Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and
Bare, 2002).
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul
karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua
klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian.

B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi
otak.Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
 Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek
congenital
 Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke.Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, danstroke lakunar, menariknya,
risiko stroke padatingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat,
meskipunmasih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhiindividu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatanaterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
padamikrosirkulasi serebral.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematokrit ketikahematokrit melebihi 55%. Penentu utamaviskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;plasma protein,
terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika
meningkat viskositas hasil daripolisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum,
sepertisakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan
kabur.Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauhkurang umum,
dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibattrombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoidkadang-kadang dapat
terjadi.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelasberhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan denganstroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untukmenjadi
faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki
di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun
dengan bertambahnya usia.Kolesterol berkaitan dengan
perdarahan intraserebralatau perdarahan subarachnoid. Tidak
adahubungan yang jelas antara tingkat kolesterol daninfark
lakunar.
Diet Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-ratakontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

D. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari
hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah
stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya
juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

E. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh
darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak
sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia,
dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan
kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl,
2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi
kerusakan (Silbernagl, 2007)
F. Pathway
Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang Lesi di Med.


otak Spinalis
Kerusakan Nerves Lesi upper &
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis
sebagai berikut :
a. Menstabilkan tanda – tanda vital
1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan
yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila
batang otak terkena)
2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing –
masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi
maupun hipertensi.
b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter
tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk”
setiap 4 sampai 6 jam.
d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
1) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap
2 jam
2) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
2. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti
agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin,
tielopidin, low heparin, tPA.
a. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b. Neuroprotektan
1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen
2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke
dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak
3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan
generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
3. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak
(ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang
efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya
bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral,
terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin
dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini
masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
4. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid
intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat
pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin dan kegemukan/obesitas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang
sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan
gangguan fungsi otak.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau
mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit jantung.
4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat
membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga
baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan
cemas.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut dan hygiene kepala
2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
4) Leher,
5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
1) Tingkat Kesadaran
a) Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu
dan mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑
abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw
tidur → diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali

b) Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS
E4V5M6)
2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
a) Test nervus I (Olfactory)
b) Test nervus II ( Optikus)
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap
cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil
mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien
dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan
kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan
obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya
deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat
kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

d) Test nervus V (Trigeminus)


Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas
pada kelopak mata atas dan bawah.
e) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata,
usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien
tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara
meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi,
menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya.

f) Test nervus VIII (Acustikus)


g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
h) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan.
Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah
atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien
mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test
otot trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan
dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri
dan ke kanan.
3) Menilai Kekuatan Otot
a) Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh – kaki
b) Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari
0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan
skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a) Reflek Fisiologis
Reflek Tendon
 Reflek patella
 Reflek Bisep.
 Reflek trisep
 Reflek Achiles.
 Reflek Superfisial
b) Reflek Patologis
Babinski
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores
bagian lateral maleolus hasil positif bila gerakan
dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi
dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis

5) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
a) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif
(+)
b) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara
pasif.Brudzinsky I positif (+)
c) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
d) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
e) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.
6) Data Penunjang
a) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
b) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma,
iskemia dan adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal

J. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak,
oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

K. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1. Kerusakan NOC : Ambulasi/ROM normal NIC :
mobilitas fisik b.d dipertahankan. 1.Terapi latihan
penurunan Setelah dilakukan tindakan Mobilitas sendi
kekuatan otot keperawatan 5x24 jam  Jelaskan pada klien&kelg
KH: tujuan latihan pergerakan
o Sendi tidak kaku sendi.
o Tidak terjadi atropi otot  Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
latihan
 Gunakan pakaian yang
longgar
 Kaji kemampuan klien
terhadap pergerakan
 Encourage ROM aktif
 Ajarkan ROM aktif/pasif
pada klien/keluarga.
 Ubah posisi klien tiap 2 jam.
 Kaji
perkembangan/kemajuan
latihan
2. Self care Assistance
o Monitor kemandirian klien
o bantu perawatan diri klien
dalam hal: makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan keluarga dalam
pemenuhan perawatan diri
klien.
2. Perfusi jaringan o NOC: perfusi jaringan NIC : Perawatan sirkulasi
cerebral tidak cerebral. Setelah dilakukan Peningkatan perfusi jaringan otak
efektif b.d tindakan keperawatan Aktifitas :
selama 5 x 24 jam perfusi
perdarahan otak, 1. Monitor status neurologik
jaringan adekuat dengan
oedem 2. monitor status respitasi
indikator :
3. monitor bunyi jantung
o Perfusi jaringan yang adekuat
4. letakkan kepala dengan
didasarkan pada tekanan
posisi agak ditinggikan dan
nadi perifer, kehangatan kulit,
dalam posisi netral
urine output yang adekuat
5. kelola obat sesuai order
dan tidak ada gangguan pada
6. berikan Oksigen sesuai
respirasi
indikasi

3. Resiko infeksi b.d NOC : Risk Control Setelah NIC : Cegah infeksi
penurunan dilakukan tindakan keperawatan 1. Mengobservasi & melaporkan
pertahan primer selama 3 x 24 jam klien tidak tanda & gejala infeksi, seperti
mengalami infeksi kemerahan, hangat, rabas dan
peningkatan suhu badan
KH:
2. mengkaji suhu klien netropeni
o Klien bebas dari tanda-tanda setiap 4 jam, melaporkan jika
infeksi temperature lebih dari 380C
o Klien mampu menjelaskan 3. Menggunakan thermometer
tanda&gejala infeksi elektronik atau merkuri untuk
mengkaji suhu
4. Catat dan laporkan nilai
laboratorium
5. Kaji warna kulit, kelembaban
kulit, tekstur dan turgor
lakukan dokumentasi yang
tepat pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet
seimbang, penekanan pada
protein untuk pembentukan
system imun

4. Defisit perawatan NOC : Self Care Assistance( NIC : Self Care


diri b.d kelemahan mandi, berpakaian, makan, 1. Observasi kemampuan klien
fisik toileting. untuk mandi, berpakaian dan
Setelah dilakukan tindakan makan.
2. Bantu klien dalam posisi
keperawatan selama 5 x 24 jam
duduk, yakinkan kepala dan
Klien dapat memenuhi bahu tegak selama makan dan
kebutuhan perawatan diri 1 jam setelah makan
KH: 3. Hindari kelelahan sebelum
-Klien terbebas dari bau, dapat makan, mandi dan berpakaian
makan sendiri, dan berpakaian 4. Dorong klien untuk tetap
sendiri makan sedikit tapi sering
5. Resiko kerusakan NOC: mempertahankan NIC: Berikan manajemen tekanan
intagritas kulit b.d integritas kulit 1. Lakukan penggantian alat
faktor mekanik Setelah dilakukan perawatan 5 x tenun setiap hari dan
24 jam integritas kulit tetap tempatkan kasur yang sesuai
adekuat dengan indikator : 2. Monitor kulit adanya area
kemerahan/pecah2
Tidak terjadi kerusakan kulit
3. monitor area yang tertekan
ditandai dengan tidak adanya 4. berikan masage pada
kemerahan, luka dekubitus punggung/daerah yang
tertekan serta berikan
pelembab pad area yang
pecah2
5. monitor status nutrisi

6 Kurang NOC : Pengetahuan klien NIC : Pendidikan kesehatan


pengetahuan b.d meningkat 1. Mengkaji kesiapan dan
kurang KH: kemampuan klien untuk
mengakses -Klien dan keluarga memahami belajar
2. Mengkaji pengetahuan dan
informasi tentang penyakit Stroke,
ketrampilan klien sebelumnya
kesehatan perawatan dan pengobatan tentang penyakit dan
pengaruhnya terhadap
keinginan belajar
3. Berikan materi yang paling
penting pada klien
4. Mengidentifikasi sumber
dukungan utama dan
perhatikan kemampuan klien
untuk belajar dan mendukung
perubahan perilaku yang
diperlukan
5. Mengkaji keinginan keluarga
untuk mendukung perubahan
perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie
lewat demonstrasi dan
menyebutkan kembali materi
yang diajarkan
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York.
Thieme Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai