Anda di halaman 1dari 6

Asal-usul dan 6 Fakta Perkembangan Bahasa Indonesia yang Harus Kamu

Ketahui
Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki suku dan adat. Akibat keberagaman ini,
Indonesia juga dilimpahi kekayaan bahasa yang unik di setiap suku. Kekayaan ini belum ditambah
dengan dialek-dialek yang berbeda antar daerah meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa yang
sama. Biarpun memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda, Indonesia tetap memiliki sebuah bahasa
persatuan yang disebut sebagai Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia mempunyai sejarah panjang mendahului sejarah Republik Indonesia itu sendiri. Untuk
menjadi bahasa nasional, Bahasa Indonesia banyak mengalami perkembangan dari yang bermula hanya
menjadi bahasa daerah kemudian berkembang menjadi bahasa nasional. Nah, perkembangan dan asal-
usul Bahasa Indonesia ini mempunyai 6 fakta menarik untuk kita ulas. Kira-kira fakta apa saja itu?
Berikut adalah ulasannya.

Asal-usul

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang termasuk dalam rumpun Melayu. Asal-usul Bahasa Indonesia
dapat dilacak di pesisir tenggara Pulau Sumatera, tempat ditemukannya aksara Bahasa Melayu. Temuan
tersebut mengindikasikan persebaran rumpun bahasa ini hampir ke seluruh wilayah nusantara. Hal ini
tidak lepas dari peran Kerajaan Sriwijaya yang kala itu menguasai jalur perdagangan nusantara.
Kebudayaan Kerajaan Melayu Riau [ Image Source ]

Nama Melayu sendiri muncul dari sebuah nama kerajaan kecil yang berada di Riau, yakni Kerajaan
Melayu. Dalam perkembangannya, penggunaan kata “Melayu” ternyata jauh lebih luas daripada wilayah
Kerajaan Melayu yang hanya menjadi bagian kecil dari Pulau Sumatera itu sendiri. Hal ini paling tidak
disebutkan dalam Kitab Kakawin Negarakertagama yang memberi bukti asal-usul kenapa Pulau
Sumatera juga disebut sebagai Bumi Melayu.

Pengaruh Masa Penjajahan

Kedatangan bangsa penjajah dari tanah Eropa juga turut mempengaruhi perkembangan Bahasa
Indonesia. Akibat dari pergaulan sehari-hari, terutama aktifitas dagang di pasar, paling tidak ikut
memberi kosakata baru bagi penduduk lokal. Misalkan saja kosakata gereja, sepatu, sabun, meja, bola,
bolu, dan jendela yang didapat dari percakapan Bahasa Portugis.

Kata Serapan Bahasa Asing [ Image Source ]

Pada zaman kolonial Belanda, Bahasa Belanda banyak digunakan sebagai pengayaan untuk hal-hal
administratif dan sebagai bahasa baku untuk acara resmi semacam upacara dan kemiliteran. Hal ini
berdampak bagi bertambahnya kosakata baru bagi masyarakat setempat, misalkan kata asbak, polisi,
knalpot, kulkas, dan stempel. Saat pedagang Tionghoa datang, aktifitas di pasar juga turut memperkaya
kosakata penduduk sekitar seperti kata pisau, tauge, loteng, tahu, teko, dan cukong.

Pecahnya Bahasa Melayu Indonesia dan Malaysia

Awal abad ke-20 menjadi pertanda besar terhadap pecahnya tulisan Bahasa Melayu dalam bentuk baku.
Di tahun 1901, Hindia Belanda, sebutan untuk Indonesia saat itu, mengadopsi ejaan Van Ophuijsen.
Sedangkan Persekutuan Tanah Melayu, yang kelak menjadi bagian dari Malaysia, memilih untuk
mengadopsi ejaan Wilkinson di tahun 1904. Ejaan Van Ophuijsen merupakan ejaan yang mengacu pada
Kitab Logat Melayu yang disusun sejak tahun 1896 oleh Van Ophuijsen dengan dibantu Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Ejaan Van Ophuijsen [ Image Source ]

Intervensi pemerintah Hindia Belanda saat itu semakin kuat dengan dibentuknya Commissie Voor de
Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat (KBR) tahun 1908. Lembaga inilah yang kelak bakal berubah
menjadi Balai Poestaka. Tahun 1910, KBR, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melangsungkan program
Taman Poestaka dalam bentuk perpustakaan kecil di sekolah pribumi dan beberapa instansi pemerintah.
Dalam waktu dua tahun, program ini berkembang pesat dengan terbentuknya 700 perpustakaan.
Momentum Resmi Sebagai Bahasa Persatuan

Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi momentum penting bagi Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa
persatuan. Peristiwa ini tepatnya terjadi saat Sumpah Pemuda. Muhammad Yamin adalah tokoh dibalik
disepakatinya penggunaan Bahasa Melayu ini menjadi bahasa nasional. Pidatonya di Kongres Nasional
ke-2 di Jakarta, Yamin pernah menyebut bahwa hanya ada dua bahasa yang bisa menjadi bahasa
persatuan, yakni Bahasa Jawa dan Melayu.

Sumpah Pemuda [ Image Source ]

Perkembangan selanjutnya terhadap bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Abdul Muis, Marah Rusli, Sutan Takdir Alisyahbana, Nur Sutan Iskandar,
Roestam Efendi, Hamka, Chairil Anwar, dan Idrus. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah
perbendaharaan kosakata, sintaksis, dan morfologi Bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan perkataan
Yamin yang menyebut Bahasa Melayu lah yang akan lebih berkembang ketimbang Bahasa Jawa.

Momentum Resmi Sebagai Bahasa Negara

Usai Indonesia diproklamirkan sebagai negara yang merdeka, tepat di tanggal 18 Agustus 1945 ditanda-
tangani Undang-undang Dasar 1945 yang salah satu pasalnya, yakni pasal 36, menetapkan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Saat itu, Bahasa Indonesia sudah mulai digunakan secara luas di
perguruan-perguruan tinggi, media massa, surat-surat resmi, dan berbagai forum publik lainnya.
Undang-undang Dasar 1945 [ Image Source ]

Meski demikian, Bahasa Indonesia saat itu bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Padahal
90% warga negara Indonesia adalah pengguna Bahasa Indonesia. Sebagian besar warga negara
Indonesia saat itu menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.
Hal ini dikarenakan sedari kecil rakyat Indonesia lebih dahulu dikenalkan dengan bahasa daerah masing-
masing sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.

Perubahan Ejaaan

Tepat di tanggal 19 Maret 1947 terjadi perubahan ejaan Bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen
menjadi ejaan Republik atau yang juga disebut dengan ejaan Soewandi. Di antara perubahan ini adalah
huruf “oe” diganti dengan huruf “u”, kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti “main2” dan
“jalan2”, kata-kata sentak ditulis dengan huruf “k” misalkan pada kata “pak” dan “rakjat”, serta awalan
“di-“dan kata depan “di-“ ditulis serangkai dengan dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Bahasa Indonesia [ Image Source ]

Pada tanggal 16 Agustus 1972, Bahasa Indonesia kembali mengalami perubahan menjadi Ejaan Yang
Disempurakan (EYD). Perubahan ini mencakup penggunaan huruf “c” untuk mengganti huruf “tj” seperti
pada kata “tjontoh” menjadi “contoh”, digunakan huruf “j” untuk mengganti huruf “dj”, mengganti
penulisan “ch” dengan huruf “kh”, merubah penulisan”nj” menjadi “ny”, merubah “sj” menjadi “sy” dan
dan merubah huruf “j” menjadi “y”. Ejaan EYD ini masih digunakan sampai sekarang.

Itulah asal-usul dan 6 fakta perkembangan Bahasa Indonesia yang harus kamu ketahui. Ternyata Bahasa
Indonesia bukan hanya sekedar bahasa komunikasi saja. Sebab sejarah Bahasa Indonesia itupun juga
mengiringi sejarah panjang bangsa Indonesia. Jadi, pantaslah Bahasa Indonesia menjadi salah satu
pusaka bagi bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai