Anda di halaman 1dari 7

6 Fakta H.

Agoes Salim, Diplomat Berlidah Pedang

Rosihan Anwar kerap menjuluki para pendiri bangsa yang berasal dari tanah Minang sebagai seorang
yang ‘gilo-gilo baso’, yang berarti nyentrik atau dalam Bahasa Jawa disebut ‘gendeng’. Salah satu pendiri
bangsa yang dimaksud adalah H. Agoes Salim yang terkenal karena memiliki lidah yang sering
diilustrasikan setajam pedang ketika berdebat ataupun berbicara.

Sepak terjang H. Agoes Salim memang selalu lekat dengan bagaimana dia ditugaskan dalam berbagai
perundingan. Meski berfisik kecil, ternyata dia memiliki kemampuan berdebat yang kerap membuat
lawan bicaranya diam tak berkutik. Nah, bagaimana sih sebenarnya profil dari seorang yang memiliki
lidah pedang ini? Berikut adalah 6 fakta dari H. Agoes Salim yang sayang jika kamu lewatkan.

Berbakat Untuk Berdebat Karena Ingin Menjunjung Prinsip

H. Agoes Salim sejak muda memang pandai bermain lidah. Ia memiliki prinsip setiap perdebatan akan ia
hadapi dan harus ia menangi. Seperti saat ia diperselisihi Muso, yang kelak menjadi tokoh komunis
Indonesia, di Sarekat Islam. Karena perbedaan sikap, kedua tokoh ini selalu ramai dalam perdebatan dan
tanpa rasa takut Agoes Salim selalu membalas setiap perdebatan yang dilancarkan Muso.
H. Agoes Salim berdebat [ Image Source ]

Menurut M. Roem, tokoh bangsa yang terkenal lewat Perjanjian Roem-Royyen dan kelak menjadi
Menteri Luar Negeri RI ke-4, Agoes Salim dikenalnya memang sangat ahli dalam berkelit, bernegosiasi,
dan memiliki lidah yang amat tajam saat mengecam. Masih menurut M.Roem, dengan kemampuan ini
jarang ada yang mau berhadapan dengan Agoes Salim untuk melakukan perdebatan.

Harga Diri yang Tidak Digadaikan Untuk Memperoleh Beasiswa Belanda

Agoes Salim merupakan anak keempat dari Haji Moehammad Salim yang bekerja sebagai jaksa kepala di
Pengadilan Tinggi Riau. Karena kedudukan ayahnya, Agoes Salim memiliki akses luas untuk belajar di
sekolah Belanda. Agoes Salim yang sejak kecil memang sudah terlihat pintar, sempat mengajukan
beasiswa kepada pemerintah Belanda, sayangnya permintaan itu ditolak oleh Belanda.
Kartini [ Image Source ]

Di saat yang sama, Kartini justru memperoleh beasiswa itu dan terkendala izin orang tuanya. Karena itu,
Kartini mendesak pemerintah Belanda untuk menghibahkan beasiswa itu kepada Agoes Salim dan
mereka menyanggupinya. Kali ini Agoes Salim malah berbalik menolak beasiswa itu karena menganggap
pemberian itu hanya berkat desakan Kartini saja, bukan karena penghargaan atas dirinya yang memang
patut menerima beasiswa tersebut.

Pejabat yang Hidupnya Justru Melarat

Meski menjadi seorang diplomat, kehidupan Agoes Salim bersama keluarganya tidak mencerminkan
sebagai kehidupan seorang pejabat yang berlimpah harta. Hidupnya berpindah-pindah dari satu
kontrakan ke kontrakan yang lain. Kadang, rumah itupun hanya terdiri sari satu kamar di gang becek
untuk dihuni bersama istri dan 8 orang anaknya serta berkoper-koper buku koleksi yang dimilikinya.
H. Agoes Salim dan Bung Karno [ Image Source ]

Meski hidup miskin, kehidupan itu tak lantas membuat keluarganya hidup murung dan bersedih hati.
Justru M. Roem, yang sering bertandang ke rumah Agoes Salim, bersaksi bahwa keceriaan di tengah
keluarga Agoes Salim mampu membuatnya acap kali lupa betapa melaratnya keluarga ini. Terakhir ia
mondok di Jalan Gereja Theresia No. 20, tempat di mana Agoes Salim menghabiskan masa tua.

Salah Satu Pelopor Home Schooling di Indonesia

Agoes Salim bisa dibilang sebagai salah satu pelopor home shooling Indonesia di era kemerdekaan.
Agoes Salim beserta istri memang lebih memilih untuk mendidik ketujuh anaknya dengan tangan
mereka sendiri. Tercatat, hanya si bungsu saja yang saat itu pernah merasakan pendidikan formal.
Pilihan ini bukan karena Agoes Salim tak mampu membiayai pendidikan putra-putrinya, tapi lebih
karena ia tidak percaya sekolah kolonial mampu membuat anaknya hidup mandiri.
H. Agoes Salim di salah satu sudut rumah [ Image Source ]

Hasilnya, dalam usia 13 tahun, Jusuf Taufik, anak tertua Agoes Salim, sudah mampu membaca Epos
Mahabarata dalam Bahasa Belanda. Padahal, tata Bahasa Belanda terkenal amat sulit untuk dipelajari.
Selain itu, putri tertuanya yang bernama Dolly, ternyata bisa mengembangkan bakatnya di bidang musik
piano berkat pendidikan orang tuanya ini. Ia pernah mengiringi W.R. Soepratman menyanyikan Lagu
Indonesia Raya dalam usia 15 tahun dalam alunan biola dan musik piano.

Pengakuan Kemerdekaan Indonesia dari Mesir Berkat Lobi H. Agoes Salim

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, bakat debat dan ketajaman lidah dari seorang Agoes Salim
dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk menyokong politik luar negeri Indonesia. Agoes Salim
didapuk menjadi Menteri Luar Negeri pertama Indonesia. Sebagai seorang diplomat, ketajaman lobi-lobi
yang dilakukan Agoes Salim terbukti atas diakuinya kemerdekaan Indonesia oleh Mesir.
Delegasi luar negeri [ Image Source ]

Saat itu Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Surat resmi
pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia dibawa langsung ke Jogjakarta, yang masih menjadi
Ibukota Republik Indonesia. Meski Belanda sempat protes terhadap pemerintah Mesir atas pengakuan
ini, nyatanya Mesir memilih untuk pasang badan untuk mendukung Indonesia. Sejak saat itulah
hubungan Indonesia-Mesir kian harmonis berkat lobi-lobi hebat delegasi yang dipimpin Agoes Salim.

Orang Tua yang Menguasai Sembilan Bahasa

Agoes Salim merupakan sedikit dari orang Indonesia yang fasih berbicara dalam sembilan bahasa asing.
Selain Bahasa Melayu dan Bahasa Minang yang menjadi bahasa ibunya, Agoes Salim juga menguasai
Bahasa Belanda, Inggris, Arab, Jepang, Perancis, Jerman, Mandarin, Latin, dan Turki. Selain itu, ia juga
menguasai bahasa daerah lain, seperti Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.
H. Agoes Salim penguasa sembilan bahasa [ Image Source ]

Karena kekompletan inilah Agoes Salim sering ditugaskan pemerintah Indonesia dalam berbagai
perundingan. Ia pernah mewakili Indonesia di Konferensi Inter-Asia di New Delhi tahun 1947. Ia juga
pernah mendampingi Sutan Sjahrir dalam sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success, Amerika
Serikat. Dalam perundingan Renville pun ia kembali diperintahkan untuk ambil bagian di dalamnya.

Nah, itulah 6 fakta H. Agoes Salim, seorang diplomat ulung yang memiliki lidah pedang. Seorang H.
Agoes Salim memang patut untuk dijadikan teladan. Jika di masa kini orang banyak yang omong kosong,
H. Agoes Salim adalah contoh seseorang yang menggunakan mulutnya untuk memperjuangkan
kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai