Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN PNEUMONIA


Dengan pendekatan SDKI SLKI SIKI

Disusun Oleh :
1. Via Arantika
2. Furqon
3. Happy Hutama
4. Titin Rahayu

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
2019 / 2020
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................


Daftar Isi .................................................................................................................................
Pendahuluan .......................................................................................................................... 1
BAB I Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
A. Anatomi Sistem Pernapasan ........................................................................................... 3
B. Mekanisme Pernapasan ................................................................................................... 7
C. Fisiologi Sistem Pernapasan ........................................................................................... 9
D. Patologi ......................................................................................................................... 10
E. Biokomia ....................................................................................................................... 12
BAB II Pneumonia
A. Definisi .......................................................................................................................... 15
B. Etiologi .......................................................................................................................... 16
C. Patofisilogi (Pathway) .................................................................................................... 16
D. Manifestasi Klinis ......................................................................................................... 18
E. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................................ 19
F. Penatalaksanaan ............................................................................................................. 19
G. Komplikasi ..................................................................................................................... 19
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian ...................................................................................................................... 21
B. Diagnosa Keperawatan (SDKI) ..................................................................................... 22
C. Intervensi Keperawatan ................................................................................................ 22
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 30
B. Saran .............................................................................................................................. 31
Daftar Pustaka
Pendahuluan

Respirasi adalah suatu proses menghirup udara bebas yang mengandung O2 (oksigen)
dan mengeluarkan udara yang mengandung CO2 (karbonmonoksida) sebagai oksidasi keluar dari
tubuh. Pada dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rangkaian saluran udara yang menghantarkan
udara luar agar dapat bersentuhan dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara
sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran
pernapasan bagian atas (Hidung dan kavitas nasalis, faring, laring) dan saluran pernapasan
bagian bawah (trakea dan pohon bronkus, paru – paru dan membran pleura dan alveoli).
Pneumonia suatu penyakit sistem pernapasan yang mengalami peradangan yaitu proses
inflamasi yang mengakibatkan edema jaringan interstitial paru dan ekstravasasi cairan ke alveoli
sehingga mengakibatkan hipoksemia.
Berdasarkan data laporan ruin Subdit ISPA Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000
balita) di Indonesia sebesar 20,06% hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56%. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan
penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3,55%
namun angka perkiraan kasus pneumonia di masing-masing provinsi menggunakan angka yang
berbeda-beda sesuai angka yang telah ditetapkan. (profil kesehatan indonesia, 2018).

Pneumonia dibagi menjadi beberapa bagian menurut penyebabnya, yaitu Berdasarkan


predileksi infeksi, Berdasarkan kuman penyebab dan Berdasarkan klinis dan epidemiologis.
Etiologi pada pneumonia adalah virus pernafasan yang paling sering dan lazim yaitu mikoplasma
pneumonia yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak lebih tua.

Patologi pada sistem pernapasan, selain pneumonia adalah asma, emfisema, tuberkulosis
paru, bronkitis, emboli paru – paru, efusi pleura dan atelektasis.. Pneumonia terjadi setelah
menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi
mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring (penyebab pneumonia bacterialis
yang paling sering) atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang
masuk keparu melalui saluran pernapasan, masuk ke bronchiolus dan alveoli lalu menimbulkan
reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan
jaringan intersititial. Beberapa tanda gejala pada pneumonia seperti, demam, menggigil, dan
kadang dispnea. Penatalaksanaan pneumonia seperti pemberian O2 yang adekuat dan
memposisikan tubuh semi fowler dengan sudut 45 derajat. Pemeriksaan diagnostik pneumonia
seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Komplikasi dari pneumonia seperti Gagal nafas
serta Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi.
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

A. Anatomi Sistem Pernapasan


Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian atas terdiri atas bagian
di luar rongga dada : udara melewati hidung, kavitas nasalis, faring, laring dan trakea bagian
atas. Saluran pernapasan bawah terdiri atas bagian yang terdapat dalam rongga dada : trakea
bagian bawah dan paru – paru itu sendiri, yang meliputi pipa bronkial dan alveoli. Bagian
sistem respirasi ialah membran pleura dan otot pernapasan yang membentuk rongga dada :
diafragma dan otot – otot interkostalis.

Gambar 1-1 komponen sistem pernapasan


(Sumber : Muttaqin, 2012)

1. Saluran Pernapasan Bagian Atas


a) Hidung dan Kavitas Nasalis
Udara memasuki dan meninggalkan sistem respirasi melalui hidung, yang
tersusun atas tulang dan kartilago yang ditutupi kulit. Di dalam rongga hidung terdapat
rambut – rambut yang membantu mencegah debu masuk. Kedua kavitas nasalis terdapat
dalam tengkorak dipisahkan oleh septum nasi, yang merupakan lempeng tulang yang
terbuat dari tulang edmoidalis dan vomer. Mukosa hidung adalah epitel bersila, dengan
sel goblet yang memproduksi mukus. Udara yang melewati kavitas nasalis dihangatkan
dan di lembabkan, sehingga udara yang mencapai paru akan hangat dan lembap. Di
dalam kavitas nasalis bagian atas terdapat reseptor olfaktorius, yang mendeteksi uap
kimiawi yang di inhalasi. Nervus olfaktorius melewati tulang etmoidalis menuju otak.
Sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat dalam os maksilaris, frontalis,
sfenodalis dan etmodialils. Sinus ini dilapisi oleh epitel bersilia, dan mukus yang
diproduksi akan akan dialirkan menuju kavitas nasalis. Fungsi sinus paranasalis adalah
meringankan tengkorak dan menciptakan resonanti untuk suara.
b) Faring
Faring adalah suatu pipa muskular di belakang rongga hidung dan mulut dan di
depan vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Bagian yang paling tinggi yaitu nasofaring berada di
belakang kavitas nasalis. Palatum molle terangkat pada saat menelan untuk menutup
nsofaring dan mencegah makanan atau saliva naik, bukan turun. Uvulla adalah bagian
palatum molle yang dapat dilihat di bagian belakang tenggorok. Pada dinding posterior
nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringealis, suatu noduli limfoidei yang berisi
makrofag. 2 lubang yang masuk ke nasofaring adalah tuba auditiva eustachii, yang
membentang sampai rongga telinga tengah. Kegunaan tuba ini untuk memungkinkan
udara masuk atau keluar telinga tengah, sehingga gendang telinga bervibrasi dengan
baik. Nasofaring adalah suatu jalan hanya untuk udara, tetapi bagian sisanya yaitu faring
berfungsi untuk jalan udara dan makanan, meskipun tidak pada saat bersamaan.
Orofaring berada di belakang mulut, mukosanya merupakan epitel gepeng bertingkat,
merupakan kelanjutan rongga mulut. Pada dinding lateralnya terdapat tonsila palatina,
juga noduli limfoidei. Lanringofaring adalah bagian paling bawah faring. Bagian
anteriornya membuka menuju laring dan bagian posteriornya menuju esofagus.
Kontraksi dinding muskuler orofaring dan laringofaring adalah bagian dalam refleks
menelan.
Gambar 1-2 struktur anatomi pernapasan bagian atas
(sumber : Muttaqin, 2012)

c) Laring
Laring biasanya juga disebut kotak suara, suatu istilah yang mengacu pada salah
satu fungsinya, yaitu berbicara. Fungsi lain dari laring adalah sebagai jalan udara antara
faring dan trakea. Jalur udara harus dijaga terbuka setiap waktu, sehingga laring tersusun
atas 9 lempeng kartilago yang dihubungkan oleh ligamen. Kartilago adalah suatu
jaringan lentur yang mencegah kolaps laring. Sebagai pembanding, esofagus adalah pipa
yang kolaps, kecuali ketika makanan melewatinya. Epiglotis adalah kartilago yang
paling atas. Pada saat menelan laring terangkat dan epiglotis menutup dibagian puncak
untuk mencegah makanan masuk ke dalam laring. Mukosa laring adalah epitel bersilia,
kecuali untuk plika vokalis (epitel gepeng bertingkat). Silia mukosa mendorong ke atas
untuk membuang mukus dan menagkap debu dan mikroorganisme. Plika vokalis (pita
suara) berada di kedua sisi glotis, yang terbuka diantaranya. Selama bernapas pita suara
berada di sisi glotis, sehingga udara melintas secara bebas menuju dan keluar dari trakea.
Gambar 1-3 struktur anatomi laring (a) pandangan anterior, (b) pandangan posterior, (c)
pandangangan melintang
(sumber : Muttaqin, 2012)

2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah


a) Trakea dan Pohon Bronkus
Trakea memiliki panjang kurang lebih 10 – 13 cm dan menghubungkan laring
sampai bronkus primarius. Dinding trakea terdiri dari 16 – 20 lempeng kartilago dengan
bentuk menyerupai huruf C, yang menjaga trakea terbuka. Bronkus primarius (kanan dan
kiri )adalah cabang trakea yang memasuki paru. Di dalam paru masing – masing bronkus
primarius bercabang menjadi bronkus sekundarius yang mengarah pada lobus masing –
masing paru (2 di kiri, 3 di kanan), percabangan lebih lanjut pada pipa bronkus biasanya
disebut pohon bronkus. Cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus. Tidak ada kartilago
pada dinding bronkiolus. Bronkiolus berakhir pada sebaran alveoli, yaitu suatu kantung
udara di paru – paru.
b) Paru – Paru dan Membran Pleura
Paru – paru terletak di kedua sisi jantung dalam rongga dada dan dilindungi
secara melingkar oleh rongga yang dibentuk rangka iga. Dasar masing – masing paru
terletak pada diafragma di bawahnya, apeks (ujung atas) terletak setingkat klavikula.
Pada permukaan medial masing – masing paru terdapat suatu netukan yang disebut hilus,
tempat bronkus primarius dan arteri dan vena pulmonalis memasuki paru.
Membran pleura adalah suatu membran serosa pada rongga toraks. Pleura parietal
melapisi rongga toraks dan pleura viseral terdapat pada permukaan paru – paru. Di
antara membran pleura tersebut terdapat cairan serosa, yang mencegah friksi dan
menjaga kedua membran bersama selama pernapasan.
c) Alveoli
Unit fingsional paru – paru adalah suatu kantung udara yang disebut alveoli.
Suatu sel pipih alveolar tipe 1 yang menyusun dinding alveoli adalah selapis epitel
gepeng. Dalam alveoli terdapat makrofag yang memfagosit patogen / benda lain yang
mungkin tidak tersapu keluar oleh epitel bersilia dalam pohon bronkial.

