Anda di halaman 1dari 11

1.

TEORI GRAVITASI DAYA TARIK 2 KOTA


Banyak permasalahan yang menghimpit suatu kota seperti : kesulitan ekspansi
dan administrasi, harga tanah, penggunaan lahan di kota tersebut, supply,
keterjangkauan dan transportasi, masalah air, limbah, dan sebagainya. Terlebih lagi
unsur – unsur pendukung kota satu dengan kota lainnya itu berbeda. Perbedaan ini
disebabkan oleh interaksi masyarakat dan lingkungan tempat tinggal. Sumberdaya
alam yang adamenjadi penopang kelangsungan hidup masyarakat setempat. Sama
halnya dangan karakteristik yang dimiliki oleh suatu kota. Perbedaan karakteristik
antara dua kota atau dua wilayah akan menyebabkan terjadinya keterkaitan di
antara kedua kota atau kedua wilayah. Menurut Hagget (1970:33-35) masalah
interaksi keruangan telah menjadi perhatian dalam geografi sejak tahun 1850-
an. Intensitas keterkaitan yang terjadi akan sangat ditentukan oleh tipe keterkaitan
yang berlaku di antara kedua kota tersebut. Intensitas keterkaitan ini salah satunya
berdampak interaksi yang terjadi. Karakteristik kota yang saling bertolak belakang
di antara keduanya mengakibatkan tingginya intensitas keterkaitan. Semakin
banyak perbedaan suatu kota dengan kota lainnya maka keterkaitannya semakin
kuat, namun hal ini harus didukung dengan jarak yang relative mudah diakses dan
terjangkau.
Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau
lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini
penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab
akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu
fenomena baru. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang
berbeda. Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala,
kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung.
Interaksi ini berupa perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak
langsung atau berbagai media. Istilah spatial interaction ini berasal dari Ullman
dalam bukunya Geography as spatial interaction (1954). Untuk mengidentifikasikan
ketergantungan antar wilayah geografis.
Interaksi merupakan pengertian yang dikenal dalam sosiologi, sebagai gejala
saling mempengaruhi antara individu. Dalam sosiologi gejala saling mempengaruhi
tidak hanya berlaku pada individu melainkan juga pada obyek-obyek dan ruang
yang mewadahi obyek-obyek itu. Sehubungan dengan itu dikenal tiga kelompok
dasar yang saling mempengaruhi. Pertama, antara vegetasi dan iklim, tanah dan
kawasan lahan; kedua, antara kegiatan manusia dan sifat politis-ekonomis suatu
wilayah; ketiga adalah antar rumah tangga dan pertokoan.
Dalam geografi interaksi diartikan sebagai interaksi geografis antar satu wilayah
dengan wilayah lain. Begitu juga halnya dengan kota satu dengan kita lainnya.
Semakin banyak perbedaan yang ada maka peluang menciptakan interaksi antara
ke duanya. Ullman meguraikan tiga unsur interaksi keruangan yang memberi
pengaruh pada pola interaksi spatial.
Permodelan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap pola
interaksi atau keterkaitan antardaerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah
lainnya, adalah Model Gravitasi. Dalam hokum gravitasi dikatakan “besarnya
kekuatan tarik menarik antara dua benda adalah berbanding terbalik dengan jarak
dua benda pangkat dua.” Penerapan model ini ini dalam bidang analisis
perencanaan kota adalah dengan anggapan dasar bahwa faktor aglomerasi
penduduk, pemusatan kegiatan atau potensi sumber daya alam yang dimiliki,
mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan sebagai daya tarik menarik antara
2 (dua) kutub magnet.

Persamaan umum model Gravitasi ini adalah :

Pi x Pj
Tij = ---------------
(Dij)2
dimana :
Tij = pergerakan penduduk tempat i ke tempat j
Pi = jumlah penduduk di tempat i
Pj = jumlah penduduk di tempat j
Dij = jarak antara tempat i – tempat j

Penerapan model grafitasi pada interaksi sosial diperkenalkan oleh Reilly pada
tahun 1929 dalam perniagaan. Para geograf pada abad ke-19 telah memakai hukum
grafitasi Newton (1687).
Bintarto (1983) menerapkan model grafitasi untuk empat kotamadya di jawa
tengah dan DI Yogyakarta, Surakarta, Salatiga dan Magelang, yang lokasinya
mengelilingi kompleks gunung kembar Merapi-Merbabu. Dengan sarana model segi
empat ini Bintarto mengukur interaksi sosial keempat kota tersebut, hasilnya adalah
sebagai berikut:

Model grafitasi interaksi antara ke empat kotamadya


Dik : Jumlah penduduk kota

Jarak terdekat antara ke empat kota;

*Maka apabila di hitung dengan formula gravitasi


I(Y- Su) = 398.192 x 462.825 = 51.192.559
(60)2
I(Su-Sa) = 462.825 x 85.740 = 22.495.814
(42)2
I(Sa-M) = 85.740 x 123.358 = 6.610.447
(40)2
I(M-Y) = 123.358 x 398.192 = 29.220.802
(41)2
Hasil perhitungan diatas menyatakan Surakarta dan Yogya sebagi kota yang
memiliki interaksi terbesar (I = 51) artinya frekuensi hubungan sosial, ekonomi dan
sebagainya antara kedua tempat tersebut tettinggi jika dibandingkan dengan
interaksi antar kodya lainnya. Meski jarak antara keduanya adalah jarak terpanjang
dibandingkan jarak Magelang-Salatiga, hal ini dikarenakan dua kodya tersebut
merupakan kota budaya dan kota pelajar, jalan yang menghubungkan kedua kota
memudahkan transferabilitas disamping jumlah penduduk yang besar pula.
Teori gravitasi juga dapat di terapkan dan di pergunakan untuk mengetahui
potensi penduduk di setiap kawasan. Gravitasi dan migrasi juga di kembangkan
dalam hubungannya dengan penelitian perpindahan penduduk seperti yang telah di
terapkan oleh sarjana-sarjana di Negara maju. Perhitungan gravitasi dengan
formula tipe Pareto hanya memperhatikan jarak, sedangkan hambatan-hambatan
dalam proses perpindahan penduduk tidak hanya faktor jarak tetapi juga ada
hambatan alami, seperti topografi, iklim, hutan, daerah aride, dan sebagainya.
Hambatan-hambatan yang bersifat alami ini dapat menghalangi proses perpindahan
dari stu tempat ke tempat yang lainnya.
Kelemahan penerapan model ini dalam analisis wilayah, terutama terletak pada
variabel yang digunakan sebagai alat ukur, dimana dalam fisika variabel yang
digunakan, yaitu molekul suatu zat mempunyai sifat yang homogen, namun tidak
demikian halnya dengan unsur pembentuk kota, misalnya penduduk. Namun
demikian, hal ini telah dikembangkan, yaitu dengan tidak hanya memasukan
variabel massa saja, tetapi juga gejala sosial sebagai faktor pembobot.

Simpulan :
Gaya tarik dua kota dapat di buktikan dengan adanya mobilitas ataupun bentuk
interaksi lain penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Daya tarik kota yang kuat
akan menarik interaksi yang besar ke dalam wilayah kota yang bersangkutan. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang
dimiliki suatu kota, serta adanya persamaan kepentingan. Unsur - unsur pendukung
suatu kota juga berperan penting dalam timbulnya daya tarik antar kota, faktor
fisiogafis, sosial,ekonomi, teknologi kota yang berbeda akan memunculkan suatu
interaksi yang mengakibatakan daya tarik antar keduanya. Adanya
komplementaritas antar kota akan semakin memperkuat daya tarik antar kedua
kota, hal ini juga didukung oleh transferbilitas yang dapat tercipta antar keduanya.
Semakin besar tranferbilitas yang terjadi maka dapat dikatakan daya tarik antar
kota tersebut sangat kuat, jarak dalam hal ini dapat diatasi dengan pembangunan
akses jalan yang baik, untuk mendukung kelancaran interaksi keduanya.

MENGHITUNG KEKUATAN INTERAKSI ANTAR DUA WILAYAH


a. Rumus Carrothers
Menurut teori ini, kekuatan hubungan ekonomis antara dua tempat, berbanding
lurus dengan besarnya penduduk dan berbanding terbalik dengan jarak antaranya.
Jadi, makin banyak jumlah penduduk di dua tempat, makin besarlah interaksi
ekonominya, tetapi makin jauh jarak antaranya makin kecillah interaksinya.
Misalnya: ada tiga buah kota, A berpenduduk 15.000 jiwa, B (10.000 jiwa), dan C
(20.000 jiwa) seperti di bawah ini. Di situ lokasi B ada di tengah, jaraknya dari A 30
km dan dari C 50 km.
Bagaimana menghitung besarnya interaksi ekonomi antara A dan B dibandingkan B
dan C?

Dari perhitungan di atas, terlihat bahwa interaksi antara A dan B lebih besar dari
interaksi antara B dan C. Untuk membuktikan interaksi AB lebih kuat daripada C,
juga dapat dilihat dari jumlah penumpang kendaraan, angkutan barang, arus
transportasi, dan jenis interaksi lain.

b. Hukum Gravitasi
Dasar interaksi desa-kota adalah hukum gravitasi dari Issac Newton, seorang ahli
ilmu fisika. Sir Issac Newton (1687) mengatakan bahwa dua buah benda atau materi
memiliki gaya tarik-menarik yang kekuatannya berbanding lurus dengan hasil kali
kedua massa tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak benda
tersebut.

Hukum gravitasi Newton dapat diterapkan dalam studi geografi pemasaran dan
studi transportasi. Selain itu, juga digunakan dalam studi perpindahan penduduk,
masalah memilih lokasi, dan masalah interaksi. Jika hukum gravitasi Newton
digunakan untuk menghitung besarnya interaksi antara wilayah pertumbuhan A dan
B, maka rumusnya menjadi:

Contoh soal:
Hitunglah interaksi antara A, B, dan C, bila diketahui:
Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan A = 300.000 jiwa.
Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan B = 20.000 jiwa.
Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan C = 10.000 jiwa.
Jarak antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan B = 5 km maka,

Jika di dekat wilayah pertumbuhan A ada desa lain, yaitu wilayah pertumbuhan C
dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa dan jaraknya dengan A = 10 km, maka:

Jadi, interaksi antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan B dan


wilayah pertumbuhan C dapat ditulis dengan angka sederhana, yaitu 24 berbanding
3 atau 8 berbanding 1. Jika digambarkan sebagai berikut.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi A dengan B lebih besar
daripada interaksi antara A dengan C. Berarti pengaruh A terhadap B lebih besar
daripada pengaruh A terhadap C.

2. TEORI TITIK HENTI (BREAKING POINT THEORY)

Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model
Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas
yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang
berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan
dalam memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan
masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah
penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.

Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau
pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus
dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan
satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang
penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit
penduduknya.

Teori ini digunakan untuk:


1.Menentukan lokasi suatu unit usaha ekonomi (pasar, SPBU, shopping center)
2.Menentukan lokasi sarana kesehatan (rumah sakit, klinik)
3.Menentukan lokasi sarana pendidikn (sekolah, kampus, pusdiklat)

Rumus:
¿
Pbanyak
1+¿
Psedikit
D= ¿ √¿
J A −B
¿

D = jarak titik henti


JA-B = jarak antara wilayah A dan wilayah B
Pbanyak = jumlah penduduk kota yang lebih besar
Pkecil = jumlah penduduk kota yang lebih kecil
Contoh:
Kota A berpenduduk 320.000 jiwa dan kota B berpenduduk 20.000 jiwa. Jarak kedua
kota tersebut 25 km. Pendirian rumah sakit di antara kedua kota tersebut yang
paling tepat adalah pada jarak ....

Jawab:
diketahui
P a = 320.000 jiwa
P b = 20.000 jiwa
d AB = 25 km

TH = d
1 + akar P byk/P sdkit

= 25
1 + akar 320 / 20

= 25
1 + akar 16

= 25
1+4

= 25
5
=5

Titik Henti kedua kota tersebut adalah 5 km


Kota dengan penduduk yang lebih sedikit adalah kota B
Jadi, pendirian rumah sakit yang tepat berada 5 km dari kota B
3. TEORI MOBILITAS PENDUDUK

1. Angka Mobilitas adalah rasio dan banyaknya penduduk yang pindah secara
lokal dalam jangka waktu tertentu dengan banyaknya penduduk.
M
m= (k)
P

m = angka mobilitas
M = jumlah mover
P = penduduk
k = 1000

2. Angka Migrasi Masuk: angka yang menunjukkan banyaknya migran yang


masuk per 1000 orang penduduk daerah tujuan dalam waktu satu tahun.

I
mi= (k )
P

mi = angka migrasi masuk


I = jumlah migrasi masuk
P = penduduk pertengahan tahun
k = 1000

3. Angka Migrasi keluar: angka yang menunjukkan banyaknya migran yang


keluar per 1000 penduduk daerah asal dalam waktu satu tahun.

O
M 0= (k )
P

M0 = angka migrasi keluar


O = jumlah migrasi keluar
P = penduduk pertengahan tahun
k = 1000

4. Angka Migrasi Neto: selisih banyaknya migran masuk dan keluar ke suatu
daerah per 1000 penduduk dalam satu tahun.

I −O
M n= (k )
P

M = angka migrasi neto


O = jumlah migrasi keluar
P = penduduk pertengahan tahun
k = 1000

5. Angka Migrasi Bruto: angka yang menunjukkan banyaknya kejadian


perpindahan yaitu jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar dibagi jumlah
penduduk tempat asal dan jumlah penduduk tempat tujuan.

I +O
M g= (k )
P1 + P 2

Mg = angka migrasi bruto


I = jumlah migrasi masuk
O = jumlah migrasi keluar
P1 = penduduk di tempat tujuan
P2 = penduduk di tempat asal
k = 1000

4. teori grafik
Salah satu faktor yang mendukung kekuatan dan intensitas interaksi antarwilayah
adalah kondisi prasarana transportasi yang menghubungkan suatu wilayah dengan
wilayah lain di sekitarnya. Jumlah dan kualitas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur
udara, maupun laut, tentunya sangat memperlancar laju dan pergerakan distribusi
manusia, barang, dan jasa antarwilayah. Anda tentu sependapat bahwa antara satu
wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi
sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan
yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya
arus interaksi.
Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya
memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak.

Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur


jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori
Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute
jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan
interaksi ditentukan dengan Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai indeks,
semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota atau wilayah yang
sedang dikaji. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia,
barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas
antarwilayah. Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai
berikut.

Keterangan :

β = indeks konektivitas
e = jumlah jaringan jalan
v = jumlah kota

Contoh Soal 4 :

Bandingkan indeks konektivitas dua wilayah berikut ini.

Diketahui :

Wilayah A: e = 9, v = 6
Wilayah B: e = 10, v = 7

Ditanyakan: indeks konektivitas (β)?

Kunci Jawaban :
(1) Wilayah A

a) jumlah kota (v) = 6


b) jumlah jaringan jalan (e) = 9

β = 1,5

(2) Wilayah B

a) jumlah kota (v) = 7


b) jumlah jaringan jalan (e) = 10

β = 1,4

(3) Jadi, dilihat dari konektivitasnya, potensi interaksi antarkota di wilayah A lebih
tinggi jika dibandingkan wilayah B. Hal tersebut terjadi dengan catatan kondisi
alam, sosial serta kualitas prasarana jalan antara kedua wilayah relatif sama. Dalam
kaitannya dengan perencanaan pembangunan wilayah, analisis indeks konektivitas
dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk merencanakan
pembangunan infrastruktur jalan serta fasilitas transportasi lainnya. Dengan analisis
indeks konektivitas dapat meningkat kan hubungan suatu wilayah dengan wilayah-
wilayah lainnya, serta memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa
yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai