Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

OLEH:

ABD. RAHMAN MUNIR

L2 2011

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit

untuk mendapat kemoterapi antivirus dengan selektifitas yang tinggi. Siklus

replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia

menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat

membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik

dalam replikasi virus sebagai targetkemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa

kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan

dengan efek yang minimal pada sel horpes.

Perkembangan obat antivirus baik sebagai profilaksis ataupun terapi

belum mencapai hasil seperti apa yang diinginkan oleh umat manusia. Berbeda

dengan antimikroba lainya, antiviral yang dapat menghambat atau membunuh

virus juga akan dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada. Ini karena

replikasi virus RNA maupun DNA berlangsung didalam sel hospes dan

membutuhkan enzim dan bahan lain dari hospes. Tantangan bagi penelitian ialah

bagaimana menemukan suatu obat yang dapat menghambat secara spesifik

salah satu proses replikasi virus seperti : peletakan, uncoanting dan replikasi.

Analisis biokimiawi dari proses sintesis virus telah membuka tabir bagi terapi

2
yang efektif untuk beberapa infeksi seperti : virus hespes, beberapa virus saluran

napas dan human immunodeficiency virus (HIV).

Dengan mencuatnya masalah penyakit ac d-immuno-deficiency-syndrom

(AIDS) maupun virus lainnya, maka kegiatan penelitian mencari obat anti viral

telah mendapat dukungan yang lebih luas dari berbagai pihak baik swasta

maupun pemerintah, terutama di Negara maju.

Sejumlah obat antivirus dapat dikembangkan didekade 50 dan 60 saat ini

memiliki pemamfaatan terbatas. Obat ini adalah idoksuridin, vidarabin dan

sitarabin. Obat ini bersifat tidak selektif dalam menghambat replikasi virus

sehingga banyak fungsi sel hospes juga dihambat. Toksisitas misalnya supresi

sumsum tulang telahmenghalangi obat di atas digunakan secara parental kecuali

vidarabin. Hanyaidoksuridin dan vidarabin yang saat ini masih dapat digunakan

secara topikal sebagai obat pilihan kedua dan ketiga pada herpes simplex keratin

konjunctifitis. Obat antivirus generasi baru pada umumnya bekerja lebih selektif

terutama asiklovir sehingga toksisitasnya lebih rendah.

B. Rumusan Masalah

1. Jenis-jenis penyakit antivirus?

2. Penggolongan obat antivirus?

C. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit antivirus.

2. Untuk mengetahui penggolongan obat antivirus.

3
BAB I

PEMBAHASAN

A. Jenis-Jenis Penyakit Antivirus

1. Influenza

Influensa, biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah penyakit

menular burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA dari famili

Orthomyxoviridae (virus influensa). Penyakit ini ditularkan dengan medium

udara melalui bersin dari sipenderita. Pada manusia, gejala umum yang terjadi

adalah demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat dan

mengeluarkan cairan, batuk, lesu serta rasa tidak enak badan. Dalam kasus

yang lebih buruk, influensa juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia,

yang dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak dan orang

berusia lanjut.

Masa penularan hingga terserang penyakit ini biasanya adalah 1

sampai 3 hari sejak kontak dengan hewan atau orang yang influensa. Virus

influensa cepat sekali bermutasi, sehingga setiap kali para ahli virus harus

berusaha menemukan penangkal yang baru. Wabah flu terbesar pertama

adalah pandemi flu spanyol (1918). Beberapa tahun yang lalu kita mengenal

flu Hong Kong dan pada tahun 2005 merebak flu burung. Semua ini

menunjukkan betapa sulitnya usaha penangkalan terhadap penyakit ini.

4
2. Herpes

Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat

nyeri (rasa sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus

herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus

herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal

(cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan

virus ini jadi aktif kembali, menjadikan penyakit yang disebut sebagai herpes

zoster. Kurang lebih 20% orang yang pernah cacar air lambat laun akan

mengembangkan herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini kemungkinan akan

terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Ini termasuk orang

dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50 tahun.

Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf. Kejangkitan herpes zoster

dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang berat pada

daerah bentuk tali lebar di dada, punggung, atau hidung dan mata. Walaupun

jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata. Ini dapat

menyebabkan jangkitan di sekitar mulut, pada wajah, leher dan kulit kepala,

dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung.

Jangkitan herpes zoster hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi

tubuh. Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang

berhubungan dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi

cairan. Kemudian lepuh pecah dan berkeropang. Jika lepuh digaruk, infeksi

kulit dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan

5
mungkin menimbulkan bekas. Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu,

tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang berat dapat bertahan berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut “neuralgia pascaherpes”.

