Anda di halaman 1dari 22

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI

RAWAT JALAN RS
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah

kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi

penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Terjadinya kematian dini

yang disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara

berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah (Kemenkes

RI, 2014). Di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki

peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian. Proporsi kematian semakin

meningkat dengan bertambahnya umur dan meningkat nyata pada usia 35 tahun ke

atas Tim Surkesnas, 2001).

Sebagai faktor risiko, hiperlipidemia merupakan faktor risiko penyakit

kardiovaskular yang signifikan, dan merupakan risiko langsung yang terkait dengan

peningkatan kolesterol. Pengendalian kolesterol penting untuk dilakukan oleh

semua pasien yang diketahui menderita Coronary Artery Disease (CAD). Semua

pasien harus melakukan perubahan gaya hidup. Penurunan Low Density

Lipoprotein (LDL) - kolesterol untuk pencegahan primer dan intervensi sekunder

telah terbukti mengurangi kematian akibat CAD danstroke serta kebutuhan untuk

intervensi seperti Percutaneous Transluminal Coronary Angiography (PTCA) dan

Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Suplemen vitamin E atau antioksidan lain

dapat mengurangi kemungkinan LDL - kolesterol dari oksidasi, namun data

1
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 2
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

uji klinis menunjukkan tidak ada manfaat yang berarti dengan konsumsi suplemen

(DiPiro et al., 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi kadar LDL kategori

tinggi (160-189 mg/dl) di Indonesia adalah 11,1%. Prevalensi di perkotaan lebih

tinggi dibandingkan di pedesaan yaitu 5,5%, sedangkan di pedesaan adalah 4,1%.

Prevalensi penduduk Indonesia yang memiliki kadar trigliserida kategori tinggi

(200-499 mg/dl) adalah 11,4%. Prevalensi di perkotaan sebesar 12,5%, dan di

pedesaan adalah 10,3% (Kemenkes, 2013).

Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain obesitas (indeks massa

tubuh [BMI]> 26 kg / m2), merokok, gaya hidup, dan glukosa darah > 4,4 mmol /

L. Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia,

kolesterol total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama

selama hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan

kolesterol (DiPiro et al., 2008).

Agen antihiperlipidemia meliputi resin asam empedu (cholestyramine,

colestipol dan colesevelam), niasin, HMG Co-A reduktase inhibitor (golongan

statin), asam fibrat (gemfibrozil), ezetimibe, suplemen minyak ikan (Wells et al.,

2009). Manfaat dari inhibitor koenzim 3-hidroksi-3- metilglutaril (HMG CoA)

reduktase ( statin ) telah dibuktikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular,

dan secara intensif menurunkan low-density lipoprotein ( LDL ) kolesterol (Reiner

et al., 2011). Pasien dengan diagnosa penyakit jantung koroner (PJK) dan risiko

setara PJK memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejadian kardiovaskular

berikutnya termasuk infark miokard ( MI ) , stroke , kematian. Antihiperlipidemia


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 3
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

golongan statin telah direkomendasikan sebagai pilihan pertama pengobatan pada

pasien ini untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular berikutnya (Smith et

al., 2011).

Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya kasus penggunaan statin yang

tidak rasional. Pada tahun 2013, ditemukan kasus berupa efek samping penggunaan

statin. Efek samping berupa kelemahan (65 kasus) dan nyeri otot (64 kasus) adalah

kasus yang paling umum. Dalam 19 kasus, pasien dirujuk ke rehabilitasi, tetapi

laporan tidak mencakup deskripsi dari pengobatan (Mendes et al., 2014). Pada

tahun 2000, dilaporkan 871 kasus rhabdomyolysis dari penggunaan statin yang

mewakili 601 pasien. Jumlah penggunaan masing-masing statin dalam kasus yang

dilaporkan : simvastatin, 215 (35,8%); cerivastatin, 192 (31,9%); atorvastatin, 73

(12,2%); pravastatin, 71 (11,8%); lovastatin, 40 (6,7%); dan fluvastatin, 10 (1,7%).

Obat-obatan yang berinteraksi dengan statin yang ditemukan pada kasus yang

dilaporkan : mibefradil (99 kasus), fibrat (80 kasus), siklosporin (51 kasus),

antibiotik makrolida (n = 42), warfarin (n = 33), digoksin (n = 26), dan azole

antijamur (12 kasus). Statin ditetapkan sebagai penyebab utama dalam 72,0% kasus

dan kematian ditemukan dalam 38 kasus. Mayoritas laporan sebanyak 556 kasus

berasal dari profesional kesehatan (Omar et al., 2002). Oleh karena itu, penelitian

ini dilakukan untuk melihat rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada pasien

jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola penggunaan antihiperlipidemia pada penyakit jantung koroner

pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro?


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 4
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Bagaimana gambaran rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada

penyakit jantung koroner pada pasien jantung koroner di RS Soeradji

Tirtonegoro?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit jantung

koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro.

2. Mengetahui rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit

jantung koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu informasi terkait pola penggunaan antihiperlipidemia pada

pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro

2. Sebagai bahan referensi terkait penggunaan antihiperlipidemia yang rasional

dan karakteristik pada penyakit jantung koroner.

3. Sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Telaah Pustaka

1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia

Penyakit Jantung Koroner adalah Penyakit jantung yang disebabkan oleh

penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri)

maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak pada dinding arteri

koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala klinis sekalipun (Kabo, 2008).
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 5
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pengertian lain secara sederhana tentang penyakit jantung koroner adalah terjadinya

ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen miokard. Ini dapat

terjadi akibat penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah/curah jantung

(Cardiac Output), dan peningkatan kebutuhan oksigen di miokard yang penyebab

terseringnya adalah aterosklerosis (Rokhaeni, 2001).

Hiperlipidemia sebagai faktor risiko jantung koroner adalah keadaan dimana

terdapat kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama

adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida

serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya

mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga

tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal

sebagai Triad Lipid (Anwar, 2004).

2. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia

Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya

untuk memenuhi ketersediaan darah yang adekuat ke seluruh bagian tubuh, baik

dalam keadaan istirahat maupun saat stres fisiologis (Silbernagl dan Lang, 2007).

Patofisiologi penyakit jantung koroner adalah diawali dengan adanya timbunan

lemak atau kolesterol yang membentuk plak/atheroma dalam intima arteri koronaria

yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga secara progresif mempersempit lumen

pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan

meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin

berlanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 6
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian

keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil

sehingga membahayakan miokardium. Ketidakseimbangan antara penyediaan dan

kebutuhan oksigen miokardium, melebihi batas perfusi koronaria yang dapat

menyebabkan iskemi (Price & Wilson, 2006).

Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang disebut LDL (Low Density

Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot

jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan

kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density

Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu

dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Maka apabila

terjadi penurunan HDL, pengangkutan kelebihan kolesterol dalam darah ke hati

untuk diuraikan menjadi menurun. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada

HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang

membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak

yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding

pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam

operasinya, HDL membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah

dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL

adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih

sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Cypess et al., 2008).

3. Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner

Berikut ini gejala klinik penyakit jantung koroner menurut Soeharto, 2004 :
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 7
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a. Tidak ada gejala. Banyak dari penderita jantung koroner yang tidak merasakan

sesuatu yang buruk atau tanda-tanda suatu penyakit. Dalam bidang kedokteran,

kondisi ini disebut silent ischemia..

b. Angina, atau sering disebut angina pectoris. Angina umumnya ditunjukkan

dengan sakit dada sementara pada waktu melakukan gerakan fisik atau latihan.

c. Angina tidak stabil. Sakit dada yang tiba-tiba terasa pada saat istirahat atau

terjadi gerakan berat secara tiba-tiba.

d. Serangan Jantung. Bila aliran darah ke pembuluh arteri koroner terhalang

sepenuhnya, maka terjadilah serangan jantung atau myocardiac infraction

(MI).

e. Kematian mendadak. Penyebab kematian mendadak pada pasien jantung

koroner sering kali adalah irama jantung yang tidak teratur atau ventricular

tachycardia yang mengiringi serangan jantung mendadak.

4. Pengertian Lipid Darah

Hiperlipidemia adalah adalah kondisi terjadinya peningkatan kadar kolesterol

total, LDL atau trigliserida dan penurunan HDL atau kombinasi di antara keduanya.

Hiperlipoproteinemia adalah suatu keadaan tingginya kadar makromolekul

lipoprotein yang mengangkut lipid ke dalam plasma. Abnormalitas kadar lipid akan

menyebabkan pendepositan pada pembuluh darah, risiko penyakit kardiovaskular,

serebrovaskuler, dan peripheral vaskular arterial (Katzung 2007).


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 8
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel I. Klasifikasi LDL, HDL, Trigliserida dan Kolesterol Total (DiPiro et al., 2008)

Jenis Lipid Kategori

Kolesterol LDL

<100 mg/dL Optimal

100-129 mg/dL Mendekati optimal

130-159 mg/dL Batas tinggi

160-189 mg/dL Tinggi

≥190 mg/dL Sangat tinggi

Kolesterol HDL

<40 mg/dL Rendah

≥60 mg/dL Tinggi

Kolesterol Total

<200 mg/dL Yang diinginkan

200-239 mg/dL Batas tinggi

≥240 mg/dL Tinggi

Trigliserida

<150 mg/dL Normal

150-199 mg/dL Batas tinggi

200-499 mg/dL Tinggi

>500 mg/dL Sangat tinggi

Kolesterol dapat diklasifikasi berdasarkan cara sintesis dan katabolisme

sebagai berikut:

a. Khilomikron

Khilomikron terbentuk di dalam usus dan membawa trigliserida dari diet,

unesterified cholesterol dan cholesteryl esters. Lalu ditransit melalui thoracic


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 9
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

duct ke aliran darah.Trigliserida dikeluarkan dalam jaringan extrahepatic

melalui jalur bersama dengan VLDL yang melibatkan hidrolisis oleh sistem

lipoprotein lipase (LPL). Sisa-sisa khilomikron diambil oleh receptor-

mediated endocytosis ke dalam hepatosit (Katzung, 2007).

b. VLDL

VLDL disekresikan oleh hati dan mengangkut trigliserida ke jaringan perifer

trigliserida. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL menjadi asam lemak

bebas untuk penyimpanan dalam jaringan adiposa dan untuk oksidasi dalam

jaringan seperti jantung dan otot rangka. Pengoksidasian lipid menjadi energi

tergantung kebutuhan tubuh.Jika tidak atau kurang terjadi oksidasi, hal ini

dapat menyebabkan akumulasi lemak di jaringan adiposa (Katzung, 2007).

c. LDL

LDL dikatabolisme terutama di hepatosit dan sel-sel lain oleh receptor-

mediated endocytosis. Cholesteryl esters dari LDL yang dihidrolisis,

menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis membran sel. Sel juga

mendapatkan kolesterol dengan cara sintesisi melalui jalur yang melibatkan

pembentukan asam mevalonat oleh HMG-CoA reduktase. Produksi enzim ini

dan reseptor LDL diatur oleh kandungan kolesterol dalam sel. Biasanya,

sekitar 70% dari LDL akan dikeluarkan dari plasma oleh hepatosit. Bahkan

lebih banyak kolesterol dikirim ke hati melalui LDL dan khilomikron.

Hepatosit dapat menghilangkan kolesterol dengan sekresi ke dalam empedu

dan konversi menjadi asam empedu (DiPiro et al., 2008).


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 10
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

d. LP(A) Lipoprotein

LP(A) Lipoprotein terbentuk dari LDL dan protein(a), dihubungkan oleh

ikatan disulfida. Protein (A) sangat homologous dengan plasminogen tetapi

tidak diaktifkan dengan aktivator jaringan plasminogen. Ini terjadi pada

sejumlah isoform yang berat molekulnya berbeda-beda. Tingkat LP(a)

bervariasi dari 0 sampai lebih dari 500 mg/dL dan ditentukan oleh faktor

genetik. Lp(a) dapat ditemukan dalam plak aterosklerotik dan juga dapat

menyebabkan penyakit koroner dengan menghambat trombolisis (Katzung,

2007).

e. HDL

Apoprotein dari HDL disekresikan oleh hati dan usus.Sebagian besar lemak

berasal dari permukaan monolayer khilomikron dan VLDL hasil lipolisis.

HDL juga memperoleh kolesterol dari jaringan perifer yang melindungi

homeostasis kolesterol. Kolesterol bebas diangkut dari membran sel leh

transfer ATP binding cassette-A1 (ABC-A1). Selanjutnya diesterifikasi oleh

lesitin (cholesterol acyltransferase), sehingga membentuk jenis HDL yang

lebih besar. Kolesterol juga diekspor dari makrofag oleh transfer ATP binding

cassette-G1 (ABC-G1) untuk menjadi partikel HDL yang lebih besar.

Cholesteryl esters ditransfer menjadi VLDL, Intermediate Density

Lipoprotein (IDL), LDL, dan sisa-sisa khilomikron dengan cholesteryl ester

transfer protein (CETP) (DiPiro et al., 2008).


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 11
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5. Penatalaksanaan Hiperlipidemia

Sejak tahun 2006 ada pembaharuan panduan American Heart Association

(AHA) / American College of Cardiology (ACC) tentang pencegahan sekunder,

bukti penting dari uji klinis ini mendapat dukungan lebih lanjut dan memperluas

manfaat dari terapi pengurangan risiko yang intensif untuk pasien dengan penyakit

koroner dan aterosklerotik vaskular lainnya, termasuk penyakit arteri perifer,

penyakit aorta aterosklerosis, dan penyakit arteri karotid (Smith et al.,

2011).

Bukti-bukti menegaskan bahwa pada pasien dengan penyakit aterosklerotik

vaskular, manajemen faktor risiko secara komprehensif mampu mengurangi risiko

sebagaimana dinilai oleh berbagai hasil, termasuk peningkatan kelangsungan

hidup, mengurangi peristiwa kekambuhan, kebutuhan untuk prosedur

revaskularisasi, dan peningkatan kualitas hidup. (Smith et al., 2011).

Rekomendasi AHA/ACC 2013 untuk pengobatan kolesterol darah untuk

mengurangi risiko Arteriosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD) pada orang

dewasa yaitu usia ≤ 75 tahun dan tidak ada masalah lain menggunakan statin

intensitas tinggi. Pada usia > 75 tahun atau ada perhatian khusus dianjurkan

menggunakan statin intensitas sedang. Pada kasus LDL-C primer ≥190 mg / dL

dianjurkan mencapai setidaknya penurunan 50% LDL-C. Pada terapi pemeliharaan,

dianjurkan menggunakan statin intensitas sedang ataupun rendah. (Stone et al.,

2013)

Klasifikasi terapi statin intensitas tinggi, sedang dan rendah menurut

AHA/ACC 2013 disajikan dalam tabel II.


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 12
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel II. Klasifkasi Intensitas Terapi Statin (Stone et al., 2013)

Terapi statin intensitas tinggi Terapi statin intensitas sedang Terapi statin intensitas rendah

Dosis harian menurunkan LDL rata- Dosis harian menurunkan Dosis harian menurunkan LDL
rata, sekitar ≥50% : LDLrata-rata, sekitar 30% sampai rata-rata, dengan <30% :
<50% :

Atorvastatin (40) 80 mg Atorvastatin 10 (20) mg Simvastatin 10 mg

Rosuvastatin 20 (40) mg Rosuvastatin (5) 10 mg Pravastatin 10-20 mg

Simvastatin 20-40 mg Lovastatin 20 mg

Pravastatin 40 (80) mg Fluvastatin 20-40 mg

Lovastatin 40 mg Pitavastatin 1 mg

Fluvastatin XL 80 mg

Fluvastatin 40 mg BID

Pitavastatin 2-4mg

6. Terapi Farmakologi Hiperlipidemia

Tujuan utama dari pengobatan yaitu menghilangkan rasa sakit pasien dan

mengusahakan memperkecil risiko dari komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian (Majid, 2007).

Berdasarkan Wells et al., (2009) terdapat enam golongan obat

antihiperlipidemia yang dapat digunakan, antara lain:

a. Resin asam empedu

Mekanisme obat golongan resin asam empedu (cholestyramine, colestipol dan

colesevelam) adalah dengan mengikat asam empedu di dalam lumen usus,

mengganggu sirkulasi enterohepatic asam empedu, yang mengurangi sintesis

asam empedu dari kolesterol. Ini menyebabkan peningkatan biosintesis

kolesterol dan peningkatan Low Density Lipoprotein Receptors (LDL-Rs) pada

membran hepatosit, yang merangsang peningkatan kadar katabolisme dari


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 13
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

plasma dan menurunkan kadar LDL. Peningkatan dalam biosintesis kolesterol

hati dapat disejajarkan dengan peningkatan produksi Very Low Density

Lipoprotein (VLDL) pada pasien dengan hiperlipidemia gabungan.Obat

golongan ini berguna untuk mengobati hiperkolesterolemia primer. Efek

samping yang sering muncul adalah sembelit, kembung, kepenuhan

epigastrium, mual, dan perut kembung. Efek samping ini dapat dikurangi

dengan meningkatkan asupan cairan, diet tinggi serat, dan memakai pelunak

tinja. Efek samping lainnya yang potensial adalah gangguan penyerapan

vitamin larut lemak (A,D,E,K) , hipernatremia, obstruksi saluran cerna dan

mengurangi bioavailabiltas obat asam seperti warfarin, asam nikotinat,

tiroksin, parasetamol, hidrokortison, HCT, loperamid, dan zat besi (Wells et

al., 2009).

b. Niasin

Niasin (asam nikotinat) mengurangi VLDL dari sintesis hepatik dan

menyebabkan penurunan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL

dengan mengurangi katabolismenya. Penggunaan utama dari niasin ini adalah

untuk hiperlipidemik campuran atau sebagai lini kedua terapi kombinasi untuk

hiperkolesterolemia. Ini adalah agen lini pertama atau alternatif untuk

pengobatan hipertrigliseridemia dan dislipidemia diabetes. Niasin umumnya

memiliki banyak reaksi obat yang merugikan. Cutaneous flushing dan gatal-

gatal disebabkan oleh prostaglandin dan dapat dikurangi dengan minum aspirin

325 mg sebelum niasin dikonsumsi. Intoleransi saluran cerna juga merupakan

masalah umum yang sering terjadi. Niasin kontraindikasi pada pasien dengan
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 14
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penyakit hati yang aktif, dan mungkin memperburuk gout yang sudah ada

sebelumnya dan diabetes. Nikotinamid seharusnya tidak digunakan dalam

pengobatan hiperlipidemia karena tidak efektif dalam menurunkan kadar

kolesterol atau trigliserida (Wells et al., 2009).

c. HMG Co-A reduktase inhibitor

Obat golongan statin (atorvastatin, simvastatin, fluvastatin, lovastatin,

pravastatin, rosuvastatin) menghambat koenzim A 3-hydroxy-3-

methylglutaryl (HMG-Co A) reduktase, mengganggu konversi HMG-Ko A

menjadi mevalonat. Mengurangi sintesis LDL dan meningkatkan katabolisme

LDL yang dimediasi melalui LDL-Rs menjadi mekanisme utama dalam efek

penurunan lipid. Dapat digunakan sebagai monoterapi, statin merupakan agen

penurun kolesterol total dan LDL yang paling kuat serta yang terbaik yang

dapat ditoleransi oleh pasien. Terapi kombinasi dengan obat golongan asam

empedu resin bisa dikatakan rasional karena jumlah LDL-Rs meningkat, ini

menyebabkan tingginya degradasi kolesterol LDL, sintesis kolesterol

intraseluler dihambat, dan siklus enterohepatic asam empedu terganggu. Efek

samping yang sering dilaporkan adalah kejadian konstipasi kurang dari 10%

pasien yang memakai statin, peningkatan serum aminotransferase (terutama

alanin aminotransferase), peningkatan kadar kreatinkinase, miopati, dan

rhabdomyolisis (Katzung, 2007). Tabel III menunjukkan perbedaan

farmakokinetik golongan statin:


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 15
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel III. Perbedaan Farmakokinetik Golongan Statin (DiPiro et al., 2008)


Parameter Lovastatin Simvastatin Pravastatin Fluvastatin Atorvastatin Rosuvastatin

Isoenzim 3A4 3A4 - 2C9 3A4 2C9

Lipofilik Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

Protein binding
>95 95-98 -50 >90 96 88
(%)

Metabolit aktif Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya

T½ eliminasi 7 jam - 14
3 2 1,8 1,2 13-20
(jam) jam

d. Fibrat

Monoterapi obat golongan asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat, klofibrat)

efektif dalam mengurangi VLDL, tetapi kenaikan timbal balik dalam LDL

dapat terjadi dan kadar kolesterol total relatif tidak berubah. Konsentrasi HDL

plasma bisa naik 10% - 15% atau lebih dengan penggunaan obat golongan ini.

Gemfibrozil mengurangi sintesis VLDL dan peningkatan apolipoprotein B

bersamaan dengan mengurangi kadar trigliserida dalam plasma. Clofibrate

kurang efektif dibandingkan gemfibrozil atau niasin dalam mengurangi

produksi VLDL. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna terjadi 3%-

5%, ruam sebanyak 2%, pusing sebanyak 2,4% dan peningkatan sementara

transaminase sebanyak 4,5% dan alkali fosfatase sebanyak 1,3%. Clofibrate

dan gemfibrozil dapat meningkatkan pembentukan batu empedu (DiPiro et al.,

2008).

e. Ezetimibe

Ezetimibe mengganggu penyerapan kolesterol pada brush border usus,

mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan yang baik sebagai terapi
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 16
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tambahan. Hal ini disetujui sebagai monoterapi dan baik untuk digunakan

dengan statin. Dosis pemakaiannya yaitu 10 mg sekali sehari, diberikan

bersama atau tanpa makanan. Penggunaan tanpa kombinasi dapat mengurangi

sebanyak 18% LDL dan penggunaan bersama statin dapat menurunkan lagi

12%-18% LDL. Ezetimibe ditoleransi dengan baik ; sekitar 4% dari pasien

mengalami gangguan saluran cerna. Efek samping ezetimibe terhadap

kardiovaskular belum dievaluasi, oleh sebab itu ezetimibe sebaiknya

digunakan untuk pasien yang tidak toleran atau tidak menunjukkan manfaat

klinis dengan terapi statin (Wells et al., 2009).

f. Suplemen minyak ikan

Diet yang tinggi kandungan omega-3 polyunsaturated fatty acids (dari minyak

ikan), sebagian besar umumnya eicosapantenoic acid (EPA), mengurangi

kolesterol, trigliserida, LDL,VLDL, dan dapat meningkatkan kolesterol HDL.

Suplemen minyak ikan bermanfaat bagi pasien dengan hipertrigliseridemia,

tetapi peranannya dalam pengobatan belum diketahui dengan jelas.

Lovaza(omega-3-acid ethyl esters) adalah bentuk sediaan yang mengandung

minyak ikan EPA 465 mg dan docosahexaenoic acid 375 mg. Dosis 4

gram/hari, dapat dikonsumsi sekali sehari 4 kapsul 1 gram atau dua kali sehari

2 kapsul 1 gram. Suplemen ini dapat menurunkan kadar trigliserida sebesar

14%- 30% dan meningkatkan HDL sekitar 10%. Komplikasi dari penggunaan

suplemen minyak ikan antar lain trombositopenia dan gangguan pendarahan,

khususnya dengan dosis tinggi (15-30 gram/hari) (DiPiro et al., 2008).


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 17
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7. Faktor Risiko Hiperlipidemia

Pada tahun 1957, Framingham Study menunjukkan secara nyata bahwa

konsentrasi serum kolesterolyang tinggi meramalkan probabilitas terjadinya PJK,

dan konsep faktor risiko PJK mulai diperkenalkan (Dawber et al., 1957). Peran

kolesterol mulai diperhatikan ketika ditemukan bahwa konsentrasi tinggi low-

density lipoprotein (LDL) kolesterol dikaitkan dengan peningkatan risiko PJK, dan

konsentrasi high-density lipoprotein (HDL) yang tinggi dikaitkan dengan

penurunan risiko PJK. Kontroversi tentang hipotesis lipid berlanjut sampai uji klinis

melaporkan bahwa penurunan konsentrasi serum kolesterol dengan obat mampu

mengurangi kejadian PJK ( McMahan et al., 2008).

Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain :

a. Faktor risiko Lipoprotein

Konsentrasi kolesterol non-HDL secara positif berhubungan dengan garis-

garis lemak yang lebih luas dan memperbesar lesi di kedua aorta abdominal,

arteri koroner kanan dan arrteri koroner Left Artery Descending (LAD).

Kolesterol HDL dipastikan tidak berhubungan dengan sejauh mana

perkembangan lesi baik dalam aorta perut dan kanan arteri koroner dan dengan

prevalensi peningkatan lesi dalam LAD arteri koroner (McMahan et al., 2008).

b. Merokok

Merokok dikaitkan dengan peningkatan lesi yang lebih besar pada aorta

perut, dan peningkatan garis-garis lemak. Efek dari merokok pada aorta perut

dimulai pada usia 15 tahun dan terkonsentrasi pada aspek dorsolateral.

Merokok berhubungan dengan transisi yang cepat dari American Heart


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 18
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Association (AHA) kelas 4 sampai kelas 5 di arteri koroner LAD (Kennel et

al., 1984).

c. Kegemukan

Obesitas memiliki efek yang kuat pada tingkat garis-garis lemak dan

pembesaran lesi di arteri koroner kanan, dan pada kelas mikroskopis

aterosklerosis di arteri koroner LAD laki-laki tapi tidak perempuan.Di antara

pria obesitas, orang-orang dengan jaringan panikula adiposa yang tebal

memiliki keterlibatan yang lebih luas dengan pembesaran lesi. Pada wanita

dengan jaringan panikula adiposa tebal, ada kecenderungan (tidak signifikan)

untuk perempuan obesitas memiliki garis-garis lemak yang lebih luas (Maas et

al., 2010).

d. Hiperglikemia

Hiperglikemia, yang diukur dengan glycohemoglobin postmortem, sangat

terkait dengan lemak yang lebih luas dan pembesaran lesi pada kedua aorta

perut dan arteri koroner kanan, dan dengan kelas mikroskopis aterosklerosis di

arteri koroner LAD (Mc Mahan et al., 2008).

Menurut DiPiro et al., berikut penyebab sekunder dari hiperlipidemia :

Tabel IV. Penyebab Sekunder Hiperlipidemia ( DiPiro et al., 2008)

Jenis gangguan Penyebab sekunder

Hiperkolesterolemia Hipotiroidisme

penyakit hati obstruktif

sindrom nefrotik

anorexia nervosa
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 19
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Jenis gangguan Penyebab sekunder

Hiperkolesterolemia porfiria intermiten akut

obat: progestin, diuretik thiazide, glukokortikoid,

β-blocker, isotretinoin, inhibitor protease, cyclosporine,


mirtazapine, sirolimus

Hipertrigliseridemia Kegemukan

diabetes mellitus

Lipodistrofi

penyakit penyimpanan glikogen

operasi bypass ileum

keracunan darah

Kehamilan

hepatitis akut

Hipertrigliseridemia sistemik lupus eritematosa

gammopathy monoklonal: multiple myeloma, limfoma

obat: alkohol, estrogen, isotretinoin, β-blocker, glukokortikoid,


resin asam empedu, tiazid; asparaginase,

interferon, antijamur azole, mirtazapine, anabolic

steroid, sirolimus, Bexaroterie

HDL rendah Malnutrisi

Kegemukan

β-blocker, steroid anabolik, probucol,

Helsinki Heart Study menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia dan HDL

rendah dikaitkan dengan obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 26 kg / m), merokok,

gaya hidup, dan glukosa darah> 4,4 mmol / L. Hipertrigliseridemia dalam kasus

tertentu (misalnya, diabetes mellitus, sindrom nefrotik, penyakit ginjal kronis, dan

mungkin pada wanita) berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular.


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 20
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia, kolesterol

total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama selama

hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan kolesterol.

Risiko aterosklerosis meningkat dengan gangguan obesitas, hiperurisemia, dan

diabetes, dan asupan alkohol, estrogen eksogen, dan insufisiensi ginjal cenderung

menjadi faktor memperburuk. Hiperkolesterolemia familial, adalah

ketidakmampuan untuk mengikat LDL pada reseptor LDL. Hal ini menyebabkan

kurangnya degradasi LDL oleh sel dan biosintesis tidak diatur kolesterol, dengan

kolesterol total dan LDL-C berbanding terbalik dengan defisit reseptor LDL

(DiPiro et al., 2008).

8. Rasionalitas Pengobatan

Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang menunjukkan

bahwa pasien menerima terapi yang sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis

yang memenuhi kebutuhan masing-masing, selama periode waktu yang memadai,

dan penggunaan biaya terendah bagi pasien dan lingkungan sekitarnya (Quick dkk.,

1997). Dalam pengobatan rasional terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis,

pemilihan dan penentuan dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk

pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label,

serta kepatuhan penggunaan obat oleh penderita (Segeran, 2009). Kriteria obat

rasional menurut INRUD (International Network Rational Use of Drug) tahun

1999 adalah sebagai berikut :

a. Tepat indikasi, keputusan dalam memberikan suatu obat harus didasarkan

bahwa terapi yang diberikan efektif dan aman.


EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 21
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Tepat obat, seleksi obat didasarkan pada efikasi, keamanan, kecocokan, dan

pertimbangan biaya.

c. Tepat dosis, durasi, dan cara pemberian (administration, dosage, and duration

appropriate).

d. Tepat pasien, tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan efek samping yang

minimal, serta obat tersebut cocok untuk pasien.

e. Tepat informasi pada pasien, ketepatan pemberian informasi tentang obat yang

harus diminum atau digunakan pasien, cara pemakaian obat, efek samping, dan

sebagainya.

f. Tepat evaluasi atau monitoring, monitoring tentang efek yang tidak diharapkan

dari pengobatan.

Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi tidak

seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari pemberian suatu obat. Dengan kata

lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika (Anonim, 2000) :

a. Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru.

b. Pemilihan obat tidak tepat, artinya yang dipilih bukan obat terbukti paling

bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis.

c. Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian,

frekuensi pemberian dan lama pemberian.

d. Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, penyesuaian dosis atau

keadaan yang akan meningkatkan kemungkinan tidak dapat menggunakan

suatu obat, mengharuskan resiko efek samping obat.

e. Pemberian obat tidak disertai penjelasan yang sesuai kepada pasien atau
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERLIPIDEMIA PADA PASIEN JANTUNG KORONER DI INSTALASI
RAWAT JALAN RS 22
SOERADJI TIRTONEGORO
HARINI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

keluarganya.

f. Pengaruh pemberian obat baik yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan,

tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara

langsung atau tidak langsung.

Akibat yang dapat timbul dari penggunaan obat yang tidak rasional antara lain

berkurangnya kualitas pengobatan yang akhirnya dapat menyebabkan kenaikan

mortalitas dan morbiditas pasien, mengurangi availabilitas obat vital yang akhirnya

menyebabkan kenaikan biaya pengobatan, meningkatkan resiko terjadinya efek

yang tidak diinginkan seperti reaksi efek samping obat dan resistensi obat, serta

psikososial pada pasien yang menyebabkan sugesti untuk selalu menggunakan obat

pada saat sakit (WHO, 1994).

F. Keterangan Empirik

Dari penelitian diharapkan dapat diambil informasi mengenai pola penggunaan

antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner di RS Soeradji

Tirtonegoro.Penelitian ini juga dapat melihat gambaran rasionalitas penggunaan

antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner setelah dievaluasi.

Anda mungkin juga menyukai