Sirosis Hepatis
Sirosis Hepatis
SIROSIS HEPATIS
OLEH:
1102100001
PEMBIMBING:
NIM : 1102100001
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu penyakit
dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Konsulen Pembimbing,
Nahla Zaimah Jainuddin (dr. Isdiana Kaelan, Sp. Rad) dr. Rusman Rahman Sp.PD
Mengetahui,
1. Pendahuluan
Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok
penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik
normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta
regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang
panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium
lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang
dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]
2. Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari
total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ
plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk
cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati
memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen
anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus
kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang
dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan
dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis,
kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada
diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu
menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang
dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini
melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan
diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta,
arteri hepatika, dan saluran empedu. [3,4]
3. Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu
dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini
kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-
lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali
menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria
hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan
tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat
serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.
Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada
obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]
4. Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas
lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang
besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu
mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan
kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada
sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau
sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak di usus.
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme
pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa
darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat
disimpan dalam hati sebagai glikogen.
Glikogenesis
Glikogenolisis
Glukoneogenesis
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan β
globulin (γ globulin tidak).
Sintesis protein Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I),
protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K
diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor
V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian
diekskresi dalam kemih dan feses.
Penyimpanan protein (asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap
asam amino.
Ketogenesis
Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar
diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.
Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin
B12, tembaga dan besi.
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena
penyaring kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang
bakteri dan debris dari darah.
5. Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]
8. Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi,
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang
susunannya tidak teratur. [2]
Gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga
kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rtin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun,
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin
disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]
Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]
10. Pemeriksaan Fisis
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi
suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. [2]
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. [2]
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis billier primer. [2]
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]
a
Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati,
pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin,
albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline
pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase ,
GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau
campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit
tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan
laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah
yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat
bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging
perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan
kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau
transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik
(adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi
imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus,
HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA,
antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP;
cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic
retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik
antineutrofil perifer. [8]
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan
USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada
sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien
sirosis. [2]
12. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup
pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi
yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites
oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. [2]
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus. [2]
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu
tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai
cara. [2]
13. Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah
timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan
menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan.
Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan
kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan
stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan.
Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi
sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen,
namun belum tebukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan
vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang
dalam penlitian. [2]
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
14. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun
pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan
Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45% [2]
b
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas
A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]
Hepatic Tidak ada Minimal Berat
encephalopathy
Daftar Pustaka
1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL
et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill;
2005. p. 1858-62
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.
3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.
4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.:
Elsevier; 2006. p. 859-64.
5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].:
Saunders/Elsevier; 2003.
6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.
7. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of pathophysiology:
concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-
516.
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of
internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.