Gambar 1-4 sistem pernapasan (A) traktus respiratorius superior dan inferior, tampak anterior,
(B) gambaran mikroskopik alveoli dan kapiler pulmonal.
(sumber : Prasetyo, 2007)

B. Mekanisme Pernapasan
Ventilasi adalah istilah untuk pergerakan udara dari dan keluar alveoli. Dua aspek
ventilasi adalah inhalasi dan ekhalasi, yang dijalankan oleh sistem saraf dan otot – otot
pernapasan. Pusat pernapasan terletak di medula oblongata dan pons. Otot – otot yang dimaksud
adalah diafragma dan muskuli interkostale eksterni serta interni. Diafragma adalah otot
berbentuk kubah dibawah paru – paru. Ketika otot ini berkontraksi, diafragma akan mendatar
dan bergerak ke bawah. Muskuli interkostale ditemukan diantara tulang iga. Muskuli interkostale
eksterni menarik iga ke bawah dan ke dalam.
Dengan memperhatikan proses pernapasan, ada 3 penekanan penting, yaitu :
1. Tekanan Atmosfer (tekanan udara disekitar)
Pada permukaan laut tekanan atmosdfer adalah 760 mmHg, dan pada ketinggian yang lebih,
tekanan atmosfer menurun.
2. Tekanan intrapleural
Tekanan dalam ruangan potensial pleura antara pleura parietal dan pleura viseral. Ruang ini
lebih tepat disebut potensial daripada ruang yang nyata. Suatu lapisan tipis cairan serosa
menyebabkan 2 membran pleura terpisah satu sama lain.
3. Tekanan intrapulmonal
Tekanan dalam pohon bronkus dan alveoli. Tekanan ini berfluktuasi antara dibawah dan
diatas tekanan atmosfer selama masing – masing siklus pernapasan.
 Inhalasi
Inhalasi disebut juga inspirasi, adalah suatu rangkaian atau kejadian yang digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 1-5 struktur alveolar yang memperlihatkan tipe II dan tipe II, dan makrofag alveolar.
Membran respirator : struktur dan zat yang dilalui gas – gas yang harus berdifusi dari udara
ke dalam darah (oksigen) dan dari darah ke udara (CO2)
(sumber : Prasetyo, 2007)

Impuls motorik dari medula berjalan sepanjang nervus frenikus menuju diafragmadan sepanjang
nervus interkostalis menuju muskuli interkostale eksterni. Diafragma berkontraksi, bergerak ke
bawah dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Muskuli isterkostale eksterni
menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada dari sisi ke sisi dan depan ke
belakang. Saat rongga dada mengembang, pleura parietal turut mengembang. Tekanan
intrapleural menjadi lebih negatif karena kerja pengisapan yang dihasilkan diantara membran
pleura. Namun, adhesi (perlekatan) yang dihasilkan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura
viseral turut mengembang, dan hal ini juga mengembangkan paru. Saat paru mengembang
tekanan intrapulmonal akan turun drastis dibawah tekanan atmosfer, dan udara memasuki hidung
dan melalui jalan napas melalui alveoli. Udara terus masuk sampai tekanan intrapulmonal sama
dengan tekanan atmosfer, ini adalah inhalasi normal.
 Ekhalasi
Ekhalasi juga disebut ekspirasi dan dimulai ketika impuls motorik, dan diafragma serta muskuli
interkostales eksterni berelaksasi. Setelah rongga dada menjadi lebih kecil, paru akan
terkompresi dan jaringan ikat elastis yang teregang selama inhalasi akan mengerut dan
mengompresi alveoli. Ketika tekanan intrapulmonal meningkat diatas tekanan atmosfer, udara
dipaksa keluar dari paru sampai kedua tekanan menjadi sama lagi.

C. Fisiologi Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi yang berarti bernapas
kembali. Respirasi adalah suatu proses menghirup udara bebas yang mengandung O2
(oksigen) dan mengeluarkan udara yang mengandung CO2 (karbonmonoksida) sebagai
oksidasi keluar dari tubuh. Sistem ini berperan menyediakan oksigen (O2) yang diambil dari
atmosfer dan mengeluarkan karbon dioksida (CO2) dari sel-sel (tubuh) menuju ke udara
bebas. Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung dengan
dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem pernapasan
terdiri atas rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan
dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem
kardiovaskular. Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh(inspirasi) scrta mengeluarkan udara yang mengandung
karbon dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi). Proses respirasi terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara rengga pleura dan paru. Sistem saraf pusat memberikan dorongan
ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot diafragma dan otot dada
yang akan memberikan tenaga pendorong bagi gerakan udara. Proses pergerakan gas ke
dalam dan ke luar paru dipengaruhi oleh tekanan dan volume. Agar udara dapat mengalir ke
dalam paru, tekanan intrapleural harus menjadi negatif untuk dapat menentukan batas atas
gradien tekanan antara atmosfer dan alveoli sehingga udara masuk dengan mudah ke dalam
paru.
Volume normal pada paru diukur melalui penilaian fungsi paru. Sebagian dari
pengukuran ini dapat direkam dengan Spirometer, di mana parameter yang diukur
adalah volume udara yang memasuki atau meninggalkan paru. Bervariasinya nilai
normal'volume paru bergantung pada beberapa keadaan seperti adanya kehamilan, latihan,
obesitas, atau kondisi-kondisi mengenai penyakit obstruktif dan restriktif. Faktor-faktor
seperti jumlah surfaktan, komplians, dan kelumpuhan pada otot pernapasan dapat
memengaruhi tekanan dan volume paru. Fungsi utama dari sirkulasi pulmonal adalah
mengalirkan darah dari dan ke paru agar dapat terjadi pertukaran gas. Fungsi anatomi yang
cukup baik dari semua sistemm ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap
komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat sangat
membahayakan proses kehidupan. Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu
ventilasi, difusi gas dan transportasi gas.

D. Patologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang sistem pernapasan. Selain
pneumonia ada beberapa jenis gangguan sistem pernafasan, baik karena kelainan sistem
pernapasan maupun akibat infeksi kuman. Beberapa jenis gangguan pernapasan tersebut,
antara lain :
1. Asma
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas
dan derajatnya dapat berubah ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. Asma
berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi 2 yaitu : asma bronkial tipe atopik / ekstrinsik
(asma yang timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan alergen), dan
asma bronkhial tipe non – atopik / intrinsik (asma non alergik / asma intrinsik terjadi bukan
karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti ISPA,
olahraga, stres psikologis).
2. Emfisema
Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya
kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terninal yang
disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Emfisema disebabkan oleh beberapa hal, seperti
merokok, keturunan, infeksi dan hipotesis elastase – antielastase.
3. Tuberkulosis paru – paru
Tuberkulosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru
– paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat menyebar
ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. Gejalanya seperti
batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah, bisa juga nyeri dada dan sesak.
4. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara
ke paru-paru). Bronkitis disebabkan oleh virus, bakteri dan organisme yang menyerupai
bakteri (Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia).gejala yang muncul seperti Batuk berdahak
(dahaknya bisa berwarna kemerahan), Sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas
ringan, Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu), dll
5. Emboli Paru – Paru
Emboli paru – paru merupaka oklusi atau penyumbatan bagian pembuluh darah paru
– paru oleh embolus. Embolus ialah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat
dalam sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah yang berasal dari suat
tempat lain dalam sirkulasi darah. Proses timbulnya embolus disebut embolisme. Dan hampir
99% emboli berasal dari trombus. Bahan lainnya adalah tumor, gas, lemak, sumsum tulang,
cairan amnion dan trombus septik. Faktor predisposisi dari emboli paru seperti imobilisasi,
umur, penyakit jantung, trauma, obesitas, kehamilan dan nifas, neoplasma, obat – obatan,
penyakit hematologi dan penyakit metabolisme. Tanda gejala yang muncul seperti dispnea,
nyeri dada pleuritik, kecemasan, batuk dan hemoptisis.
6. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairam dalam
rongga pleura. Penyebab kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder.
Kelainan primer pada pleura hanya 2 macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan
tumor pleura primer.
7. Atelektasis
Atelektasis adalah suatu kondisi dimana paru – paru tidak dapat mengembang secara
sempurna. Atelektasis sebenarnya bukan merupakan suatu jenis pnyakit melainkan suatu
keadaan yang berhubungan dengan adanya peroses penyakit parenkim paru. Atelektasis
sering dikaitkan dengan terjadinya kolaps alveolus, lobus atau unit paru yang lebih besar.
Atelektasis mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkhus. Obstruksi tersebut mengganggu
jalannya udara sari dan ke alveoli yang normalnya menerima udara melalui beonkhus. Udara
alveolar yann terpenrangkap terserap kembali ke pembuluh darah tetapi udara luar tidak
dapat menggantikan udara yang diserap karena obstruksi. Akibatya bagian paru yang
terisolasi mengalami kekurangan udara dan ukurannya menyusut. Hal ini menyebabkan
bagian paru lainnya (sisanya mengembang secara berlebihan). Secara istilah pengertian
atelektasis adalah kolaps alveoli

E. Biokimia
 Biokimia Sistem Pernapasan: Pengangkutan O2 & CO2 dalam Darah
O2 yang telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru akan ditranspor dalam bentuk
gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan, dimana O2 dilepaskan untuk digunakan sel.
Dalam jaringan, O2 bereaksi dengan berbagai bahan makanan, membentuk sejumlah besar CO2,
yang masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
a) Pengangkutan O2
O2 yang diangkut darah terdapat dalam 2 bentuk, yang terlarut dan terikat secara kimia
dengan Hb. Jumlah O2 terlarut plasma darah berbanding lurus dengan tekanan parsialnya dalam
darah. Pada keadaan normal, jumlah O2 terlarut sangat sedikit, karena kelarutannya dalam cairan
tubuh sangat rendah. Pada PO2 darah 100mmHg, hanya + 3 mL O2 yang terlarut dalam 1 L
darah. Dengan demikian, pada keadaan istirahat, jumlah O2 terlarut yang diangkut hanya + 15
mL/menit. Karena itu, transpor O2 yang lebih berperan adalah dalam bentuk ikatan dengan Hb.
Hb dapat mengikat 4 atom O2 per tetramer (1 @ subunit heme), atom O2 terikat pada atom
Fe2+, pada ikatan koordinasi ke-5 heme. Hb yang terikat pada O2 disebut oksihemoglobin
(HbO2) dan yang sudah melepaskan O2 disebut deoksihemoglobin. Hb dapat mengikat CO
menjadi karbonmonoksidahemoglobin (HbCO), yang ikatannya 200x lebih besar daripada
dengan O2. Dalam keadaan lain, Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ membentuk
methemoglobin (MetHb). Yang menyebabkan O2 terikat pada Hb adalah jika sudah terdapat
molekul O2 lain pada tetramer yang sama. Jika O2 sudah ada, pengikatan O¬2 berikutnya akan
lebih mudah. Sifat ini disebut ‘kinetika pengikatan komparatif’, yaitu sifat yang memungkinkan
Hb mengikat O2 dalam jumlah maksimal pada organ respirasi dan memberikan O2 secara
maksimal pada PO2 jaringan perifer. Pengikatan O2 disertai putusnya ikatan garam antar residu
terminal karboksil pada keseluruhan 4 subunit. Pengikatan O2 berikutnya dipermudah karena
jumlah ikatan garam yang putus menjadi lebih sedikit. Perubahan ini mempengaruhi struktur
sekunder, tersier dan kuartener Hb, sehingga afinitas heme terhadap O2 meningkat. Setiap atom
Fe mampu mengikat 1 molekul O2 sehingga tiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2. Hb
dikatakan tersaturasi penuh dengan O2 bila seluruh Hb dalam tubuh berikatan secara maksimal
dengan O2. Kejenuhan Hb oleh O2 sebanyak 75% bukan berarti 3/4 bagian dari jumlah molekul
Hb teroksigenasi 100%, melainkan rata-rata 3 dari 4 atom Fe dalam setiap molekul Hb berikatan
dengan O2. Faktor terpenting untuk menentukan % saturasi HbO2 adalah PO2 darah. Menurut
hukum kekekalan massa, bila konsentrasi substansi pada reaksi reversibel rneningkat, reaksi
akan berjalan ke arah berlawanan. Bila diterapkan di reaksi reversibel Hb& O2, maka
peningkatan PO2 darah akan mendorong reaksi kekanan, sehingga pembentukan HbO2 (%
saturasi HbO2) meningkat. Sebaliknya penurunan PO2, menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, O2
dilepaskan Hb, sehingga dapat diambil jaringan.
b) Pengangkutan CO2
CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkut
dalam 3 bentuk, yaitu :
 CO2 terlarut  Daya larut CO2 dalam darah > O2, namun pada PCO2 normal, hanya +10%
yang ditranspor berbentuk terlarut.
 Ikatan dengan Hb dan protein plasma +30% CO2 berikatan dengan bagian globin dari Hb,
membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin). Deoksihemoglobin memiliki afinitas lebih
besar terhadap CO2 dibandingkan O2. Pelepasan O2 di kapiler jaringan meningkatkan
kemampuan pengikatan Hb dengan CO2. Sejumlah kecil CO2 juga berikatan dengan protein
plasma (ikatan karbamino), namun jumlahnya dapat diabaikan. Kedua ikatan ini merupakan
reaksi longgar dan reversibel.
 Ion HCO3  60-70% total CO2. Ion HCO3 terbentuk dalam eritrosit melalui reaksi: CO2 +
H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan mengangkutnya dari paru
untuk dihembuskan keluar. CO2 bereaksi dengan gugus α-amino terminal hemoglobin,
membentuk karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr. Konversi ini
mendorong pembentukan jembatan garam antara rantai α dan β, sebagai ciri khas status deoksi.
Pada paru, oksigenasi Hb disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.
Dengan terserapnya CO2 ke dalam darah, enzim karbonik anhidrase dalam eritrosit
akan mengkatalisis pembentukan asam karbonat, yang langsung berdisosiasi menjadi bikarbonat
dan proton. Membran eritrosit relatif permeabel bagi ion HCO3, namun tidak untuk ion H.
Akibatnya, ion HCO3 berdifusi keluar eritrosit mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai
difusi ion H. Untuk mempertahankan pH tetap netral, keluarnya ion HCO3 diimbangi dengan
masuknya ion Cl ke dalam sel, yang dikenal sebagai ‘chloride shift’. Ion H di dalam eritrosit
akan berikatan dengan Hb. Karena afinitas deoksihemoglobin terhadap ion H > O2, sehingga
walaupun jumlah ion H dalam darah meningkat, pH relatif tetap karena ion H berikatan dengan
Hb. Fenomena pembebasan O2 dari Hb yang meningkatkan kemampuan Hb mengikat CO2 dan
ion H dikenal sebagai efek Haldene. Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu
seiring terikatnya Hb dan O2, proton dilepas dan bergabung dengan bikarbonat, sehingga
terbentuk asam karbonat. Dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk
gas CO2 yang dihembuskan keluar. Jadi, pengikatan O2 memaksa ekspirasi CO2. Fenomena ini
dinamakan efek Bohr.
BAB II
PNEUMONIA

A. Definisi
Pneumonia suatu penyakit sistem pernapasan yang mengalami peradangan yaitu proses
inflamasi yang mengakibatkan edema jaringan interstitial paru dan ekstravasasi cairan ke alveoli
sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana
asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium. Pneumonia adalah suatu peradangan paru-paru biasanya disebabkan oleh virus
bacterial (staphylococcus, pneumococcus, atau streptococcus) atau infeksi viral (respiratory
syncytial virus). Sedangkan menurut Djojodibroto, pneumonia adalah peradangan parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit-namun pneumonia juga
disebabkan oleh bahan kimia ataupun karna paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan
parenkim paru yang disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi)
sering disebut sebagai pneumonitis. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat – obatan, dll. Bila disebabkan m. Tuberculosis tidak termasuk
pneumonia. Peradangan yang disebabkan non infeksi disebut pneumonitis.

B. Klasifikasi Pneumonia
Penyakit pneumonia terbagi menjadi beberapa bagian menurut penyebabnya, antara lain :
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a) Pneumonia komuniti (community – acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial (hospital – community – acquired pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi / pneumonia pada pasien immunocompromised
2. Berdasarkan kuman penyebab
a) Pneumonia bakterial / tipikal
b) Kuman mempunyai tendensi menyerang orang yang peka seperti klebsiela pada
alkoholik, staphylococcus pada paska infeksi inluenza.
c) Pneumonia atipikal disebabkan oleh mycoplasma, legionella dan chlamydia.
d) Pneumonia virus
e) Pneumonia jamur merupakan infeksi sekunder, predileksi terutama pada pasien dengan
daya tahan lemah (immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris : sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Terjadi pada satu lobus atau segmen paru. Kemungkinan sekunder obstruksi bronkhus,
misal aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan.
b) Bronkhopneumonia
Dapat disebabkan bakteri atau virus. Sering pada bayi dan orang tua. Ditandai adanya
bercak – bercak infiltrat pada lapang paru. Tersebar dekat beonkhus. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkhus.
c) Pneumonia interstisiil

C. Etiologi
Menurut Astuti, etiologi pada pneumonia adalah virus pernafasan yang paling sering dan
lazim yaitu mikoplasma pneumonia yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak
sekolah dan anak lebih tua. Bakteri streptococcus pneumonia, S pyogenes, dan staphylococcus
aures yang lazim terjadi pada anak muda, dan kondisi akan jauh berkurang dengan penggunaan
vakisn efektif rutin. Sedangkan virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus
sinsitial pernafasan (respiratori syncytial virus/ RSV), parainfluenza, influenza dan adenovirus.