3. HIV

HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang

menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama Sel T CD4+ dan

makrofaga, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah"

dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV

menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang

menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS. HIV

berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan sebelumnya.

Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter (seper 120 milyar meter, kira-kira 60

kali lebih kecil dari sel darah merah) dan kasarnya "spherical".

HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau

melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi

melalui injeksi obat dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan

bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui. UNAIDS

transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex dianjurkan

untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan ini, diusulkan

bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV, tetapi

banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal untuk

merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah HIV.

6
Pada akhir tahun 2004 diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang

yang hidup dengan HIV, 25 juta di antaranya adalah penduduk sub-Sahara

Afrika. Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada tahun

2004 adalah antara 4,3 juta hingga 6,4 juta orang. (AIDS epidemic update

December 2004).

Di Asia, wabah HIV terutama disebabkan oleh para pengguna obat bius

lewat jarum suntik, hubungan seks baik antarpria maupun dengan pekerja

seks komersial, dan pelanggannya, serta pasangan seks mereka.

Pencegahannya masih kurang memadai.

B. Penggolongan Obat Antivirus

Klasifikasi pembahasan obat antivirus adalah sebagai berikut :

1. Antinonretrovirus

a. Antivirus untuk herpes

b. Antivirus untuk influenza

c. Antivirus untuk HBV dan HCV

2. Antiretrovirus (Antivirus untuk HIV)

a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)

c. Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)

d. Protease inhibitor (PI)

e. Viral entry inhibitor

7
SENYAWA MEKANISME KERJA
Asiklovir Dimetabolisme menjadi asiklovr trifosfat, yang menghambat
DNA polimerase virus

Valasiklovir Sama dengan asiklovir

Gansikovir Dimetabolisme menjadi gansiklovir trifosfat, yang


menghambat DNA polimerase virus

Pensiklovir Dimetabolisme menjadi pensiklovir trifosfat yang


menghambat DNA polimerase virus

Famsiklovir Sama dengan pensiklovir

Foskarnet Menghambat DNA polimerase dan reverse transcriptase


pada tempat ikata pirofosfat

Ribavirin Mengganggu mRNA virus

Lamivudin Hambatan DNA polimerase dan reverse transciptase virus

Amantadin Hambatan kenal ion protein M2 dan modulasi pH intrasel

Rimantadin Hambatan kenal ion protein M2 dan modulasi pH intrasel


Induksi enzim seluler yang mengganggu sintesis protein
virus

Interferon alfa Induksi enzim seluler yang mengganggu sintesis protein


virus

NRTI Menghentikan perpanjangan rantai DNA virus, dengan cara


bergabung pada ujung 3 rantai DNA virus

NNRTI Menghambat HIV-1 reverse transriptase melalui interaksi


dengan allosteric pocket site.

Gambar 1. Beberapa contoh antivirus dan mekanisme kerja

8
1. Golongan Obat Antinonretrovirus

a. Antivirus untuk herpes

Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan

antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau

virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polimerase

virus. Gambaran mekanisme kerja obat-obat antimetabolit (analog purin dan

pirimidin) sebagai antivirus.

1) Asiklovir

Asiklovir [9-(2-hidroksietoksimetilguanin)] merupakan obat sintetik jenis

analog nukleosida purin. Sifat antivirus asiklovir terbatas pada kelompok virus

herpes.

1. Farmakokinetik

Asiklovir bersifat konsisten mengikuti model dua-kompartemen;

volume distribusi taraf mantap kira-kira sama dengan volume cairan tubuh.

Kadar plasma taraf mantap setelah dosis oral ialah 0,5 ug/ml setelah dosis

200 mg dan 1,3 ug/ml setelah dosis 600 mg. pada pasien dengan fungsi

ginjal normal, waktu paruh eliminasi kira-kira 2 ½ jam pada orang dewasa

dan 4 jam pada neonatus serta 20 jam pada pasien anuria. Kadar obat

juga dapat diukur di saliva, cairan lesi dan secret vagina. Kadar cairan

serebrospinal mencapai setengah kadar plasma. Di ASI kadarnya lebih

tinggi. Lebih dari 80% dosis obat dieliminasi melalui filtasi glomerulus ginjal

dan sebagian kecil melalui sekresi tubuli. Hanya sekitar 15% dosis obat

9
yang diberikan dapat ditemukan kembali di urine sebagai metabolit

inaktif.

2. Mekanisme kerja

Asiklovir merupakan analog 2’-deoksiguanosin. Asiklovir adalah

suatu prodrug yang beru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme

menjadi asiklovir trifosfat.

Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir

monofosfat yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang

terinfeksi oleh virus herpes atau varicella zoster atau oleh fosfotransferase

yang dihasilkan oleh sitomegalo virus, kemudian enzim seluler

menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan

asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan

cara kompetisi dengan 2’-deoksiguanosin trifosfat dengan substrat DNA

polimerase virus. Jika asiklovir (dan bukan 2’-deosiguanosin) yang masuk

ketahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir

monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim eksonuklease

tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus

menjadi inaktif.

3. Resistensi

Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen

timidin kinase virus atau pada gen DNA polimerase.

10
4. Indikasi

Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk

keratitis herpetik, herpetik ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal

dan herpes labialis) dan infeksi VZV (varisela dan herpes zoster). Karena

kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis

yang diperlukan untuk terapi kasus varicella dan zoster jauh lebih tinggi

dari pada terapi infeksi HSV.

5. Dosis

Untuk herpes genital ialah 5 kali sehari 200 mg tablet, sedangkan

untuk herpes zoster ialah 4 kali sehari 400 mg. Penggunaan topikal untuk

keratitis herpetik adalah dalam bentuk krim ophthalmic 30 % dank rim 5 %

untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lainnya dan

infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30 mg/kg BB perhari.

6. Efek samping

Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir

topikal dalam pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa

dan rasa terbakar dan sifatnya sementara jika dipakai pada luka genitalia.

Asiklovir oral, walaupun jarang dapat menyebabkan mual, diare, ruam dan

sakit kepala; dan sangat jarang dapat menyebabkan insufiensi renal dan

neurotoksitas.

11
2) Valasiklovir

Valaksiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya terdapat

dalam formulasi oral. Setelah ditelan, vasiklovir dengan cepat diubah menjadi

asiklovir melalui enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan di hati.

1. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oralnya 3 hingga 5 kali asiklovir (54%) dan waktu

paruh eliminasinya 2-3 jam, waktu paruh intraselnya 1-2 jam. Kurang dari

1% dari dosis valasiklovir ditemukan di urine selebihnya dieliminasi

sebagai asiklovir.

2. Mekanisme kerja dan resistensi

Sama dengan asiklovir

3. Indikasi

Valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan

oleh virus herpes simpleks, virus varicella-zoster dan sebagai profilaksis

terhadap penyakit yang disebabkan sitomegalovirus.

4. Sediaan dan dosis

Untuk herpes genital per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10

hari. Untuk herpes zoster 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari.

5. Efek samping

Sama dengan asiklovir. Pernah terdapat laporan valasiklovir

menyebabkan mikroangiopati trombolik pada pasien imunosupresi yang

menerima beberapa macam obat.

12
3) Gansiklovir

Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus

hidroksimetil pada posisi 3’ rantai samping asikliknya. Metabolisme dan dan

mekanisme kerjanya sama denga asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah

pada gansiklovir terdapat karbon 3’ dengan gugus hidroksil, sehingga masih

memungkinkan adanya perpanjangan primer dengan template, jadi

gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asiklovir.

1. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral sangat rendah sehingga gansiklovir diberikan

melalui infus intravena. Obat ini tersebar luas keberbagai jaringan

termasuk otak. Kadar di plasma mencapai diatas kadar hambat minimum

(KHM) untuk isolat CMV yakni 0,02-3,0 ug/ml. Waktu paruh berkisar antara

3-4 jam tetapi menjadi sekitar 30 jam pada penderita gagal ginjal yang

hebat. Penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa gansiklovir dieksresi

melalui ginjal dalam bentuk utuh.

2. Mekanisme kerja

Gansiklovir diubah menjadi gansiklovir monofosfat oleh enzim

fosfotransferase yang dihasilkan sel yang terinfeksi sitomegalovirus.

Gansiklovir monofosfat merupakan fosfotransferase yang lebih baik

dibandingkan dengan asiklovir. Waktu paruh eliminasi gansiklovir trifosfat

sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam. Perbedaan inilah

13
yang menjelaskan mengapa asiklovir lebih superior dibandingkan dengan

asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.

3. Resistensi

Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh

salah satu dari dua mekanisme. Penurunan fosforilasi gansiklovir karena

mutasi pada fosfotransferase virus yang dikode oleh gen UL97 atau

karena mutasi pada DNA polimerase virus. Varian virus yang sangat

resisten pada gansiklovir disebabkan karena mutasi pada keduanya (gen

UL97 dan DNA polimerase) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap

sidofovir atau foskarnet.

4. Indikasi

Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien

immunocompromised (misalnya : AIDS), baik untuk terapi dan

pencegahan.

5. Sediaan dan dosis

Untuk induksi diberikan IV10 mg/kg per hari (2x5 mg/kg, setiap 12

jam) selama 14-21 hari, dilanjutkan dengan pemberian maintenance per

oral 3000 mg per hari (3 kali sehari 4 kapsul @ 250 mg). implantasi

intraocular (intravitreal) 4,5 mg gansiklovir sebagai terapi lokal CMV

retinitis.

14
6. Efek samping

Mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir.

Neutropenia terjadi pada 15-40% pasien dan trombositopenia terjadi pada

5-20%. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko

mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu

ekskresi gansiklovir. Probenesid dan asiklovir dapat mengurangi klirens

renal gansiklovir. Recombinant colonystimulating factor (G-CSF; filgastrim,

lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang

disebabkan oleh gansiklovir.

4) Pensiklovir

Struktur kimia pensiklovir mirip dengan gansiklovir. Metabolisme dan

mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir, namum perbedaannya

pensiklovir bukan DNA chain terminator obligat.

1. Mekanisme kerja

Pada prinsipnya sama dengan asiklovir.

2. Resistensi

Resistensi terhadap pensiklovir disebabkan oleh mutasi pada

timidin kinase atau DNA polimerase virus. Kejadian resistensi selama

pemakaian klinis sangat jarang. Virus herpes yang resisten terhadap

asiklovir juga resisten terhadap pensiklovir.

15
3. Indikasi

Infeksi herpes simpleks mokokutan, khususnya herpes labialis

rekuren (cold sores).

4. Dosis

Diberikan secara topikal dalam bentuk 1% krim.

5. Efek samping

Reaksi lokal pada tempat aplikasi, namun jarang terjadi.

b. Antivirus untuk influenza

Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk

influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV).

1) Amantadin dan Rimantadin

Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi

keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.

1. Mekanisme kerja

Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada

protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH.

Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating.

Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport

DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH

kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.

16
2. Resistensi

Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum

merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah

menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini

disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2,

resistensi silang terjadi antara kedua obat.

3. Indikasi

Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin

juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ).

4. Farmakokinetik

Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh

tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi

sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme

secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas

toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya

oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal.

5. Dosis

Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup

untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari

( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari (

2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien

17
dengan insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada

pasien dengan klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.

6. Efek samping

Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi,

insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih

sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksik

amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan

obat antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lanjut.

2) Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )

Merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja yang sam

terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor

neuraminidase; yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan

sel virus influenza ), dan disain struktur keduanya didasarkan pada struktur

neuraminidase virion.

1. Mekanisme kerja

Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada

sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan

penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase.

Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi.

Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang

terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi.

Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya

18
influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya

berkembang.

2. Resistensi

Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada

hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh

penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas

neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang

terinfeksi.

3. Indikasi

Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.

4. Dosis

Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5

mg, setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan

dosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari.

Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin,

dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.

5. Efek samping

Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna,

dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru

reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri

abdomen, sakit kepala.

19
3) Ribavirin

Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus

RNA dan DNA.

1. Mekanisme kerja

Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak

lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel, ribavirin trifosfat

mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan

elongasi mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.

2. Resistensi

Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap

ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel,

terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk

aktifnya.

3. Spektrum aktivitas

Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus (influenza A dan B),

para myxovirus (cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus

(Lassa, Junin,dll).

4. Indikasi

Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin

digunakan dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon – α

untuk terapi infeksi hepatitis C.

20
5. Farmakokinetik

Ribavirin efektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir

digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu,

seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate

menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya

dikeluarkan dalam urine.

6. Dosis

Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV

dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).

7. Efek samping

Pada penggunaan oral/suntikan ribavirin termasuk anemia

tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga

telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan

pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan

aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek

teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada

kehamilan.

c. Antivirus untuk HBV dan HCV

 Lamivudin

1. Mekanisme kerja

Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin

dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin

21
bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif

menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV

wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan

dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang

terinfeksi kronik.

2. Resistensi

Disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.

3. Indikasi

Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).

4. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam

0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara

luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh

plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam

bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk

tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang

(CLcr <50 ml /menit). Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.

5. Dosis

Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang

bila perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang

dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun

pada pasien yang HBe (+).

22
6. Efek Samping

Mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat

terjadi pada 30-40% pasien.

2. Golongan Obat Antiretrovirus (Antivirus untuk HIV)

a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)

Reverse transkripstase (RT) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral

sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini

bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat

terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang

telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus

mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk

komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat

dengan steatosis.

1) Zidovudin

1. Farmakokinetik

Obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum

bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat

yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah

sangat baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT

mengalami glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam

urine.

23
2. Mekanisme kerja

Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.

Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase

virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami

fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’

rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.

3. Resistensi

Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim

reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog

nukleosida lainnya. Resistensi : 3. Spektrum aktivitas : HIV(1&2)

4. Indikasi

Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti

lamivudin dan abakafir).

5. Dosis

Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan

sirup 5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari.

6. Efek samping

Anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.

2) Didanosin

1. Farmakokinetik

Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah,

buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam

24
keadaan puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk

system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi

dalam urin.

2. Mekanisme kerja

Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

pembentukan rantai DNA virus.

3. Resistensi

Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada

reverse transcriptase. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

4. Indikasi

Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi

anti HIV lainnya.

5. Dosis

Tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis

tunngal atau terbagi.

6. Efek samping

Diare, pancreatitis, neuripati perifer.

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)

Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase

inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam

kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus

melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi

25
hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu

tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi

bentuk aktif lebih sempurna.

 Tenofovir Disoproksil

1. Mekanisme kerja

Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara menghentikan

pembentukan rantai DNA virus.

2. Resistensi

Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.

3. Spektrum aktivitas

HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan HBV.

4. Indikasi

Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh

dikombinasi dengan lamifudin dan abakafir.

5. Dosis

Per oral sehari 300 mg tablet.

6. Efek samping

Mual, muntah, Flatulens, dan diare.

c. Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)

Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers

transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif

enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini.

26
Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung

untuk berinteraksi dengan obat lain.

1) Nevirapin

1. Mekanisme kerja

Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.

2. Resistensi

Disebabkan oleh mutasi pada RT.

3. Spektrum aktivitas

HIV ( tipe 1 ).

4. Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV, lainnya terutama

NRTI.

5. Dosis

Per oral 200mg / hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg

per hari ), kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).

6. Efek samping

Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan

enzim hati.

2) Delavirdin
1. Mekanisme kerja

Sama dengan devirapin.

27
2. Resistensi

Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang

dengan nefirapin dan efavirens.

3. Spektrum aktivitas

HIV tipe 1.

4. Indikasi

Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.

5. Dosis

Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia

dalam bentuk tablet 100mg.

6. Efek samping

Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.

d. Protease inhibitor (PI)

Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs

aktif HIV – protease. HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan

penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan

polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat

maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak

virulen.

28
1) Sakuinavir

1. Mekanisme kerja

Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease

peptidomimetic inhibitor.

2. Resistensi

Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease

terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.

3. Spektrum aktivitas

HIV (1 & 2)

4. Indikasi

Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan

beberapa PI seperti ritonavir).

5. Dosis

Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari )

atau 1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama

dengan makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.

6. Efek samping

Diare, mual, nyeri abdomen.

2) Ritonavir

1. Mekanisme kerja

Sama dengan sakuinavir.

29
2. Resistensi

Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon 82.

3. Spektrum aktivitas

HIV (1 & 2 )

4. Indikasi

Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI

seperti sakuinavir ).

5. Dosis

Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama

dengan makanan )

6. Efek samping

Mual, muntah , diare.

e. Viral entry inhibitor

Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan

VIRAL ENTRY INHIBITOR. Obat ini bekarja dengan cara menghambat fusi

virus ke sel. Selain enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study

klinis. Obat ini bekerrja dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui

reseptor CXCR4.

 Enfurtid

1) Mekanisme kerja

Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara

menghanbat fusi virus ke membrane sel.

30
2) Resistensi

Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan

resistensi terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV

golongan lain.

3) Indikasi

Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan antiHIV-lainnya.

4) Dosis

Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan

lengan atas bagian paha enterior atau abdomen.

5) Efek samping

Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul

atau kista.

31
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah obat-obat antivirus dipakai

untuk membasmi, mencegah atau menghambat penyebaran infeksi virus.

Virus bereplikasi sendiri dalam beberapa tahap. Tujuan dari obat-obat antivirus

adalah untuk mencegah replikasi virus dengan menghambat salah satu dari

tahap-tahap tersebut, sehingga dengan demikian menghambat virus untuk

bereproduksi. Kelompok obat-obat ini efektif untuk melawan influenza, spesien

herpes, human immunodeficiency virus (HIV).

B. SARAN

Saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan

karena saya memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat saya pungkiri,

untuk itu saya harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Gaya
Baru

Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta : Gaya
Baru

Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta : EGC

Drs. Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting edisi 6.
Jakarta: Depkes RI

Mary J. Mycek, Ph.D. dkk. 1995. Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2.


Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai