Anda di halaman 1dari 53

MONOGRAF

Kebutuhan Perawatan Ortodonti (ICON) pada Anak usia gigi


pergantian di Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo Surabaya

Oleh:
Arya Brahmanta,drg.,Sp.Ort

Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
2015

i
MONOGRAF

Kebutuhan Perawatan Ortodonti (ICON) pada Anak usia gigi


pergantian di Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo Surabaya

Penyusun
Arya Brahmanta, drg.,Sp.Ort
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hang Tuah Surabaya

Editor Ahli
Noengki Prameswari, drg.,M.Kes
Penerbit
CV. Bintang, Jl Putro Agung III 41-C, Rangkah –
Tambaksari, Surabaya 60135 Jawa Timur, (031)
3770687

Cetakan I. Surabaya, 2015

ii
MONOGRAF

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI (ICON) PADA


ANAK USIA GIGI PERGANTIAN DI KELURAHAN
KEPUTIH KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA

Hak Cipta © 2015

Penyusun : Arya Brahmanta, drg.,Sp.OrtStaf


Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hang Tuah Surabaya
Design Sampul : Tim Penerbit
Editor Ahli : Noengki Prameswari, drg.,M.Kes

Penerbit : Penerbit Kartika Mulya Surabaya

Anggota IKAPI daerah Jawa Timur

Isi : xiv, 25 hal

Cetakan ke I, tahun 2015


ISBN 978-602-9167-25-2
9 786029 1 67252

Penerbit Kartika Mulya Surabaya

Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi


buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit

iii
MONOGRAF
KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI (ICON) PADA ANAK USIA GIGI
PERGANTIAN DI KELURAHAN KEPUTIH KECAMATAN SUKOLILO
SURABAYA

Penyusun
Arya Brahmanta, drg.,Sp.Ort
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hang Tuah Surabaya

Editor Ahli
Noengki Prameswari, drg.,M.Kes

Penerbit
CV. Bintang
Jl. Putro Agung III 41-C, Rangkah – Tambaksari,
Surabaya 60135 Jawa Timur,
Tlp. (031) 3770687

Cetakan I. Surabaya, 2015

Perpustakaan Nasional Indonesia

Arya Brahmanta,
Monograf / Arya Brahmanta-Cet.1- Surabaya, Fakultas Kedokteran Gigi,
2017. X + 60 halaman.

iv
PERSEMBAHAN

Monograf ini saya persembahkan untuk:


Bapak & Ibu tercinta
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang
tiada hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.
Istri dan anakku tersayang
Terima kasih atas dukungan serta do’a kalian, semoga
Allah SWT membalas kebaikan kalian.

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
monograf ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula penulis mengirimkan
salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Monograf yang berjudul “Kebutuhan perawatan ortodonti


(ICON)”. Ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:

1. Ir.Sudirman, SE.,MAP selaku rektor Universitas Hang Tuah

2. Dr.Dian Mulawarmanti,drg.,MKes selaku dekan Fakultas


Kedokteran Gigi

3. Drg. Pambudi Rahardjo,drg.,MS.,Sp.Ort (K) selaku kepala


bagian Ortodonsia yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi yang
membangun kepada penulis

4. Staf pengajar, pegawai dan mahasiswa Fakultas Kedokteran


Gigi Universitas Hang Tuah atas segala bantuan yang telah
diberikan kepada penulis

5. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung


maupun tidak langsung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa monograf ini masih jauh


dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada
kesalahan dalam penulisan monograsf ini. Kritik dan saran kami
hargai demi penyempurnaan penulisan serupa dimasa yang akan
datang.

vi
PRAKATA

Kebutuhan perawatan ortodonti di Indonesia dari tahun


ke tahun semakin meningkat, dengan tingkat maloklusi mulai
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal pertama yang
harus dilakukan oleh klinisi/operator sebelum melakukan
perawatan adalah mengidentifikasi masalah melalui diagnosis.
Diagnosis di bidang ortodonsia ditegakkan berdasarkan
klasifikasi maloklusi dari Angle
Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah tingkat kelainan
keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun
terletak dalam suatu kelas, ataupun seandainya digunakan
untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subyektif. Upaya
untuk mengurangi derajat subyektifitas penilaian suatu
maloklusi adalah dengan menggunakan indeks maloklusi.

Penulis

vii
DAFTAR ISI

PRAKATA……………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI…………………………………………………….. ix

DAFTAR TABEL………………………………………………... x

DAFTAR GAMBAR...…………………………………………… xi

BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………….. 1

BAB 2. DUKUNGAN DATA DAN TEORI…………………….. 5

BAB 3. METODE PENELITIAN……………………………….. 27

BAB 4. HASIL PENELITIAN…………………………………… 32

BAB 5. PEMBAHASAN………………………………………… 34

BAB 6. PENUTUP……………………………………………… 37

DAFTAR PUSTAKA………………………………………….. 38

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Oclusal Trait scoring protocol…………………… 10

Tabel 2.2. Karakteristik oklusal dan bobot ICON………..… 11

Tabel 2.3. Penilaian Kompleksitas dan skor kompleksitas


ICON………………………………………..……… 12

Tabel 4.1 Penilaian ICON pada model studi dan foto intra
oral Kebutuhan Perawatan……………………… 30

Tabel 4.2 Penilaian ICON untuk Kompleksitas kasus…… 31

Tabel 4.3 Kasus……………………………………………… 32

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model studi untuk analisis model studi harus


14
meliputi seluruh anatomi yang penting…………

Gambar 2.2 Aesthetic component……………...................... 16

Gambar 2.3 Model studi A.Berdesakan B. Diastema………… 17

Gambar 2.4 Pengukuran lengkung gigi dengan brass wire…. 19

Gambar 2.5 Mengukur lebar mesiodistal gigi……………..… 21

Gambar 2.6 Gigitan terbalik posterior………………………… 22

Gambar 2.7 Gigitan terbuka, Gigitan dalam…………………. 24

Gambar 2.8 Neutroklusi, Distoklusi, Mesioklusi……………... 26

Gambar 3.1 Peralatan yang digunakan………………………. 29

x
BAB 1
PENDAHULUAN

Kebutuhan akan perawatan ortodonti terhadap


terjadinya maloklusi semakin tahun semakin meningkat
di Indonesia, dengan tingkat kelainan maloklusi mulai
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Sesuai
dengan data penelitian sebelumnya di Surabaya tentang
kebutuhan perawatan ortodonti yang dilakukan pada
populasi dua etnis (Jawa dan China) yang berbeda
didapatkan prosentase kebutuhan perawatan sebesar
84,2% (Indraswari, 2010).

Klasifikasi maloklusi, misalnya kelasifikasi


Angle berguna untuk mengelompokkan suatu maloklusi
sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat
gambaran maloklusi tersebut. Moyers (1973)
mengatakan bahwa Angle membagi sistem kelasifikasi
berdasarkan hubungan anteroposterior dari rahang,
dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas I Angle (neutroklusi),

1
kelas II (distoklusi) yang dibagi menjadi 2 : divisi 1 dan
divisi 2 kemudian kelas III Angle (mesioklusi).

Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah tingkat


kelainan keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui
meskipun terletak dalam suatu kelas, ataupun seandainya
digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya
subyektif. Upaya untuk mengurangi derajat subyektifitas
penilaian suatu maloklusi adalah dengan menggunakan
indeks maloklusi.

Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang


digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu
keadaan tertentu atau sebuah rasio proposional yang
dapat disimpulkan. Indeks maloklusi mencatat keadaan
maloklusi dalam format kategori atau numerik sehingga
penilaian suatu maloklusi bisa obyektif (Rahardjo,
2009).

Penggunaan indeks oklusal telah banyak


dilakukan untuk menggambarkan dan menilai maloklusi.
Indeks oklusal dapat bersifat kuantitatif maupun

2
kualitatif untuk menggambarkan karakteristik oklusal
dengan cepat dan akurat. Richmond and Daniel (2000)
mengembangkan indeks oklusal yang bersifat universal
dan dapat digunakan untuk klinis serta penelitian yaitu
ICON [Index of Complexity, Outcome and Need].

Masa geligi pergantian merupakan peralihan


(transitional dentition) atau pergantian dari masa geligi
sulung ke masa geligi permanen. Kadang-kadang disebut
masa geligi campuran (mixed dentition) oleh karena di
dalam rongga mulut terdapat campuran gigi sulung dan
gigi permanen.

Pasien yang datang untuk perawatan ortodonti


biasanya dalam fase geligi pergantian atau permanen dan
jarang pada fase geligi sulung. Perawatan ortodonti
diharapkan mampu memperbaiki estetik dari susunan
gigi, senyum, profil muka, memperbaiki fungsi sistem
stomatognati serta meningkatkan kepercayaan diri
penderita.

3
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan
di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :

“ Bagaimana kebutuhan perawatan Ortodonti pada anak


usia gigi pergantian di kelurahan Keputih Kecamatan
Sukolilo?”

Kebaruan dalam penelitian ini adalah, belum ada


penelitian sebelumnya tentang kebutuhan perawatan
Ortodonti pada anak usia gigi pergantian di Kelurahan
Keputih Kecamatan Sukolilo.

Tujuan pada penelitian ini adalah

1. Mengetahui kebutuhan perawatan Ortodonti


(ICON) pada anak usia gigi pergantian di
Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo
2. Mengetahui kompleksitas kasus Ortodonti
(ICON) pada anak usia gigi pergantian di
Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo

4
BAB 2
DUKUNGAN DATA DAN TEORI

2.1. Indeks Oklusal

Melihat suatu maloklusi dan menilai seberapa


jauh penyimpangan yang terjadi atau menilai keparahan
suatu maloklusi tidaklah mudah, dikarenakan adanya
perbedaan persepsi antar individu yang menimbulkan
unsur subyektif dalam menilai suatu keparahan
maloklusi. Untuk menghindari atau memperkecil
kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi diperlukan
suatu standar penilaian dengan memakai kriteria tertentu.
Dalam bidang ortodonti keadaan tersebut dapat diatasi
dengan menggunakan indeks.

Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang


digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu
keadaan tertentu atau sebuah rasio proposional yang
dapat disimpulkan. Indeks maloklusi mencatat keadaan

5
maloklusi dalam format kategori atau numerik sehingga
penilaian suatu maloklusi dapat dinilai secara obyektif.

Penggunaan indeks oklusal telah banyak


dilakukan untuk menggambarkan dan menilai maloklusi.
Indeks oklusal dapat bersifat kuantitatif maupun
kualitatif untuk menggambarkan karakteristik oklusal
dengan cepat dan akurat (Georgiaki, 2003).

Beberapa indeks telah banyak ditemukan sesuai


dengan desain dan kebutuhannya seperti indeks untuk
kebutuhan perawatan : TPI [Treatment Priority Index]
(Graigner, 1967), DAI [Dental Aesthetic Index] (Cons et
al, 1986) dan IOTN [Index of Orthodontic Treatment
Need] (Brook dan Shaw, 1989). Indeks untuk evaluasi
hasil perawatan : PAR index [Peer Assessment Rating]
(Richmond et al, 1992).

6
2.2. Indeks untuk penilaian kebutuhan perawatan
dan hasil perawatan.

Untuk penilaian akan kebutuhan perawatan dan


hasil perawatan, Richmond and Daniel (2000)
mengembangkan indeks oklusal yang bersifat universal
dan dapat digunakan untuk klinis serta penelitian yaitu
ICON [Index of Complexity, Outcome and Need]. Indeks
ini dibuat oleh gabungan 97 Orthodontists dari 9
negara,terdiri dari Jerman, Greece, United Kingdom,
USA, Spanyol, Italy, Norway, Netherlands dan
Hungaray. Mereka mengevaluasi 240 model studi
pasien usia 11-13 tahun yang membutuhkan perawatan
ortodonti dilihat dari sisi (a) dental health point, (b)
esthethic point, (c) deviation from normal occlusion, (d)
complexity of possible treatment, (e) treatment planning,
(f) improvement achieved with treatment dan (g)
acceptability of treatment outcome.

Akhirnya didapatkan lima oklusal karakteristik


yang memberi kontribusi terjadinya maloklusi,yaitu : (1)
Komponen estetik, (2) Berdesakan atau diastema, (3)
7
Gigitan silang, (4) Tumpang gigit dan Jarak gigit, (5)
Relasi sagital gigi posterior. ICON dapat digunakan
untuk menilai kebutuhan perawatan , kompleksitas
kasus, hasil perawatan dan derajat perubahannya
(Georgiaki, 20003; Firestone, 2002).

2.3 Tata cara penilaian dengan indeks ICON

Penilaian kebutuhan perawatan (Treatment


Need), berdasarkan model studi sebelum perawatan yang
disesuaikan dengan kriteria protokol penilaian. Lima
karakteristik oklusal yang memberi kontribusi terjadinya
maloklusi adalah :

1. Komponen estetik dengan bobot 7,


2. Berdesakan/diastema dengan bobot 5,
3. Gigitan silang dengan bobot 5,
4. Tumpang/ jarak gigit dengan bobot 4, dan
5. Relasi sagital gigi posterior yang diberi bobot 3.

8
Setelah lima oklusal karakteristik pada suatu
kasus dinilai kemudian dikalikan dengan bobotnya maka
didapatkan hasil. Jika hasil penjumlahan skor lebih besar
dari 43, maka disimpulkan membutuhkan perawatan
pada kasus tersebut (Daniels, 2000).

9
Tabel 2.1 Oclusal Trait scoring protocol

Component Score 0 1 2 3 4 5

Aesthetic 1-10 using AC


Upper arch Score only the < 2mm 2.1 – 5 mm 5.1 – 9 9.1 – 13.1 – > 17
crowding highest trait mm 13 17 mm mm /
either spacing mm impact
or crowding ed
Upper Up to 2.1 – 5 mm 5.1 – 9 >9
spacing 2mm mm mm
Cross bite Transverse No Crossbite
relationship of crossbite present
cusp to cusp
or worse
Incisor open Score only the Complet < 1mm 1.1 – 2.1- 4 >
bite or overjet highest trait e bite 2mm mm 4mm
either open
bite or overjet
Incisor overbi Lower incisor Up to 1/3 1/3 – 2/3 2/3 up Fully
te coverage tooth coverage to full cover
covered ed
Buccal Left and right Cusp to Any cusp Cusp to
segment added embrasu relation up cusp
antero- together re to but not relation
posterior relations including ship
hip. cusp to
Class I,II cusp
and III

10
Tabel 2.2. Karakteristik oklusal dan bobot ICON

Karakteristik Oklusal Bobot

Komponen Estetik 7
Relasi sagital gigi posterior 3
Berdesakan atau Diastema 5
Tumpang Gigit 4
Gigtan Silang 5
Skor Kebutuhan Perawatan 43
Skor Hasil Perawatan 31

Penilaian kompleksitas (Complexity),


berdasarkan model studi sebelum perawatan yang
disesuaikan dengan kriteria protokol penilaian dari lima
karakteristik oklusal. Setelah lima oklusal karakteristik
pada suatu kasus dinilai kemudian dikalikan dengan
bobotnya dengan 20 percentileintervals maka
didapatkan skor kompleksitas yaitu : mudah < 29,
ringan 29 – 50, moderat 51 – 63, sukar 64 – 77 dan
sangat sukar > 77. (Daniels, 2000).

11
Tabel 2.3 Penilaian Kompleksitas dan skor
kompleksitas ICON

Penilaian Kompleksitas Skor

Mudah Kurang dari 29


Ringan 29-50
Moderat 51-63
Sukar 64-77
Sangat sukar Lebih dari 77

2.4 Model studi


Model studi sebagai salah satu komponen penting
dalam perawatan ortodonti dibuat dengan beberapa
tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya
perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai
data tambahan untuk mendukung hasil pemeriksaan
klinis.

12
Para praktisi menggunakan model studi bukan
hanya untuk merekam keadaan geligi dan mulut pasien
sebelum perawatan tetapi juga untuk menentukan adanya
perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi
pada masing-masing rahang serta hubungan antar gigi
geligi rahang atas dengan rahang bawah. Data yang
lengkap mengenai keadaan tersebut lebih
memungkinkan jika dilakukan analisis pada model studi
(Ming, 2006).

13
(A)

(B)

(C)

Gambar 2.1. Model studi untuk analisis model studi harus


meliputi seluruh anatomi yang penting,
termasuk ketinggian vestibulum yang
semaksimal mungkin. A. Tampak kanan, B.
Tampak depan, C. Tampak kiri

14
2.5 Analisis model studi untuk ICON
Penilaian skor ICON pada analisa model studi
sebelum perawatan dan model progres sesudah
perawatan disesuaikan dengan kriteria protokol
penilaian dari lima karakteristik oklusal. Lima
karakteristik oklusal yang memberi kontribusi terjadinya
maloklusi adalah : komponen estetik dengan bobot 7,
kemudian berdesakan/diastema dengan bobot 5,
berikutnya gigitan silang dengan bobot 5, serta
tumpang/ jarak gigit dengan bobot 4, dan terakhir relasi
sagital gigi posterior yang diberi bobot 3.

15
Gambar 2.2. Aesthethic component, terdiri dari 10 foto
berwarna yang menunjukkan tingkat
penampilan estetik (Brook dan Shaw,
1989).

16
Tahap pertama melihat dan menilai model studi
sebelum perawatan disesuaikan bentuk dan tampilannya
dengan salah satu foto dari 10 foto komponen estetik
untuk kemudian di nilai / skor dan dikalikan sesuai
bobot dari komponen estetik.

(A)

(B)
Gambar 2.3 Model studi A.Berdesakan B. Diastema

17
Tahap kedua melihat adanya diastema gigi yaitu
terdapatnya ruangan diantara dua gigi permanen yang
berdekatan sehingga gingiva diantara gigi – gigi terlihat.
Melihat juga adanya gigi berdesakan / tumpang tindih
misalnya : pada gigi yang mahkota gigi miring kearah
tertentu tetapi akarnya tidak (versi), gigi yang berputar
pada sumbu panjang gigi (rotasi), gigi yang terletak
diluar lengkung geligi (ektostema). Untuk memastikan
adanya gigi berdesakan maupun diastema pada gigi
dapat dilakukan analisa pengukuran ruangan yang
berguna untuk membandingkan apakah ruangan yang
tersedia pada lengkung gigi cukup maupun kelebihan
untuk menampung jumlah lebar mesio distal gigi yang
dibutuhkan.

Analisis pengukuran ruangan ini dapat dilakukan


banyak cara, salah satunya adalah dengan pengukuran
langsung pada model studi. Langkah yang dilakukan
adalah dengan mengukur ruangan yang tersedia pada
panjang lengkung gigi mulai dari bagian mesial gigi
molar pertama permanen melalui titik kontak gigi

18
posterior dan permukaan insisisal gigi anterior. Panjang
lengkung gigi tersebut dapat diukur dengan cara
menggunakan suatu kawat kuningan yang disebut
dengan brass wire. Adaptasi brass wire untuk
membentuk suatu lengkung gigi yang normal, melewati
semua titik kontak pada permukaan oklusal gigi mulai
dari bagian mesial gigi molar pertama permanen. Brass
wire tadi diluruskan dan diukur panjangnya dengan
mistar penggaris pada tiap sisi kawat. Hal ini dapat
mengindikasikan berapa lebar ruangan yang tersedia
untuk gigi anterior sampai gigi molar pertama permanen.
(Proffit, 2007; Ming, 2006).

Gambar 2.4. Pengukuran lengkung gigi dengan brass


wire
19
Langkah berikutnya yaitu menjumlahkan ruangan
yang dibutuhkan pada lengkung gigi. Hal ini dapat
diperoleh dengan menjumlahkan lebar mesio distal gigi
geligi melalui titik kontak tiap gigi. Apabila ruangan
yang dibutuhkan lebih kecil daripada ruangan yang
tersedia, maka hal ini akan menghasilkan ruangan yang
berlebih (diastema).

Dan sebaliknya apabila ruangan yang dibutuhkan


lebih besar dari ruangan yang tersedia, hal ini akan
membutuhkan ruangan yang lebih besar (berdesakan)
untuk menampung semua gigi dalam lengkung gigi yang
normal (Sitepu, 2003; Ming, 2006; Rahardjo, 2009).

20
Gambar 2.5. Mengukur lebar mesiodistal gigi

Tahap ketiga melihat adanya gigitan silang pada


arah transversal maupun gigi posterior. Pada gigitan
silang posterior terdapat hubungan buko lingual yang
tidak normal. Dapat terjadi dalam bentuk unilateral
mengenai satu sisi rahang saja atau dalam bentuk
bilateral.

Normalnya relasi transversal gigi posterior


adalah gigitan fisura luar rahang atas, oleh karena rahang
atas lebih lebar dari pada rahang bawah. Apabila rahang

21
atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat menyebabkan
perubahan relasi dalam jurusan transversal.

Gambar.2.6. Gigitan terbalik posterior

Tahap keempat melihat relasi gigi anterior yaitu,


insisivus sentral dan lateral. Relasi gigi anterior diperiksa
dalam jurusan sagittal dan vertikal. Relasi dalam jurusan
vertikal dikenal dengan tumpang gigit ( over bite ).

22
Over bite adalah jarak antara bagian yang paling
labial dari gigi insisivus atas dengan gigi insisivus bawah
secara vertikal. Normalnya tumpang gigit sebesar 2mm,
apabila bertambah menunjukkan adanya gigitan dalam
dan apabila berkurang tidak ada overlap dalam jurusan
vertikal yang ditandai dengan tanda negatif
menunjukkan adanya gigitan terbuka. Sedangkan relasi
dalam jurusan sagital dikenal dengan jarak gigit (over
jet) yang dimaksud dengan over jet yaitu jarak antara
permukaan labial gigi insisivus pertama rahang bawah
yang paling labial dengan tepi insisisal dari gigi insisivus
pertama rahang atas dalam keadaan oklusi sentrik. Pada
gigitan silang anterior terjadi apabila gigi insisivuus
rahang bawah terletak lebih ke anterior dari pada gigi
insisivus rahang atas yang ditandai dengan jarak gigit
negatif.

23
(A) (B) (C)

Gambar 2.7. A. Gigitan terbuka B. Gigitan Dalam C.


Jarak gigit bertambah (Proffit, 2007).

Tahap kelima melihat relasi gigi posterior yaitu


molar pertama permanen atas dan bawah dalam keadaan
oklusi.
Kemungkinan relasi molar adalah neutroklusi :
dimana tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen
bawah.

24
Distoklusi : dimana tonjol distobukal molar
pertama permanen atas terletak pada tonjol distal
premolar kedua permanen bawah.
Mesioklusi : dimana tonjol meiobukal molar
pertama permanen atas terletak pada tonjol distal molar
pertama permanen bawah.
Gigitan tonjol : dimana tonjol mesiobukal molar
pertama permanen atas beroklusi dengan tonjol
mesiobukal molar pertama permanen bawah.
Tidak ada relasi : dimana salah satu molar
pertama permanen tidak ada.

25
Gambar 2 8. A. Neutroklusi. B. Distoklusi.
C. Mesioklusi D. Gigitan tonjol E. Tidak ada relasi

26
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah
explanatory study atau disebut juga penelitian
deskriptif, menggunakan pemeriksaan klinis untuk
melihat kondisi kesehatan gigi dan mulut responden.

3.2 Subjek Penelitian


Penelitian dilakukan kepada responden anak usia
gigi pergantian usia 6 – 11 tahun di kelurahan Keputih
Kecamatan Sukolilo Surabaya.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dengan mendatangkan
responden ke RSGM FKG UHT di hari jam kerja.

27
3.4 Pengambilan data
Pelaksanaan dilakukan tiap hari kerja senin –
Jum’at sesuai dengan jam buka RSGM. Sebelum
melakukan pemeriksaan ke responden dilakukan
pengisian atau kesepakatan Informed consent. Setelah
mendapat persetujuan dari responden maka dilakukan
pencetakan rahang atas dan bawah dan pemeriksaan
rongga mulut yang dilakukan di bawah penyinaran
lampu dengan bantuan kaca mulut untuk mendapatkan
informasi guna melengkapi indeks ICON [Index of
Complexity, Outcome and Need].

3.5 Alat dan bahan


a. Kaca Mulut
b. Lampu/penerangan
c. Sendok cetak ukuran 1,2,3,4
d. Alginat
e. Bowl dan spatula
f. Tissue + air kumur
g. Masker

28
h. Sarung tanggan
i. Lembar ICON
j. Rekam medik
k. Model studi dan foto intra oral penderita.
l. Brass wire.
m. Jangka dengan kedua ujungnya runcing.
n. Kaliper manual (Schezher, Germany).
o. Penggaris dengan satuan mm ( Kenko).
p. Pensil dan penghapus.

Gambar 3.1 Peralatan yang digunakan

29
3.6 Variabel penelitian dan definisi operasional
variabel penelitian
Kebutuhan perawatan adalah tingkat kebutuhan
untuk mendapatkan perawatan ortodonti sesuai dengan
skor penilaian berdasarkan komponen estetik,
berdesakan / diastema, gigitan silang, tumpang gigit
dan relasi gigi posterior.
Penilaian skor ICON pada analisa model studi
sebelum perawatan dan model progres sesudah
perawatan disesuaikan dengan kriteria protokol
penilaian dari lima karakteristik oklusal. Lima
karakteristik oklusal yang memberi kontribusi terjadinya
maloklusi adalah: komponen estetik dengan bobot 7,
kemudian berdesakan/diastema dengan bobot 5,
berikutnya gigitan silang dengan bobot 5, serta
tumpang/ jarak gigit dengan bobot 4, dan terakhir relasi
sagital gigi posterior yang diberi bobot 3. Jika hasil
penjumlahan skor lebih besar dari 43, maka disimpulkan
membutuhkan perawatan pada kasus tersebut (Daniels,
2000).

30
Penilaian kompleksitas (Complexity),
berdasarkan model studi sebelum perawatan yang
disesuaikan dengan kriteria protokol penilaian dari lima
karakteristik oklusal. Setelah lima oklusal karakteristik
pada suatu kasus dinilai kemudian dikalikan dengan
bobotnya dengan 20 percentileintervals maka
didapatkan skor kompleksitas yaitu : mudah < 29,
ringan 29 – 50, moderat 51 – 63, sukar 64 – 77 dan
sangat sukar > 77. (Daniels, 2000).

3.7. Rancangan Analisis Data


Data akan diolah secara deskriptif menggambarkan
tentang status kesehatan gigi dan mulut responden.Hasil
akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram

31
BAB 4
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil tabulasi data penelitian dari


model studi sebelum perawatan dan foto intra oral
sebelum perawatan yang memenuhi kriteria sampel dari
Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo Surabaya tahun
2011, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut:

Tabel 4. 1. Penilaian ICON pada model studi dan foto


intra oral Kebutuhan Perawatan
KEBUTUHAN PERAWATAN
TIDAK BUTUH 11%
PERAWATAN

BUTUH 89%
PERAWATAN

32
Tabel 4.2 . Penilaian ICON untuk Kompleksitas kasus
KOMPLEKSITAS KASUS
MUDAH 3%
RINGAN 22%
MODERAT 16%
SUKAR 43%
SANGAT SUKAR 16%

Tabel 4.3 Kasus.

KASUS ORTODONTI
GIGITAN TERBUKA 0%
DIASTEMA 16%
BERDESAKAN 45%
PROTRUSI 27%
GIGITAN TERBALIK 12%

33
BAB 5
PEMBAHASAN

Indeks ICON (Index of Complexity, Outcome


and Need), merupakan indeks yang mulai digunakan
secara luas di banyak negara (universal). Disusun atas
dasar opini dari berbagai ortodontis dari negara yang
berbeda. Indeks ICON bersifat valid dan reliable serta
akurat untuk digunakan sebagai identifikasi maloklusi
pada populasi (Koochek et al, 2001; Firestone et al,
2002; Liepa, 2003).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 37


sampel penelitian semua menunjukkan indikasi butuh
perawatan ortodonti (89%). Tingginya tingkat kebutuhan
perawatan ortodonti pada penelitian ini sesuai dengan
beberapa penelitian sebelumnya di berbagai negara,
seperti di Amerika, Saudi Arabia, England, Dutch dan
Latvia. Faktor penting yang mempengaruhi keputusan
seseorang untuk mendapatkan perawatan ortodonti

34
adalah keinginan merubah penampilan meratakan gigi
dan estetik wajah serta aspek psikologis ( Koochek et al,
2001; Firestone et al, 2002; Liepa, 2003).

Penilaian terbesar terletak pada penilaian variabel


komponen estetik dari indeks ICON. Dengan kemajuan
jaman dan meningkatnya pengetahuan seseorang maka
kesadaran dan kepedulian akan estetika penampilan juga
meningkat sehingga banyak penderita yang mencari
perawatan ortodonti guna memperbaiki susunan gigi
serta estretika wajahnya (Georgiaki, 2003; Liepa, 2003).

Kompleksitas kasus pada penelitian ini


didapatkan pada kategori sukar sebesar 43 % dan
kategori sangat sukar sebesar 16 %. Penelitian yang
sama di Sweden didapatkan kategori sukar 74% dan
Greece sebesar 41% ( Richmond et al, 2001; Georgiaki,
2003).

Kompleksitas dari maloklusi adalah suatu


keadaan yang dapat terjadi karena adanya dysplasia dari
tulang muka seperti bentuk mandibula yang pendek,

35
maksila yang panjang atau kombinasi keduanya.
Keadaan ini menyebabkan beberapa perubahan pada
muka yaitu, 1) kompleks nasomaksila lebih protrusif
terhadap mandibula karena basis kranium rotasi kedepan
dan juga bagian tengah dan anterior basis kranium lebih
panjang. 2) kompleks nasomaksila relatif lebih rendah
daripada kondili mandibula yang mengakibatkan adanya
rotasi seluruh mandibula ke belakang dan kebawah. 3)
bidang oklusal mengarah kebawah. Keadaan tersebut
diatas menyebabkan retrusi mandibula,relasi molar kelas
II dan profil retrognatik. (Bishara, 2001; Proffit, 2007).

36
BAB VI

PENUTUP

Kebutuhan perawatan ortodonti pada anak fase geligi


pergantian di Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo
Surabaya tahun 2011 sebanyak 89 %, dengan
kompleksitas terbanyak adalah sukar sebanyak 43% dan
kasus paling banyak adalah protrusi 27 %..

37
DAFTAR PUSTAKA

Bishara S.E, 2001. Textbook of Orthodontics. Saunders


Philadelphia. pp 324-330

Charcut S, 2010. Braces question (Internet). Michigan:


How long do i need braces- Time in orthodontic
braces.. Bersumber dari: http://www.
bracesquestion.com. Diakses tanggal 22
November 2010.

Chukwundi O, Onyeaso, Be Gole EA 2006. Orthodontic


treatment standart in a accredited graduate
orthodontic clinic in North America assessed
using the Index of Complexity,Outcome and
Need (ICON). Helenic Orthodontic Review, vol 9
issue 1 pp: 23-34.

Daniel C, Richmond S, 2000. The development of The


Index of Complexity, Outcome, and Need
(ICON) . Journal of Orthodontics vol.27. pp 149
– 162.

Firestone AR, Beck FM, Beglin FM, Vig KW, 2002.


Validity of the Index Complexity, Outcome, and
Need in determining orthodontic treatment need.
Angle Orthod. 72 no 1 pp 15-20.

38
Fox NA, Daniels C, Gilgrass T, 2002. A comparison of
The Index of Complexity Outcome and Need
(ICON) with The Peer Assessment Rating (PAR)
and The Index of Orthodontic Treatment Need
(IOTN). Br Dent J. 193 no 4. pp 225 -30.

Georgiaki I, Papadopoulos MA, 2003. Evaluation of


orthodontic treatment outcome of Angle Clas II
division 1 malocclusion by means of the ICON
index. Helenic Orthodontic Review. Vol 6. pp
113 -128.

Grzywacz I. 2003. The value of the aesthethic


component of The Index of Orthodontic
Treatment Need in the assessment of subjective
orthodontic treatment need. Eur J Orthod ; Vol.
25. pp 57-63.

Hagg U, Mc Grath C, Zhang M. 2007. Quality of Life


and Orthodontic Treatment Need Related to
Occlusal Indices.The Hongkong Medical Diary.
Vol 12 no 10. pp 8-12.

Hamid T.A. 2009. Treatment result evaluation using the


Index of Orthodontic Treatment Need. Dental
Journal. vol 42 no 4. pp 204-209.

39
Hassan AH. 2006. Orthodontic treatment needs in the
western region of Saudi Arabia : a research
report. Head & Face Medicine 2.
Indraswari R, Hamid T.A, Sylvia M, 2010. Orthodontic
Treatment Need in Javanese. Orthodontic Dental
Journal. vol.1 no 1 pp 46-51.

Koochek AR, Yeh MS, Rolfe B, Richmond S. 2001. The


relationship between Index of Complexity
Outcome and Need and patients perceptions of
malocclusion : a study in general dental practice .
Br Dent J; 191 no 6 pp325-9.

Liepa A. Urtane I, Richmond S, Dunstan F. 2003.


Orthodontic treatment need in Latvia. Eur J
Orthod; 25 pp 279-284.

Louwerse T.J, Aartman I.H.A, 2006. The realiability and


validity of the Index of Complexity, Outcome
and Need for determining teratment need in
Dutch orthodontic practice. European Journal of
Orthodontics. 28. pp 58-64.

Mao JJ, Kau CH, 2010. Advances in Orthodontic


Treatment. A Peer- Reviewed Publication. pp 1-
1.4.

Moyers R E, 1973. Handbook of Orthodontics for


student and general practitioner, 3rd Ed Year
book Medical Publisher in corporated.

40
Ming H, Kit W, Hagg. U. 2006. The uses of orthodontic
study models in diagnosis and treatment
planning. Hong Kong Dent J .Vol 3 No 2.
December pp :107-15.
Proffit W.R., dkk. , 2007. Contemporary Orthodontic.
Edisi III. St. Louis : Mosby, Inc.

Rahardjo P, 2008. Diagnosis Ortodontik. cetakan


pertama. Airlangga University Press.

Rahardjo. P, 2009. Ortodonti Dasar. cetakan pertama,


Airlangga University Press.

Sitepu M.N. 2003. Analisis model studi dalam


mendukung rencana perawatan Ortodonti. USU
e - repository.

Ren Y, Boxum.C, Sandham A. 2009. Patients


perceptions,treatment need and complexity of
orthodontic re-treatment. European Journal of
Orthodontic.31 pp 189 – 195

The American Board of Orthodontics. 2010. Grading


system for dental casts and panoramic
radiographs. Revised June 2010.

41
Urtane I, Pugaca J, Liepa A, Rogovska I. 2006. The
severity of malocclusion and need for orthodontic
treatment in correspondence with the age.
Stomatogija, Baltic Dental and Maxilofacial
Journal; 8 no 2 pp 35-8.

Veenema A.C, Katsaros C, Boxum SC, Bronkhorst EM.


2009. Index of Complexity, Outcome and Need
scored on plaster and digital model. European
journal of Ortthodontic 31. pp. 281-286.

42
Arya Brahmanta menyelesaikan
pendidikan profesi dokter gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hang Tuah Surabaya
pada tahun 2002 dan menjadi
dosen sejak tahun 2003 hingga
saat ini. Pada tahun 2005
menjadi dosen PNS DPK Kopertis Wilayah VII. Pada
tahun 2010 menyelesaikan pendidikan dokter gigi
Spesialis Ortodonsia di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga Surabaya..

Ilmu ortodonsia adalah mata kuliah yang saya


ampu, merupakan salah satu bidang ilmu kedokteran
gigi klinik yang berkaitan dengan memperbaiki letak gigi
dan rahang yang tidak normal sehingga didapatkan
fungsi geligi dan estetik geligi yang baik maupun wajah
yang menyenangkan dan dengan hasil ini akan
meningkatkan kesehatan psikososial seseorang.

ISBN 978-602-9167-25-2

43
9 7 8 6 02 9 1 6 7 2 5 2

Penerbit Bintang Surabaya

Anda mungkin juga menyukai