D. Patofisiologi
Peumonia kimiawi adalah pneumonia yang terjadi setelah menghirup kerosin atau
inhalasi gas yang mengiritasi. Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring (penyebab pneumonia bacterialis yang paling sering)
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk keparu melalui
saluran pernapasan, masuk ke bronchiolus dan alveoli lalu menimbulkan reaksi peradangan hebat
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan intersititial Bakteri
pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke alveoli di seluruh segmen/lobus.
Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat perembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan
fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Bakteri
pneumokokus difagositosis oleh leukosit dan sewa ktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke
dalam alveoli dan menelan leukosit bersama bakteri pneumokokus di dalamnya. Paru masuk
dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-
lahan sel darah merah yang mati dan eksudat-fibrin dibuang dari alveoli, terjadi resolusi
sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuannya dalam melakukan
pertukaran gas.
POHON MASALAH
Bakteri Jamur
Virus

Masuk ke saluran pernafasan


atas melalui udara dan makanan

Alveoli tidak meradang


Imun bagus Bronkiolus

RESIKO TINGGI INFEKSI


(PENYEBARAN) Alveoli

Perlengketan sekret
pernafasan Terjadi interaksi antara
Penurunan Ekspansi paru
virus/bakteri dengan Antibodi

Kadar Co2 darah


Akumulasi Sekret Imun tidak bagus

Reaksi radang pada alveoli


Stimulus kemoreseptor Obstruksi jalan nafas
di hipotalmus
Perubahan struktur membrane alveoli leukosit, makrofag, dan
Gangguan ventilasi limfosit memfagosit bakteri
Merangsang medulla
oblongata (pusat prnafasan) Atelektasis
melepaskan
BERSIHAN JALAN
interleukin 1 ke cairan
NAFAS INAFEKTIF
Proses pernafasan Gangguan difusi O2 dan CO2 tubuh (pirogen)

Suplai O2 ke jaringan Menuju


POLA NAFAS
berkurang GG. PERTUKARAN Hipotalamus
RR TIDAK EFEKTIF
GAS
Pernafasan Mempengaruhi
Hipoksia cepat dan dalam
Termostat
jaringan

Bahan baku Metebolisme


IWL meningkat
untuk anaerob Terganggunya pengaturan ↑Sel Point
metabolisme suhu tubuh
terbatas
Meningkatnya As. laktat
Mengaktifasi peningkatan Demam
Aktivitas suhu tubuh
metabolik NYERI AKUT
menurun HIPERTERMI

DEFISIT Evaporasi
produksi VOLUME meningkat
energi CAIRAN
menurun

Cairan tubuh
kelemahan berkurang

SINDROM
INTOLERANSI DEFISIT
AKTIVITAS PERAWATAN
DIRI
E. Manifestasi Klinis
1. Demam dan menggigil
Demam dan menggigil terjadi akibat proses inflamasi dan batuk yang seringkali
produktif purulen dan terjadi sepanjang hari.
2. Batuk produktif atau kering
Batuk disebabkan karena terjadi peningkatan produksi sekret, lalu terjadi akumulasi
sekret dan menyebabkan rangsangan batuk
3. Malaise
Malaise terjadi karena ketika ada rangsangan batuk menyebabkan distensi abdomen
yang kemudian menyebabkan mual muntah yang menyebabkan nafsu makan menurun
kemudian terjadi malaise.
4. Nyeri dada
Nyeri dada dikarenakan iritasi pleura.nyeri mungkin meluas atau menjalar ke
abdomen.
5. Kadang dyspnea
Karena pada kondisi pneumonia paru – paru yang terinfeksi baik oleh virus, jamur
maupun bakteri, tidak berfungsi dengan baik sehingga menimbulkan dispnea atau sesak
napas.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap pada pneumonia umumnya didapatkan dengan
leukositosis dengan neutrofil yang mendominasi pada hitung jenis. Leukosit >30.000 dengan
dominasi neutrophil mengarah ke bakteri Pneumonia streptococcus. Trombositosis >500.000
khas pada pneumonia bakterial. Infeksi yang disebabkan oleh virus biasnya menyebabkan
trombositopenia. Kultur darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-
15% kasus.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto thoraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis.
Foto thoraks AP/lateral bertujuan untuk menentukan lokasi anatomi dalam paru. Gambaran
patchy infiltrate dan terdapat gambaran air bronchogram merupakan gambaran pada foto
thoraks penderita pneumonia
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan melalui usapan spesimen tenggorokan,
sekresi nasofaring, sputum, aspirasi trakea, pungsi pleura, darah, aspirasi paru dan bilasan
bronkus. Pemeriksaan ini sulit dilakukan dari segi teknis maupun biaya.
4. Analisa Gas Darah Arteri
Pada analisa gas darah arteri, tidak normal dapat terjadi, tergantung pada luas paru
yang terkena.
5. Pemeriksaan fungsi paru : penurunan volume.

G. Penatalaksanaan
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45 derajat, pemberian O2 yang
adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di alveoli – arteri, dan mencegah hipoksia seluler.
Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun, dan juga penting mengawasi
pemeriksaan analisa gas darah. Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi
tubuh untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti
Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekresi dan distribusi ventilasi.
Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia
mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi
hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskuler dan melakukan dekompresi
lambung. Kalau hipotensi tidak dapat dilatasi, dapat dipasang kateter awan-Ganz dan infuse
dopamin (2-5 ug/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesic untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotik terpilih seperti penisilin diberikan secara intramuscular 2 x 600.000 unit
sehari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami
sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan
empiema memerlukan antibiotik lebih lama. Untuk klien yang alergi terhadap penisilin dapat
diberikan eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak yang
resisten. Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap penisilin karena
dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-13 jam,
setelah pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan menurun serta nyeri pleura
menghilang pada + 20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat
dikonsumsi.

H. Komplikasi
Komplikasi pada klien pneumonia adalah
a. Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi
b. Ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mukus
c. Atelektasis
d. Gagal nafas
e. Sepsis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Identitas
a) Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia, alamat, status perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, sumber biaya dan tanggal masuk RS.
b) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, usia, hubungan dengan pasien, pekerjaan
dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada pneumonia keluhan utama yang terjadi adalah biasanya adalah sesak dan batuk.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Bagaimana kondisi pasien sampai mengahruskan di bawa ke pelayanan kesehatan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah MRS sebelumnya, dan apakah pasien pernah menderita
penyakit pneumonia sebelumnya.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah dalam keluarga memiliki penyakit tertentu.
3) Pola Fungsional
a) Aktivitas : kelemahan / kelelahan, insomnia letargi, penurunan toleransi terhadap
aktivitas.
b) Sirkulasi : riwayat gangguan jantung, takikardia, penampilan pucat
c) Integritas ego : banyak stressor, masalah finansial
d) Makanan / cairan : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus,
kulit kering dengan turgor menurun, penampilan malnutrisi, berat badan turun,
mukosa kering.
e) Neurosensori : sakit kepala daerah frontal, perubahan mental (bingung, samnolen)
f) Nyeri / kenyamanan : sakit kepala, demam (38,5 – 39,6), nyeri dada (pleuritik)
meningkat oleh batuk, mialgia, atralgia, pasien melindungi area yang sakit, (pasien
umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan) berkeringat,
menggigil, pernapasan : riwayat adanya PPOM, merokok, takipnea, dispnea progresif,
pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, sputum
: merah muda, berkarat atau purulen, perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi,
fremitus : taktil dan vikal bertahap meningkat dengan konsolidasi, friction rub
(auskultasi terdengar seperti gesekan rambut), warna bibir, kuku sianosis.

B. Diagnosa keperawatan (SDKI)


Dagnosa keperawatan yang muncul pada pneumonia, antara lain :
1) Pola Napas Tidak Efektif
2) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
3) Intoleransi Aktivitas
4) Gangguan Pertukaran Gas
5) Defisit Nutrisi
6) Nyeri Akut
7) Resiko Infeksi

C. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI

1. Pola nafas tidak efektif Pola napas : inspirasi dan/atau Manajemen jalan napas :
ekspirasi yang memberikan mengidentifikasi dan
ventilasi adekuat. mengelola kepatenan jalan
napas.
 Kriteria hasil :
1. Diharapkan Kapasitas vital Tindakan
meningkat
 Observasi
2. Diharapkan tekanan
1. Monitor pola napas
ekspirasi meningkat
(frekuensi, kedalaman,
3. Diharapkan tekanan
inspirasi meningkat usaha napas)
4. Diharapkan frekuensi napas 2. Monitor bunyi napas
membaik tambahan (mis. Gurgling,
5. Diharapkan kedalaman mengi, wheezing, ronkhi
napas membaik kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
 Terapeutik
1. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
2. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
3. Berikan oksigen jika perlu.
 Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektron,
mukolitik, jika perlu

2. Bersihan jalan napas Bersihan jalan napas : Latihan batuk efektif : melatih
tidak efektif kemampuan membersihkan pasien yang tidak memiliki
sekret atau obstruksi jalan kemampuan batuk secara
napas untuk mempertahankan efektif untuk membersihkan
jalan napas tetap paten. laring, trakea dan bronkiolus
dari sekret atau benda asing
 Kriteria hasil :
dijalan napas.
1. Diharapkan batuk efektif Tindakan
meningkat
 Observasi
2. Diharapkan produksi
1. Identifikasi kemampuan
sputum menurun
batuk
3. Diharapkan frekuensi napas
2. Monitor adanya retensi
membaik
sputum
4. Diharapkan pola napas
3. Monitor tanda dan gejala
membaik
infeksi saluran napas.
4. Monitor input dan output
cairan (mis. Jumlah dan
karakteristi)
 Terapeutik
1. Atur posisi semi fowler
atau fowler
2. Pasang perlak dan bengkok
dipanngkuan pasien
3. Buang sekret pada temppat
sputum
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
dapas dalam yang ke 3
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

3. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas : respon Terapi oksigen : memberikan


fisiologis terhdap aktivitas tambahan oksigen untuk
yang membutuhkan tenaga mencegah dan mengatasi
kondisi kekurangan oksigen
 Kriteria Hasil
jaringan.
1. Diharapkan saturasi
oksigen meningkat Tindakan
2. Diharapkan keluhan lelah
 Observasi
menurun
1. Monitor kecepatan aliran
3. Diharapkan dispnea saat
oksigen
beraktivitas menurun
2. Monitor aliran oksigen
4. Diharapkan frekuensi napas
secara periodik dan
membaik
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
3. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
4. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
 Terapi
1. Bersihkan sekret pada
hidung, mulut, trakea jika
perlu
2. Pertahankan kepatenan
jalan napas
3. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
4. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
 Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
menggunakan oksigen dirumah

 Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
4. Gangguan pertukaran Pertukaran gas : oksigensi dan Pemantauan Respirasi :
gas /atau eliminasi karbondioksida mengumpulkan dan
pada membran alveolus kapiler menganalisis data untuk
dalam batas normal. memastikan kepatenan jalan
napas dan keefektifan
 Kriteria hasil
pertukaran gas.
1. Diharapkan tingkat
kesadaran meningkat Tindakan
2. Diharapkan dispnea
 Observasi
menurun
1. Monitor frekuensi, irama,
3. Diharapkan bunyi napas
kedalaman dan upaya
tambahan menurun
bernapas.
4. Diharapkan napas cuping
2. Monitor pola napas (seperti
hidung menurun
bradipnea, takipnea,
5. Diharapkan pco2 membaik
hiperventilas, kussmaul,
cheyne – stokes, biot,
ataksisk)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor saturasi oksigen
 Terapetik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5. Defisit Nutrisi Status Nutrisi : keadekuatan
asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.

 Kriteria Hasil :
1. Diharapkan porsi makanan
yang dihabiskan meningkat
2. Diharapkan kekuatan otot
mengunyah meningkat
3. Diharapkan kekuatan otot
menelan meningkat
4. Diharapkan frekuensi
makan membaik
5. Diharapkan nafsu makan
membaik
6. Nyeri Akut Tingkat Nyeri : pengalaman Manajemen nyeri :
sensori atau emosional yang mengidentifikasi dan
berkaitan dengan kerusakan mengelola pengalaman
jaringan aktual atau fungsional, sensorik atau emosional yang
dengan onset mendadak / berkaitan dengan kerusakan
lambat dan berintensitas ringan jaringan atau fungsional
hingga berat dan konstan. dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan
 Kriteria Hasil
hingga berat dan konstan.
1. Diharapkan kemampuan
menuntaskan aktivitas Tindakan
meningkat
 Observasi
2. Diharapkan keluhan nyeri
1. Identifikasi lokasi,
menurun
karakteristik, durasi,
3. Diharapkan gelisah
frekuensi, kualitas,
menurun
intensitas nyeri
4. Diharapkan kesulitan tidur
2. Identifikasi skala nyeri
menurun
3. Identifikasi respons nyeri
5. Diharapkan frekuensi nadi
non verbal
membaik
4. Identifikasi faktor yang
6. Diharapkan pola napas
memperberat dan
membaik
memperingan nyeri
5. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
 Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis, terapi
musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

7. Resiko Infeksi Tingkat Infeksi : derajat infeksi Pencegahan infeksi :


berdasarkan observasi atau mengidentifikasi dan
sumber informasi menurunkan risiko terserang
 Kriteria Hasil organisme patogenik
1. Diharapkan nafsu makan
Tindakan
meningkat
2. Diharapkan sputum  Observasi
berwarna hijau menurun Monitor tanda dan gejala
3. Diharapkan letargi infeksi lokal dan sistemik
menurun
 Terapeutik
4. Diharapkan kadar sel darah
1. Batasi jumlah pengunjung
putih membaik
2. Cuci tangan sebelum dan
5. Diharapkan kultur sputum
sesudah kontak dengan
menurun
pasien dan lingkungan
pasien
3. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
 Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan cara
meningkatkan cairan
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian atas (Hidung dan
kavitas nasalis, faring, laring) dan saluran pernapasan bagian bawah (trakea dan pohon bronkus,
paru – paru dan membran pleura dan alveoli). Pneumonia suatu penyakit sistem pernapasan yang
mengalami peradangan yaitu proses inflamasi yang mengakibatkan edema jaringan interstitial
paru dan ekstravasasi cairan ke alveoli sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pneumonia dibagi
menjadi beberapa bagian menurut penyebabnya, yaitu Berdasarkan predileksi infeksi,
Berdasarkan kuman penyebab dan Berdasarkan klinis dan epidemiologis. Etiologi pada
pneumonia adalah virus pernafasan yang paling sering dan lazim yaitu mikoplasma pneumonia
yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak lebih tua. Patologi
pada sistem pernapasan, selain pneumonia adalah asma, emfisema, tuberkulosis paru, bronkitis,
emboli paru – paru, efusi pleura dan atelektasis.. Pneumonia terjadi setelah menghirup kerosin
atau inhalasi gas yang mengiritasi. Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring (penyebab pneumonia bacterialis yang paling sering)
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk keparu melalui
saluran pernapasan, masuk ke bronchiolus dan alveoli lalu menimbulkan reaksi peradangan hebat
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan intersititial.
Beberapa tanda gejala pada pneumonia seperti, demam, menggigil, dan kadang dispnea.
Penatalaksanaan pneumonia seperti pemberian O2 yang adekuat dan memposisikan tubuh semi
fowler dengan sudut 45 derajat. Pemeriksaan diagnostik pneumonia seperti pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Komplikasi dari pneumonia seperti Gagal nafas serta Sianosis
disertai hipoksia mungkin terjadi.

4.2 Saran
Pneumonia merupakan penyakit yang cukup berbahaya dan apabila tidak cepat ditangani
bisa menyebabkan kematian. Maka penyakit pneumonia perlu kita hindari sebisa mungkin. Salah
satu cara untuk mencegah penyakit pneumonia adalah dengan menjalani vaksinasi,
Mempertahankan sistem kekebalan tubuh, Menjaga kebersihan, Berhenti merokok dan
Hindari konsumsi minuman beralkohol. Serta sebisa mungkin untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin, agar apabila ditemukan penyakit dalam tubuh bisa
sesegera mungkin untuk ditangani.
Daftar pustaka

Utama, Saktya Yudha Ardhi. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta. Deepublish
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sitem Pernapasan.
Jakarta. Salemba Medika
Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta.Salemba Medika
Prasetyo, Awal. (2007). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi, Ed. 3. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai