KETERAMPILAN KLINIS
BLOK
SISTEM INDERA KHUSUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
PAS FOTO
3 x 4 cm
Nama :
NIM :
No. HP :
Email :
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Keterampilan komunikasi dokter-pasien untuk penyakit-penyakit telinga, hidung, dan
tenggorok. Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang
paling signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan
yang harus diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan
penderita agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Pertanyaan tersebut meliputi :
- Onset
- Location (lokasi)
- Duration (durasi)
- Character (karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors (Faktor-faktor yang memperparah atau mengurangi
gejala)
- Radiation (penyebaran)
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OLD CARTS, atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor-faktor yang mengurangi atau memprovokasi
gejala)
- Quality (kualitas)
- Radiation (Penyebaran)
- Site (Lokasi)
- Timing (Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST.
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1. Lokasi. Dimana lokasinya? Apakah menyebar?
2. Kualitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3. Kuantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4. Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5. Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktivitas, emosi, atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
6. Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal
yang membuat gejala membaik atau semakin parah
7. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita
merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
IV. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorok adalah adalah suatu pemeriksaan
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada telinga, mulai
dari telinga bagian luar, telinga tengah sampai telinga dalam yang dapat memberikan
gangguan fungsi pendengaran dan keseimbangan; kelainan-kelainan pada hidung dan
tenggorok yang dapat memberikan gangguan penghidu dan pengecapan. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan tes-tes untuk
melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran dan keseimbangan serta gangguan
penghidu dan pengecapan. Keterampilan klinik pemeriksaan fisik telinga, hidung,
rongga mulut, faring dan laring bertujuan untuk mengenali gejala dan tanda yang
terdapat pada pasien agar mampu menegakkan diagnosis penyakit-penyakit THT sesuai
dengan kompetensi dasar seorang dokter.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
PEMERIKSAAN TELINGA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien
yang diperiksa.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
PEMERIKSAAN HIDUNG
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung (sesuai Gambar 2)
4. Lakukan rinoskopi anterior dengan teknik yang benar sesuai gambar
Rinoskopi anterior
a. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (Gambar 9)
b. Spekulum hidung dimasukkan dalam posisi tertutup penuh, dan dikeluarkan
dengan posisi sedikit terbuka
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Kavum nasi bagian bawah (dasar kavum nasi , konka inferior, meatus
inferior)
Kavum nasi bagian atas (meatus media, konka media)
Septum hidung
MI
Gambar 10. Gambar rinoskopi anterior: vestibulum (v), dasar kavum nasi (F),
konkainferior (IT), konka media (MT), septum (S), meatus inferior (MI)
Rinoskopi Posterior :
a. Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
b. Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
c. Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
d. menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.
e. Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka mulut.
f. Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas seperti
biasa dan jangan menahan nafas.
g. Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut, melewati
bagian bawah uvula hingga ke orofaring.
h. Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
i. Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka inferior,
media, superior, serta meatus nasi inferior dan media.
j. Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan fossa
Rosenmuller.
k. Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
l. Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari rongga
mulut.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
5. Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring, tonsil, mukosa
pipi, gusi dan gigi
6. Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
7. Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai apakah ada massa tumor, kista, dan
lain-lain.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
6. Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan memakai kain kasa dan ditarik keluar
dengan hati-hati
7. Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan dengan arah
kaca ke bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
8. Pasien disuruh menyuarakan ”i...”
9. Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh pasien
untuk inspirasi dalam
V. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
PEMERIKSAAN TELINGA
1. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan liang
telinga.
2. Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang
daun telinga (retroaurikuler).
3. Melakukan pemeriksaan telinga kanan dengan teknik sesuai
gambar
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Keterampilan klinik pemasangan tampon hidung untuk menangani perdarahan hidung
yang tidak membaik setelah dilakukan penanganan awal kompresi nostril atau bila
terdapat perdarahan masif.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
IV. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Corpus alineum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau dalam
tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda asing dalam suatu organ
dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan benda asing endogen (dari
dalam tubuh).
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen
padat terdiri dari (1) zat organik seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang), dan (2) zat anorganik seperti
paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair terdiri dari (1) benda
cair yang bersifat iritatif seperti zat kimia, dan (2) benda cair non-iritatif yaitu cairan
dengan pH 7,4. Benda asing eksogen dapat berupa sekret kental, darah, bekuan darah,
nanah, krusta.
Benda asing pada hidung merupakan masalah kesehatan keluarga yang sering
terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak cenderung mengeksplorasi tubuhnya, terutama
daerah yang berlubang, termasuk telinga, hidung, dan mulut. Benda-benda asing yang
sering ditemukan pada anak-anak antaranya kacang hijau, manik-manik, dan lain-lain.
Pada orang dewasa yang relatif sering ditemukan adalah kapas cotton bud, atau
serangga kecil seperti kecoa, semut atau nyamuk.
Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya tidak terlihat,
dan gejalanya tidak spesifik, dan sering terjadi kesalahan pada diagnosis awalnya.
Sebagian besar benda asing pada hidung dapat dikeluarkan oleh dokter terlatih dengan
komplikasi yang minimal. Pengeluaran benda asing lazim dilakukan dengan forceps,
irigasi dengan air, dan kateter hisap. Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini
mungkin untuk menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan, misalnya perdarahan
pada hidung dan lain-lain. Usaha mengeluarkan benda asing seringkali malah
mendorong benda asing lebih ke dalam sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-
hati. Bila kurang hati-hati atau bila pasien tidak kooperatif, akan berisiko trauma yang
dapat merusak struktur organ yang lain.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
IV. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling
signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang
harus diingat pada komunikasi dokter-pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita
agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset.
- Location (lokasi).
- Duration (durasi).
- Character (karakter).
- Aggravating/Alleviating Factors ( Faktor-faktor yang memperberat atau mengurangi
gejala).
- Radiation (penyebaran).
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu: OLD CARTS, atau:
- Onset.
- Palliating/Provocating Factors ( faktor-faktor yang mengurangi atau memprovokasi
gejala).
- Quality (kualitas).
- Radiation (penyebaran).
- Site (lokasi).
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST. Tujuh pertanyaan yang berkaitan
dengan gejala penderita :
1. Lokasi. Dimana lokasinya? Apakah menyebar?
2. Kualitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3. Kuantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4. Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5. Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktivitas, emosi, atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
6. Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal
yang membuat gejala membaik atau semakin parah.
7. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita merasakan
hal-hal lain yang menyertai serangan?
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
B. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
2. Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.
3. Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit
dalam keluarga.
4. Mahasiswa mengetahui tentang adanya riwayat trauma, riwayat penyakit sistemik,
riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat nutrisi.
5. Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan berperilaku yang
sesuai dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter pasien.
IV. RUJUKAN
1. Vaughan D. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. hal. 30-34.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
2. Lee AD. 1999. Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology. hal. 1-4; 27-28.
3. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Fundamentals. Section 2.
4. Sidarta I. 2001. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
5. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Optic, Refraction, Contact
Lenses. Section 3.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik mata adalah adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada mata, baik segmen anterior dan
posterior, serta struktur-struktur yang berada di sekitar mata (periorbital). Keterampilan
klinik pemeriksaan fisik mata bertujuan untuk mengenali gejala dan tanda yang terdapat
pada pasien agar mampu menegakkan diagnosis penyakit-penyakit mata sesuai dengan
kompetensi dasar seorang dokter.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Inspeksi Konjungtiva
1. Pasien dalam posisi duduk palpebra inferior dibuka dengan menarik kelopak mata
hingga terlihat forniks (pertemuan konjungtiva bulbi dan tarsal).
2. Dilihat gambaran konjungtiva normal, ataukah ada kelainan (injeksi konjungtiva,
corpus alienum, dll).
3. Hal yang sama dilakukan pada kelopak mata bagian atas.
Inspeksi Sklera
1. Pasien dalam posisi duduk, dengan pen light dan lup dilihat warna sklera apakah
ada perdarahan, injeksi, dll.
2. Perhatikan bentuk apakah adakah benjolan atau pembuluh darah yang meradang.
3. Pasien disuruh melihat ke arah 6 cardinal apakah ada nyeri saat penderita
menggerakkan bola mata, dicatat hasil pemeriksaannya.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Bila refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan limbus, berarti
deviasi 25 derajat, dan bila pada pinggir limbus berarti deviasi 45-60 derajat.
Umumnya: pergeseran sinar dari tengah pupil 1 (satu) milimeter atau sama dengan
deviasi 7 derajat (15 prisma dioptri).
Catatan
Pemeriksaan ini tidak teliti. Pada mata normal refleks sinar pada kedua kornea terletak
di sentral. Letak sinar bila di luar berarti esodeviasi, bila di dalam berarti eksodeviasi.
Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk pasien yang tidak kooperatif atau fiksasi
kurang.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Bila mata segera sesudah okluder dibuka mencoba berfiksasi sehingga terlihat
pergerakan ke luar, ke dalam, ke atas atau ke bawah, hal ini berarti ada foria
Derajat foria dapat diukur dengan meletakkan prisma sehingga tidak terjadi
pergerakan mata pada saat mata dibuka
Catatan: Pemeriksaan dilakukan untuk jarak 30 cm dan 6 meter.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Inspeksi Pupil
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleks miosis pupil akibat suatu penyinaran
pada mata, baik reaksi penyinaran langsung pada mata yang bersangkutan atau refleks
tidak langsung pada mata yang lainnya. Dasar teorinya adalah bila suatu refleks motorik
pupil langsung muncul pada mata yang disinari, maka ini disebut refleks langsung
(direk). Refleks tidak langsung (indirek = konsensual) terjadi bila mata sebelah dari
pada mata yang disinari memberikan refleks atau reaksi. Mata normal akan memberikan
ambang dan intensitas lampu kedua refleks sama.
1. Refleks cahaya langsung
Teknik: Mata disinari, kemudian dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari
apakah terjadi miosis (mengecil) pada saat penyinaran.
Interpretasi: Ada periode laten 0,2 detik sesudah rangsangan. Sesudah pupil
berkonstraksi kuat akan disusul dilatasi ringan terutama bila penyinaran tidak
keras. Bila terjadi hal ini disebut refleks pupil langsung (+). Pada refleks
langsung (+) atau normal berarti visus ada dan motorik nervus III berfungsi
baik.
2. Refleks cahaya konsensual
Teknik: Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang
lain. Dilihat keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis
(mengecil) pada saat penyinaran mata sebelahnya.
Interpretasi: Terdapat periode laten seperti pada mata yang disinari langsung.
Keras kontraksi pupil sama dengan mata yang disinari langsung. Bila terjadi
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
refleks miosis disebut refleks pupil tidak langsung (+). Pada keadaan ini, fungsi
nervus III untuk membuat konstriksi atau miosis dari mata yang tidak disinar.
Catatan:
Refleks langsung terganggu bila saraf optik sakit (atrofi, papilitis, neuritis) atau ada
kerusakan saraf okulomotor mata yang disinari.
Refleks tidak langsung terganggu bila pada saraf mata yang disinari ada kelainan
atau terdapat kerusakan saraf okulomotor mata yang sedang diperiksa refleks
konsensual. Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama,
bulat, dan bereaksi terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Refleks pupil
Diperiksa di kamar gelap.
Refleks pupil dapat dilihat dengan oftalmoskop direk pada jarak 1-2 kaki.
Refleks pupil normal berwarna merah
Refleks pupil abnormal berwarna putih yang disebut sebagai leukokoria
Perlu dirujuk untuk kemungkinan retinoblastoma, kekeruhan kornea, endoftalmitis,
atau kekeruhan badan kaca (vitreous humor)
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Funduskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus
okuli. Dasar teorinya adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam fundus akan
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
memberikan refleks fundus. Gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi
sinar. Alat yang diperlukan:
1. Oftalmoskop
2. Obat melebarkan pupil: Tropicamide 0,5%-1%
Perhatian:
Sebaiknya sebelum melebarkan pupil, diukur dulu tekanan bola mata. Pupil tidak boleh
dilebarkan jika terdapat:
Bilik mata yang dangkal
Dengan tanda pupil setelah trauma kepala
Implan fiksasi pada iris
Pasien pulang mengendarai kendaraan sendiri
Pasien menderita glaukoma sudut sempit
Teknik pemeriksaan:
Diperiksa di kamar gelap
Memeriksa mata kanan pasien dengan mata kanan pemeriksa, mata kiri diperiksa
dengan mata kiri, kecuali bila memeriksa pasien dalam keadaan tidur dapat
dilakukan dari atas
Mula-mula diputar roda lensa oftalmoskop sehingga menunjukkan angka +12.00
dioptri
Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata pasien. Pada saat ini fokus terletak pada
kornea atau pada lensa mata
Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang hitam
pada dasar yang jingga
Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata pasien dan roda lensa
oftalmoskop diputar sehingga roda lensa menunjukkan angka mendekati nol
Sinar difokuskan pada papil saraf optik
Diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah yang keluar dari papil saraf optik
Mata pasien diminta melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang pemeriksa,
dan pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea pasien
Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina
Interpretasi: Dapat dilihat keadaan normal dan patologik pada fundus mata kelainan
yang dapat dilihat.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Umrechnungstabelle 1955
Calibration Scale Hach Friedenwald, Kronfeld, Ballintine and Trotter
Gebrauchsanweisung auf der Ruckseite
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
dalam dibanding bila tekanan bola mata tinggi atau bola mata keras. Pada pemeriksaan
ini dibutuhkan (1) obat tetes anestesi lokal (tetrakain) dan (2) tonometer Schiotz.
Teknik pemeriksaan:
Pasien diminta melonggarkan pakaian dan tidur terlentang di tempat tidur.
Mata ditetes tetrakain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa pedas.
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan tertekan bola mata
pasien).
Pasien diminta meletakkan ibu jari tangannya di depan matanya atau pasien melihat
ke langit-langit ruangan pemeriksaan.
Telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea.
Setelah telapak tonometer menunjukkan angka yang tetap, dibaca nilai tekanan pada
skala busur Schiotz yang berantara 0 – 15.
Interpretasi:
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air
raksa. Pada tekanan >20 mmHg dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan >25 mmHg
pasien menderita glaukoma.
Catatan:
Tonometer harus dibersihkan atau disterilisasi setiap sebelum pemakaian paling sedikit
dengan alkohol untuk mencegah penularan infeksi. Tonometer Schiotz tidak dapat
dipercaya pada miopia dan penyakit tiroid dibanding dengan memakai tonometer apla-
nasi, karena terdapatnya pengaruh kekakuan sklera pada pemeriksaan dengan tonometer
Schiotz. Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak beban pada sumbunya.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
V. RUJUKAN
1. Vaughan D. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. hal. 30-34.
2. Lee AD. 1999. Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology. hal. 1-4; 27-28.
3. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Fundamentals. Section 2.
4. Sidarta I. 2001. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
5. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Optic, Refraction, Contact
Lenses. Section 3.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
7. Tonometer
8. Kapas kering
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
PEMERIKSAAN VISUS
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan visus penting untuk mengetahui apakah penglihatan seseorang normal atau
tidak. Pemeriksaan visus dilakukan untuk jauh dan dekat (bagi umur 40 tahun ke atas).
Bila visus tidak normal maka harus dilakukan koreksi. Koreksi dilakukan dengan lensa
spheris (+)/(-), lensa silindris (+)/(-), atau gabungan.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
V. RUJUKAN
1. Vaughan D. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. hal. 30-34.
2. Lee AD. 1999. Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology. hal. 1-4; 27-28.
3. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Fundamentals. Section 2.
4. Sidarta I. 2001. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
5. American Academy of Ophthalmology. 2002-2003. Optic, Refraction, Contact
Lenses. Section 3.
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
MASALAH KESEHATAN SISTEM INDERA