1. Jurnalistik dalam dunia ilmu pengetahuan modern berkaitan dengan : Jurnalistik sebagai teori, Secara etimologis atau asal kata, istilah jurnalistik atau dalam bahasa Inggrisnya Journalism, dan dalam bahasa Belandanya Journalistiek, berasal dari perkataan Prancis, Journa yang artinya surat kabar, Istilah Journa sendiri berasal dari kata lain, Diurna, yang artinya tiap hari, harian, atau catatan harian atau disebut juga dengan berita. Jurnalistik sebagai metode, yakni suatu keterampilan atau kegiatan mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi bahan berita, dan disebarluaskan kepada masyarakat secara rutin setiap hari, melalui surat kabar dan majalah atau memancarkannya melalui siaran radio dan siaran televisi. Jurnalistik sebagai sistematika, yaitu, bagaimana seorang wartawan menulis berita. Dengan sistematika yang diperlukan sebagai berikut : 1. Memilih topik berita 2. Mendiskusikan topik 3. Menetukan topik yang akan dijadikan naskah berita 4. Mendiskusikan daftar pertanyaan 5. Membuat daftar pertanyaan dengan dasar 5W+1H 6. Proses pengumpulan data melalui wawancara 7. Proses menulis naskah berita. 8. Mengoreksi kembali teks berita Jurnalistik sebagai objek studi, yakni sebagai objek studi ilmu komunikasi. adalah salah satu ilmu terapan dari ilmu komunikasi yang mempelajari keterampilan seseorang dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi, mengolah informasi yang mengandung nilai berita (news value) menjadi karya jurnalistik serta menyajikan kepada khalayak baik melalui media cetak maupun media elektronik. Jurnalistik sebagai penelitian, adalah jurnalistik sebagai Bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
2. Perbedaan fungsi jurnalistik konvensional dan modern
Perbedaan yang mendasar antara jurnalistik konvensional dan jurnalistik modern.
Model Komunikasi Yang Berlangsung, dalam jurnalistik modern, tutur informasi
disajikan secara non linear untuk mengakomodasi kebebasan pengguna nya dalam mengakses informasi. Pengguna media modern dapat menikmati publikasi online mulai dari kisah terakhir lalu melompat kekisah sebelumnya. Bahkan bisa dimulai dari kisah yang pernah di publikasi sekian taun sebelmunya atau kesumber informasi yang sama sekali berbeda ditengah-tengah proses penikmatan informasi. Sedangkan dalam jurnalistik konvensional, tata tutur informasi disajikan secara linear kepada para penggunanya. Mau tidak mau, pengguna media konvensional harus mengikuti urutan informasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh penerbitnya. Penggunaan media konvensional tidak bisa melakukan lompatan dalam mengakses informasi.
Kepraktisan dan kenyamanan bagi pengguna, pengguna media modern terkadang
merasa kurang nyaman dan praktis dalam menggunakan media yang satu ini. Ketika hendak mengakses produk jurnalistik modern, sesorang harus duduk didepan computer atau membaca teks dilayar sempit pesawat selular atau PDA (Personel Data Assistant) yang mampu WAP. Meskipun bukan suatu yang mustahil dimasa depan akan ditemukan device baru yang akan memberikan kenyamanan lebih baik untuk mengakses informasi secara online. Berbeda hal nya dengan media konvensional. Kita dapat membaca Koran atau novel sambil tiduran, menonton berita di televise sambil tiduran di sofa atau karpet, atau mendengarkan talkshow dari sebuah stasiun radio sambil memasak atau memandikan anak. Bahkan kita bisa sambil jalan-jalan dengan pesawat Walkman disaku. Itu semua belum dapat dilakukan oleh pengguna media online.
3. Di negara demokratis hak-hak demokrasi rakyat seperti hak kebebasan berfikir,
menyatakan pendapat dan berusaha dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan terhadap kebebasan pers pun dicantumkan secara tegas dalam konstitusi. Tetapi, baru di penghujung abad ke-20 dan diawal abad ke-21 ini pers kita mendapatkan jaminan undang-undang dalam melaksanakan kebebasan persnya dengan disahkan undang- undang No. 40 tahun 1999 dan diterimanya Amandemen ke-2 UUD 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Seperti yang dikemukakan Mitchel V. Charnley Kebebasan pers itu bukan berarti , “Government, keep your hands off!”. Tetapi artinya, “Keep your hands off so that media may help the people to preserve the democratic system”. Menururt Charnley, kebebasan pers adalah sarana, bukan tujuan; pelindungnya adalah publik bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-undang. Semua sistem kebebasan pers termasuk di Indonesia memiliki konsep mengenai tanggung jawabnya masing-masing. Jadi pers dalam penyampaian informasinya memiliki hak dan tanggung jawabnya tersendiri. Yaitu untuk menginformasikan kepada rakyat untuk kepentingan masyarakat yang sesuai dengan kode etik dan konstitusi negara. Kebebasan pers tercantum pada BAB XA “Hak Asasi Manusia” pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan pers: “setiap orang berhak untuk berakomodasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersdia”. Hal ini menyatakan secara de jure iklim kebebasan pers di Indonesia sangat kondusif. Namun secara de facto kebebasan pers di Indonesia tidak begitu kondusif karena tegaknya hukum di suatu negara tergantung masing-masing pihak dalam masyarakat sebagai warga negara. Rendahnya kesadaran membuta munculnya bias antara de jure dan de facto. Misalnya di bidang jurnalisme kode etik sangat di perlukan sebagai tanggung jawab atas keprofesian yang mereka jalani, yaitu adanya tuntutan yang sangat asasi, yaitu kebebasan pers.Namun, tidak jarang dalam melaksanakan kebebasan pers itu wartawan cenderung lupa atau sengaja melupakan hak orang lain sehingga merugikan profesinya juga. pada praktisnya, kebebasan pers berputar pada perdebatan dan kontroversi antara pola kepentingan dua arah, yaitu kepentingan pemerintah untuk menjaga rahasia politik, keutuhan dan kedaulatan negara, dokumen rahasia dan pola kebijakan terhadap publik, dengan kepentingan masyarakat yang menuntut partisipasi aktif dalam menyalurkan aspirasi politik mereka, dan untuk memeperoleh informasi tanpa melangggar keutuhan hak kebebasan pribadi setiap individu.