusaha mencari pertolongan
Hemat terhadap penggunaan makanan, minuman dan tenanga
Hindari dan jauhi masalah-masalah yang timbul yaitu dari diri sendiri,
orang lain dan salam
4. Kelompok rentan sering di sebut "kelompok dengna kebutuhan khusus",
"kelompok yang beresiko", "beresiko karena kondisi fisik, psikologis, atau
kesehatan social" setelah bencana. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam
persiapan menghadapi bencana, namun jarang yang memperhatikan kebutuhan
kelompok rentan, adapun orang yang disebut sebagai kelompok rentan adalah (1)
orang dengan kebutuhan khusus baik secara fisik ataupun psikologis, (2) wanita,
(3) anak-anak, (4) orang tua, (5) orang dipenjara, (6) SES minoritas dan orang
yang mengalami kendala bahasa.
5. Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah sebuah pendekatan sistematis untuk
mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko- risiko bencana PRB bertujuan
untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan
menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lainnya yang
menimbulkan kerentanan. Pendekatan PRB merupakan perpaduan dari sudut
pandang teknis dan imiah dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi,
25
dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana yang menyeluruh.
Paradigma penanggulangan bencana ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dan pemerintah untuk mengelola dan mcnckan risiko
terjadinya bencana.
B. Saran
Dengan adanya penilaian tentang penilaian sebelum,dan setelah bencana pada korban,
survival, rentan dan komunitas dapat membuat sorang perawat berfikir kritis dalam
memilih dan memilah korban mana yang menjadi prioritas untuk mendapatkan
perawatan yang intensif yang menjadi korban bencana.
26
DAFTAR PUSTAKA
https://www-kompasiana
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/lasmana_ujang_d/survival-teknik-
bertahan hidup-di-saat-pasca-bencana-peluncuran
buku_551f66028133113c5d9df8d9?amp_js_v=a2&_gsa=1&usqp=mq331AQCKAE%3D#a
oh=15707623809041&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%
24s&share=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Flasmana_ujang_d%2Fsurvival-
teknik-bertahan-hidup-di-saat-pasca-bencana-peluncuran-buku_551f66028133113c5d9df8d9
http://imeinars.blogspot.com/2011/02/penanggulangan-bencana-sebelum-saat-dan.html?m=1
http://wahyuhidaryani.blogspot.com/2018/04/makalah-manajemen-bencana-triase.html?m=1
https://www.academia.edu/7770149/SURVIVAL_SAAT_TERJADI_BENCANA_DAN_PASC
A_TERJADINYA_BENCANA
http://blogpsikologi.blogspot.com/2015/08/kelompok-rentan-dan-akibat-bencana.html?m=1
https://gustinerz.com/cara-cepat-menilai-triage-pada-korban-bencana/2/
.https://www.academia.edu/7770149/SURVIVAL_SAAT_TERJADI_BENCANA_DAN_PASC
A_TERJADINYA_BENCANA
http://blog.unnes.ac.id/aminahyusuf/2017/12/05/makalah-penanganan-bencana-alam/
27