Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan


berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang
digolongkan risiko tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat
kritis.
Koma (tidak sadar) adalah suatu keadaan di mana seorang pasien
benar-benar tidak memiliki kesadaran baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan sekitar, dan tidak mampu memberikan respon yang berarti
terhadap stimulus eksternal. Berbeda dari ketidaksadaran yang bersifat
sementara seperti sinkop, koma harus berlangsung lebih dari satu jam. Koma
terjadi sebagai akibat dari kerusakan berat pada hemisfer serebri dan/atau
sistem ARAS (ascending reticular activating system). Terdapat banyak
penyebab koma, dan hal ini dapat diklasifikasikan sebagai disfungsi otak fokal
atau difus. Skala kompleks yang paling sering digunakan adalah Glasgow
Coma Score. Skala GCS ini menilai aktivitas mata, respons verbal maupun
motorik, dan memberikan poin tertentu untuk masing-masing, dengan 3 adalah
ketidaksadaran dalam dan 15 sadar penuh. Pasien yang tidak sadar memiliki
risiko asfiksi yang tinggi akibat jatuhnya lidah ke belakang sehingga menyumbat
jalan nafas, menyebabkan kematian dan/atau pneumonia aspirasi. Seringkali
apabila penyebab koma tidak diatasi, atau tidak dapat diatasi, dapat terjadi
progresivitas keadaan pasien ke arah kerusakan otak yang ireversibel dan
selanjutnya mati otak.
Panduan pelayanan pasien risiko tinggi koma ini dimaksudkan untuk
menyediakan pelayanan yang sesuai kebutuhan pasien koma. Di samping itu
juga sebagai panduan dalam pelayanan agar pasien terhindar dari berbagai
risiko yang mungkin terjadi pada pasien koma, terutama risiko terjadinya
kekerasan fisik.

1
BAB II
DEFINISI

1. Koma (tidak sadar) adalah suatu keadaan di mana seorang pasien benar-
benar tidak memiliki kesadaran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan sekitar, dan tidak mampu memberikan respon yang berarti
terhadap stimulus eksternal. Pasien Koma adalah pasien yang tidak dapat
dibangunkan, tidak memberikan respons normal terhadap rasa sakit atau
rangsangan cahaya tidak memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak dapat
melakukan tindakan sukarela. Koma dapat timbul karena berbagai kondisi,
termasuk keracunan, gangguan metabolik, penyakit sistim saraf pusat,
serta gangguan neurologis akut seperti stroke dan hipoksia, geger otak
karena kecelakaan berat pada kepala dan terjadi perdarahan di dalam
tempurung kepala. Koma juga dapat secara sengaja ditimbulkan oleh agen
farmaka untuk mempertahankan fungsi otak setelah timbulnya trauma otak
lain.
2. Kekerasan Fisik Pasien adalah ekspresi dari perlakuan secara fisik yang
mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan kebebasan atau mertabat
seseorang. Kekerasan fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau
sekelompok orang.
3. Perlindungan pasien Terhadap Kekerasan fisik adalah suatu upaya rumah
sakit untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung pasien
lain atau staf rumah sakit.

BAB III

2
RUANG LINGKUP

A. Tujuan
1. Menyusun suatu panduan prosedur bagi perawatan pasien yang tidak
sadar.
2. Memastikan kualitas perawatan pasien.
3. Menjamin konsistensi dan keseragaman pelayanan pasien tidak sadar
oleh perawat dan semua tenaga kesehatan lainnya.

B. Risiko yang dihadapi


1. Tindak kekerasan/pelecehan.
2. Kesalahan pemberian obat/makanan karena kurang komunikasi.
3. Cedera fisik.

C. Informed Consent
1. Bilamana pasien/wali menolak dilakukan resusitasi, maka mereka
diminta menandatangani form Penolakan Resusitasi Jantung Paru
(DNR).
2. Informed Consent untuk tindakan-tindakan invasive, baik untuk
diagnostik maupun terapetik.
3. Informed Consent untuk masuk ke Ruang Perawatan Intensif.

