Anda di halaman 1dari 3

Komplikasi

Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain dan mungkin juga
merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera
major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang
berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap
pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah
aspirasi dan syok. (Wikipedia, Maret, 2009).

medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi,
dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera). Bila hemoragi terjadi pada daerah
spinalis, darah dapat merembes keekstra dural, subdural, atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.
Setelah terjadi kontisio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.
Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu. Daerah lumbal adalah daerah yang
paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan
bertambahnya usia. Selain itu, serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks
saraf spinal.

1. Pendarahan mikroskopik Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-
perdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis meningkatkan
luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.

2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks. Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol
motorik, dan refleks setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok
spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segmen diatas kedua
cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari
dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol sensorik dan
motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang
parah.

3. Syok spinal. Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segmen diatas dan
dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi
kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat
hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang
bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari,
tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh
spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.

4. Hiperrefleksia otonom. Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks,
yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat
setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan
mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan diaktifkannya
sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah
sistem

Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.
Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan
stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf
simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja
untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal. Pada individu yang mengalami lesi korda,
pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat
cedera, namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks
simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.

Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik, sehingga
terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah
distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.

a. Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada transeksi korda spinal,
paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda
setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh terjadi
pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang
mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
b. Autonomic Dysreflexia Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi
paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
c. Fungsi Seksual Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah
d. Syok hipovolemik Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang rusak
sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya
kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula
disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur. 6. Emboli lemak Saat fraktur,
globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ
lain.

Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :

1. Neurogenik shock

2. Hipoksia

3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal

5. Orthostatic hypotensi

6. Ileus paralitik

7. Infeksi saluran kemih

8. Kontraktur

9. Dekubitus

10. Inkontinensia bladder

11. Konstipasi

12. Trombosis vena profunda 13. Gagal napas 14. Hiperefleksia autonomik

REFERENSI

Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai