Anda di halaman 1dari 16

ISSN 0215 - 8250 14

MODEL PEMBINAAN OLIMPIADE MATEMATIKA SEKOLAH


DASAR DI PROPINSI BALI

oleh
I Wayan Puja Astawa
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui kemampuan model


pembinaan olimpiade Matematika yang dikembangkan dengan struktur
program 30% pemantapan teori, 50% latihan soal, dan 20% wawancara
(moderasi) dalam meningkatkan kemampuan akademik calon peserta
olimpiade dan (2) membandingkan efektivitas pembinaan model “blok
kontinyu” dengan model “blok diskrit” yang menghasilkan peningkatan
kemampuan akademik calon peserta olimpiade Matematika Sekolah Dasar
(SD) yang lebih tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto
terhadap peserta pembinaan olimpiade tahun 2004. Populasi penelitian
adalah semua siswa kelas 4, 5, atau 6 SD yang memperoleh nilai minimal
7,0 untuk mata pelajaran Matematika sejak kelas 4. Sampel penelitian
diambil dengan gabungan teknik purposive dan kuota sampling yang
dengan jumlah sampel 20 orang yang selanjutnya sebagian mengikuti
pembinaan dengan model “blok kontinyu” dan sebagian lagi mengikuti
pembinaan dengan model “blok diskrit”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) model pembinaan olimpiade yang dikembangkan dengan
struktur program tersebut di atas mampu meningkatkan kemampuan
akademik calon peserta olimpiade Matematika dan (2) peningkatan
kemampuan akademik calon peserta olimpiade tidak tergantung dari model
pembianaan yang mereka ikuti. Walapun demikian, disarankan untuk
mengombinasikan kedua model pembinaan ini dalam penerapan lebih
lanjut.

Kata kunci : pembinaan olimpiade Matematika, model blok kontinyu, dan


model blok diskrit.

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 15

ABSTRACT

The objectives of this research were to: (1) know the effect of the
olympic training on mathematics developed by 30% theoritical discussion,
50% problem exercises, and 20% interview in increasing academic ability
of students who would be mathematics olympiad candidates and (2)
determine which of the training model either continuum block model or
discrete block model was higher in increasing academic ability of student of
mathematics olympiad candidates. This was an ex post facto research on
students of Bali in academic year 2004 who would be candidates for
national science olympiad on mathematics. Population of the study was all
students of grade 4, 5, and 6 who got at least 7.0 mark on their mathematics
subjects since they were in grade 4. The size of the was 20. It was drawn
from the population using purposive and quota sampling. The sample then
was split into 2 groups and each of them was given different training
model. One group followed a continuum block model and the other group
followed a discrete block model. The results of this research showed that
(1) the olympic training on mathematics that was developed as above could
improve academic ability of the students and (2) increment of academic
ability of the students who underwent the olympic training on mathematics
did not depend on the training model that was followed. Though, the
implementation of a combination of the two training models is suggested.

Key words : olympic training on mathematics, continuum block model and


discrete block model

1. Pendahuluan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu poin penting
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini sangat mudah dipahami
karena mutu pendidikan akan menjadi ujung tombak untuk meningkatkan
daya saing bangsa (nation competitiveness) dalam menghadapi persaingan
global. Peningkatan mutu pendidikan harus menyeluruh yang mencakup
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 16

semua bidang ilmu atau mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Akan
tetapi, berbagai persoalan yang dihadapi, peningkatan mutu pendidikan
dapat diprioritaskan pada mata pelajaran-mata pelajaran yang esensial.
Salah satu mata pelajaran yang esensial tersebut adalah mata pelajaran ilmu
dasar, yaitu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Prioritas kepada
kedua mata pelajaran ini diberikan karena keduanya memiliki peranan
sangat penting dalam pengembangan daya nalar dan kemampuan
pemecahan masalah (problem solving). Di samping itu, kedua mata
pelajaran tersebut merupakan tulang punggung dari pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sejalan dengan amanat UU No. 20 tahun 2003, mutu pendidikan
juga digariskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP ini ditegaskan tentang
pentingnya mutu pendidikan dan sistem penjaminannya yang memuat hal-
hal yang berkaitan dengan standarisasi pendidikan secara nasional. Secara
nasional, harus ada acuan tentang standar isi, standar proses, standar
pengelolaan, standar keuangan dan standar lainnya yang berkaitan dengan
proses pendidikan sebagai suatu sistem. Penetapan standar secara nasional
dimaksudkan sebagai acuan mutu pengembangan pendidikan di daerah-
daerah sehingga dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam rangka peningkatan mutu, berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah RI. Salah satunya adalah menyediakan sarana atau wadah
kompetisi atau lomba secara nasional dalam berbagai mata pelajaran dari
berbagai jenjang pendidikan (SD sampai SMA) yang dinamai Olimpiade
Sains Nasional (OSN) yang sudah dimulai sejak tahun 2002. Khusus untuk
siswa SD, mata pelajaran yang dikompetisikan adalah Matematika dan IPA
serta mulai dilaksanakan sejak OSN ke-2 di Kota Balikpapan, Kalimantan
Timur.

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 17

Pelaksanaan Olimpiade Matematika SD/MI tersebut mempunyai 2


tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus (Ditjen TK SD Depdiknas,
2003, 2004, 2005). Tujuan umumnya adalah meningkatkan mutu
pendidikan Matematika di SD/MI secara komprehensif melalui
penumbuhkembangan budaya belajar, kreativitas, dan motivasi meraih
prestasi terbaik dengan kompetisi yang sehat serta menjunjung nilai-nilai
sportivitas. Tujuan khususnya adalah (1) menyediakan wahana bagi siswa
SD/MI untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang Matematika
sehingga dapat berkreasi serta melakukan inovasi sesuai kemampuannya,
(2) memotivasi siswa SD/MI agar selalu meningkatkan kemampuan
intelektual, emosional, dan spiritual berdasarkan norma-norma yang sehat
sehingga dapat memacu kemampuan berpikir nalar, dan (3) menjaring bibit
unggul dan berprestasi sebagai calon peserta olimpiade Matematika tingkat
internasional. Tujuan pelaksanaan OSN SD/MI ini sejalan dengan tujuan
dan harapan dari pelaksanaan olimpiade sains tingkat yang lebih tinggi
seperti berikut.
The science olympiad can be a successful experience in many ways:
1. It can increase student interest in science
2. it can enhance student self-esteem by giving a feeling of belonging
and accomplishment
3. It can enrich classroom science program
4. It can strengthen school spririt
5. It can involve the comuniy
6. It can be fun !!!
(http://www.mysoly.org/elementary/index.htm)
Khusus untuk Olimpiade Matematika internasional, tujuan
pelaksanaannya adalah menemukan, mendorong, dan menantang bakat-
bakat muda dalam Matematika; menumbuhkan persahabatan antara
Matematikawan; dan memberikan kesempatan pertukaran informasi dan
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 18

pikiran tentang pengajaran Matematika di sekolah-sekolah (Muchlis, A,


2003).
Seperti Olimpiade Matematika yang lain, Olimpiade Matematika
SD menguji kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah Matematika
yang tidak rutin (Muchlis, A, 2004). Hal ini berarti bahwa siswa dituntut
untuk menggunakan seluruh kemampuan Matematika yang telah diperoleh
di sekolah secara kreatif untuk menyelesaikan soal-soal Matematika.
Keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin tergantung
dari kreasi dan inovasi mereka dalam menerjemahkan dan merencanakan
pemecahan masalah/soal-soal. Perhatikan dua contoh soal berikut.
Contoh 1: Hitunglah 23 + 79 = …
Contoh 2. Hitunglah : 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + … + 100 = …
Pada contoh 1, bila siswa memiliki kemampuan konseptual dan prosedural
tentang penjumlahan yang cukup maka mereka akan dapat menyelesaikan
kedua soal itu dengan segera. Akan tetapi tidak demikian dengan contoh 2.
Walaupun dengan kemampuan konseptual dan prosedural yang tinggi,
peluang mereka gagal menyelesaiakan soal tersebut masih sangat tinggi.
Pada soal no 2, diperlukan kreativitas yang lain selain dengan
menyelesaikan secara konseptual dan prosedural penjumlahan. Salah satu
kreativitas untuk menyelesaikannya adalah dengan mengelompokkan 100
dengan 1, 99 dengan 2, 98 dengan 3, dan seterusnya sampai 51 dengan 50.
Dari sini diperoleh 50 kelompok jumlah dua bilangan yang masing-masing
jumlahnya 101 sehingga konsep penjumlahan tersebut berubah menjadi
konsep perkalian yang senilai dengan 50 x 101 = 5050
Keberhasilan seorang peserta lomba pada jenjang OSN Matematika
SD ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kesiapan peserta.
Kesiapan ini meliputi kesiapan fisik dan kesiapan mental, termasuk di
dalamnya adalah kesiapan dalam hal kemampuan akademik. Oleh karena
itu, mempersiapkan siswa mengikuti ajang lomba tentu sangat perlu untuk
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 19

dilakukan. Menyadari pentingnya persiapan diri peserta OSN Matematika


sebelum berlomba di tingkat nasional, perlu dilakukan pengkajian terhadap
model-model pembinaan untuk mengembangkan kemampuan siswa calon
peserta OSN menjadi lebih baik. Dalam menghadapi OSN Matematika
tahun 2003, di Provinsi Bali dikembangkan model pembinaan kontinyu
selama dua minggu dengan struktur program pendalaman materi sekitar
30% dan sisanya 70% berupa latihan-latihan soal. Model pembinaan
dengan struktur program di atas ternyata belum mampu menyiapkan calon
peserta lomba yang benar-benar siap secara akademik. Hal ini terlihat dari
hasil lomba OSN Matematika di Balikpapan, dari 2 orang peserta yang
diikutkan sebagai peserta, hanya satu orang yang menempati peringkat 10
dari keseluruhan peserta (Puja Astawa, 2003).
Dalam rangka memperbaiki model pembianan OSN sehingga
menghasilkan calon peserta yang mempunyai kemampuan akademik yang
tinggi dengan kemampuan nalar yang baik, perlu dikembangkan model
pembinaan yang cocok dengan karakteristik siswa Sekolah Dasar. Pada
tahun 2004, dikembangkan dua model pembinaan olimpiade. Dua model
pembinaan yang dikembangkan adalah model “blok kontinyu” dan model
“blok diskrit” yang perbedaanya terletak pada kontinyuitas waktu
pelaksanaan pembinaan. Pada model blok kontinyu, para calon peserta
OSN dikarantina selama dua minggu sehingga mereka terpisah secara fisik
dan mental dari orang tua atau orang yang menjadi pelindungnya. Pada
model diskrit, para peserta dibina seminggu sekali sehingga secara fisik dan
mental mereka tidak terpisah lama dengan orang tua atau orang yang
menjadi pelindungnya. Kedua model ini dipilih dengan mempertimbangkan
aspek-aspek psikologi siswa SD seperti perkembangan kognitif,
perkembangan emosi, dan perkembangan sosial yang berbeda dengan siswa
pada tingkatan yang lain (Santrock, 1998). Emosi siswa SD umumnya
masih labil sehingga mereka sering kesulitan mengontrol perasaannya. Di
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 20

samping itu, sifat ketergantungan dengan orang tua atau orang yang
menjadi pelindungnya relatif masih tinggi. Hal ini menjadi sangat krusial
manakala mereka berinteraksi dengan teman sejawatnya dalam
berkompetisi menjadi yang terbaik sehingga terpilih sebagai peserta OSN
wakil daerah. Oleh karena itu, peranan orang dewasa seperti
pembina/pelatih OSN atau orang tua masih sangat diperlukan. Kehadiran
sosok orang dewasa masih sangat dominan dalam rangka meredam
emosinya. Selanjutnya, calon peserta OSN untuk kedua model pembinaan
diberikan program pembinaan dengan struktur program 30% pemantapan
teori, 50% latihan soal, dan sisanya 20% wawancara atau moderasi. Terkait
dengan hal tersebut di atas, permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut
adalah sebagai berikut. (1) Apakah model pembinaan Olimpiade
Matematika SD yang dikembangkan dengan struktur program 20%
pemantapan teori, 50% latihan soal, dan 30% wawancara atau moderasi
mampu meningkatkan kemampuan akademik calon peserta OSN
Matematika? (2) Model manakah, antara “blok kontinyu” dan “blok
diskrit” yang menghasilkan peningkatan kemampuan akademik calon
peserta OSN Matematika SD yang lebih tinggi?
Dari uraian di atas, dapat diajukan hipotesis yang dapat dijadikan
pegangan dalam mencari jawaban permasalahan yang diajukan. Hipotesis
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. (1) Model pembinaan Olimpiade
Matematika SD yang dikembangkan dengan struktur program 20%
pemantapan teori, 50% latihan soal, dan 30% wawancara atau moderasi
mampu meningkatkan kemampuan akademik calon peserta OSN
Matematika. (2) Model “blok diskrit” menghasilkan peningkatan
kemampuan akademik yang lebih tinggi calon peserta OSN Matematika SD

2. Metode Penelitian

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 21

Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan subjek


penelitian semua siswa Sekolah Dasar di Provinsi Bali yang memenuhi
syarat sebagai calon peserta Olimpiade Matematika SD pada tahun ajaran
2003/2004, yaitu: (1) duduk di kelas 4, 5 atau 6, dan (2) memperoleh nilai
minimal 7 pada mata pelajaran Matematika sejak duduk di kelas 4. Sampel
penelitian diambil dengan menggunakan gabungan teknik purposive dan
kuota sampling. Besarnya anggota sampel penelitian adalah 20 orang yang
berasal dari SD negeri maupun swasta. Anggota-anggota sampel
dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok sampel yang dibina dengan
model “blok kontinyu” dan kelompok sampel yang dibina dengan model
“blok diskrit”. Banyak anggota sampel untuk tiap model pembinaan adalah
10 orang.
Data yang digali dalam penelitian ini adalah data tentang
kemampuan akademik calon peserta OSN Matematika Provinsi Bali
sebelum dan setelah mengikuti pembinaan. Untuk mengumpulkan data
tersebut di atas, digunakan tes dan wawancara. Tes yang digunakan untuk
memilih sampel penelitian disusun dengan mengacu pada standar tes
Olimpiade Matematika SD tahun sebelumnya. Data dianalisis secara
kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab
permasalahan pertama berupa uji t dari observasi berpasangan, yaitu
D
t (Walpole and Myers, 1993)
Sd n

dengan D adalah rerata skor perbedaan kemampuan akademik calon peserta


OSN Matematika Provinsi Bali sebelum dan setelah pembinaan. Di
samping itu, peningkatan kemampuan akademik dianalisis dengan g-factor
dengan rumus:
S f  Si
g-factor = (Cox dan Junkin, 2002)
S m  Si
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 22

dengan Sf = prosentase skor setelah pembinaan, Si = prosentase skor


sebelum pembinaan, dan Sm = prosentase skor maksimum ideal.
Permasalahan kedua dianalisis dengan menggunakan statistik uji t sebagai
berikut:
y1  y 2
t
1 1 (Sudjana, 2002)
s 
n1 n 2

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


3.1 Hasil Penelitian
Hasil tes para peserta pembinaan disajikan dalam bentuk prosentase.
Untuk keseluruhan peserta, rerata dan standar deviasi skor tes sebelum dan
setelah pembinaan serta peningkatannya disajikan pada tabel 01, sedangkan
rerata dan standar deviasi skor tes sebelum dan setelah pembinaan serta
peningkatannya untuk kelompok pembinaan model “blok diskrit” dan
model “blok kontinyu” disajikan pada Tabel 02.
Tabel 01 : Rerata Prosentase Skor Tes Seluruh Peserta Pembinaan
Olimpiade Matematika Provinsi Bali Tahun 2004
Statistik Sebelum Setelah Peningkatan/Penurunan
Rerata 56.16 66.64 10.48
Standar deviasi 6.05 15.09 14.40

Tabel 02: Rerata Prosentase Skor Tes Peserta Pembinaan Olimpiade


Matematika Provinsi Bali Tahun 2004

Kelompok Sebelum Setelah Peningkatan/Penurunan


60.23 65.72 5.49
Blok Diskrit
(5.75) (16.83) (14.21)

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 23

52.09 67.56 15.46


Blok Kontinyu
(2.73) (13.99) (13.44)
Catatan : angka yang dinyatakan dalam kurung merupakan standar deviasi.

Tabel 03: g-factor Untuk Mengukur Peningkatan Kemampuan Akademik


Peserta Pembinaan Olimpiade Matematika Provinsi Bali Tahun
2004
Rata-rata
Kelompok Kriteria
g-factor
Sedang
Blok Diskrit 0,326
Rendah
Blok Kontinyu 0,153
Rendah
Total 0,24

Hipotesis nol untuk permasalahan pertama adalah model pembinaan


yang dikembangkan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 50%
latihan soal, dan 30% wawancara atau moderasi tidak mampu
meningkatkan kemampuan akademik calon peserta OSN Matematika.
Perhitungan nilai uji statististik terhadap permasalahan pertama
menunjukkan hasil bahwa thitung = 3.25. Nilai t kritis pada taraf signifikansi
5% dan dengan derajat kebebasan 19 adalah sebesar 2,093. Dari
perhitungan ini terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai kritis
2,093. Dengan demikian, hipotesis nol ditolak (nilai p = 0.0042).
Selanjutnya analisis g-factor menunjukkan bahwa secara umum
peningkatan kemampuan akademik yang dihasilkan dari pengembangan
model pembinaan tersebut masih tergolong rendah. Akan tetapi, untuk
kelompok pembinaan dengan model diskrit peningkatan kemampuan
akademik yang dihasilkan dari model pembinaan ini tergolong sedang.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 24

Untuk permasalahan kedua, hipotesis nol-nya adalah tidak ada


perbedaan peningkatan kemampuan akademik calon peserta OSN
Matematika SD antara model pembinaan “blok diskrit” dan model
pembinaan “blok kontinyu”. Perhitungan uji statistik menunjukkan bahwa
thitung = 1.61. Nilai t kritis pada taraf signifikansi 5% dan dengan derajat
kebebasan 18 adalah sebesar 2,101. Dari perhitungan ini terlihat bahwa
nilai t hitung berada pada daerah penerimaan H0. Dengan demikian,
hipotesis nol diterima.

3.2 Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis untuk permasalahan pertama
menunjukkan bahwa model pembinaan yang dikembangkan dengan
struktur program pembinaan seperti diuraikan sebelumnya mampu
meningkatkan kemampuan akademik calon peserta olimpiade bidang
Matematika SD. Hal ini menunjukkan bahwa struktur program pembinaan
yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan peserta dalam
menyelesaikan soal-soal Matematika yang setara dengan soal-soal
olimpiade nasional.
Peningkatan kemampuan akademik peserta pembinaan olimpiade
dalam menyelesaikan soal-soal Matematika merupakan hasil dari
pemantapan konsep-konsep dasar Matematika dan latihan-latihan soal
Matematika yang merupakan soal-soal pemecahan masalah. Latihan-latihan
soal yang diberikan selama pembinaan membuat peserta mampu
mengembangkan wawasan berpikir kritisnya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Piaget yang menekankan pentingnya latihan-latihan serta
lingkungan dalam menumbuhkembangkan intelegensi siswa (Suparno,
2001).
Peranan lingkungan khususnya lingkungan belajar sangat penting
dalam menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya pengetahuan
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 25

dan keterampilan baru pada diri siswa (Purwanto, 2004). Sejalan dengan
hal ini, model pembinaan olimpiade dilaksanakan untuk menciptakan
lingkungan yang sesuai agar mampu menumbuhkan kemampuan-
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang calon peserta Olimpiade
Matematika. Unsur penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan
pemikiran siswa calon peserta olimpiade adalah latihan dan pengalaman
(Suparno, 2001). Latihan berpikir, merumuskan masalah dan
memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu calon
peserta untuk mengembangkan pemikiran dan intelegensinya. Semakin
banyak latihan yang dilakukan semakin berkembanglah cara berfikirnya.
Demikian juga, kalau siswa semakin banyak melakukan latihan
memecahkan persoalan Matematika, maka siswa semakin mengerti dan
semakin berkembang cara berfikirnya.
Selain latihan, pengalaman juga mempunyai peranan penting dalam
perkembangan siswa. Kemampuan akademik siswa akan meningkat dari
berbagai fase perkembangan kognitif Piaget bila diciptakan kondisi-kondisi
lingkungan yang memungkinkan terjadi pengalaman fisik, pengalaman
logiko matematik, transmisi sosial dan pengaturan sendiri (Ratna Wilis
Dahar, 1989). Pengalaman fisik berguna untuk mengabstraksi benda-benda,
pengalaman logiko matematik berguna untuk mengkonstruksi hubungan-
hubungan antarobjek, transmisi sosial berasal dari orang lain sebagai
motivator atau fasilitator, dan pengaturan sendiri berguna untuk
memperoleh keseimbangan dengan pengalaman baru yang telah diperoleh
dari lingkungan. Pengalaman pisik, pengalaman logiko matematik,
transmisi sosial dan pengaturan sendiri dikembangkan secara maksimal
dalam program pembinaan yang dikembangkan.
Aspek penting yang lain yang dikembangkan dalam proses
pembinaan adalah menumbuhkan motivasi. Motivasi ini merupakan
dorongan bagi siswa (peserta) untuk dapat menunjukkan kemampuan
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 26

terbaiknya. Motivasi yang ditumbuhkan selama dalam proses pembinaan


lebih banyak bersifat motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari
luar diri peserta pembinaan. Motivasi ditumbuhkan dengan cara
menumbuhkan kesadaran para peserta pembinaan akan kemampuan dirinya
dan menciptakan suasana persaingan yang sehat untuk menunjukkan
kemampuan terbaiknya.
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan dalam peningkatan kemampuan akademik peserta pembinaan
dalam menyelesaikan soal-soal Matematika antara peserta yang mengikuti
pembinaan model “blok diskrit” dan peserta yang mengikuti pembinaan
model “blok kontinyu”. Hal ini berarti peningkatan kemampuan akademik
peserta pembinaan dalam menyelesaikan soal-soal Matematika tidak
ditentukan oleh model pembinaan yang dikenakan kepada mereka.
Walaupun demikian, penerapan model pembinaan yang akan dikembangkan
perlu dilandasi dengan pengkajian keunggulan dan kelemahan masing-
masing model.
Model “blok kontinyu” mempunyai beberapa keunggulan, antara
lain (1) mudah dalam pelaksanaan dan pengawasannya karena dilaksanakan
dalam satu rentang waktu secara kontinyu, (2) peserta pembinaan tidak
terlalu banyak kehilangan materi pelajaran sekolah. Kelemahan yang
menonjol dari model ini adalah munculnya rasa bosan di kalangan peserta.
Hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa ketergantungan para peserta
dengan orangtuanya. Pada usia 11 - 12 tahun siswa masih memerlukan
perlindungan orang dewasa (orang tua) dalam melaksanakan aktivitasnya.
Keunggulan model “blok diskrit” adalah rasa bosan yang rendah
karena mereka terpisah dari orang tuanya dalam kurun waktu yang tidak
terlalu lama. Namun, kelemahan yang menonjol adalah peluang peserta
mengikuti pembinaan secara periodik akan menurun. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, di antaranya adalah keselamatan peserta dan biaya
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 27

dalam perjalanan karena peserta pulang pergi ke tempat pembinaan dengan


frekuensi yang tinggi.
Dari pengembangan model pembinaan peserta olimpiade tahun
2004 diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Salah seorang peserta
berhasil lolos seleksi menjadi tim pusat yang selanjutnya dilatih intensif di
Jakarta sebagai wakil Indonesia dalam ajang olimpiade internasional dalam
bidang Sains dan Matematika tingkat yunior (SD – SMP). Dari 2 orang
siswa yang dipilih mewakili Bali pada OSN Matematika di Pekanbaru,
salah satunya berhasil meraih posisi kelima (Puja Astawa, 2004). Dengan
memperhatikan hasil kajian model pengembangan pembinaan olimpiade
SD Provinsi Bali tahun 2004, pada tahun 2005 dan tahun 2006
dikembangkan model pembinaan yang bersifat kontinyu dengan struktur
program yang sama dengan tahun sebelumya dan diselingi kegiatan wisata
edukatif yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan. Penerapan model
pembinaan ini membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Pada OSN
Matematika SD tahun 2005 di Jakarta, dari 3 orang siswa yang diikutkan
sebagai peserta, 2 di antaranya berhasil memperoleh medali perak
sedangkan pada lomba yang sama tahun 2006 di Semarang diperoleh satu
medali perak dan satu medali perunggu (Puja Astawa, 2005, 2006),

4. Penutup
Berdasakan hasil analisis data dan pembahasan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa (1) Model pembinaan Olimpiade
Matematika SD yang dikembangkan dengan struktur program pembinaan
30% pemantapan teori, 50% latihan soal, dan 20% wawancara (moderasi)
mampu meningkatkan kemampuan akademik calon peserta OSN
Matematika. (2) Peningkatan kemampuan akademik peserta pembinaan
olimpiade tidak tergantung dari model pembinaan yang diterapkan. Dengan
kata lain, kedua model pembinaan yaitu model “blok kontinyu” dan model
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 28

“blok diskrit” menghasilkan peningkatan yang sama pada kemampuan


akademik calon peserta OSN Matematika.
Berkaitan dengan hasil penelitian ini, disarankan untuk
mengembangkan model pembinaan olimpiade yang merupakan kombinasi
antara model “blok kontinyu” dan “blok diskrit”. Kombinasi antara kedua
model ini berupa model blok kontinyu yang diselingi dengan waktu jeda
(sehari atau dua hari) untuk menghindari kejenuhan peserta. Waktu jeda
bisa diisi dengan kegiatan belajar sambil bersenang-senang seperti wisata
pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Olimpiade Matematika dan IPA Nasional Tingkat SD/MI.


Jakarta:Direktorat TK dan SD Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Anonim. 2004. Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Tingkat Nasional.
Jakarta:Direktorat TK dan SD Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Anonim. 2005. Olimpiade Sains Nasional Tingkat SD/MI.
Jakarta:Direktorat TK dan SD Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Cox, A. J and W. F Junkin. 2002. Enhanced Student Learning in the Physic
Laboratory. Physic education
Dahar, R W 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Muchlis, A. 2003. Olimpiade Matematika Sekolah Dasar. Makalah
disampaikan pada rakor Direktorat TK SD di Banjarmasin
Kalimantan Selatan
_______. 2004. Olimpiade Sains Nasional: Matematika Sekolah Dasar.
Makalah disampaikan pada rakor Direktorat TK SD di Pontianak
Kalimantan Barat

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250 29

_______. 2005. Olimpiade Sains Nasional (OSN) Bidang Matematika


tingat Sekolah Dasar. Makalah disampaikan pada rakor Direktorat
TK SD di Medan Sumatra Utara.
Naskah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Naskah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Online material available at: http://www.mysoly.org/elmentary/index.htm
Puja Astawa, I W. 2003. Laporan Pakar Pendidikan Bidang Matematika
Propinsi Bali dalam Rangka OSN 2003. tidak diterbitkan. Subdin
Dikdas Disdik Bali
----------. 2004. Laporan Bulanan Pakar Pendidikan Bidang Matematika
Propinsi Bali dalam Rangka OSN 2004. tidak diterbitkan. Subdin
Dikdas Disdik Bali
---------. 2005. Laporan Bulanan Pakar Pendidikan Bidang Matematika
Propinsi Bali dalam Rangka OSN 2005. tidak diterbitkan. Subdin
Dikdas Disdik Bali
--------. 2006. Laporan Bulanan Pakar Pendidikan Bidang Matematika
Propinsi Bali dalam Rangka OSN 2006. tidak diterbitkan. Subdin
Dikdas Disdik Bali
Purwanto, Ngalim M. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosda
Karya
Santrock, John W. 1998. Child Development. 8th eds. Boston : Mc Graw
Hill
Sujana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget .
Yogyakarta : Kanisius
Walpole and Myers, 1993. Probability and Statistics for Engineers and
Scientists. New York: MacMillan Pub.Co

______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007

Anda mungkin juga menyukai