D. Kualifikasi staf
1. Dokter yang merawat pasien koma adalah dokter yang sudah mengikuti
pelatihan Advanced Cardiac Life Support (ACLS).
2. Perawat yang merawat pasien koma adalah yang sudah mengikuti
pelatihan Basic Life Support (BLS) dan pelatihan ICU.

E. Ketersediaan dan Penggunaan Alat Khusus


1. Monitor.
2. Pulse Oxymeter.
3. Ventilator di Intensive Care Unit.

F. Ruang Perawatan

3
Perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik dilakukan oleh setiap
unit/instalasi di mana pasien itu dirawat. Adapun ruang lingkup kegiatan
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing unit/instalasi, yaitu :

1. Instalasi Gawat Darurat


 Sebagai pintu gerbang masuknya pasien rawat inap dari berbagai
golongan/kriteria.
 Staf yang bertugas harus mampu mengenali pasien koma yang
berisiko mengalami kekerasan fisik selama berada di rumah sakit.
 Harus ada prosedur pemberian/pengenalan identitas pasien yang
benar.
 Sarana dan prasarana yang ada harus dapat memberi perlindungan
terhadap kekerasan fisik dengan menjaga privasi pasien.
 Keluarga atau penjaga pasien perlu diidentifikasi dan diberi kartu
identitas agar mudah dikenali.
 Pintu masuk dan keluar perlu dijaga oleh petugas keamanan yang
mampu memantau keluar masuk pasien dan pengunjung.
 Standarisasi prosedur pelayanan melalui Panduan Praktek Klinis
(PPK) dan Clinical Pathway (CP).
 Harus ada prosedur pengkajian risiko jatuh.
 Pemantauan keamanan melalui CCTV.

2. Ruang rawat inap


 Jika diputuskan pasien koma tetap dirawat di ruang rawat inap, DPJP
melakukan edukasi terhadap keluarga pasien dan melakukan
pendokumentasian dalam formulir edukasi terintegrasi dan catatan
perkembangan pelayanan terintegrasi.
 Perawatan di ruang rawat inap dioptimalkan sesuai dengan sarana dan
prasarana yang ada.

4
BAB IV
TATA LAKSANA

A. TATALAKSANA UMUM
Tatalaksana umum perlindungan pasien yang tidak mampu melindungi
dirinya seperti pasien koma, yaitu dengan cara :
1. Pengawasan terhadap pintu masuk dan keluar di lokasi pelayanan
dilakukan oleh petugas security dan perawat jaga
2. Semua penjaga pasien harus memakai kartu identitas sebagai penjaga
pasien sesuai SPO yang ditetapkan.
3. Memberikan asuhan medis yang terstandarisasi sesuai dengan
panduan praktek klinis dan clinical pathway.
4. Mengupayakan sarana prasarana yang aman untuk asuhan medik dan
keperawatan.
5. Pemberian identitas pasien koma sesuai SPO, dan penerapan prosedur
identifikasi pasien dengan benar dan tepat setiap kali akan melakukan
suatu tindakan terhadap pasien.

B. PROSEDUR PELAYANAN
1. Tim medis akan melakukan pengkajian, membuat diagnosis, dan
mengidentifikasi kebutuhan pasien koma.
2. Perawat yang menangani pasien juga mengidentifikasi kebutuhan
pasien, dan selanjutnya tim merencanakan perawatan sesuai dengan
hasil pengkajian dan identifikasi.
3. Tata laksana jangka panjang melibatkan pertimbangan masalah yang
dialami oleh pasien koma, berbaring tidak bergerak selama jangka
waktu yang sangat panjang tanpa refleks protektif. Hal ini mencakup:
a. Bagian tubuh yang mengalami tekanan (dekubitus)
b. Perawatan mulut, mata, dan kulit
c. Fisioterapi untuk melindungi otot dan sendi
d. Risiko trombosis vena dalam
e. Risiko ulkus stres pada lambung
f. Keseimbangan nutrisi dan cairan
g. Kateterisasi urine
h. Pemantauan hemodinamik
i. Pengendalian infeksi
j. Penanganan oksigen secara adekuat, dengan bantuan ventilator
k. Hilangnya kemampuan untuk menutup mata, paparan konjungtiva,
meningkatnya risiko mata kering

5
4. Setelah masuk ke ICU atau setelah menerima jawaban konsul dari ICU
bagi pasien koma di IGD atau ruang rawat, pengkajian awal pasien tidak
sadar harus dilakukan oleh dokter ICU yang sedang bertugas dan
diselesaikan dalam jangka waktu 12 jam.
5. Dokter ICU yang sedang bertugas menyusun rencana perawatan setiap
pasien koma, yang diperiksa dan disetujui oleh dokter penanggung
jawab pelayanan selama pasien masih di ruang rawat/IGD. Untuk
pasien yang ditangani di ICU, dokter ICU bertanggung jawab atas
penanganan pasien, bekerja sama dengan dokter penanggung jawab
pelayanan pasien tersebut.
6. Selain perawatan pasien standar, perawat yang memegang pasien
koma akan melakukan hal-hal berikut :
a. Pastikan jalan nafas bersih dan paten untuk mengurangi risiko
aspirasi
i. Periksa jalan nafas dan lakukan suction, bila diperlukan, untuk
membantu pertukaran gas.
ii. Lepaskan gigi palsu apabila longgar, untuk mencegah obstruksi
jalan nafas.
iii. Posisikan/miringkan pasien untuk membantu pengeluaran
sekresi jalan nafas.
iv. Masukkan gudel untuk menjaga jalan nafas adekuat.
b. Pastikan respirasi adekuat
i. Pantau pola nafas.
ii. Persiapkan intubasi apabila terindikasi.
c. Monitor tanda vital
d. Nilai tingkat kesadaran untuk menilai fungsi motorik dan sensorik
dengan cara :
i. Penilaian GCS.
ii. Pemeriksaan neurologis.
e. Jangan meninggalkan pasien tanpa dijaga, naikkan railing tempat
tidur untuk memastikan keamanan pasien.
f. Catat semua prosedur dan pemantauan dalam rekam medik, dan
laporkan semua temuan yang tidak normal mengenai kondisi pasien
kepada dokter jaga.
7. Pengkajian nutrisi dan terapi nutrisi
a. Penilaian status nutrisi pasien sejak awal saat masuk dan secara
teratur bila diperlukan.
b. Apabila diperlukan, dilakukan konsultasi kepada ahli gizi klinik dan
dilakukan perencanaan nutrisi multidisiplin.

6
c. Adapun standar makanan khusus yang diberikan berdasarkan
diagnosis dan diet yang diberikan oleh DPJP diatur dalam Kebijakan
Pelayanan Gizi.
8. Berdasarkan kondisi pasien apakah potensial reversibel atau ireversibel,
dokter penanggung jawab pasien mendiskusikan dengan anggota
keluarga dan memutuskan salah satu hal di bawah ini:
a. Melanjutkan terapi agresif dan meminta konsultasi etika bersama
keluarga pasien.
i. Memberikan instruksi DNR (do not resuscitate) dan
memindahkan pasien ke ruang intermediate care atau ruang
rawat.
ii. Melepaskan alat penunjang hidup berdasarkan
pertimbangan tertentu, salah satunya Mati Batang Otak
(MBO).
9. Apabila pasien bertahan hidup, tim yang menangani pasien
merencanakan tindakan suportif untuk jangka panjang, yang meliputi
namun tidak terbatas pada hal-hal di bawah ini dan mencatat tindakan
tersebut pada rekam medik pasien:
a. Trakeostomi.
b. Pemasangan ventilator
c. Kateter suprapubik.
d. Fisioterapi.
10. Komunikasi dengan pasien tidak sadar:
a. Asumsikan bahwa pasien dapat mendengar semua pembicaraan.
b. Ciptakan lingkungan yang bersahabat.
c. Mencoba melibatkan pasien dalam pembicaraan (ajak bicara).
d. Pastikan keamanan pasien.
e. Sentuh pasien.
11. Edukasi
Mengingat bahwa saat ini adalah saat yang berat bagi keluarga, tim
perawatan harus memberikan edukasi kepada keluarga pasien dan
memberikan dukungan psikologis, yang keduanya harus
didokumentasikan dalam rekam medik pasien. Hal ini akan membantu
keluarga untuk memahami situasi yang kompleks dan membantu
mengambil keputusan yang sulit. Berikan penjelasan mengenai
kemajuan hasil perawatan, prognosis dan kemungkinan hasil perawatan
ke depan. Hal yang mungkin terjadi setelah koma adalah kematian,
keadaan vegetatif permanen, berbagai derajat gangguan fungsi, dan
pemulihan neurologis secara sempurna.

7
12. Panduan pengendalian infeksi
Perlu dilakukan standar kewaspadaan universal secara umum dan
isolasi secara ketat sesuai dengan SPO, oleh semua tenaga medis yang
terlibat dalam perawatan pasien ini.
13. Keamanan
Semua pasien koma memiliki risiko tinggi terjadinya cedera, jatuh, dan
pelecehan (abuse). Untuk melindungi mereka dari hal-hal tersebut,
dilakukan prosedur sebagai berikut :
a. Pendampingan setiap saat (sedapat mungkin oleh seorang perawat,
namun dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau pengasuh
(perawat khusus) di ruang rawat biasa.
b. Railing tempat tidur harus selalu dinaikkan.
c. Peralatan untuk menjaga jalan nafas di tempat yang mudah
terjangkau.
d. Peralatan suction di tempat yang mudah terjangkau.
e. Restraint apabila diperlukan.
f. Mobilisasi dilakukan oleh perawat setiap 2 jam dan
didokumentasikan dalam form pemantauan dekubitus.
14. Perawatan mata pada pasien tidak sadar
a. Frekuensi perawatan mata adalah setiap empat jam di ICU dan
dilakukan oleh staf perawat.
b. Jelaskan prosedur tersebut kepada pasien.
c. Tempatkan semua alat yang diperlukan agar kerja menjadi
terorganisir.
d. Posisikan tempat tidur pada tinggi yang nyaman.
e. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman.
f. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan yang bersih.
g. Bersihkan mata menggunakan kapas bola yang dibasahi dengan air
atau salin.
h. Basuh secara lembut setiap mata dari bagian dalam ke kantus luar.
Gunakan kapas bola yang berbeda untuk setiap mata.
i. Gunakan penetes untuk memberikan larutan oftalmik steril (air mata
buatan, tetesan salin normal) atau sesuai instruksi dokter, untuk
mencegah kekeringan kornea dan ulserasi.
j. Jaga agar mata pasien tetap tertutup apabila tidak terdapat refleks
kedip. Apabila digunakan pad atau plester mata, jelaskan tujuannya
pada pasien dan keluarga.
k. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
l. Lepaskan plester mata dan evaluasi kondisi mata setiap empat jam.

8
BAB V
DOKUMENTASI

A. Formulir pengkajian awal medik


B. Formuir catatan perkembangan pelayanan terintegrasi
C. Flow sheet pasien ICU
D. Formulir pengkajian status nutrisi
E. Formulir pengkajian risiko jatuh
F. Formulir pengkajian risiko dekubitus
G. Formulir edukasi terintegrasi

Anda mungkin juga menyukai